KAJIAN EKONOMI REGIONAL REGIONAL KAJIAN EKONOMI TRIWULAN II

dokumen-dokumen yang mirip
KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI TRIWULAN III

KAJIAN. Triwulan II Kantor Bank Indonesia

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

Kajian Ekonomi Regional Banten

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website :

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN II

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

KAJIAN. Triwulan I Kantor Bank Indonesia

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

ii Triwulan I 2012

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014

Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-2009 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

No. Sektor No. Sektor No. Jenis Penggunaan

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Triwulan III 2014

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III-2008

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website :

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengar. aruhi. Nov. Okt. Grafik 1. Pertumbuhan PDB, Uang Beredar, Dana dan Kredit KOMPONEN UANG BEREDAR

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN II-2011

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau (y o y) Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara ; **) angka sangat sementara

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2011 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2014

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN I- 2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten

KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website :

KAJIAN EKONOMI REGIONAL REGIONAL KAJIAN EKONOMI TRIWULAN III. website :

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-2011

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015

Transkripsi:

KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN II 2009

VISI BANK INDONESIA : Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil MISI BANK INDONESIA : Mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan pengembangan stabilitas sistem keuangan untuk pembangunan nasional jangka panjang yang berkesinambungan NILAI-NILAI STRATEGIS ORGANISASI BANK INDONESIA : Nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen, dan pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas Kompetensi, Integritas, Transparansi, Akuntabilitas, dan Kebersamaan

KATA PENGANTAR BUKU Kajian Ekonomi Regional (KER) Provinsi Riau ini merupakan terbitan rutin triwulanan yang berisi analisis perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau. Terbitan kali ini memberikan gambaran perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau pada triwulan II - 2009 dengan penekanan kajian pada kondisi ekonomi makro regional (PDRB dan Keuangan Daerah), Inflasi, Moneter dan Perbankan, Sistem Pembayaran, Kependudukan dan Kesejahteraan serta Perkiraan Perkembangan Ekonomi Daerah pada triwulan III-2009. Analisis dilakukan berdasarkan data laporan bulanan bank umum dan BPR, data ekspor-impor yang diolah oleh Kantor Pusat Bank Indonesia, data PDRB dan inflasi yang diterbitkan Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Riau, serta data dari instansi/lembaga terkait lainnya. Tujuan dari penyusunan buku KER ini adalah untuk memberikan informasi kepada stakeholders tentang perkembangan ekonomi dan perbankan di Propinsi Riau, dengan harapan kajian tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu sumber referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak hal yang harus dilakukan untuk menyempurnakan buku ini. Oleh karena itu kritik, saran, dukungan penyediaan data dan informasi sangat diharapkan. Pekanbaru, 3 Agustus 2009 BANK INDONESIA PEKANBARU ttd Wiyoto Pemimpin iii

Halaman Ini Sengaja Dikosongkan

DAFTAR ISI HALAMAN Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Grafik... Tabel Indikator Ekonomi Terpilih... iii iv viii xi xv RINGKASAN EKSEKUTIF... 1 BAB 1. I KONDISI EKONOMI MAKRO REGIONAL... Pertumbuhan PDRB... 8 8 1. 2. Kondisi Umum... PDRB Sisi Permintaan... 8 9 2.1. Konsumsi... 10 2.2. Investasi... 13 2.3. Ekspor dan Impor... 15 3. PDRB Sisi Penawaran... 15 3.1. Sektor Pertanian... 16 3.2. Pertambangan dan Penggalian... 19 3.3. Industri Pengolahan... 21 3.4. Listrik dan Air Bersih... 22 3.5. Perdagangan, Hotel dan Restoran... 23 3.6. Pengangkutan dan Komunikasi... 24 3.7. Keuangan, Persewaan bangunan & Jasa Keuangan... 24 3.8. Jasa-jasa... 25 4. Ekspor Impor Non Migas... 26 iv

Daftar Isi BOKS 1. DAMPAK KRISIS KEUANGAN GLOBAL TERHADAP KINERJA UMKM DI PROVINSI RIAU BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH... 30 1. Kondisi Umum...... 30 2. Perkembangan Indeks Harga Konsumen... 31 2.1. Inflasi Kota Pekanbaru... 32 2.2. Inflasi Kota Dumai... 39 BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH... 45 1. Kondisi Umum... 45 2. Perkembangan Moneter... 46 3. Perkembangan Perbankan... 47 3.1. Bank Umum... 48 3.1.1. Jaringan Kantor... 48 3.1.2. Perkembangan Aset... 49 3.1.3. Kredit... 50 3.1.2.1. Perkembangan Penyaluran Kredit... 50 3.1.2.2. Konsentrasi Kredit... 51 3.1.2.3.Undisbursed Loan dan Persetujuan Kredit Baru... 56 3.1.2.4. Kualitas Kredit... 58 3.1.3. Intermediasi Perbankan... 60 3.1.3.1. Perkembangan LDR... 60 3.1.3.2. Perkembangan Penyaluran Kredit UMKM... 61 3.1.4. Kondisi Likuiditas... 64 3.1.4.1. Perkembangan dan Struktur Dana Pihak Ketiga (DPK)... 64 3.1.4.2. Rasio Alat Liquid... 67 3.1.5. Profitabilitas... 69 3.1.5.1. Spread Bunga... 69 v

Daftar Isi 3.1.5.2. Komposisi Pendapatan Bunga dan Beban Bunga... 70 3.1.5.3. Perkembangan Laba Rugi... 72 3.1.6. Bank Syariah... 73 3.3. Bank Perkreditan Rakyat... 75 BOKS 2. DINAMIKA PEMBENTUKAN HARGA INDUSTRI MANUFAKTUR DI PROVINSI RIAU BAB 4 KONDISI KEUANGAN DAERAH... 77 1. Kondisi Umum... 77 2. Arus Kas... 78 3. Penerimaan... 79 4. Pengeluaran... 80 5. Realisasi Pencairan Dana Semester I-2009... 82 BAB 5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN... 85 1. Kondisi Umum... 85 2. Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai... 86 2.1. Aliran uang masuk dan keluar (inflow outflow)... 86 2.2. Penyediaan uang kartal layak edar... 87 2.3. Uang Palsu... 88 3. Perkembangan Alat Pembayaran Non Tunai... 89 3.1. Kliring... 89 3.2. Transaksi Real Time Gross Settlement (RTGS)... 90 4. Perkembangan Kegiatan Usaha Pedagang Valuta Asing (PVA) 91 BAB 6 KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN DAERAH... 1. Kondisi Umum... 2. Ketenagakerjaan... 3. Kesejahteraan... 93 86 96 95 vi

Daftar Isi 3.1. Nilai Tukar Petani (NTP)... 3.2. Kemiskinan... 96 99 BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH... 1. Pertumbuhan Ekonomi... 2. Inflasi... 3. Perbankan... Daftar Istilah... 103 103 108 109 xvi vii

Daftar Tabel DAFTAR TABEL HALAMAN Tabel 1.1. Tabel 1.2. Tabel 1.3. Tabel 1.4. Tabel 1.5. Tabel 2.1 Tabel 2.2. Tabel 2.3 Laju Pertumbuhan dan Kontribusi Ekonomi Riau Tanpa Migas Menurut Penggunaan (%,yoy).. 10 Laju Pertumbuhan dan Kontribusi Ekonomi Riau Dengan Migas Menurut Penggunaan (%, yoy)... 10 Laju Pertumbuhan dan Kontribusi Ekonomi Riau Tanpa Migas Menurut Sektor (%,y-o-y)... 16 Laju Pertumbuhan dan Kontribusi Ekonomi Riau Dengan Migas Menurut Sektor (%, yoy)... 16 Perkembangan Nilai Ekspor-Impor Non Migas (USD Juta) Provinsi Riau Periode Januari Mei Tahun 2008-2009... 26 Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa di Kota Pekanbaru Triwulan II-2009..... 34 Perkembangan SubKelompok yang Mengalami Inflasi dan Deflasi pada Triwulan II-2009 di Kota Pekanbaru... 39 Perkembangan Subkelompok yang Mengalami Perubahan Harga Teringgi dan Terendah Selama Triwulan II-2009 di Kota Dumai... 43 Tabel 3.1. Perkembangan Jaringan Kantor Bank di Provinsi Riau... 48 Tabel 3.2. Jaringan Kantor Bank Umum di Provinsi Riau (Juni 2009)... 49 Tabel 3.3. Data ATM Bank Per Kabupaten/Kota di Riau... 49 viii

Daftar Tabel Tabel 3.4. Posisi Kredit Di Provinsi Riau (juta rupiah)... 51 Tabel 3.5. Pangsa Kredit Menurut Sektor Ekonomi di Provinsi Riau (juta rupiah)... 54 Tabel 3.6. Distribusi Penyaluran Kredit Per Dati II di Provinsi Riau (juta rupiah)... 55 Tabel 3.7. Persetujuan Kredit Baru di Provinsi Riau... 58 Tabel 3.8. Sebaran Kredit UMKM menurut Sektor Ekonomi (juta rupiah)... 59 Tabel 3.9. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi Riau... 60 Tabel 3.10. Perkembangan Kredit UMKM di Provinsi Riau (juta rupiah)... 62 Tabel 3.11. Sebaran Kredit UMKM menurut Jenis Penggunaan... 62 Tabel 3.12. Sebaran Kredit UMKM menurut Sektor Ekonomi (juta rupiah)... 63 Tabel 3.13. Sebaran NPLs UMKM Menurut Sektor Ekonomi di Provinsi Riau... 63 Tabel 3.14. Sebaran NPLs UMKM Menurut Kota/Kabupaten di Provinsi Riau. 64 Tabel 3.15. Perkembangan Dana Pihak Ketiga di Provinsi Riau (Miliar Rp)... 65 Tabel 3.16. Sebaran DPK menurut kepemilikan di Provinsi Riau (juta rupiah)... 66 Tabel 3.17. Penghimpunan DPK berdasarkan kota/kabupatan di Provinsi Riau... 67 Tabel 3.18. Penghimpunan DPK Berdasarkan Kelompok Nominal di Provinsi Riau 67 Tabel 3.19. Perkembangan Alat Likuid dan Non Core Deposit. 68 Tabel 3.20. Indikator Kinerja Utama Bank Syariah di Provinsi Riau (juta). 74 Tabel 3.21. Perkembangan Usaha BPR/BPRS di Provinsi Riau (juta rupiah).. 75 Tabel 4.1. Perkembangan Arus Kas di Provinsi Riau Sampai Triwulan II-2009... 78 Tabel 4.2. Tabel 4.3 Perkembangan Komponen Penerimaan (Pendapatan) Sampai Dengan Triwulan II-2009.... 79 Perkembangan Komponen Pengeluaran (Belanja) Sampai Dengan Triwulan II-2009. 81 Tabel 4.4. Realisasi SP2d Dalam Triwulan II-2009... 83 Tabel 5.1. Perkembangan Transaksi RTGS di Riau... 91 Tabel 6.1. Penduduk Usia 15+ yang Bekerja Menurut Kegiatan Usaha... 95 ix

