I. PENDAHULUAN. kawasan Asia Timur seperti Jepang, Korea Selatan, Cina dan Taiwan. Namun

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur. Dengan demikian segala upaya pelaksanaan

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global.

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Sektor industri merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang berperan

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

BAB I PENDAHULUAN. Filipina, Malaysia dan lainnya yang mengalami distorsi ekonomi yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mulyadi, 2014 Pengaruh Perilaku Kewirausahaan Terhadap Keberhasilan Usaha

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan beberapa daerah perkotaan mempunyai pola. baik di daerah pedesaan dan perkotaan. Dualisme kota dan desa yang terdapat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal. Pembangunan ekonomi diharapkan dapat meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kantong-kantong kemiskinan sebagian besar berada di sektor pertanian.

I. PENDAHULUAN. ditujukan kepada pengembangan industri yang berbasis pertanian dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang salah satunya sebagai negara yang berkembang masih mengalami ketertinggalan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

Prof. Dr. Ir. ZULKIFLI ALAMSYAH, M.Sc. Program Studi Agribisnis FAKULTAS PERTANIAN LOGO UNIVERSITAS JAMBI

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum tahun 2008/2009 berada

BAB I PENDAHULUAN. saat ini sudah mencapai kondisi yang cukup memprihatinkan. Jumlah penganggur

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. namun sektor industri adalah satu dari beberapa yang bertahan dari krisis

I. PENDAHULUAN. terjadinya krisis moneter, yaitu tahun 1996, sumbangan industri non-migas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam perekonomian Indonesia, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan

I PENDAHULUAN. (bisnis) di bidang pertanian (dalam arti luas) dan bidang-bidang yang berkaitan

I. PENDAHULUAN Kebijakan otonomi daerah yang bersifat desentralisasi telah merubah

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV KONDISI TENAGA KERJA KONSTRUKSI. Tenaga kerja konstruksi merupakan bagian dari sektor konstruksi yang mempunyai

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Ketika krisis melanda Indonesia sejak tahun 1997 usaha kecil berperan

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK

Dewasa ini lndustri kehutanan di lndonesia telah berkembang pesat. sejaian dengan era industrialisasi yang sedang berkembang, disatu sisi

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka pengembangan ekonomi daerah yang bertujuan. meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka pengembangan ekonomi lokal

BAB I PENDAHULUAN. kemungkinan kelebihan produksi barang dan jasa tersebut demikian juga negara lain. Jika

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

V. DESKRIPSI PERKEMBANGAN MIGRASI, PASAR KERJA DAN PEREKONOMIAN INDONESIA. penting untuk diteliti secara khusus karena adanya kepadatan dan distribusi

Pembangunan ekonomi berhubungan erat dengan perkembangan jumlah. penduduk, penyediaan kesempatan ke ja, distribusi pendapatan, tingkat output yang

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dapat diatasi dengan industri. Suatu negara dengan industri yang

I. PENDAHULUAN. dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN. negara yang saling membutuhkan satu sama lain. Kegiatan ini diperlukan oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosial, tingkah laku sosial, dan

I. PENDAHULUAN. Usaha Mikro Kecil dan Menengah mempunyai peranan yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam arti tingkat hidup yang

ISSN DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN TERHADAP KETAHANAN PANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang

ANALISIS KEBERADAAN TRADEOFF INFLASI DAN PENGANGGURAN (KURVA PHILLIPS) DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

POVERTY ALLEVIATION THROUGH RURAL-URBAN LINKAGES: POLICY IMPLICATIONS

Batam adalah kotamadya kedua di Propinsi Riau setelah Kotamadya Pekanbaru yang bersifat otonom. Tetapi, dengan Keppres

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan nasional yang telah ditetapkan dalam. Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1999 mengamanatkan

BAB I PENDAHULUAN. Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) merupakan suatu isu yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka,

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di Indonesia telah mampu meningkatkan taraf hidup penduduknya. Peningkatan pendapatan di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sebagai Kota yang telah berusia 379 tahun, Tanjungbalai memiliki struktur

BAB I PENDAHULUAN. (growth). Pembangunan ekonomi yang mengalami pertumbuhan yaitu apabila tingkat

terhadap impor dalam kelompok perdagangan nonmigas yang meningkat menandakan bahwa peranan migas di dalam ekspor total nasional semakin kecil.

BAB I PENDAHULUAN. boleh dikatakan stabil selama lebih kurang tiga puluh tahun tiba-tiba harus. langsung berdampak pada perekonomian dalam negeri.

