BAB 2 LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) Definisi Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI. karena apabila diterapkan secara rinci antara produsen dan konsumen akan terjadi

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

ANALISIS DATA. Universitas Indonesia. Peningkatan kualitas..., Wilson Kosasih, FT UI, 2009

UPAYA PENINGKATAN KUALITAS PRODUK MELALUI ANALISIS JENIS CACAT DENGAN MENGGUNAKAN METODE FMEA PADA PT XYZ

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH. Gramedia Cikarang yaitu dengan menggunakan metode DMAIC (Define,

2. Pengawasan atas barang hasil yang telah diselesaikan. proses, tetapi hal ini tidak dapat menjamin bahwa tidak ada hasil yang

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB II LANDASAN TEORI. pengertian yang satu hampir sama dengan definisi atau pengertian yang lain. Pengertian

ANALISIS PENYEBAB KECACATAN PADA SAAT PROSES ASSEMBLY PEMASANGAN KOMPONEN MESIN MOTOR BERJENIS K15 DENGAN METODE FMEA PADA PT XYZ

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. berperan penting dalam perusahaan selain manajemen sumber daya manusia,

BAB III. FAILURE MODE and EFFECT ANALYSIS

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGAKUAN... ii. SURAT PENGAMBILAN DATA DARI PERUSAHAAN... iii. HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... iv. HALAMAN PERSEMBAHAN...

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Kualitas Pengertian Kualitas Dimensi Kualitas

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

ANALISIS HAMBATAN DAN REKOMENDASI SOLUSI PADA PROSES OUTBOUND LOGISTIC PT XYZ DENGAN SEVEN TOOLS DAN FMEA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh para konsumen dalam memenuhi kebutuhannya. Kualitas yang baik

BAB II LANDASAN TEORI

USULAN PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK STANG ENGKOL DI PRODUSEN SENJATA MENGGUNAKAN METODE FAILURE MODE EFFECT ANALYSIS DAN FAULT TREE ANALYSIS (FTA)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

USULAN PERBAIKAN KUALITAS PRODUK MENGGUNAKAN METODE FAULT TREE ANALYSIS (FTA) DAN FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS (FMEA) DI PABRIK ROTI BARITON 1

BAB II LANDASAN TEORI

FMEA SEBAGAI ALAT ANALISA RISIKO MODA KEGAGALAN PADA MAGNETIC FORCE WELDING MACHINE ME-27.1

Bab 3 Metodologi Pemecahan Masalah

BAB V ANALISIS HASIL

Pengukuran Kapabilitas Proses produksi kacang garing Cont d.

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

ANALISA RESIKO DALAM USAHA MENGELOLA FAKTOR RESIKO SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS DAN KUANTITAS PRODUK JADI

BAB V ANALISA DATA Tahap Analyze. Pada tahap ini penyusun akan menganalisis hambatan dan kendala yang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB V ANALISA HASIL. permukaan material terlihat bercak atau noda keputih-putihan. Bercak atau

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini akan dijelaskan langkah-langkah penelitian yang dilakukan. 3.1 Flow Chart

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V ANALISIS HASIL OLAH DATA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V ANALISA DAN INTEPRETASI

PENINGKATAN KUALITAS PRODUK PADA MESIN PRODUKSI NONWOVEN SPUNBOND DENGAN MENGGUNAKAN METODE SEVEN TOOLS DAN FMEA

Metode Training ISO/TS Sentral Sistem TAPI MENJELASKAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan pesat dunia industri konstruksi bangunan di Indonesia

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. landasan kerja dan lingkungan kerja serta cara-cara melakukan pekerjaan dan proses

ANALISIS KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA TERHADAP TINGKAT KECELAKAAN KERJA DAN PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN PT ABC. Benny Winandri, M.

BAB V PENGOLAHAN DATA DAN PERBAIKAN. pada define dan hasil pengukuran (measure) pada permasalahan yang telah

KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMAKASIH DAFTAR ISI

BAB V ANALISA HASIL. terbanyak dari Transmission Case (XCR) adalah sebagai berikut :

Tabel 4.1 Hasil Skor RPN. No. Moda Kegagalan (Failure Mode) Skor RPN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 Landasan Teori 2.1 Total Quality Management

Pengendalian Kualitas Statistik. Lely Riawati

BAB II LANDASAN TEORI

PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK DALAM UPAYA MENURUNKAN TINGKAT KEGAGALAN PRODUK JADI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB V HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA. Jurusan Teknik Industri Tugas Akhir Semester Genap tahun 2007/2008

Sumber : PQM Consultant QC Tools Workshop module.

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN. pembuatan buku, observasi dilakukan agar dapat lebih memahami proses pembuatan

BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISA DATA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

Tabel dan Grafik Pengukuran Sigma

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL. HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI. HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS KATA PENGANTAR...

ANALISIS PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK BAKERY BOX MENGGUNAKAN METODE STATISTICAL PROCESS CONTROL (STUDI KASUS PT. X)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

Perumusan Masalah : Tujuan Batasan dan Asumsi LANDASAN TEORI Pengertian Risiko Pengendalian Risiko

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

4.3 Jenis-jenis dan Definisi Cacat Data Jenis-jenis dan Jumlah Cacat

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

Bab 5 Analisis 5.1. Merencanakan ( plan Analisis Data Kecelakaan

2.2 Six Sigma Pengertian Six Sigma Sasaran dalam meningkatkan kinerja Six Sigma Arti penting dari Six Sigma...

Diagram Fishbone. Langkah langkah untuk menyusun dan menganalisa diagram fishbone sebagai berikut:

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Kualitas (Quality)

DAFTAR ISI. ABSTRAK...i. KATA PENGANTAR ii. DAFTAR ISI..iv. DAFTAR TABEL viii. DAFTAR GAMBAR.ix. DAFTAR LAMPIRAN..x. 1.1 Latar Belakang Masalah..