Daftar Tabel Tabel 6.2. Perkembangan Komponen Nilai Tukar Petani di Provinsi Riau... 97 Tabel 6.3. Tabel 6.4 Perkembangan Garis Kemiskinan di Wilayah Perkotaan dan Pedesaan Provinsi Riau Periode Maret 2008-2009... 100 Indeks Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan Provinsi Riau Periode Maret 2008-2009.. 102 x

Daftar Tabel Halaman Ini Sengaja Dikosongkan xi

Daftar Grafik DAFTAR GRAFIK HALAMAN Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi (%,y-o-y) dan Sumbangannya... 9 Grafik 1.2. Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini... 11 Grafik 1.3. Indeks Keyakinan Konsumen... 11 Grafik 1.4. Indeks Ekspektasi Rencana Konsumen Triwulan II 2009... 12 Grafik 1.5. Perkembangan Kredit Konsumsi Triwulan I-2008 Tiwulan II-2009 2009 13 Grafik 1.6. Perkembangan Realisasi Pengadaan Semen Provinsi Riau Triwulan I-2008 Triwulan II-2009... 14 Grafik 1.7. Perkembangan Kredit Investasi Triwulan I-2008 Triwulan II-2009... 14 Grafik 1.8. Grafik 1.9. Pertumbuhan (y-o-y,%) Sub Sektor Pertanian dan Pergerakan Harga CPO dan Karet Tahun 2008-2009... 16 Proporsi Luas Tanam Tanaman Bahan Makanan Utama Menurut Kab/Kota)... 17 Grafik 1.10. Proporsi Produksi Tanaman Bahan Makanan Utama Menurut Kab/Kota... 17 Grafik 1.11. Perkembangan Produksi Padi dan Palawija Provinsi Riau Tahun 2007-2009... 18 Grafik 1.12. Grafik 1.13. Grafik 1.14. Perkembangan Lifting, Gross Revenue dan Harga Minyak Bumi Provinsi Riau Tw I 2008 - Tw II 2009 20 Perkembangan Lifting, Gross Revenue dan Harga Gas Bumi Provinsi Riau Tw I 2008 - Tw II 2009 20 Perkembangan Produksi Batu Bara Provinsi Riau Triwulan I 2008 Sampai Triwulan II 2009... 21 Grafik 1.15. Kondisi Kelistrikan di Provinsi Riau... 22 Grafik 1.16. Tingkat Hunian Hotel di Riau... 23 xi

Daftar Grafik Grafik 1.17. Rasio Keberangkatan Kedatangan Pesawat dan Penumpang di Bandara SSK II... 22 Grafik 1.18. Perkembangan Penyaluran Kredit Perbankan di Provinsi Riau 25 Grafik 1.19. Perkembangan Nilai dan Volume Ekspor Non Migas Provinsi Riau Tahun 2007-2009... 26 Grafik 1.20. Struktur Ekspor Non Migas Provinsi Riau Tw IV-2008 Tw II-2009... 27 Grafik 1.21. Struktur Impor Non Migas Provinsi Riau Tw IV-2008 Tw II-2009... 28 Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Pekanbaru, Dumai dan Nasional (mtm)... 32 Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Kota Pekanbaru... 32 Grafik 2.3. Perkembangan Indeks Kelompok Barang dan Jasa Selama Triwulan I-2009 34 Grafik 2.4. Perkembangan Harga Emas Dunia... 36 Grafik 2.5. Inflasi kelompok Barang dan Jasa Tw II-2009... 37 Grafik 2.6. Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Harga... 38 Grafik 2.7. Perkembangan Inflasi Kota Pekanbaru Secara Triwulanan... 38 Grafik 2.8. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kota Dumai. 40 Grafik 2.9. Perkembangan Inflasi Kota Pekanbaru dan Dumai (yoy)... 40 Grafik 2.10. Perkembangan Inflasi Kota Dumai.. 41 Grafik 2.11. Inflasi Menurut Kelompok Barang & Jasa pada Triwulan II-2009... 35 Grafik 3.1. Perkembangan Uang Kuasi, Giral dan SBI di Provinsi Riau (triliun rupiah)... 37 Grafik 3.2. Perkembangan Aset Perbankan di Provinsi Riau (triliun rupiah)... 50 Grafik 3.3. Pangsa Kredit Menurut Jenis Penggunaan di Provinsi Riau... 52 Grafik 3.4. Posisi dan Pertumbuhan Kredit Menurut Jenis Penggunaan di Provinsi Riau (y-o-y). 53 Grafik 3.5. Jumlah Undisbursed Loan Perbankan Provinsi Riau (triliun rupiah). 56 Grafik 3.6. Ratio Undisbursed Loan Terhadap Total Kredit... 57 Grafik 3.7. Perkembangan NPLs Gross di Provinsi Riau... 58 Grafik 3.8. Perkembangan LDR Di Provinsi Riau... 61 xii

Daftar Grafik Grafik 3.9. Perkembangan Rasio Alat Likuid terhadap Non Core Deposit... 69 Grafik 3.10. Perkembangan Suku Bunga Rata-rata Tertimbang Kredit dan Deposito 70 Grafik 3.11. Komposisi Pendapatan Bunga... 71 Grafik 3.12. Komposisi Beban Bunga... 72 Grafik 3.13. Perkembangan Laba Rugi (Triwulanan)... 73 Grafik 4.1. Pertumbuhan (y-o-y,%) Komponen Pendapatan Pajak Penghasilan (PPh) Non Migas Pada Triwulan II-2009... 80 Grafik 5.1. Perkembangan Cash Inflow dan Outflow... 79 Grafik 5.2. Perkembangan PTTB di Bank Indonesia Pekanbaru... 88 Grafik 5.3. Perkembangan Peredaran Uang Palsu di Riau... 89 Grafik 5.4. Perkembangan Transaksi Kliring di Riau... 89 Grafik 5.5. Perkembangan Penolakan Cek/BG di Riau... 90 Grafik 5.6. Perkembangan Transaksi RTGS di Riau... 91 Grafik 5.7. Perkembangan PVA Riau (Ribu USD)... 92 Grafik 6.1. Penduduk Usia 15+ yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha... 95 Grafik 6.2. Penduduk Usia 15+ yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan... 96 Grafik 6.3. Perkembangan NTP Sub Sektor di Provinsi Riau Tahun 2008-2009... 98 Grafik 6.4. Pergerakan Harga Karet dan CPO di Pasar Spot (dalam Rp/Kg) Tahun 2008-2009... 99 Grafik 6.5. Grafik 6.6. Perbandingan Angka Garis Kemiskinan di Provinsi Riau Pada Bulan Maret 2008 dan 2009... 100 Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin di Provinsi Riau Periode Maret 2007-2009... 101 Grafik 7.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Riau... 104 Grafik 7.2. Indeks Rencana Konsumsi Konsumen... 106 Grafik 7.3. Indeks Ekspektasi Konsumen... 107 Grafik 7.4. Perkiraan Inflasi... 108 xiii

Daftar Grafik Grafik 7.5. Indeks Ekspektasi Harga... 109 Grafik 7.6. Ekspktasi Konsumen Terhadap Tabungan... 110 xiv

Tabel Indikator TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH A. INFLASI DAN PDRB INDIKATOR 2008 2009 Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II MAKRO Indek Harga Konsumen : 108.78*) 112.23 112.85 113.39 112.78 Laju Inflasi Tahunan (yoy%) : 9.89% 11.34% 9.02% 6.99% 3.68% PDRB - harga konstan (miliar Rp) - Pertanian 3,866.25 3,987.40 3,869.00 3,869.00 3,987.84 - Pertambangan & Pengganlian 11,931.72 11,940.96 11,540.81 11,540.81 12,036.51 - Industri Pengolahan 2,395.35 2,529.20 2,502.43 2,502.43 2,521.65 - Listrik, gas dan Air Besih 48.45 50.47 50.65 50.65 50.81 - Bangunan 726.73 756.12 760.79 760.79 786.37 - Perdagangan, Hotel, dan restoran 1,866.74 1,924.45 1,961.39 1,961.39 2,016.44 - Pengangkutan dan Komunikasi 628.24 653.46 675.03 675.03 682.51 - Keuangan, Persewaan, dan Jasa 272.69 295.27 301.98 301.98 304.75 - Jasa 1,058.92 1,123.03 1,142.69 1,142.69 1,150.34 Pertumbuhan PDRB (yoy %, dengan migas) 6.97% 6.78% 5.37% 4.42% 3.26% Pertumbuhan PDRB (yoy %, tanpa migas) 8.35% 8.54% 7.38% 6.55% 6.31% B. PERBANKAN PERBANKAN Bank Umum : INDIKATOR 2008 2009 Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Total Aset (Rp Triliun) 34.66 37.86 37.71 37.90 41.58 DPK (Rp Triliun) 30.07 32.04 31.89 31.82 33.71 - Giro (Rp Triliun) 10.15 11.46 10.39 9.98 10.93 - Tabungan (Rp Triliun) 12.81 12.69 13.26 12.57 13.17 - Deposito (Rp Triliun) 7.12 7.89 8.25 9.27 9.62 Kredit (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi proyek 27.60 29.84 32.01 31.71 30.93 LDR 91.77% 93.13% 100.36% 99.65% 91.77% Kredit (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi kantor cab. 18.30 20.06 20.35 20.73 22.26 - Modal Kerja 6.51 7.40 7.05 7.32 7.89 - Investasi 5.52 5.71 6.19 5.84 6.21 - Konsumsi 6.27 6.95 7.10 7.54 8.16 - LDR 60.84% 62.59% 63.80% 65.17% 66.03% Kredit UMKM (triliun Rp) - Kredit Modal Kerja 4.68 5.07 14.81 15.29 16.59 - Kredit Investasi 2.70 2.67 5.12 5.17 5.68 - Kredit Konsumsi 6.26 6.94 2.60 2.59 2.77 Total kredit UMKM (triliun Rp) 13.64 14.67 7.08 7.53 8.14 NPL MKM (%) 2.63% 2.21% 1.93% 2.68% 2.51% BPR Total Aset (Rp miliar) 467.75 492.36 515.38 542.76 559.13 DPK (Rp Miliar) 342.05 353.04 366.16 382.02 390.02 Kredit (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi proyek 298.02 331.94 335.12 353.33 375.33 Kredit UMKM (Triliun Rp) 298.02 331.94 335.12 353.33 375.33 Rasio NPL (%) 5.08 5.91 5.53 4.45 4.78 LDR 87.13 94.02 91.52% 92.49% 96.23% *) SBH 2007 xv