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Krisis mata uang di Amerika Latin, Asia Tenggara dan di banyak negara

PENDAHULUAN. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) adalah suatu usaha yang

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sektor industri yang dipandang strategis adalah industri manufaktur.

I. PENDAHULUAN. Penlbangunan nasional pada kerangka makro hakekatnya mempunyai

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

10Pilihan Stategi Industrialisasi

1.1 Latar Belakang Hasalah

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kinerja pembangunan Indonesia sebelum krisis telah menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi mencapai 6.0 sainpai 7.5 persen per tahun, sehingga Indonesia dikategorikan setaraf dengan pertumbuhan ekonomi di ASEAN lainnya seperti Malaysia, Singapura dan Thailand serta negara-negara di kawasan Asia Timur seperti Jepang, Korea Selatan, Cina dan Taiwan. Namun keajaiban pertumbuhan ekonomi tersebut merupakan keajaiban semu yang disebabkan oleh peningkatan input-input dan bukan karena peningkatan efisiensi dalain ~nenggunakan input-input tersebut. Sehingga ketika krisis ekonomi berkepanjangan melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997, yang diawali dengan krisis moneter dimana nilai tukar rupiah mengalami penurunan yang amat drastis terhadap US Dollar, menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia turun hingga -13,l % per tahun pada tahun 1998. Bahkan hingga tahun 2001 realisasi pertumbuhan ekonomi baru mencapai 3.37 %'. Dampaknya telah merebak kepada timbulnya keresahan sosial dan politik di mana-mana, terjadinya tindak kekerasan yang tidak dapat dihindarkan karena sebagian besar masyarakat Indonesia mengalami keresahan akibat kesenjangan tingkat kehidupan yang didorong oleh terjadinya perubahan struktur politik yang sangat besar. Pola pembangunan yang selama ini dijalankan pemerintah menurut Garcia (2000) lebih bersifat Jawa sentris, bias perkotaan, bias usaha berskala besar dan mengandalkan penggunaan sumberdaya alam. Pola pembangunan yang sangat

Jawa sentris dan bias perkotaan telah menyebabkan prioritas pembangunan lebih didasarkan pada potensi keunggulan alami baik dari segi demografi, limpahan sumberdaya maupun lokasi pemusatan alokasi sumberdaya pada sektor-sektor atau wilayah-wilayah yang berpotensi menyumbang pertumbuhan ekonomi menyebabkan terjadinya net transfer sumberdaya alam, pemusatan surnberdaya man - made capital, dan sumberdaya manusia daerah ke pusat kekuasaan atau kota- kota pusat pertumbuhan seperti mega urban Jabotabek, Gerbang Kartosusilo. Pembangunan yang bias usaha berskala besar menurut Lipton (1993) meskipun secara sosial investasi kapital (human capital, social capital, natural capital dan physical capital) lebih menguntungkan di wilayah perdesaan dibandingkan di kawasan perkotaan., sehingga muncul perbedaan yang mencolok pada tingkat pertumbuhan ekonomi, dan politik antara wilayah perdesaan dan kawasan perkotaan (Anwar, 1991). Ciri-ciri ketidakseimbangan pertumbuhan perekonomian merupakan salah satu faktor yang menimbulkan dan menyebabkan goncangan ekonomi, yang dialami Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 sampai saat ini. Krisis ekonoini berkepanjangan sangat mempengaruhi perkembangan ekonomi dan kondisi masyarakat sehingga dalam menghadapi permasalahan ini, kepentingan peranan setiap wilayah hendaknya disesuaikan dengan tujuan pembangunan wilayah yang diarahkan untuk mencapai pertumbuhan (growth), pemerataan (equity) dan keberlanjutan (sustainable). 1 Media Indonesia, 10 September 2001. Indikator Ekonomi Makro Diharapkan Membaik