Tujuan K3. Mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Menjamin tempat kerja yang sehat, bersih, nyaman dan aman

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

Transkripsi:

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Keselamatan Kerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (Setiawan, 2012. P.1). Dengan maksud manusia terhindar dari bahaya resiko pekerjaan yang berbahaya bagi manusia selama proses pekerjaan berlangsung. Sistem manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif (Setiawan, 2012. P.1). Setiap perusahaan wajib memiliki sistem ini guna mengendalikan dan meminimalkan resiko kerja selama proses pekerjaan berlangsung. 2.2 Tujuan Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Tujuan penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja adalah meninjau secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan sistem manajemen K3 secara berkesinambungan dengan tujuan meningkatkan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja serta untuk menciptakan tempat kerja atau lingkungan kerja yang aman, nyaman, meningkatkan produktivitas dan mengurangi resiko terjadinya kecelakaan yang dapat merugikan perusahaan maupun pekerjanya (Sastrohadiwiryo, 2005). 2.3 Kecelakaan Kerja Kecelakaan kerja merupakan kecelakaan seseorang atau kelompok dalam rangka melaksanakan kerja di lingkungan perusahaan, yang terjadi secara tiba-tiba, tidak diduga sebelumnya, tidak diharapkan terjadi, menimbulkan kerugian ringan sampai yang paling berat dan bisa menghentikan kegiatan pabrik secara total. Penyebab kecelakaan kerja dapat dikategorikan menjadi dua: a. Kecelakaan yang disebabkan oleh tindakan manusia yang tidak melakukan tindakan penyelamatan. Contoh: pakaian kerja, penggunaan peralatan pelindung diri, falsafah perusahaan dan lain-lain. b. Kecelakaan yang disebabkan oleh keadaan lingkungan kerja yang tidak aman. Contoh: penerangan, sirkulasi udara, temperatur, kebisingan, getaran, penggunaan indicator warna, tanda peringatan, system upah, jadwal kerja, dan lain-lain. (Hadiguna, 2009. P.23). Jadi yang dimaksud dengan kecelakaan kerja ialah kejadian tidak diinginkan selama proses pekerjaan dan dalam lingkungan pekerjaan yang menimbulkan kerusakan maupun kerugian pada pekerja atau perusahaan. 4

2.3.1 Klasifikasi Kecelakaan Klasifikasi kecelakaan akibat kerja bersifat jamak, karena pada kenyataannya kecelakaan akibat kerja biasanya tidak disebabkan hanya satu faktor, tetapi banyak faktor yang saling berkaitan untuk menyebabkan terjadinya kecelakaan. Menurut International Labour Organization (ILO) tahun 1962 dalam Suma mur (1995), kecelakaan akibat kerja diklasifikasikan menjadi 4 macam penggolongan, yaitu : 1. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan akibat kerja: a. Tertimpa benda jatuh b. Terjatuh c. Tertumbuk benda-benda, kecuali benda jatuh d. Terjepit e. Gerakan yang diluar kemampuan f. Suhu tinggi g. Terkena listrik h. Kontak langsung atau teradiasi dengan bahan-bahan berbahaya 2. Klasifikasi menurut penyebab kecelakaan akibat kerja: a. Mesin, misalnya mesin pembangkit tenaga listrik. b. Alat angkut dan alat angkat. c. Peralatan lain, misalnya instalasi pendingin dan alat-alat listrik. d. Bahan-bahan atau zat-zat radiasi. e. Lingkungan kerja. 3. Klasifikasi menurut sifat luka: a. Patah tulang b. Keseleo c. Regang otot atau urat d. Memar atau luka dalam e. Amputasi f. Luka-luka lain. g. Luka di permukaan. h. Gegar dan remuk. i. Luka bakar. j. Keracunan-keracunan mendadak (akut). k. Akibat cuaca. l. Mati lemas. m. Pengaruh arus listrik. n. Pengaruh radiasi. o. Luka-luka yang banyak dan berlainan sifatnya. 4. Klasifikasi Menurut Letak Kelainan atau Luka Di Tubuh: a. Kepala. b. Leher. c. Badan. d. Anggota atas. e. Anggota bawah. f. Banyak tempat. g. Kelainan umum. h. Letak lain yang tidak termasuk ke dalam klasifikasi tersebut. (Suma mur, 1995) 5

6 2.3.2 Penilaian Resiko Kerja Penilaian resiko kerja bertujuan untuk menentukan prioritas tindak lanjut, karena tidak semua aspek bahaya potensional yang dapat ditindak lanjuti (Sastrohadiwiryo, 2005). Berikut merupakan metode penilaian resiko: 1. Frekuensi kecelakaan yang terjadi di tempat kerja (F) Frekuensi kecelakaan adalah tingkat seringnya terjadi kecelakaan atau bahaya yang akan terjadi atau seberapa sering kejadian kecelakaan akan terjadi. Didalam menentukannya yang terjadi di tempat kerja, kita dapat menggunakan skala frekuensi kecelakaan berdasarkan pada jumlah kecelakaan.tingkat frekuensi bisa dilihat pada tabel 2.1. Tabel 2.1 : Tingkat frekuensi Skala Frekuensi Definisi frekuensi 5 Certain (pasti) Dapat terjadi kapan saja, pasti terjadi 1 kasus /100 orang pertahun. 4 Probable (sangat mungkin) Dapat terjadi secara berkala, sangat mungkin terjadi 1 kasus/1000 orang pertahun. 3 Possible 2 Very unlikely (kecil kemungkinan) (mungkin) Dapat terjasi kondisi tertentu, sangat mungkin terjadi 1 kasus/10000 orang pertahun. Dapat terjadi, tetapi jarang/kecil kemungkinannya 1 kasus/100.000 orang pertahun 1 Almost impossible (hampir tidak mungkin) Memungkinkan tidak mungkin terjadi, hampir tidak mungkin 1 kasus/1.000.000 orang pertahun. 2. Konsekuensi kecelakaan yang terjadi di tempat kerja(c) Konsekuensi kecelakaan yaitu tingkat keparahan atas kejadian kecelakaan yang dapat atau akan terjadi. Kriterianya ditentukan berdasarkan kerugian pada biaya kecelakaan yang terjadi yang ditanggung oleh perusahaan untuk perawatan dapat dilihat di tabel 2.2 Tingkat konsekuensi. (Sastrohadiwiryo, 2005)