Tabel Indikator Halaman Ini Sengaja Dikosongkan xv

RINGKASAN EKSEKUTIF I. GAMBARAN UMUM Pada triwulan II-2009, kondisi perekonomian global masih belum Kondisi mengalami perbaikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. perekonomian global yang belum Kontraksi ekonomi di negara-negara mitra dagang utama yang masih mengalami berlangsung juga masih memberikan tekanan pada kinerja ekspor perbaikan juga berdampak pada Indonesia, meskipun terdapat indikasi awal perekonomian dunia yang perekonomian semakin membaik. Kondisi tersebut juga berdampak pada perekonomian regional. regional yang masih mengalami perlambatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. 1

Di sektor perbankan, tingkat suku bunga mulai bergerak turun mengikuti BI-Rate menunjukkan BI-Rate yang mengalami penurunan dari 7,75% menjadi 7,70%. trend yang menurun, kinerja Penyaluran kredit perbankan mengalami pertumbuhan sebesar 7,34%, dan dana pihak ketiga mengalami pertumbuhan sebesar 5,95% dibandingkan perbankan mengalami dengan triwulan sebelumnya. Peningkatan ini berdampak pada peningkatan peningkatan aset perbankan sebesar 9,71%. II. ASESMEN MAKROEKONOMI REGIONAL Pertumbuhan ekonomi Riau pada triwulan II-2009 mengalami perlambatan Perekonomian dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan IIdengan migas melambat dari 4,42% pada triwulan sebelumnya menjadi 2009 mengalami perlambatan 3,26% dan pertumbuhan ekonomi tanpa migas melambat dari 6,55% dibandingkan dengan triwulan menjadi 6,30%. Kondisi ini masih merupakan dampak lanjutan dari krisis sebelumnya keuangan global yang menyebabkan melambatnya konsumsi masyarakat dan kinerja ekspor Riau. Penurunan lifting minyak dan gas bumi juga diindikasikan sebagai faktor pendorong melambatnya pertumbuhan ekonomi Riau terutama ekspor migas. Konsumsi swasta mengalami pertumbuhan tertinggi yaitu mencapai Konsumsi swasta 20,58%, namun mengalami perlambatan dibandingkan dengan triwulan mengalami sebelumnya yang mencapai 23,86%. Pertumbuhan pada konsumsi swasta pertumbuhan tertinggi ini diperkirakan terkait dengan belanja partai politik selama triwulan laporan dalam rangka mempersiapkan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden/Wakil Presiden. Selanjutnya, komponen PMTB dan konsumsi rumah tangga mengalami pertumbuhan masing-masing menjadi 12,71% dan 7,85%. Komponen ekspor masih mengalami penurunan sebesar 2,47% yang terutama berasal dari ekspor migas, sementara ekspor non migas Riau mengalami peningkatan menjadi 5,36% setelah mengalami penurunan pada triwulan sebelumnya. 2

Dari sisi sektoral sektor pertambangan tanpa migas mengalami pertumbuhan tertinggi Dari sisi penawaran, pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor pertambangan dan penggalian tanpa migas (15,51%), diikuti oleh sektor keuangan, persewaan bangunan & jasa perusahaan (11,76%). Namun, kedua sektor ini mengalami sedikit perlambatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sementara pertumbuhan terendah adalah sektor pertambangan dan penggalian dengan migas (0,88%) dan sektor pertanian (3,14%). Neraca Secara umum, perkembangan Neraca perdagangan non migas Provinsi perdagangan non Riau sampai denngan Mei 2009 belum menunjukkan perkembangan yang migas Riau belum menujukkan menggembirakan. Kumulatif net ekspor non migas mengalami kontraksi perkembangan sebesar 14,2% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. yang menggembirakan III. ASESMEN INFLASI Rendahnya tingkat harga pada triwulan laporan disebabkan karena ketersediaan stok serta upaya Pemda dan TPID Riau Pada triwulan laporan, Kota Pekanbaru tercatat mengalami deflasi sebesar 0,54% (qtq), dan inflasi tahunan (yoy) sebesar 3,68%. Secara umum, menurunnya tingkat harga pada triwulan II-2009 disebabkan oleh ketersediaan stok, distribusi yang lancar dan belum pulihnya daya beli masyarakat. Peningkatan penghasilan karena meningkatnya harga komoditi unggulan Riau di pasar internasional belum dapat mendorong peningkatan konsumsi masyarakat. Rendahnya tingkat harga pada triwulan laporan juga tidak lepas dari berbagai upaya yang dilakukan oleh Pemda, Bank Indonesia dan dinas/instansi yang tergabung dalam Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Riau melalui rekomendasi untuk melakukan langkahlangkah dalam rangka menjaga kecukupan stok dan kelancaran jalur distribusi. Kota Dumai Sementara itu, Kota Dumai juga mengalami deflasi sebesar 0,77%, lebih mengalami rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mengalami deflasi deflasi sebesar 0,74% sebesar 0,74%. Secara tahunan, inflasi Kota Dumai cenderung mengalami perlambatan dibandingkan dengan periode-periode sebelumnya. Inflasi Kota Dumai cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi Kota 3

Pekanbaru, karena barang-barang di Kota Dumai umumnya berasal dari Kota Pekanbaru, sehingga terjadi peningkatan harga (biaya transportasi) di Kota Dumai. Namun demikian, selama tahun 2009 secara bulanan inflasi Kota Dumai cenderung lebih rendah dibandingkan dengan inflasi Kota Pekanbaru. IV. ASSESMEN KEUANGAN Perbankan Riau Pada triwulan laporan, penyaluran kredit perbankan mengalami Berdasarkan sektor usaha, kredit terbesar berada pada sektor perdagangan pertumbuhan sebesar 7,34%, dan dana pihak ketiga mengalami pertumbuhan sebesar 5,95% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Berdasarkan sektor usaha yang dibiayai, kredit masih terkonsentrasi pada sektor perdagangan, restoran dan hotel, yang mencapai 23,48% dari total kredit atau sebesar Rp5,22 triliun. Sebagian besar kredit tersebut yaitu Rp3,28 triliun (62,76%) merupakan kredit kepada subsektor perdagangan eceran. Penyerapan kredit yang tinggi pada sektor perdagangan terkait dengan peningkatan aktivitas ekonomi di Riau dan sejalan dengan kebijakan Pemerintah Daerah untuk menjadikan Provinsi Riau sebagai pusat perdagangan pada tahun 2020. Kredit di sektor pertanian mencapai 18,68% dari total kredit perbankan Sektor lain yang juga menyerap kredit cukup besar adalah pertanian yaitu sebesar Rp4,16 triliun atau mencapai 18,69% dari total kredit. Sebagian besar kredit tersebut yaitu Rp3,50 triliun (84,24%) merupakan kredit kepada subsektor perkebunan. Tingginya pangsa kredit yang disalurkan pada subsektor perkebunan terkait dengan besarnya skala usaha di subsektor ini seperti perkebunan kelapa sawit, karet, dan kelapa baik untuk kebutuhan pembukaan kebun baru maupun peremajaan (replanting). Pengembangan subsektor perkebunan akan memberikan pengaruh besar dalam upaya peningkatan pemerataan kesempatan kerja, mengurangi angka pengangguran dan pengentasan kemiskinan, karena pengembangan pada subsektor ini lebih bersifat padat karya. 4

Peningkatan kredit produktif mengindikasikan mulai membaiknya kondisi perekonomian. Berdasarkan jenis penggunaan, terjadi peningkatan pada semua jenis kredit. Jumlah kredit produktif (modal kerja dan investasi) mencapai Rp14,10 triliun mengalami peningkatan 6,92% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar Rp13,19 triliun. Peningkatan kredit tersebut memberikan indikasi mulai membaiknya kondisi perekonomian di Provinsi Riau dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Di sisi lain, kredit konsumsi juga mengalami peningkatan dari Rp7,54 triliun menjadi Rp8,16 triliun (8,09%). DPK perbankan meningkat sebesar 5,95% Posisi Dana Pihak Ketiga (DPK) dalam triwulan laporan tercatat sebesar Rp33,71 triliun meningkat sebesar 5,95% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Berdasarkan kepemilikan, peningkatan dana didominasi oleh dana milik perorangan (4,41%), dana milik Pemda (28,80%), dan dana milik pemerintah pusat (11,81%). Sementara itu, dana milik perusahaan swasta, badan/lembaga pemerintah, dan BUMD masing-masing mengalami penurunan sebesar 3,19%, 28,16%, dan 5,79%. LDR mencapai 66,03%, sedangkan NPLs mencapai 2,76% Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu dari 65,17% menjadi 66,03%. Sementara itu, Non Performing Loans (NPLs) sedikit mengalami perbaikan kualitas dari 2,79% menjadi 2,76%. Profit perbankan mengalami peningkatan Kondisi profitabilitas perbankan Provinsi Riau pada triwulan laporan mulai menunjukkan perbaikan yang berarti. Penurunan suku bunga dana yang lebih besar dari suku bunga kredit memberikan peluang bagi perbankan untuk meningktakan margin yang diterima. 5

V. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH Pertumbuhan ekonomi Riau pada triwulan III-2009 diperkirakan masih akan mengalami perlambatan Pertumbuhan ekonomi pada triwulan III-2009, diperkirakan masih akan mengalami perlambatan dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan II- 2009, baik dengan migas maupun tanpa migas. Faktor-faktor yang menyebabkan melambatnya pertumbuhan ekonomi antara lain masih rendahnya produksi migas Riau dan produksi industri pengolahan non migas Riau. Harga jual TBS dan CPO sebelum krisis keuangan global berada pada tingkat yang paling tinggi yang mendorong peningkatan produksi komoditas tersebut serta permintaan dunia yang cukup tinggi pada komoditas tersebut. Sampai dengan triwulan III-2009 yang akan datang tingkat harga maupun permintaan dunia terhadap komoditas tersebut relatif lebih rendah dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Faktor Sementara itu, beberapa faktor yang diperkirakan akan menjadi pendorong pendorong pertumbuhan ekonomi Riau pada triwulan III-2009 adalah tingkat harga di pertumbuhan ekonomi triwulan sektor pertanian, terutama harga TBS dan CPO yang membaik. Selain itu, III-2009 antara komponen konsumsi diperkirakan akan mulai mengalami peningkatan masih baiknya harga TBS dan yang didorong oleh perayaan hari besar keagamaan yaitu memasuki bulan CPO, serta meningkatnya Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Pembangunan beberapa fasilitas konsumsi pendukung dalam rangka mensukseskan Riau sebagai tuan rumah PON pada 2012 juga akan memberikan andil yang cukup besar terhadap pertumbuhan ekonomi pada tahun 2009. Permasalahan di Riau antara lain terkait dengan infrastruktur Namun demikian, beberapa permasalahan di Riau seperti infrastruktur listrik dan air bersih, distribusi dan spekulasi harga bahan makanan, serta ketergantungan Provinsi Riau terhadap supply dari daerah lain dapat menyebabkan momentum pertumbuhan tersebut kembali melemah apabila tidak segera dibenahi. 6