Sejak tahap awal pembangunan sampai sekarang, sektor pertanian menjadi pusat perhatian pemerintah sebagai turnpuan kehdupan ekonomi seluruh rakyat dan mampu mengakomodasi keberadaan sumberdaya manusia yang ada. Namun selama ini pembangunan sektor pertanian lebih terfokus kepada pengembangan sektor produksinya saja (on-farm) dan pengembangan sektor offfarm hanya terfokus pada industri pengolahan hasil pertanian berskala besar yang diharapkan dapat memberikan devisa serta penyerapan tenaga kerja yang besar, sehingga perhatian kepada industri pengolahan hasil pertanian berskala kecil terabaikan. Padahal sejak krisis ekonomi melanda Indonesia tahun 1997 sektor ini masih mampu bertahan dan merupakan salah satu entry point menuju pengembangan ekonomi Indonesia di abad mendatang, yang berbasis pada aspek keadilan dan pemerataan bagi masyarakat. Pentingnya industri pengolahan hasil pertanian skala kecil Indonesia sering dikaitkan dengan masalah-masalah ekonomi dan sosial di dalam negeri, seperti tingkat kemiskinan yang tinggi, jumlah pengangguran yang besar, dan kesempatan kerja, yang merupakan salah satu aspek yang penting dari pembangunan ekonomi dan masalah kesempatan kerja ini menjadi pennasalahan serius sejak munculnya krisis ekonomi. Banyak perusahaan di dalam negeri berskala besar dengan kepemilikan modal yang tidak terlalu kuat dan menggantungkan pada bahan baku impor melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sehingga pengagguran terbuka maupun terselubung semakin meningkat. Industri pengolahan hasil pertanian skala kecil, dalam mengatasi ha1 tersebut mempunyai potensi untuk dapat

menimbulkan dampak pembangunan yang strategis dalam ekonomi terutama dalam aspek peningkatan nilai tambah, aspek pemerataan kesempatan ke ja dan kesempatan berusaha, penyerapan tenaga ke ja dalam mengatasi pengangguran, kemiskinan dan urbanisasi, pelestarian budaya daerah dan bangsa serta aspek penguasaan teknologi dan keterampilan serta diharapkan dapat mengisi dan mewujudkan ke dalam struktur industri yang pada gilirannya memperkokoh struktur ekonomi. 1.2. Perurnusan Masalah Masalah ketenagakejaan masih merupakan fenomena nunit bagi kabupaten Banyumas. Pertumbuhan penduduk dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan pertumbuhan tenaga kerja. Jumlah pencari kerja yang tercatat di Dinas Tenaga Ke ja Kabupaten Banyumas tahun 2000 menurut tingkat pendidikan dari tingkat SD sampai dengan Universitas adalah sebanyak 11.312 orang sedangkan yang belum dapat ditempatkan sebanyak 10.004 orang'(0,67% dari jumlah penduduk sebesar 1.485.754). Dampak krisis ekonomi yang dimulai pada pertengahan tahun 1997 mendorong bertambahnya j umlah pengangguran sehingga guna mengatasinya perlu dipikirkan dan disediakan jenis lapangan kerja yang dapat mengimbangi pertumbuhan tenaga kerja tersebut. Bila ha1 ini tidak dapat diimbangi maka tingkat pengangguran akan terus meningkat dan berdampak kepada meningkatnya kemiskinan dan berbagai kerawanan sosial. Struktur perekonomian Kabupaten Banyumas didominasi oleh sektor industri pengolahan, termasuk didalamnya industri pengolahan hasil pertanian yang pada tahun 2000 sumbangannya terhadap PDRB sebesar 20,45 %. Adapun

usaha industri di Kabupaten Banyumas terbagi dalam empat kelompok, yaitu : industri hasil pertanian dan kehutanan, industri aneka, dan industri logam, mesin dan kimia (ILMK). Selama terjadinya krisis ekonomi, industri kecil pengolahan hasil pertanian merupakan kelompok usaha industri yang lebih banyak bertahan dibanding kelompok industri lainnya dan bahkan bertambah dalam jumlah unit usaha maupun jurnlah tenaga kerjanya. Sehingga perlu diketahui apakah eksistensi dan potensi pengembangan industri kecil dapat dijadikan salah satu upaya dalam mengatasi perrnasalahan diatas dalam menunjang peinbangunan ekonomi wilayah di Kabupaten Banyurnas. Sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah yang dimulai pada awal tahun 2001, maka peranan pemerintah daerah sangat penting dalam menggali potensi lokalnya sebagai sumber keuangan dalam membantu membiayai pembangunan daerahnya secara mandiri. Untuk itu Pemerintah Kabupaten Banyumas dalam ha1 peningkatan sisi penerimaan perlu berupaya bagaimana potensi lokal yang ada dapat meningkatkan pemasukan kas daerah atau dengan kata lain sebagai kontribusi bagi pendapatan asli daerah (PAD) menyongsong era perdagangan bebas. Untuk mampu bersaingherkompetisi, perlu adanya perhatian dan pemanfaatan potensi lokal yang ada seperti produk unggulan daerah untuk sub scktor ~ndustri kecil pengolahan gula kelapa, yang merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang dapat berperan atau diperbesar peranannya sehingga nantinya output industri tersebut diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam peningkatan PAD serta kesejahteraan masyarakat.