7 Tabel 2.2 Tingkat konsekuensi Skala Konsekuensi Definisi Konsekuensi 1 No/trivial effect Terjadi insiden kecil atau disertai kerugian material nihil sampai dengan sangat kecil (Rp.0 s/d Rp 50.000) per orang 2 Injuri (luka kecil) 3 Lost time injuri 4 Incapacity (hampir fatal) 5 Fatality (fatal) Terjadi kecelakaan dan dibutuhkan tindakan P3K setempat, atau disertai kerugian materi sedang (Rp.50.000 s/d Rp 100.000) per orang Terjadi kecelakaan dan dibutuhkan bantuan tenaga (Luka kecelakaan yang menimbulkan waktu kerja hilang) Terjadi kecelakaan dan dibutuhkan perawatan inap di rumah sakit, atau disertai dengan kerugian materi besar (Rp.400.000 s/d Rp 10.000.000) per orang Terminasi yang sama untuk kerugian kerusakan yang digunakan pada lingkungan, atau terjadi kecelakaan yang menimbulkan cacat tetap dan atau kematian, atau disertai dengan kerugian materi yang sangat besar. (>Rp 10.000.000, per orang) 2.4 Definisi Bahaya Bahaya adalah segala sesuatu yang dapat merugikan dan menyebabkan kecelakaan atau mempengaruhi kesehatan manusia (Siahaan, 2009. P.107). Setiap bahaya yang muncul harus dicatat dan diidentifikasi penyebab bahaya tersebut agar tidak terjadi kembali dan tidak merugikan manusia dan perusahaan. 2.5 Identifikasi Bahaya Identifikasi bahaya adalah suatu usaha untuk mengetahui, mengenal, dan memperkirakan adanya bahaya pada suatu sistem baik itu peralatan, tempat kerja, prosedur, aturan, dan lainnya, dimana kegiatan identifikasi meliputi mendiagnosa dan menentukan bahaya, mengenal proses atau urutan aktifitasnya, kemungkinan, sebab-sebab dan akibatnya. Identifikasi bahaya merupakan suatu upaya untuk mengontrol resiko kerja dan meminimalkan hal-hal yang membahayakan bagi manusia dan lingkungan(roelofs, 2007. P.1). 2.6 Penyebab Kecelakaan Kerja Birds dan Germain (1990) memodifikasi teori Domino Heinrich dengan mengemukakan peranan manajemen dalam keselamatan dan kesehatan kerja. Teori mereka dikenal dengan nama Loss Causation Model yang berisikan petunjuk yang memudahkan penggunannya untuk memahami bagaimana menemukan faktor penting dalam rangka mengendalikan kecelakaan dan kerugian. Mereka menjelaskan bahwa suatu kerugian (loss) disebabkan oleh serangkaian faktor berurutan yang terdiri dari : 1. Lack of Control by Management(Kurangnya Kendali) Penyebab Lack of Control, yaitu : a. Inadequate Programe Standards (Standar yang tidak jelas).

8 b. Inadequate Compliance with Standards (Kurangnya pemenuhan standar merupakan penyebab yang sering terjadi). 2. Basic Causes (Penyebab Dasar) a. Personal Factor, faktor kepemimpinan atau pengawasan. b. Job Factor, tidak sesuainya design engineering. 3. Immediate Causes a. Faktor sub-standards act, contoh mengoperasikan unit tanpa izin. b. Fakor sub-standards conditions, contoh kebisingan, iklim kerja, ventilasi kerja, dan lain-lain. 4. Incident a. Contact with Energy, kejadian incident terjadi akibat adanya kontak dengan energi. b. Contact with Substance, kejadian incident terjadi akibat adanya kontak dengan substansi. 5. Loss (Kerugian) a. People, kerugian yang terjadi pada manusia atau pekerja. b. Property, kerugian yang terjadi pada peralatan atau properti. c. Process, kerugian yang terjadi pada proses produksi. Lack of Control by Management 1 Basic Causes (Personal & Job Factors) 2 Immediate Causes (Sub-Standards Act & Conditions) 3 Incident (Contact with Energy or Substance) 4 Loss (People, Property, Process) 5 Gambar 2.1 Loss Causation Model(Bird&Germain (1990) Ferrel dalam Colling(1990), menyatakan bahwa kecelakaan merupakan hasil dari penyebab berantai, satu atau lebih dari penyebab tersebut merupakan kesalahan manusia. Kesalahan manusia ini disebabkan salah satu dari 3 situasi di bawah ini, yaitu: 1. Overload (beban yang berlebihan) merupakan ketidak sesuaian dari kapasitas manusia dan beban yang ditujukan padanya. Overload dapat dipelajari dalam model ini dengan melihat sumber-sumber dari beban, seperti beban tugas, beban situasi, beban dari lingkungan sekitar, dan beban dari dalam diri sendiri. Sumber dari beban ini kemudian bisa dibandingkan dengan sumber-sumber dari kapasitas yang merupakan dukungan alami seseorang, seperti keadaan fisiknya, pikirannya, tingkat pelatihan, dan kelelahan. Dan semua ini terjadi saat seseorang berada dalam dukungan tertentu yang mendorong dan memotivasinya.