Laju Inflasi pada triwulan III-2009 akan lebih tinggi dibandingkan triwulan II-2009 Laju inflasi pada triwulan III-2009 (qtq) diperkirakan akan lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan II-2009. Indikator utama yang mendukung perkiraan tersebut adalah terkait dengan memasuki bulan Ramadhan dan Perayaan Idul Fitri pada triwulan II-2009. Kondisi ini diperkirakan akan mendorong peningkatan konsumsi masyarakat di Riau khususnya Pekanbaru terutama terhadap kelompok bahan makanan, makanan jadi, sandang dan transportasi. Kredit dan dana diperkirakan akan mengalami peningkatan Dari sisi perbankan, penyaluran kredit pada triwulan III-2009 diperkirakan masih akan mengalami peningkatan dibandingkan triwulan II-2009, sebagai dampak dari trend penurunan BI-Rate. Sementara itu, penghimpunan DPK diperkirakan juga akan mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode sebelumnnya. Hal ini disebabkan karena masyarakat akan melakukan peningkatan saving seiring dengan meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan Hasil survey konsumen yang dilakukan oleh Bank Indonesia Pekanbaru juga menunjukkan bahwa akan terjadi peningkatan ekspektasi konsumen terhadap tabungan, yang berarti bahwa masyarakat akan meningkatkan penempatan dananya di perbankan. 7

Bab 1 KONDISI EKONOMI MAKRO REGIONAL I. Pertumbuhan PDRB 1. Kondisi Umum Kondisi perekonomian Riau sampai dengan pertengahan tahun 2009 secara umum menunjukkan kecenderungan melambat, khususnya pertumbuhan dengan migas yang mengalami perlambatan cukup signifikan dibandingkan dengan pertumbuhan tanpa migas. Dengan memasukkan unsur migas, pertumbuhan tahunan PDRB triwulan II-2009 mencapai 3,26% atau melambat dibandingkan pertumbuhan triwulan I-2009 yang tercatat sebesar 4,42%. Sementara itu, pertumbuhan tanpa migas tercatat tumbuh (y-o-y,%) sebesar 6,30%, melambat jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 6,55% (Grafik 1.1). 8

Dari sisi permintaan, menurunnya lifting minyak dan gas bumi diindikasikan telah mengakibatkan ekspor migas mengalami kontraksi sebesar 6,91% pada triwulan laporan. Sementara, pada sisi penawaran, perlambatan di sektor pertambangan migas yang memiliki pangsa terbesar dalam struktur ekonomi Provinsi Riau telah menjadi pemicu utama melambatnya pertumbuhan PDRB. Berdasarkan Grafik 1.1.b, terlihat bahwa sumbangan ekspor migas dan sektor pertambangan terhadap pertumbuhan tahunan triwulan II-2009 mengalami penurunan yang cukup signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi (y-o-y,%) dan Sumbangannya 16 8.35 8.54 9 8 % 8.35 8.54 9.00 % 14 12 10 8 6 6.97 6.78 7.38 5.37 6.55 4.42 6.30 8 7 6 5 4 % 7 6 5 4 3 6.97 6.78 7.38 5.37 6.55 4.42 6.30 3.26 8.00 7.00 6.00 5.00 4.00 3.00 4 2 3.26 3 2 1 2.00 1.00 0-2 Tw II '08** Tw III '08** Tw IV '08** Tw I '09*** Tw II '09*** 2 1 - Triw II'08**) Triw III'08**) Triw IV'08***) Triw I'09***) Triw II'09***) - -4 Kons. Rumah Tangga Kons. Pemerintah Ekspor Migas (RHS) a. Sisi Permintaan Kons. Lembaga PMTB Impor Non Migas (RHS) 0 Pertanian Industri Pengolahan Bangunan Pengangkutan Jasa Non Migas (RHS) b. Sisi Penawaran Pertambangan Listrik, Gas & Air Perdagangan Keuangan Migas (RHS) Sumber Keterangan : Diolah oleh Bank Indonesia : ***) angka sangat sementara; **) angka sementara 2. PDRB Sisi Permintaan Dalam triwulan laporan, komponen net ekspor dan konsumsi rumah tangga yang memiliki proporsi terbesar dalam struktur perekonomian Riau (dengan migas ±67% dan tanpa migas ±64% terhadap PDRB Provinsi Riau), menunjukkan kecenderungan melambat dibandingkan triwulan sebelumnya maupun triwulan II-2008. Berdasarkan Tabel 1.1 dan 1.2, dengan maupun tanpa memasukkan unsur migas, konsumsi lembaga swasta diperkirakan mengalami pertumbuhan (y-o-y,%) tertinggi yaitu sebesar 20,58%. Adapun pertumbuhan terendah dalam PDRB migas dialami oleh 9

ekspor yang tercatat mengalami kontraksi sebesar 2,47%. Sedangkan dalam PDRB tanpa migas, PMTB tercatat mengalami pertumbuhan terendah yaitu sebesar 4,55%. Tabel 1.1. Laju Pertumbuhan dan Kontribusi Ekonomi Riau Dengan Migas (%,y-o-y) Komponen Tw II 08**) Tw III 08**) Tw IV 08**) Tw I 09***) Tw II 09***) Pertumbuhan Pangsa Pertumbuhan Pangsa Pertumbuhan Pangsa Pertumbuhan Pangsa Pertumbuhan Pangsa Konsumsi Rumah Tangga 7.31 29.73 7.98 27.96 10.92 26.87 11.59 27.91 7.85 27.73 a. Makanan 6.11 11.61 7.82 11.04 9.34 11.27 11.16 11.28 10.48 11.20 b. Non Makanan 7.93 18.12 8.06 16.92 11.76 15.60 11.82 16.63 6.51 16.53 Konsumsi Lembaga Swasta 7.75 0.24 7.06 0.23 8.61 0.23 23.86 0.28 20.58 0.27 Konsumsi Pemerintah 7.68 6.80 8.23 6.75 7.25 6.96 0.65 6.30 5.75 6.41 PMTB 8.92 22.60 11.44 22.47 9.67 21.48 9.80 21.96 12.71 22.30 Perubahan Stock -14.19-2.72-40.97-3.61-52.56 4.65-9.49 3.22 2.44 3.73 Ekspor 8.57 65.09 9.14 63.70 4.48 54.07-1.57 54.71-2.47 54.92 a. Antar Negara 8.66 59.35 8.98 57.45 4.25 49.18-2.29 49.59-3.34 49.60 b. Antar Daerah 7.07 5.74 11.89 6.25 8.54 4.90 10.78 5.12 12.89 5.31 Impor 9.60 21.75 8.48 17.50 7.59 14.27 2.42 14.38 4.81 15.35 a. Antar Negara 5.92 10.41 7.37 8.31 5.82 7.01-6.71 6.58-3.13 7.07 b. Antar Daerah 12.23 11.33 9.25 9.19 8.81 7.26 8.57 7.80 10.15 8.28 PDRB Dengan Migas Sumber Keterangan 6.97 100 6.78 100 5.37 100 4.42 100 3.26 100 : Diolah oleh Bank Indonesia : ***) angka sangat sementara, **) angka sementara Tabel 1.2. Laju Pertumbuhan dan Kontribusi Ekonomi Riau Tanpa Migas (%,y-o-y) Tw II 08**) Tw III 08**) Tw IV 08**) Tw I 09***) Tw II 09***) Komponen Pertumbuhan Pangsa Pertumbuhan Pangsa Pertumbuhan Pangsa Pertumbuhan Pangsa Pertumbuhan Pangsa Konsumsi Rumah Tangga 7.31 53.36 7.98 51.61 10.92 51.47 11.59 52.55 7.85 51.66 a. Makanan 6.11 20.84 7.82 20.38 9.34 21.58 11.16 21.24 10.48 20.86 b. Non Makanan 7.93 32.52 8.06 31.23 11.76 29.89 11.82 31.32 6.51 30.80 Konsumsi Lembaga Swasta 7.75 0.43 7.06 0.42 8.61 0.45 23.86 0.52 20.58 0.50 Konsumsi Pemerintah 7.68 12.21 8.23 12.47 7.25 13.34 0.65 11.87 5.75 11.94 PMTB 9.39 21.08 10.14 20.99 7.54 19.64 1.85 20.07 4.55 20.11 Perubahan Stock -308.90 2.42-923.29 4.41-169.58 4.31 5.96 2.19 34.67 2.30 Ekspor 7.17 46.99 8.15 47.65 3.44 46.33-1.76 38.24 5.36 39.50 a. Antar Negara 6.73 44.11 7.93 44.61 3.59 43.50-0.86 35.60 6.62 36.85 b. Antar Daerah 10.45 2.88 9.81 3.04 2.31 2.82-8.35 2.64-3.64 2.66 Impor 10.34 36.50 11.74 37.54 14.42 35.53 2.70 25.44 7.29 26.02 a. Antar Negara 9.49 19.99 11.92 21.24 15.79 19.86-2.82 11.43 8.52 11.87 b. Antar Daerah 10.91 16.51 11.62 16.29 13.52 15.67 6.33 14.02 6.47 14.15 PDRB Tanpa Migas Sumber Keterangan 8.35 100 8.54 100 7.38 100 6.55 100 6.30 100 : Diolah oleh Bank Indonesia : ***) angka sangat sementara, **) angka sementara 2.1. Konsumsi Laju pertumbuhan (y-o-y,%) konsumsi rumah tangga pada triwulan laporan mencapai 7,85%, mengalami perlambatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 11,59%. Perlambatan ini utamanya disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga non makanan yang mencapai 6,51%. Hasil survei konsumen (Grafik 1.2) menunjukkan bahwa trend indeks ketepatan saat ini untuk pembelian barang tahan lama menurun (pesimis) dibandingkan triwulan I-2009, karena sebagian besar konsumen berpendapat bahwa pada saat ini tidak tepat untuk membeli barang tahan lama terkait dengan keterbatasan 10

kondisi keuangan dan juga adanya prioritas terhadap kebutuhan lain seperti untuk tambahan modal dan biaya pendidikan anggota rumah tangga. Meskipun demikian, sebagian besar konsumen optimis bahwa penghasilan mereka meningkat dibandingkan 6 bulan yang lalu. 160 140 120 100 80 60 40 20 Grafik 1.2. Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini 0 I II III IV I II III IV I II III IV I II 2006 2007 2008 2009 Indeks Ketepatan Waktu Beli Saat Ini Penghasilan Saat Ini Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia Sementara itu, relatif tingginya pertumbuhan (y-o-y,%) konsumsi lembaga swasta pada triwulan II-2009 hingga sebesar 20,58% diperkirakan dipengaruhi faktor musiman berupa pemilihan legislatif dan presiden. Meningkatnya pembelian barang-barang untuk event tersebut telah mengakibatkan pertumbuhan konsumsi lembaga swasta ikut terdorong pada triwulan laporan walaupaun melambat dibandingkan dengan triwulan I-2009 yang tercatat sebesar 23,86%. Konsumsi pemerintah pada triwulan II-2009 diperkirakan tumbuh (y-o-y,%) sebesar 5,75%, lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan I-2009 yang tercatat sebesar 0,65%. 130 120 110 100 90 80 70 60 50 Grafik 1.3. Indeks Keyakinan Konsumen I II III IV I II III IV I II III IV I II 2006 2007 2008 2009 Indeks Keyakinan Konsumen Indeks Ekspektasi Konsumen Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia 11