Meskipun industri kecil tersebut merupakan sektor unggulan yang memberikan kotribusi cukup signifikan terhadap perolehan PAD Kabupaten Banyumas, namun amat disayangkan bahwa pelaku ekonomi industri kecil terutama sektor pengolahan gula kelapa masih menghadapi berbagai kendala. Di wilayah perdesaan seperti di Kecamatan Cilogok, dimana sistem transportasi dan komunikasi masih sederhana, informasi pasar langka dan mahal untuk diperoleh, dan barang-barang input dan output hasil produksi jumlahnya terbatas baik menurut keadaan spatial dan waktu. Harga tidak berfungsi sebagai koordinator informasi untuk pengalokasian sumberdaya secara efisien serta kelembagaan pertukaran formal seperti Koperasi Unit Desa (KUD) yang tadinya dapat memberikan bagian harga yang lebih tinggi ternyata kinerjanya semakin hari semakin kurang menggembirakan. Kondisi ini menyebabkan pelaku usaha pengolahan gula kelapa baik penderes maupun pengusaha memilih sistem kelembagaan pertukaran diluar institusi pasar (extra market ~nstitut~on) yang berupa kelembagaan prmc~ple-agenl (Anwar, 1998), meskipun dengan konsekuensi akan menerima bagian harga yang lebih kecil. Opsi kelembagaan In1 sering dikaitkan dengan kuatnya ikatan antara penderes dengan tengkulak yang terbentuk secara historis dengan menekankan pada unsur kekerabatan. Persoalan dar~ hubungan prrncrple-ugent adalah adanya informasi asimetrik, dimana satu pihak memiliki lebih banyak informasi dari pihak lain, sehingga menimbulkan persoalan buruknya pilihan (adverse selection) yang bersifat ex-ante dan persoalan bencana moral (moral hazard) yang bersifat ex-post. Artinya bentuk hubungan principle-agent berlangsung dengan suatu

korbanan yang dikenal sebagai biaya agensi (agency cost) atau biaya transaksi yang sangat berpengaruh terhadap opsi kelembagaan yang dipilih oleh penderes. Disamping biaya transaksi, menurut Hobbs (1997), opsi kelembagaan juga berkaitan erat dengan keadaan sosial ekonomi seperti tingkat pendidikan, besarnya anggota keluarga, pendapatan dan karakteristik usaha. Berdasarkan rumusan masalah tersebut menarik untuk dikaji hal-ha1 sebagai berikut: 1. Dapatkah industri pengolahan gula kelapa merupakan sektor basis dalam menunjang pembangunan wilayah di Kabupaten Banyumas? 2. Bagaimana peran kelembagaan principle-agent &lam tataniaga gula kelapa di Kabupaten Banyumas? Terkait dengan pertanyaan ini ialah a. Bagaimana lne rja kelembagaan tataniaga alternatif penderes? b. Bagaimana peran karakteristik penderes dan biaya transaksi kelembagaan tataniaga gula kelapa? c. Sejauh mana eksistensi masalah buruknya pilihan (adverse selection) dan bencana moral (moral Izazard) pada sistem kontrak tradisional dalam tataniaga gula kelapa? 1.3. Tujuan Penelitian 1. Menelaah kinerja finansial dan ekonomi industri pengolahan gula kelapa di Kabupaten Banyumas 2. Mengkaji Keterkaitan antara pertumbuhan dan sebaran industri gula kelapa terhadap perekonomian wilayah di Kabupaten Banyumas 3. Mengkaji apakah sektor industri pengolahan gula kelapa adalah sektor basis di berbagai kecamatan di Kabupaten Banyumas.

4. Mengidentifkasi peran dari karakteristik penderes dan biaya transaksi dalam tataniaga gula kelapa di Kabupaten Banyumas. 5. Menelaah berbagai masalah dalam kegiatan pengolahan dan pemasaran gula kelapa, termasuk kemungkinan terjadinya adverse selection dan moral hazard dalam sistem kontrak (contract system). 1.4. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran yang bermanfaat bagi para pembuat kebijakan dan para pengambil keputusan dalam memberikan arah pembangunan industri kecil beserta kelembagaan tataniaganya khususnya industri gula kelapa, sehingga dapat memberikan efek pengganda yang sebesar-besarnya di Kabupaten Banyumas, Propinsi Jawa Tengah.