9 2. Tanggapan yang salah oleh seseorang dalam situasi yang dikarenakan ketidakcocokan yang mendasar terhadap apa yang ia tujukan. Ketidakcocokan dapat dipelajari dalam model ini dengan melihat pada dasar-dasar ketidakcocokan yang bisa jadi muncul di antara pendorong dan tanggapan yang diminta atau dengan melihat ketidakcocokan di dalam situasi kerja. 3. Aktivitas yang tidak semestinya yang ia lakukan karena ia tidak tahu apa yang lebih baik, maupun karena ia dengan sengaja mengambil risiko. Aktivitas yang tidak semestinya dapat dipelajari di dalam bagian-bagian dari apakah seseorang mengetahui atau tidak aktivitas yang benar dan sengaja atau tidak memanfaatkan kesempatan untuk mengambil keputusan, bisa jadi karena ia merasa situasi tersebut memiliki kemungkinan bahaya yang relatif rendah atau karena ia merasa potensi untuk terjadi kecelakaan relatif rendah. Hal ini kemudian akan menjadi masalah sifat situasi. Berdasarkan teori-teori tersebut dapat digolongkan penyebab dari kecelakaan kerja sehingga dapat digolongkan kecelakaan kerja termasuk dalam teori nya dan bagaimana cara menanggulangi kecelakaan tersebut. 2.7 Diagram Tulang Ikan (Fishbone Diagram). Fishbone diagram atau diagram tulang ikan merupakan diagram yang menggambarkan hubungan antara karakteristik kualitas/akibat dengan faktorfaktornya/penyebabnya sehingga didapatkan suatu hubungan sebab akibat untuk mencari akar dari suatu pokok permasalahan ditinjau dari berbagai faktor yang ada. Gambar 2.2 Diagram Fishbone. Diagram Tulang Ikan ini dikembangkan pertama kali oleh Prof. Kaoru Ishikawa dari Universitas Tokyo pada tahun 1950. Gambar 2.2 menunjukan struktur Fishbone. Karakteristik mutu digambarkan pada kepala ikan sedangkan faktor yang mempengaruhinya dituliskan di bagian ekor panah-panah yang mewakili tulang ikan yang ada di bagian kiri diagram. Untuk aktivitas pemecahan masalah (problem

10 solving) yang ada di kepala ikan adalah masalah yang akan dianalisa penyebabnya, sedangkan penyebab-penyebab yang berpengaruh terhadap timbulnya masalah dituliskan di bagian ekor panah. (Eriksson, 2008. P. 395) Faktor-faktor yang umum digunakan dalam Fishbone yang digunakan untuk menentukan penyebab hasil produk cacat adalah : Man : Manusia Material : Material Methode : Cara Machine : Mesin Environmet : Lingkungan Fishbone dibuat dengan cara sumbang saran(mengumpulkan pendapat sebanyak- banyaknya dari anggota yang hadir), tidak dibuat sendiri. Prinsip sumbang saran : 1. Jangan mengkritik pendapat orang lain 2. Jangan menghambat orang lain mengeluarkan pendapat 3. Makin banyak pendapat makin baik. 4. Karakteristik mutu (akibat) yang ada di kepala ikan sebaiknya sudah spesifik karena bila karakteristik mutu (akibat) masih bersifat umum (masih luas), maka faktor-faktor penyebab yang ada pada diagram juga akan bersifat umum, sehingga Diagram sebab-akibat menjadi terlalu rumit. Banyak faktor-faktor yang tidak relevan masuk dalam diagram. Walaupun secara teknis tidak salah, tetapi kurang efektif untuk digunakan dalam pemecahan masalah. 2.7.1 Langkah-langkah pembuatan diagram Fishbone Berikut adalah beberapa langkah dalam pembuatan Diagram Fishbone: 1. Menentukan karakteristik mutu (masalah yang akan diperbaiki) 2. Menulis karakteristik mutu sebelah kanan. Menggambarkan panah ke-1 (tulang belakang) dari sisi kiri ke kanan. 3. Menggambarkan panah ke-2 (tulang besar) dengan arah panah menuju panah ke-1. Menuliskan di bagian ekor panah tersebut faktor-faktor yang dapat menyebabkan timbulnya masalah tersebut (misalnya Man, Material, Methode, Machine dan Environment disingkat 4M+1E). Memberi kotak atau elips atau bentuk lainnya pada faktor-faktor tersebut. 4. Menggambarkan panah ke-3 (tulang sedang), tanyakan WHY (mengapa) terjadi masalah pada faktor Orang. 5. Mengulangi langkah ke-4 untuk tulang yang lebih kecil untuk mendapatkan penyebab yang lebih spesifik. Tanyakan WHY berulang-ulang sampai mendapatkan penyebab yang tidak bisa diurai lagi. 6. Mengulangi langkah ketiga sampai langkah kelima untuk faktor penyebab yang lain. Menguji logika hubungan antara penyebab yang paling spesifik dengan akibat yang ada di kepala ikan. Kalau pada langkah ke-4 faktor penyebab sudah sangat spesifik dan tidak bias diurai lagi, langkah berikutnya mulai dari langkah ke-1 lagi untuk