Dalam triwulan laporan, indeks keyakinan konsumen (IKK) menunjukkan kenaikan yang cukup signifikan (Grafik 1.3). Peningkatan IKK tersebut diindikasikan terjadi akibat membaiknya harga TBS dan stabilnya harga bahan kebutuhan pokok terkait masa panen raya. Peningkatkan ini juga diikuti oleh semakin optimisnya indeks ekspektasi konsumen yang pada triwulan laporan meningkat dari 102,3 menjadi 123,2. Kondisi ini menunjukkan bahwa sebagian besar konsumen cukup optimis terhadap kondisi perekonomian Provinsi Riau dalam beberapa bulan mendatang. Gambaran ekspektasi rencana konsumsi dalam 6-12 bulan mendatang disajikan pada Grafik 1.4. Pada grafik tersebut, terlihat bahwa rencana konsumsi barang sandang paling optimis. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat RIau relatif konsumtif dalam hal kebutuhan sandang dibandingkan rencana konsumsi lainnya. Selain itu, pada grafik tersebut tercermin bahwa rencana konsumsi masyarakat untuk pembelian peralatan rumah tangga dan kendaraan bermotor cenderung stagnan bahkan menurun. Grafik 1.4. Indeks Ekspektasi Rencana Konsumen Triwulan II 2009 200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 I II III IV I II III IV I II III IV I II Barang sandang Pembelian/perbaikan rumah Peralatan rumah tangga Perabotan rumah tangga Kendaraan bermotor Rekreasi 2006 2007 2008 2009 Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia Sementara itu, dalam mendukung konsumsi, peran pembiayaan dalam triwulan II-2009 yang tercermin dalam kredit konsumsi menunjukkan perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya maupun periode yang sama tahun sebelumnya. Tercatat bahwa nilai penyaluran kredit konsumsi sebesar Rp 8,15 triliun atau tumbuh (y-o-y,%) melambat sebesar 30,16% dibandingkan dengan pertumbuhan 12

triwulan I-2009 yang tercatat sebesar 34,46% maupun periode yang sama tahun sebelumnya yaitu sebesar 35,01%. Grafik 1.5. Perkembangan Kredit Konsumsi Triwulan I-2008 - Triwulan II-2009 9,000 45 8,000 40 7,000 35 Rp miliar 6,000 5,000 4,000 3,000 30 25 20 15 % 2,000 10 1,000 5-0 I II III IV I II III IV I II 2007 2008 2009 Kredit Konsumsi y-o-y 2.2. Investasi Perkembangan investasi yang diukur melalui pembentukan modal tetap bruto (PMTB) menunjukkan pertumbuhan positif dalam triwulan II-2009. Secara tahunan, pertumbuhan PMTB dengan migas diperkirakan tumbuh sebesar 12,71%, meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 9,8%. Sedangkan tanpa memasukkan unsur migas, PMTB diperkirakan tumbuh (y-o-y,%) sebesar 4,55%, meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 1,85%. Berdasarkan data realisasi semen, diketahui bahwa perkembangan konsumsi semen pada triwulan laporan menunjukkan kenaikan dibandingkan triwulan I-2009 meskipun masih lebih rendah dibandingkan dengan triwulan I-2008. Pada triwulan laporan, realisasi pengadaan semen di Provinsi Riau tercatat sebesar 216,72 ribu ton atau meningkat 26,8% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 170,95 ribu ton. 13

Grafik 1.6. Perkembangan Realisasi Pengadaan Semen Provinsi Riau Triwulan I-2008- Triwulan II-2009 2,500.00 2,000.00 2,179.34 2,323.08 2,207.24 2,211.71 2,079.74 2,125.02 Ribu Ton 1,500.00 1,000.00 500.00 258.27 245.06 215.70 179.23 170.95 216.72 - I II III IV I II 2008 2009 Sumatera (kiri) Riau (kanan) Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah Perkembangan kredit investasi sebagai salah satu aspek pendukung kegiatan investasi dalam triwulan laporan mulai menunjukkan kenaikan. Pada triwulan laporan kredit investasi secara tahunan (y-o-y,%) tumbuh sebesar 12,52% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,98%. Meskipun demikian, pertumbuhan ini masih relatif melambat jika dibandingkan dengan triwulan II-2008 yang tercatat sebesar 13,85%. Grafik 1.7. Perkembangan Kredit Investasi Tw I-2008 Tw II-2009 6,400 6,200 6,000 18.40 22.76 23.36 25.00 20.00 Rp miliar 5,800 5,600 13.85 12.52 15.00 10.00 % 5,400 5,200 3.98 5.00 5,000 I II III IV I II 2008 2009 - Kredit Investasi y-o-y 14

2.3. Ekspor dan Impor Dalam triwulan laporan, pertumbuhan ekspor dalam PDRB migas diperkirakan masih mengalami kontraksi sebesar 2,47% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal ini disebabkan karena ekspor antar negara yang memiliki pangsa terbesar (49,6%) dalam komponen ekspor mengalami kontaksi sebesar 3,34%. Menurunnya pertumbuhan ekspor migas dalam triwulan laporan diindikasikan terjadi akibat menurunnya lifting minyak dan gas bumi provinsi Riau. Sementara itu, dengan memperhitungkan migas, impor provinsi Riau pada triwulan laporan diperkirakan tumbuh sebesar 4,81%, meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 2,42%. 3. PDRB Sisi Penawaran Perlambatan ekonomi yang terjadi pada triwulan II-2009, mengakibatkan pertumbuhan sub sektor utama relatif melambat. Dalam triwulan laporan, pertumbuhan (y-o-y,%) sub sektor tertinggi diperkirakan terjadi pada sub sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan yaitu sebesar 8,64% sedangkan sub sektor pertambangan migas yang menguasai pangsa terbesar dalam PDRB mengalami pertumbuhan terendah yaitu sebesar 0,65%. No. Tabel 1.3. Laju Pertumbuhan dan Kontribusi Ekonomi Riau Tanpa Migas (%,y-o-y) Sektor Tw II 08**) Tw III 08**) Tw IV 08***) Tw I 09***) Tw II 09***) Pertumbuhan Pangsa Pertumbuhan Pangsa Pertumbuhan Pangsa Pertumbuhan Pangsa Pertumbuhan Pangsa 1 Pertanian 5.88 36.27 5.74 36.98 2.09 32.74 3.10 33.38 3.14 34.66 2 Pertambangan dan Penggalian 18.97 1.90 14.05 1.94 16.18 2.29 15.84 2.38 15.51 2.30 3 Industri Pengolahan 8.61 28.82 9.54 28.87 11.04 30.61 6.78 29.11 6.64 28.27 4 Listrik dan Air Bersih 6.33 0.32 6.86 0.28 7.25 0.31 5.60 0.32 4.87 0.30 5 Bangunan 9.45 7.59 10.47 7.43 14.61 8.09 9.31 7.81 8.21 8.09 6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 10.46 12.71 10.50 12.93 7.50 13.39 7.95 14.36 8.02 13.95 7 Pengangkutan dan Komunikasi 9.95 3.39 10.21 2.99 12.03 3.27 9.93 3.32 8.64 3.23 8 Keuangan, Persewaan Bangunan & 12.68 3.04 14.22 3.45 13.87 3.84 12.20 3.76 11.76 3.60 Jasa Perusahaan 9 Jasa-jasa 9.14 5.95 9.30 5.12 9.34 5.45 9.26 5.57 8.63 5.60 PDRB Tanpa Migas 8.35 100 8.54 100 7.38 100 6.55 100 6.31 100 Sumber Keterangan : Diolah oleh Bank Indonesia : ***) angka sangat sementara, **) angka sementara, *) angka Perbaikan 15