11 faktor penyebab global yang lain, misalnya faktor CARA Jangan karena sekedar ingin jumlah tulangnya banyak : 1. Menuliskan faktor yang tidak ada hubungannya dengan faktor penyebab induknya (faktor penyebab pada tulang sebelumnya). 2. Menuliskan keterangan-keterangan sekedar untuk menambah jumlah tulang. 2.8 Metode Job Safety Analysis (JSA). Job Safety Analysis adalah merupakan suatu metode analisis untuk menilai resiko serta mengidentifikasi tindakan-tindakan kontrol yang diperlukan untuk menghilangkan atau mengurangi resiko yang ada sehingga bahaya dapat dikategorikan sebagai resiko yang masih dalam batas-batas toleransi(acceptable Risk)(Rijanto, 2010. P.108). JSA merupakan suatu metode untuk melakukan kajian terinci pada setiap langkah yang diambil dalam menyelesaikan sebuah pekerjaan agar dapat mengenali potensi bahaya dan menentukan tindakan antisipasinya untuk pencegahan dan mengurangi kemungkinan terjadinya dampak dari resiko pekerjaan tersebut. JSA memiliki manfaat sebagai berikut:(rijanto, 2010. P.200) 1. JSA mengatur metode sistematik untuk mengenali potensi bahaya yang telah direncanakan 2. Mengatur sebuah metode yang berguna dan sederhana untuk meningkatkan efisiensi 3. Membantu untuk mencapai standarisasi pekerjaan yang mempermudah proses 4. Membantu dalam melaksanakan investigasi kecelakaan (menganalisa penyebab kecelakaan) 5. Membantu dalam mengurangi insiden atau menurunkan angka kejadian kecelakaan 6. Membantu dalam pengadaan pelatihan(training) JSA merupakan identifikasi sistematik dari bahaya potensial di tempat kerja yang dapat diidentifikasi, dianalisa dan direkam. Hal-hal yang dilakukan dalam penerapan JSA: 1. Identifikasi bahaya yang berhubungan dengan setiap langkah dari pekerjaan yang berpotensi untuk menyebabkan bahaya serius. 2. Menentukan bagaimana untuk mengontrol bahaya. 3. Membuat perkakas tertulis yang dapat digunakan untuk melatih staf lainnya. 4. Bertemu dengan pelatih OSHA untuk mengembangkan prosedur dan aturan kerja yang spesifik untuk setiap pekerjaan. (Soeripto, 1997) JSA digunakan untuk meninjau metode kerja dan menemukan bahaya sebagai berikut: 1. Diabaikan dalam layout pabrik atau bangunan dan dalam desain permesinan, peralatan, perkakas, stasiun kerja dan proses. 2. Memberikan perubahan dalam prosedur kerja atau personal. 3. Berkembang setelah produksi dimulai. Terdapat 4 langkah dalam membuat Job Safety Analysis, yaitu: 1. Memilih(menyeleksi) pekerjaan yang akan dianalisa. Pekerjaan tidak dapat dipilih secara acak, pekerjaan dengan pengalaman kecelakaan

12 terburuk seharusnya di analisis terlebih dahulu. Dalam memilih pekerjaan untuk di analisis dan dalam menyusun tata cara analisis, pengawasan utama yang harus diikuti adalah : a. Banyaknya kecelakaan yang terjadi dalam sebuah pekerjaan. b. Kecelakaan yang menghasilkan luka berat. c. Kecelakaan yang menghasilkan luka cacat. d. Pekerjaan baru dengan perubahan di dalam peralatan kerja atau proses. 2. Membagi pekerjaan ke dalam beberapa langkah atau kegiatan. Sebelum penelitian terhadap bahaya dimulai, pekerjaan harus dibagi ke dalam beberapa langkah yang menggambarkan apa yang telah selesai dikerjakan. Untuk menghindari 2 kesalahan umum, yaitu : - Membagi pekerjaan menjadi terlalu rinci yang seharusnya tidak perlu menghasilkan sejumlah banyak langkah. - Membuat rincian kerja yang terlalu umum, sehingga langkah dasar tidak tertulis. 3. Melakukan identifikasi terhadap bahaya dan kecelakaan yang potensial. 4. Mengembangkan prosedur kerja yang aman untuk menghilangkan bahaya dan mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan. Mengembangkan suatu prosedur kerja yang aman untuk : a. Mencegah timbulnya kecelakaan. b. Mencari data baru untuk melakukan pekerjaan itu. c. Merubah kondisi fisik yang menimbulkan risiko. d. Mehilangkan bahaya yang masih ada dan mengganti prosedur. e. Mengurangi frekuensi melaksanakan tugas. (Soeripto, 1997) 2.9 Diagram Pareto Diagram Pareto (Pareto Chart) adalah diagram yang dikembangkan oleh seorang ahli ekonomi Italia yang bernama Vilfredo Pareto pada abad XIX. Diagram Pareto digunakan untuk memperbandingkan berbagai kategori kejadian yang disusun menurut ukurannya, dari yang paling besar di sebelah kiri ke yang paling kecil di sebelah kanan. Susunan tersebut membantu menentukan pentingnya atau prioritas kategori kejadian-kejadian atau sebab-sebab kejadian yang dikaji atau untuk mengetahui masalah utama proses. (Nasution, 2004: 114). Kegunaan Diagram Pareto sebagai berikut : 1. Menunjukkan prioritas sebab-sebab kejadian atau persoalan yang perlu ditangani 2. Membantu memusatkan perhatian pada persoalan utama yang harus ditangani dalam upaya perbaikan. 3. Menunjukkan hasil upaya perbaikan. Setelah dilakukan tindakan koreksi berdasar proritas, kita dapat mengadakan pengukuran ulang dan memuat diagram Pareto baru. Apabila terdapat perubahan dalam diagram Pareto baru, maka tindakan korektif ada efeknya. 4. Menyusun data menjadi informasi yang berguna, data yang besar dapat menjadi informasi yang signifikan. Hasil Pareto dapat digunakan pada diagram sebab-akibat untuk mengetahui akar penyebab masalah. Setelah penyebab potensial diketahui dari diagram tersebut, diagram Pareto dapat disusun untuk merasionalisasi data yang diperoleh dari diagram