No. Tabel 1.4. Laju Pertumbuhan dan Kontribusi Ekonomi Riau Dengan Migas (%,y-o-y) Sektor Tw II 08**) Tw III 08**) Tw IV 08***) Tw I 09***) Tw II 09***) Pertumbuhan Pangsa Pertumbuhan Pangsa Pertumbuhan Pangsa Pertumbuhan Pangsa Pertumbuhan Pangsa 1 Pertanian 5.88 20.21 5.74 20.04 2.09 17.10 3.10 17.73 3.14 18.60 2 Pertambangan dan Penggalian 6.13 43.05 5.52 44.50 4.00 46.36 2.85 45.22 0.88 44.47 3 Industri Pengolahan 7.25 18.35 7.88 18.01 8.37 18.61 5.35 18.39 5.27 18.26 4 Listrik dan Air Bersih 6.33 0.18 6.86 0.15 7.25 0.16 5.60 0.17 4.87 0.16 5 Bangunan 9.45 4.23 10.47 4.03 14.61 4.22 9.31 4.15 8.21 4.34 6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 10.46 7.08 10.50 7.01 7.50 6.99 7.95 7.63 8.02 7.49 7 Pengangkutan dan Komunikasi 9.95 1.89 10.21 1.62 12.03 1.71 9.93 1.77 8.64 1.73 8 Keuangan, Persewaan Bangunan & 12.68 1.70 14.22 1.87 13.87 2.01 12.20 1.99 11.76 1.93 Jasa Perusahaan 9 Jasa-jasa 9.14 3.32 9.30 2.78 9.34 2.84 9.26 2.96 8.63 3.00 PDRB Termasuk Migas 6.97 100 6.78 100 5.37 100 4.42 100 3.26 100 Sumber Keterangan : Diolah oleh Bank Indonesia : ***) angka sangat sementara, **) angka sementara, *) angka perbaikan 3.1. Sektor Pertanian Pertumbuhan (y-o-y,%) sektor pertanian dalam triwulan II-2009 diperkirakan mencapai 3,14%, sedikit meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 3,10% namun masih melambat jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 5,88%. Relatif meningkatnya pertumbuhan sektor pertanian didorong oleh peningkatan produksi pada sub sektor perkebunan yang pada triwulan laporan tumbuh sebesar 5,55%. Hal ini seiring dengan meningkatnya ekspor CPO triwulan II-2009 sebesar 4,28. Meskipun demikian, ekspor CPO secara semesteran belum terlihat cukup membaik dimana mengalami kontraksi sebesar 17,65%. Grafik 1.8. Pertumbuhan (y-o-y,%) Sub Sektor Pertanian dan Pergerakan Harga CPO dan Karet Tahun 2008-2009 10.00 9.00 8.00 8.78 7.98 Bahan Makanan Peternakan Perikanan Perkebunan Kehutanan Pertanian 35,000 30,000 12,000 10,000 7.00 6.90 6.33 6.53 5.88 6.00 5.95 5.55 5.00 5.33 5.66 % 4.00 3.32 3.10 3.14 3.00 2.00 3.02 1.26 1.00 1.15 (0.13) - (0.17) Triw II'08***) Triw I'09***) Triw II'09***) (1.00) Sumber: Bank Indonesia, diolah 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 - Jan-08 Feb-08 Mar-08 Karet CPO Sumber : Bappebti, diolah Apr-08 May-08 Jun-08 Jul-08 Aug-08 Sep-08 Oct-08 Nov-08 Dec-08 Jan-09 Feb-09 Mar-09 Apr-09 May-09 8,000 6,000 4,000 2,000-16

Sementara itu, dalam triwulan laporan, diketahui bahwa pertumbuhan (y-o-y,%) sub sektor tanaman bahan makanan diperkirakan sedikit mengalami perlambatan akibat banjir yang terjadi di Kabupaten Indragiri Hulu dan Indragiri Hilir. Sebagaimana diketahui, Kabupaten Indragiri Hilir merupakan salah satu penghasil padi dan tanaman palawija terbesar di Provinsi Riau. Grafik 1.9. Proporsi Luas Tanam Tanaman Bahan Makanan Utama Menurut Kab/Kota 35.00 60.00 Padi Padi 30.00 Jagung Kedelai 50.00 Jagung Kedelai 25.00 40.00 20.00 % % 30.00 15.00 10.00 20.00 5.00 10.00 - - Tahun 2008 Tahun 2009 Grafik 1.10. Proporsi Produksi Tanaman Bahan Makanan Utama Menurut Kab/Kota 35 45 30 Padi Jagung Kedelai 40 35 Padi Jagung Kedelai 25 30 20 25 % 15 % 20 10 15 10 5 5 0 0 Tahun 2008 Tahun 2009 Sumber: Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Riau, diolah 17

Selama tahun 2008, kontribusi luas tanam dan produksi tanaman bahan makanan seperti Padi dan Jagung di Kabupaten Indragiri Hilir sekitar 20% 1. Tentunya adanya banjir di lokasi tersebut mengakibatkan produksi tanaman bahan makanan mengalami penurunan. Pada tahun 2009, Kabupaten Indragiri Hilir dan Rokan Hilir menjadi sasaran produksi utama untuk tanaman padi dan palawija di Provinsi Riau. Meskipun demikian, produksi dan luas lahan tanaman bahan makanan seperti padi, kedelai & jagung diperkirakan akan meningkat sebesar 16,62% menjadi 576,41 ribu ton Gabah Kering Giling (GKG) pada tahun 2009. Hal ini dikarenakan akan direalisasikannya program Operasi Pangan Riau Makmur (OPRM). 2 Grafik 1.11. Perkembangan Produksi Padi dan Palawija Provinsi Riau Tahun 2007-2009 700.00 Ribu Ton 600.00 500.00 400.00 300.00 490.09 494.26 576.41 Padi Jagung Kedelai 200.00 100.00-40.41 47.96 48.47 2.42 4.87 4.77 2007 2008 2009 Sumber : BPS, diolah Kontraksi yang terjadi pada sub sektor kehutanan sebesar 0,17% diperkirakan terjadi akibat ketatnya pengawasan pemerintah provinsi Riau terhadap peredaran kayu ilegal sehingga membatasi pasokan kayu provinsi Riau. Disamping itu, kondisi ini juga diindikasikan terjadi akibat belum membaiknya permintaan ekspor pulp dan paper, sehingga permintaan terhadap bahan baku kayu juga menurun. 1 Berdasarkan data Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Riau Tahun 2008, Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) merupakan produsen Padi terbesar dengan jumlah mencapai 117 ribu ton/tahun dengan luas tanam sebesar 33.810 Ha atau kedua terbesar setelah Kabupaten Rokan Hilir (37.195 Ha). Kabupaten Inhil juga merupakan produsen Jagung terbesar kedua setelah Kabupaten Pelalawan (21 ribu ton/tahun) dengan angka produksi mencapai 14 ribu ton/tahun. 2 Berita Resmi Statistik Produksi dan Palawija Provinsi Riau (ARAM II). 18

3.2. Pertambangan dan Penggalian Dalam triwulan laporan, sektor pertambangan dan penggalian dengan unsur migas diperkirakan mengalami perlambatan hingga 0,88% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 2,85%. Kondisi ini disebabkan oleh perlambatan sub sektor pertambangan migas yang secara tahunan (y-o-y,%) melambat cukup siginfikan hingga 0,65% dibandingkan dengan triwulan I-2009 (2,64%). Dengan kontribusi sekitar ± 40% tentunya kondisi tersebut memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap pertumbuhan di sektor tersebut. Salah satu faktor penyebab menurunnya angka pertumbuhan sektor pertambangan migas pada triwulan laporan diperkirakan terjadi akibat menurunnya produksi minyak dan gas bumi provinsi Riau. Pada Grafik 1.12, terlihat bahwa produksi minyak dan gas bumi Provinsi Riau menunjukkan kecenderungan menurun sejak tahun 2008. Berdasarkan Grafik 1.12, diketahui bahwa Provinsi Riau pada triwulan laporan mengalami penurunan lifting minyak bumi sebesar 2 juta barel dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh penurunan yang signfikan di Kab. Bengkalis sebagai produsen terbesar minyak bumi di Provinsi Riau. 3 Kemudian, diikuti oleh penurunan lifting gas bumi sebesar 1,5 triliun British Thermal Unit (BTU) 4 pada triwulan II-2009 atau turun 48% dibandingkan dengan triwulan II-2008. Kedua kondisi tersebut diperkirakan tidak lepas dari mulai berkurangnya cadangan migas provinsi Riau serta belum ditemukannya sumur baru yang lebih produktif. 3 Berdasarkan data Dirjen Migas, Kab. Bengkalis mengalami penurunan lifting minyak bumi sebesar 1,1 juta barel dibandingkan triwulan II-2008 atau secara tahunan turun 7%. 4 Data Dirjen Migas menunjukkan kondisi ini akibat penurunan lifting gas bumi di Kota Pekanbaru hingga mencapai 1,3 triliun BTU dibandingkan triwulan II-2008. 19

Grafik 1.12. Perkembangan Lifting, Gross Revenue dan Harga Minyak Bumi Provinsi Riau Tw I 2008 - Tw II 2009 20,000 36,000 4,500 130 Ribu Barel 18,000 16,000 14,000 12,000 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000-35,775.84 35,077.59 35,159.69 34,829.97 33,276.78 I II III IV I II 2008 2009 35,500 35,000 34,500 34,000 33,500 33,067.83 33,000 32,500 32,000 31,500 Ribu Barel Juta US$ 4,000 3,500 3,000 2,500 2,000 1,500 1,000 119.4 4,189.26 120 113.3 3,982.52 110 3,322.26 100 90 92.9 80 70 1,900.11 60 57.5 1,843.04 1,425.43 50 52.9 40 42.8 30 I II III IV I II 2008 2009 US$/Barel Bengkalis Siak Rokan Hilir Kampar Pelalawan Indragiri Hulu Rokan Hulu Total (kanan) Gross Revenue Harga (kanan) b. Produksi a. Gross Revenue dan Harga Sumber : Departemen ESDM, diolah Grafik 1.13. Perkembangan Lifting, Gross Revenue dan Harga Gas Bumi Provinsi Riau Tw I 2008 - Tw II 2009 3,000 3,113.77 3,500.00 10,000 4.00 2,500 3,000.00 9,000 8,902.59 Miliar BTU 2,000 1,500 1,000 1,589.83 1,644.92 1,456.70 1,854.08 1,595.27 2,500.00 2,000.00 1,500.00 1,000.00 Miliar BTU Juta US$ 8,000 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 3.08 4,899.10 2.86 3.50 3.06 5,364.49 4,617.27 3.00 3.03 2.89 2.89 5,026.10 4,408.43 2.50 US$/Barel 500 500.00 2,000 - I II III IV I II - 1,000 I II III IV I II 2.00 2008 2009 2008 2009 Pelalawan Pekanbaru Total (kanan) Gross Revenue Harga (kanan) a. Produksi (Ton) b. Gross Revenue dan Harga Sumber : Departemen ESDM, diolah Selain itu, pada triwulan laporan juga diketahui bahwa sub sektor pertambangan tanpa migas diperkirakan masih tumbuh (y-o-y,%) melambat sebesar 21,12% dibandingkan dengan triwulan II-2008 maupun periode yang sama tahun sebelumnya yang masing-masing tercatat sebesar 21,74% dan 30,88%. Perlambatan yang terjadi pada sub sektor ini diindikasikan terjadi akibat tren produksi batubara yang menunjukkan penurunan sampai dengan triwulan II-2009. 20

Grafik 1.14. Perkembangan Produksi Batu Bara Provinsi Riau Triwulan I 2008 Sampai TriwuIan II 2009 141000 121000 101000 81000 61000 Sumber 41000 21000 1000 Jan-07 Feb-07 Mar-07 Apr-07 May-07 Jun-07 Jul-07 Produksi Batubara (Ton) : Departemen ESDM, diolah Aug-07 Sep-07 Oct-07 Nov-07 Dec-07 Jan-08 Feb-08 Mar-08 Apr-08 May-08 Jun-08 Linear (Produksi Batubara (Ton)) Jul-08 Aug-08 Sep-08 Oct-08 Nov-08 Dec-08 Jan-09 Feb-09 Mar-09 Apr-09 May-09 3.3. Industri Pengolahan Industri pengolahan dalam triwulan II-2009 diperkirakan tumbuh (y-o-y,%) sebesar 5,27%, melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,35% maupun periode yang sama tahun sebelumnya yaitu sebesar 7,18%. Perlambatan ini diindikasikan terjadi akibat melambatnya pertumbuhan sub sektor industri non migas yang memiliki porsi terbesar dalam sektor industri pengolahan. Faktor penyebab perlambatan pada sub sektor industri non migas diakibatkan beberapa hal, diantaranya menurunnya permintaan ekspor pulp dan kertas dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya serta belum begitu membaiknya kondisi permintaan CPO secara umum. Kedua faktor tersebut terjadi akibat belum pulihnya kondisi negara mitra dagang utama sejak terjadinya krisis keuangan global. Berdasarkan hasil liason, diketahui bahwa industri non migas seperti industri CPO, pulp, karet dan plywood mengalami slow down. Adapun rata-rata penurunan volume penjualan CPO dan karet diperkirakan mencapai ± 20% -30%. Kondisi ini disebabkan oleh belum stabilnya permintaan ekspor dari negara mitra dagang utama akibat pelemahan daya beli. Disamping itu, volume ekspor karet 21

olahan relatif menurun dikarenakan menurunnya tingkat penjualan otomotif dunia sehingga menurunkan permintan karet olahan yang sebagian besar ditujukan untuk industri ban kendaraan bermotor. Penurunan volume penjualan terbesar diperkirakan terjadi pada industri kayu olahan seperti plywood dan bubur kertas (pulp). Hal ini dikarenakan berkurangnya pasokan akibat belum ada penyeragaman persepsi mengenai regulasi penebangan hutan antara Departemen Kehutanan yang mengeluarkan izin HPH dengan aparat penegak Hukum. 5 3.4. Listrik, Gas dan Air Bersih Perkembangan sektor listrik, gas dan air bersih dalam triwulan laporan menunjukkan perlambatan yaitu sebesar 4,87%. Hal ini diakibatkan melambatnya pertumbuhan sub sektor listrik yang menjadi penopang pada sub sektor tersebut. Sebagaimana terlihat pada Grafik 1.15, jumlah pemakaian listrik di provinsi Riau menunjukkan tren penurunan sejak tahun 2009. Kondisi ini terjadi akibat terganggunya produksi listrik yang sangat bergantung kepada ketersediaan air (curah hujan). Disamping itu, pertumbuhan sub sektor air juga masih melambat dikarenakan belum optimalnya produksi air bersih dan minimnya dana investasi di sektor ini. Grafik 1.15. Perkembangan Kondisi Listrik di Provinsi Riau 660 185 130 1,020 650 180 125 1,000 640 175 120 980 Juta Kwh 630 620 610 600 590 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 170 165 160 155 150 Ribu Juta VA 115 110 105 100 95 90 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 960 940 920 900 880 860 Rp miliar 2008 2009 2008 2009 Jml pelanggan (kiri) Pemakaian (Kwh/Kanan) Pendapatan PLN (kanan) Daya Tersambung (VA/Kiri) a. Jumlah Pelanggan dan Pemakaian b. Pendapatan dan Daya Tersambung Sumber : PT.PLN, diolah. 5 Persepsi menurut penegak hukum, setiap penebangan hutan adalah pengrusakan lingkungan, sementara persepsi menurut Departemen Kehutanan ada aturan tersediri mengenai Tata Guna Hutan untuk provinsi, kabupaten dan kota. Provinsi Riau belum memperoleh Tata Guna Hutan sehingga seharusnya secara ketentuan masih mengacu 22

3.5. Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) Perkembangan sektor PHR pada triwulan laporan tumbuh mencapai (y-o-y,%) sebesar 8,02%, meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 7,95% namun relatif melambat jika dibandingkan triwulan II-2008 yang tercatat sebesar 10,46%. Adapun faktor pendorong meningkatnya pertumbuhan sektor PHR adalah meningkatnya pertumbuhan (y-o-y,%) pada sub sektor perdagangan besar (8,01%) dan restoran (8,99%). Meningkatnya pertumbuhan di kedua sub sektor tersebut diperkirakan terjadi akibat adanya event besar seperti pemilihan presiden dan Gelar Teknologi Tepat Guna Sementara itu, pertumbuhan sub sektor hotel pada triwulan laporan diperkirakan tumbuh 7,52%, melambat jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,63% maupun triwulan II-2008 (9,51%). Salah satu penyebabnya adalah adanya penghematan yang dilakukan perusahaan besar dengan mengurangi jadwal perjalanan dinas pegawainya dan jumlah hari dinas pegawainya. Kondisi ini memicu penurunan tingkat pemesanan hotel pada triwulan laporan. Grafik 1.16. Tingkat Hunian Hotel di Riau 80 75 70 65 60 55 50 45 Tingkat Hunian (%) 40 January February March April May June July August September October November December January February March April May 2008 2009 Sumber : PHRI, diolah kepada Tata Guna Hutan Nasional. Namun dalam prakteknya tidak demikian, masing-masing kabupaten/kota mempunyai Tata Guna Hutan sendiri, sehingga izin HPH ke dalam beberapa wilayah Kabupaten. 23

3.6. Pengangkutan dan Komunikasi Sektor pengangkutan dan komunikasi dalam triwulan laporan diperkirakan tumbuh sebesar 8,64% atau melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 9,93%. Salah satu indikator perlambatan yang terlihat dalam triwulan laporan adalah masih rendahnya arus keberangkatan penumpang dibandingkan dengan arus penumpang yang datang. Pada Grafik 1.17, terlihat bahwa rasio keberangkatan-kedatangan penumpang di Bandara SSK II pada triwulan II-2009 masih relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan triwulan II- 2008 walaupun mulai menunjukkan tren yang meningkat. Grafik 1.17. Rasio Keberangkatan-Kedatangan Pesawat dan Penumpang di Bandara SSK II 1.05 1.04 1.03 Pesawat Penumpang 1.02 1.01 1 0.99 0.98 0.97 I II III IV I II 2008 2009 Sumber : PT. Angkasa Pura, Riau, diolah 3.7. Keuangan, Persewaan & Jasa Keuangan Seperti halnya triwulan sebelumnya, pertumbuhan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan diperkirakan tumbuh melambat yaitu sebesar 11,76%. Melambatnya pertumbuhan di sektor ini dikarenakan melambatnya pertumbuhan sub sektor perbankan yang diperkirakan tumbuh sebesar 18,79%. Kondisi ini juga tercermin dari melambatnya pertumbuhan kredit yang disalurkan oleh perbankan Riau terkait belum stabilnya kondisi perekonomian global dan perilaku pengusaha yang bersifat wait and see terhadap prospek ekonomi global. 24

Pada triwulan laporan nilai kredit yang disalurkan tercatat sebesar Rp 22,2 triliun atau secara tahunan tumbuh sebesar 21,65%. Pertumbuhan ini relatif melambat dibandingkan dengan triwulan II-2008 yang tercatat sebesar 23,89%. Sebagaimana diketahui, sub sektor bank memiliki pangsa cukup besar dalam sektor keuangan sehingga perkembangannya sangat mempengaruhi pertumbuhan sektor keuangan. Grafik 1.18. Perkembangan Penyaluran Kredit Perbankan di Provinsi Riau Rp miliar 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000-31.47 28.84 25.59 25.54 21.42 17.95 I II III IV I II 2007 2008 35 30 25 20 15 10 5 - % Kredit y-o-y Disamping itu, pada triwulan laporan diketahui bahwa sub sektor yang tumbuh positif adalah sub sektor lembaga keuangan non bank. Terjadinya pertumbuhan positif pada sub sektor ini diperkirakan akibat tingginya suku bunga perbankan sehingga banyak nasabah yang beralih untuk melakukan pinjaman dari lembaga keuangan non bank. Sementara, sub sektor sewa bangunan dan jasa perusahaan masing-masing mengalami pertumbuhan melambat yaitu sebesar 8,31% dan 8,51%. 3.8. Jasa-jasa Pertumbuhan sektor jasa pada triwulan II-2009 diperkirakan tumbuh melambat sebesar 8,62% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 9,26%. Melambatnya pertumbuhan sektor jasa diindikasikan akibat menurunnya daya beli masyarakat akibat krisis global. Selain itu, sub sektor pemerintahan tumbuh melambat sebesar 8,64% meskipun pada triwulan laporan terjadi pemilihan presiden. 25

4. Ekspor-Impor Non Migas Secara kumulatif, perkembangan neraca perdagangan non migas provinsi Riau pada semester I 09 (sampai dengan Mei) belum menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan. Pada triwulan laporan (lihat Tabel 1.5), nilai kumulatif net ekspor tercatat mengalami kontraksi (y-o-y,%) sebesar 14,2% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya atau turun USD 2,33 miliar. Penurunan ini disebabkan menurunnya nilai ekspor Riau sebesar USD 750,5 juta atau turun 21,1% walaupun impor juga turun sebesar 43,6%. Tabel 1.5. Perkembangan Nilai Ekspor-Impor Non Migas (USD Juta) Provinsi Riau Periode Januari-Mei Tahun 2008-2009 No Kode SITC 2008 2009 [y-o-y,%] 1 Ekspor 3,556.65 2,806.13-750.52-21.10 2 Impor 835.83 471.64-364.19-43.60 3 Net Ekspor 2,720.82 2,334.49-386.33-14.20 Total 7,113.30 5612.26-1501.04-78.90 Sumber : DSM Bank Indonesia, diolah Dalam triwulan laporan 6, pertumbuhan nilai ekspor non migas Provinsi Riau tercatat mengalami kontraksi (y-o-y,%) sebesar 6,85% atau turun USD 93,47 juta. Sedangkan volume ekspor non migas periode April-Mei 2009 mengalami kenaikan sebesar 34% (621 ribu ton) dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Grafik 1.19. Perkembangan Nilai dan Volume Ekspor Non Migas Provinsi Riau Tahun 2007-2009 Juta US$ Ribu Ton Juta US$ Ribu Ton 1600 2000 300 300 1400 1800 1600 250 250 1200 1000 1400 1200 200 200 800 1000 150 150 600 800 600 100 100 400 200 400 200 50 50 0 0 0 0 j an f eb m ar a pr m ay ju n ju l a ug s ep o ct n ov d ec ja n f eb m ar a pr m ay ju n ju l a ug s ep o ct n ov d ec ja n f eb m ar a pr m ay ja n f eb m ar a pr m ay j un ju l a ug s ep o ct n ov d ec ja n f eb m ar a pr m ay j un ju l a ug s ep o ct n ov d ec ja n f eb m ar a pr m ay 2007 2008 2009 2007 2008 2009 Nilai Ekspor (LHS) Volume Ekspor (RHS) Nilai Impor Non Migas (LHS) Volume Impor Non Migas (RHS) b. Ekspor a. Impor 6 Triwulan II dihitung menggunakan periode April dan Mei 09. 26