13 sebab akibat. Selanjutnya, Diagram Pareto dapat digunakan pada semua tahap PDCA cycle. Pada tahap evaluasi hasil, Diagram Pareto ditampilkan untuk melihat perbedaan pada waktu sebelum dan sesudah proses penanggulangan untuk mengetahui efek upaya perbaikan. (Nasution, 2004: 114). 2.9.1 Langkah-langkah Membuat Diagram Pareto. Dalam mengadakan Analisis Pareto, yang diatasi adalah sebab kejadian, bukannya gejalanya. Langkah yang dipergunakan ialah: Mengidentifikasi tipe-tipe/jenis-jenis yang akan diperbandingkan. Setelah itu merencanakan dan melaksanakan pengumpulan data, yaitu: Menentukan masalah yang akan diteliti. Menentukan data apa yang akan diperlukan dan bagaimana mengklasifikasikan atau mengkategorikan data itu. Menentukan metode dan periode pengumpulan data. Menentukan frekuensi dari kategori Non Conformance yaitu dengan membuat suatu ringkasan daftar atau tabel yang mencatat frekuensi kejadian dari masalah yang telah diteliti dengan menggunakan Check Sheet. Mengurutkan menurut frekuensinya yaitu dengan membuat daftar masalah secara berurut berdasarkan frekuensi kejadian dari yang tertinggi sampai yang terendah. Menghitung prosentase dari frekuansi tersebut yaitu dengan menghitung frekuensi kumulatif, prosentase dari total kejadian dan prosentase dari total kejadian secara kumulatif. Membuat diagram berdasarkan pada urutan diatas. Memutuskan untuk mengambil tindakan peningkatan atas Penyebab Utama dari masalah yang sedang terjadi tersebut. Dengan demikian dapat diketahui frekuensi Non Conformance yang paling tinggi, meskipun tidak harus yang paling penting. (Grant, 1988) 2.10 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) 2.10.1 Definisi dan Kegunaan FMEA. FMEA adalah prosedur terstruktur untuk mengidentifikasi dan mencegah sebanyak mungkin mode kegagalan (failure mode). Suatu mode kegagalan adalah apa saja yang termasuk dalam kecacatan atau kegagalan dalam desain kondisi di luar spesifikasi yang telah ditetapkan atau perubahan dalam produk yang menyebabkan terganggunya fungsi dari produk itu. Melalui menghilangkan mode kegagalan maka FMEA akan meningkatkan keandalan dari produk atau pelayanan sehingga meningkatkan kepuasan pelanggan yang menggunakan produk atau pelayanan itu. FMEA dapat diterapkan dalam semua bidang baik manufacturing maupun jasa juga pada semua jenis produk. Namun penggunaan FMEA akan efektif bila diterapkan pada produk atau proses-proses baru atau produk baru dan proses sekarang yang akan mengalami perubahan-perubahan besar dalam desain, sehingga dapat mempengaruhi keandalan dari produk atau proses itu.

14 Desain potensial FMEA mendukung proses desain dalam mengurangi resiko kegagalan oleh: Dapat membantu mengevaluasi secara objektif dari desain, termasuk persyaratan fungsional dan desain alternatif. Evaluasi inisial desain untuk manufaktur, perakitan, servis, dan siklus dari requirement. Tambahkan probabilitas dari modus kegagalan potensial dan efek dari sistem selama proses pengembangan desain. Sediakan informasi tambahan untuk membantu rencana desain yang efisien, pengembangan dan validasi. Rancang rengking dari modus kegagalan potensial berdasarkan efek yang ditimbulkan oleh konsumen. FMEA desain disebut juga living dokumen dan awal untuk: - Dapat mengetahui sebelum atau saat konsep desain sudah final. - Dapat melanjutkan updating terhadap perubahan atau penambahan informasi yang terdukung dalam pengembangan produk. - Dapat melengkapi kekurangan sebelum gambar proses produksi di buat. FMEA desain juga tidak hanya menitik beratkan pada proses kontrol untuk mengatasi kelemahan potenisal dari desain, tetapi juga menganalisa pertimbangan batasan teknik/fisik dari proses produksi/perakitan, sebagai contoh: - Batasan dari finishing permukaan - Kemampuan mesin - Batasan tingkat kekerasan dari baja 2.10.2 Langkah-Langkah Pembuatan FMEA. Menurut Peter S. Pande (2001), langkah-langkah dalam pembuatan FMEA adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi proses atau produk. 2. Membuat daftar masalah-masalah potensial yang akan muncul. 3. Memberikan tingkatan pada masalah untuk severity, occurrence,dan detectability. 4. Menghitung risk priority number (RPN) dan menentukan prioritas tindakan perbaikan. 5. Mengembangkan tindakan untuk mengurangi resiko. 6. Sekala penilaian untuk perhitungan ini adalah 1-10. Penilaian tergantung dari proses itu sendiri berada pada tingkatan berapa bila diukur dari sisi severity, occurrence, dan detectability. seperti terlihat pada tabel 2.2, 2.3, dan 2.4. 7. Penilaian severity (S), occurrence (O), dan detectability (D) terhadap proses ini dilakukan secara subyektif, dengan cara berdiskusi dengan manajer mutu, manajer teknis, dan customer service. 8. Risk priority number (RPN) merupakan perkailan dari rating severity (S), occurrence (O), dan detectability (D). (Pande, 2001).

15 Tabel 2.3 Penilaian Untuk Severity Penilaian Untuk Severity Rating Keterangan 1 Efeknya sangat kecil 2-3 Efeknya kecil atau cukup rendah 4-6 Efeknya cukup atau sedang 7-8 Efeknya tinggi 9-10 Efeknya sangat tinggi Tabel 2.4 Penilaian Untuk Occurrence. Penilaian Untuk Occurrence Rating Keterangan 1 Sangat jarang terjadi 2-3 Kemungkinan terjadinya rendah atau hanya terjadi beberapa kali saj 4-6 Biasa terjadi 7-8 Sering terjadi berulang-ulang 9-10 Sangat sering terjadi atau kegagalan yang hampir tidak dapat dihindarkan Tabel 2.5 Tabel Penilaian Untuk Detectability. Penilaian Untuk Detectability Rating Keterangan 1 Kemungkinan cacat itu terdeteksi lebih awal sangat tinggi 2-3 Kemungkinan cacat itu terdeteksi lebih awal tinggi 4-6 Kemungkinan cacat itu terdeteksi lebih awal rendah 7-8 Kemungkinan cacat itu terdeteksi lebih awal sangat rendah 9-10 Cacat itu tidak dapat terdeteksi lebih awal 2.10.3 Deskripsi Pengisian Tabel FMEA. FMEA merupakan prevention tools yang berguna untuk menganalisa dan mencegah kegagalan dalam proses. Dengan FMEA diharapkan biaya tinggi yang diakibatkan adanya kegagalan pada saat proses dapat ditanggulangi semaksimal mungkin. (McDermott, 2002) Deskripsi singkat FMEA: 1. FMEA Number : Nomor FMEA berguna untuk tracking system. 2. Item : Nama, Nomor dari sistem, subsistem, atau komponen dari proses yang sedang dianalisa. 3. Process Responsibility : Nama Perusahaan, Departemen dan Grup. Juga termasuk nama supplier (jika ada). 4. Prepared By : Nama, Telepon dan Perusahaan dari Engineer yang bertanggung jawab dalam mempersiapkan FMEA. 5. Model Year (s) : Tahun model produk yang akan menggunakan dan atau terkena efek dari proses yang sedang dianalisa (jika diketahui).

6. Key Date : Batas akhir FMEA harus selesai. Tidak boleh melebihi schedule awal produksi. 7. FMEA Date : Tanggal original FMEA dibuat dan revisi terakhir. 8. Team Inti : Semua orang terlibat, termasuk dengan alamat dan nomor telepon. Bila perlu dibuat dalam distribution list terpisah. 9. Process Function / Requirement (FMEA) - Gambaran singkat dari proses yang sedang dianalisa - Direkomendasikan untuk mencatat nomor tahapan proses yang sedang dianalisa. - Team harus me-review semua persyaratan performance, material, proses, lingkungan dan safety. - Jelaskan secara singkat tujuan (requirement) dari proses yang sedang dianalisa. - Bila proses terdiri dari beberapa proses operasi dengan potensi kegagalan yang berbeda maka dipertimbangkan untuk memecah proses tersebut kedalam beberapa proses yang terpisah. 10. Potential Failure Mode - Potensi kegagalan dari proses, kegagalan dapat memenuhi requirement dari proses. - Dalam pembuatan FMEA diasumsikan bahwa incoming material sudah baik. - Contoh kegagalan: bent, binding, cracked, deformed dirty, short circuit, dan lain lain - Potensi kegagalan harus didefinisikan dalam bentuk Fisik atau dalam terminologi teknis bukan digambarkan seperti gejala atau sesuatu yang menjadi perhatian customer. 11. Efek dari potensi kegagalan - Efek harus dilihat dari 2 sisi, yaitu efek terhadap customer akhir dan efek terhadap terhadap proses selanjutnya. - Efek kegagalan bagi customer akhir harus digambarkan dalam bentuk performance produk/sistem, seperti misalnya: berisik, kasar, tidak berfungsi, dan lain lain. - Efek kegagalan bagi proses selanjutnya harus digambarkan dalam bentuk proses performance/proses pengoperasian, seperti misalnya : tidak dapat dipasang, tidak dapat dikencangkan, membahayakan operator, dan lain lain. 12. Severity - Nilai keseriusan dari efek yang ditimbulkan. - Pengurangan severity hanya dapat dilakukan dengan merubah desain baik pada sistem, subsistem, atau komponen atau merancang ulang proses produksi. - Apabila nilai efek kegagalan lebih dari 1 a. Efek terhadap proses sesudahnya b. Efek tehadap end user c. Ranking severity yang tertinggi yang diambil. 13. Classification 16

- Digunakan untuk mengelompokkan special procces characteristic (fit-function, safety, dan lain lain) untuk komponen, subsistem, atau sistem yang mana mungkin memerlukan tambahan proses kontrol. - Jika klasifikasi pada produk ditambahkan selama proses pembuatan FMEA, hal tersebut harus diinformasikan kepada penanggung jawab desain, karena hal ini dapat berakibat pada penandaan characteristic product pada document design. 14. Penyebab dari potensi kegagalan - Tulis semua jenis penyebab dari kegagalan. - Jika penyebab mempunyai hubungan langsung terhadap kegagalan, misalnya memperbaiki penyebabnya mempunyai efek langsung terhadap kegagalan tersebut, maka proses FMEA sudah benar. - Contoh penyebab kegagalan: torsi tidak tepat, pemanasan kurang, spare part rusak, dan lain lain. - Penyebab kegagalan harus ditulis secara spesifik. 15. Occurrence (penyebab kegagalan) - Nilai kemungkinan kegagalan yang spesifik terjadi. - Pengurangan nilai occurrence hanya dapat dilakukan dengan melakukan pencegahan atau mengontrol penyebab kegagalan melalui perubahan desain atau proses. - Jika statistical data untuk proses yang similar tersedia, maka angka tersebut dapat digunakan untuk menentukan nilai occurrence. Jika statistical data tidak tersedia, maka penentuan nilai occurrence dapat diambil secara subyektif berdasarkan definisi yang ada pada penilaian occurrence. 16. Sistem kontrol yang dilakukan sekarang (Current Process Control) - Gambaran mengenai kontrol yang dilakukan baik untuk mencegah maupun untuk mendeteksi kegagalan ketika kegagalan tersebut terjadi. - Kontrol dapat berupa proses kontrol, seperti: Mistake Proofing, SPC, dan lain lain. - Pada FMEA 3 rd edition kolom current process control mempunyai 2 kolom metode kontrol yaitu Prevention yang berguna untuk mencegah penyebab kegagalan dan Detection yang berguna untuk mendeteksi kegagalan dan mengarahkan kepada tindakan perbaikan. - Ada 2 cara untuk membedakan penggunaan metode kontrol yaitu metode kontrol yang bersifat prevention dan detection. a. Cara 1: kolom pada current process control dibagi 2 yaitu prevention dan detection. b. Cara 2 : kolom tetap 1, akan tetapi menggunakan initial (P) didepan metode kontrol yang bersifat Prevention dan menggunakan initial (D) didepan metode kontrol yang bersifat Detection. - Ketika proses kontrol telah ditentukan, review ulang semua metode kontrol yang menggunakan prevention untuk melihat apakah nilai occurrence perlu direvisi. 17. Detection - Nilai kemampuan sistem kontrol mendeteksi kegagalan. 17

- Untuk menentukan nilai deteksi : Buat asumsi bahwa kegagalan telah terjadi dan nilai kemampuan dari gabungan Sistem kontrol yang dilakukan sekarang untuk mencegah pengiriman part yang defect. - Random Quality Check kemungkinan besar tidak dapat mendeteksi keberadaan dari defect dan seharusnya tidak dapat digunakan untuk menilai kemampuan deteksi. Sampling yang digunakan berdasarkan dasar statistik adalah sistem deteksi yang valid. 18. Risk Priority Number (RPN) - Perkalian Severity x Occurrence x Detection. Tim harus melakukan corrective action untuk item dengan RPN yang tertinggi. - Secara umum perhatian khusus harus dilakukan pada item dengan nilai severity tertinggi. 19. Reccomended Action - Tindakan pencegahan dan perbaikan pertama kali harus dilakukan terhadap proses dengan nilai severity tinggi, Nilai RPN tinggi. - Tujuan dari setiap usulan perbaikan adalah untuk menurunkan nilai severity, occurrence dan detection. - Secara umum bila nilai severity 9 atau 10, perhatian khusus harus diberikan untuk menjamin bahwa resiko yang timbul sudah dipertimbangkan melalui kontrol desain yang ada atau pencegahan/ perbaikan pada proses. - Dalam semua kasus dimana efek dari kegagalan dapat membahayakan operator, pencegahan/ perbaikan harus diambil untuk mencegah kegagalan dengan menghilangkan atau mengontrol penyebabnya atau membuat sistem perlindungan terhadap operator. - Pengaruh usulan perbaikan terhadap nilai severity, occurrence dan detection: a. Untuk menurunkan occorrence, dibutuhkan revisi desain atau proses. b. Hanya perubahan desain atau proses yang dapat menurunkan ranking severity. c. Metode yang sebaiknya digunakan untuk menurunkan ranking dari detection adalah penggunaan Mistake Proofing/ Poka Yoke. Pada umumnya meningkatkan sistem deteksi adalah mahal dan tidak efektif. Meningkatkan frekuensi pengecekan quality tidak efektif dan hanya dapat digunakan untuk sementara. Tindakan pencegahan dan perbaikan yang permanen tetap dibutuhkan. 20. Responsibility Penanggung jawab dari Recommended Action, dan target penyelesaiannya. 21. Action Taken Setelah perbaikan selesai dilaksanakan, jelaskan secara singkat langkah yang diambil. 22. Resulting RPN Setelah perbaikan dilaksanakan, kalkulasi kembali nilai severity, occurrence dan detection dan hitung hasil RPN- nya. Semua hasil RPN baru harus di-review dan jika aksi lebih lanjut diperlukan ulangi step 19 sampai 22. 18

Pada prinsipnya tidak ada standar yang baku kapan recommended action harus dilakukan, tetapi sebagai petunjuk umum recommended action dilakukan berdasarkan: a. Prioritas, berdasarkan nilai RPN tertinggi. Jika ada 2 nilai RPN yang sama, prioritas utama diberikan kepada item dengan nilai severity yang lebih tinggi. b. Perhatian lebih harus dilakukan apabila nilai keseriusan dari efek kegagalan tinggi. c. Apabila nilai frekuensi kegagalan (occurrence) tinggi, maka biaya produksi meningkat karena banyak terjadi defect. d. Ketidakmampuan dalam mendeteksi kegagalan (detection) dapat berakibat pada ketidakpuasan customer. Customer kemungkinan menerima barang defect akibat lolos dalam pengecekan. (McDermott, 2002) 19