Sementara itu, nilai impor non migas provinsi Riau dalam triwulan II-2009 tercatat sebesar USD 235,5 juta atau turun 38,7% dibandingkan dengan triwulan II-2008. Begitu juga dengan volume impor non migas yang pada triwulan laporan mencapai 206,6 ribu ton atau mengalami penurunan sebesar 32,9% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Berdasarkan komoditinya (Grafik 1.20), ekspor non migas Provinsi Riau dalam triwulan laporan tidak mengalami perubahan dibandingkan triwulan-triwulan sebelumnya. Sebagian besar komoditi ekspor masih didominasi oleh CPO, kertas dan olahannya dan pulp dan kertas. Kontribusi ketiga komoditi tersebut terhadap ekspor non migas triwulan II-2009 secara berturut-turut mencapai 69%, 11,18% dan 6,37%. Akan tetapi, pangsa CPO pada triwulan II-2009 masih lebih rendah dibandingkan dengan triwulan IV 08 yang tercatat sebesar 71,4%. Grafik 1.20. Struktur Ekspor Non Migas Provinsi Riau Tw IV 2008 Tw II 2009 80.00 70.00 60.00 50.00 % 40.00 30.00 20.00 422 - Fixed Vegetable Fats and oils solid, crude, refine/fract 251 - Pulp and Waste Paper 641 - Paper and Paperboard 597 - Additive for Mineral Oils 598 - Miscellaneous Chemical Products Others 10.00 0.00 Tw IV '08 Tw I '09 Tw II '09 Sumber : DSM Bank Indonesia, diolah 27

Sementara itu, komposisi impor non migas Provinsi Riau pada triwulan II relatif mengalami perubahan. Berdasarkan Grafik 1.21, terlihat bahwa komoditi utama impor non migas sebagian besar berasal dari kelompok kertas olahan (41%), diikuti oleh mesin indutri tertentu (9,22%), biji-bijian mengandung minyak (9%) dan pupuk kimia buatan pabrik (5,5%). Besarnya nilai impor kelompok kertas olahan (SITC 642) pada triwulan laporan dikarenakan adanya peningkatan yang signifikan pada impor kertas olahan hinga mencapai USD 94.1 juta dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat sebesar USD 171 ribu di bulan April. Grafik 1.21. Struktur Impor Non Migas Provinsi Riau Tw IV 2008 Tw II 2009 50.00 45.00 40.00 35.00 30.00 % 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 562 - Fertilizers, manufactured x104 725 - Paper mill and pulp mill machinery,paper cutting machine x181 222 - Oil seeds use for extraction ofsoft fixed vegetable oils x43 251 - Pulp and waste paper x52 741 - Heating and cooling equipmentand parts there of,n.e.s x189 642 - Paper and paperboard cut to sizeor shape and articles of paper x129 Others 0.00 Tw IV '08 Tw I '09 Tw II '09 Sumber : DSM Bank Indonesia, diolah Sampai dengan Mei 09, sebagian besar permintaan komoditi ekspor non migas utama seperti CPO, kertas dan pulp berasal dari wilayah Asia dengan total nilai transaksi mencapai USD 1,8 miliar diikuti oleh Eropa (USD 449,08 juta) dan Amerika (USD 97,73 juta). Adapun nilai transaksi ekspor terbesar berasal dari CPO dengan nilai mencapai USD 1,3 miliar diikuti oleh kertas olahan dan pulp & paper yang masing masing nilainya mencapai USD 223 juta dan USD 208 juta. Informasi mengenai hal ini selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.5. 28

Tabel 1.5. Nilai Ekspor Non Migas Utama Provinsi Riau Menurut Wilayah Tujuan Periode Januari-Mei 2009 (dalam USD Juta) No Kode SITC Komoditi Wilayah Tujuan Afrika Amerika Asia Australia Eropa 1 422 CPO 61.21 51.57 1,382.17 11.21 384.10 2 251 Pulp & Paper 0.36 0.00 208.81 0.00 13.54 3 641 Kertas Olahan 13.75 46.16 223.63 16.81 51.43 Total Nilai Transaksi 75.33 97.73 1814.62 28.01 449.08 Sumber : DSM Bank Indonesia, diolah Sementara itu, menurut negara asal, sebagian besar impor non migas Provinsi Riau berasal dari negara Asia seperti Singapura dengan nilai mencapai USD 240.7 juta (51,04%) diikuti Malaysia sebesar USD 99.07 juta (21%) dan Hongkong sebesar USD 64.88 juta (13,76%). Sisanya sekitar 13% berasal dari negara lainnya seperti Thailand, Cina dan Jerman. Tabel 1.5. Impor Non Migas Provinsi Riau Menurut Negara Penjual (dalam USD Juta) No Negara Jan - Mei. 2008 % Jan - Mei. 2009 Kenaikan USD % 1 Singapura 341.78 40.89 240.70 51.04-101.08-29.57 2 Malaysia 46.46 5.56 99.07 21.00 52.60 113.21 3 Hongkong 211.08 25.25 64.88 13.76-146.19-69.26 4 Thailand 22.51 2.69 14.65 3.11-7.86-34.90 5 R.R.C 73.33 8.77 12.76 2.71-60.57-82.60 6 Jerman 13.39 1.60 7.45 1.58-5.94-44.35 7 Lainnya 127.28 15.23 32.12 6.81-95.16-74.76 Total 835.83 100.00 471.64 100.00-364.19-43.57 % Sumber : DSM Bank Indonesia, diolah 29

Bab 2 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 1. Kondisi Umum Pada triwulan II 2009, perkembangan harga yang diukur dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) Kota Pekanbaru mengalami deflasi sebesar 0,54% (q-t-q), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat mengalami inflasi sebesar 0,48% (q-t-q). Sementara itu, Kota Dumai pada triwulan laporan juga mengalami deflasi sebesar 0,77% (q-t-q), juga lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mengalami deflasi sebesar 0,74% (q-t-q). Secara nasional, pada triwulan laporan tercatat mengalami inflasi sebesar 0,12% (q-t-q). Trend penurunan ini sudah berlangsung sejak triwulan IV-2008 yang lalu. 30

Secara umum, menurunnya inflasi pada triwulan II-2009 disebabkan oleh ketersediaan stok, distribusi yang lancar dan belum pulihnya daya beli masyarakat. Peningkatan penghasilan karena meningkatnya harga komoditi unggulan Riau di pasar internasional belum dapat mendorong peningkatan konsumsi masyarakat. Pemilu Legislatif juga tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap konsumsi masyarakat. 2. Perkembangan Indeks Harga Konsumen Indeks Harga Konsumen (IHK) Kota Pekanbaru pada triwulan laporan mengalami deflasi sebesar 0,54% (q-t-q), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu inflasi sebesar 0,48% (q-t-q), dan periode yang sama tahun sebelumnya yaitu inflasi sebesar 2,64% (q-t-q). Sementara itu, Kota Dumai mengalami deflasi sebesar 0,77% (q-t-q), juga lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya dan triwulan yang sama tahun sebelumnya masing-masing mengalami deflasi sebesar 0,74% (q-t-q) dan inflasi sebesar 6,39% (q-t-q). Pada periode yang sama, inflasi nasional juga mengalami penurunan menjadi 0,12% pada triwulan II- 2009 dari 0,36% (q-t-q) pada triwulan sebelumnya. Rendahnya tingkat harga pada triwulan laporan, terutama pada bulan April dan Juni dipengaruhi oleh tersedianya stok terutama bahan makanan di Riau serta daya beli masyarakat yang belum mengalami perbaikan. Berbagai upaya yang dilakukan oleh Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Riau melalui rekomendasi kepada Pemda dan instansi terkait, agar melakukan langkah-langkah untuk menjaga kecukupan stok dan kelancaran jalur distribusi juga telah memberikan hasil positif, yang tercermin dari berkurangnya tekanan terhadap inflasi Pekanbaru dan Dumai meskipun pada periode tersebut terdapat Pemilu Legislatif dan persiapan Pemilu Presiden/Wakil Presiden. Bahkan sampai dengan akhir bulan pada triwulan laporan, inflasi Kota Pekanbaru dan Kota Dumai tercatat lebih rendah dibandingkan dengan inflasi nasional. 31

Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Pekanbaru, Dumai dan Nasional (mtm) 5.00% 4.00% 3.00% 2.00% 1.00% 0.00% -1.00% -2.00% 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 2007 2008 2009 Sumber : BPS Propinsi Riau, diolah Dumai Pekanbaru Nasional 2.1. Inflasi Kota Pekanbaru Secara tahunan (y-o-y), inflasi pada bulan Juni tercatat sebesar 3,68%, menurun sangat signifikan dibandingkan inflasi Mei maupun April (yoy) yang masing-masing mencapai 6,27% dan 6,94%. Dalam triwulan laporan, inflasi secara bulanan menunjukkan perkembangan yang cenderung menurun. Pada bulan April dan Juni terjadi deflasi masing-masing sebesar 0,54% dan 0,04%, sementara pada bulan Mei terjadi inflasi sebesar 0,04%. Grafik 2.2 Perkembangan Inflasi Kota Pekanbaru 3.50 3.17 14.00 3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00-0.50-1.00 2.69 2.64 2.39 1.83 0.55 0.48-0.12 2 3 4 1 2 3 4 1 2 2007 2008-0.54 2009 12.00 10.00 8.00 6.00 4.00 2.00 - (2.00) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 2008 2009 mtm yoy ytd Sumber : BPS Propinsi Riau, diolah 32

Deflasi yang terjadi pada bulan April 2009 didominasi oleh kelompok bahan makanan (1,64%), diikuti oleh kelompok sandang (1,92%), dan kelompok perumahan (0,32%). Komoditas yang mendominasi terjadinya deflasi antara lain adalah beras, cabe merah, emas perhiasan, batu bata, ikan serai, ikan tongkol, ikan mujair, semen, cabe hijau, telur ayam ras, cabe rawit, ikan selar, pasir, kangkung, lele, wortel, daging ayam ras, ikan kembung, dan lain-lain. Sementara itu, kelompok yang mengalami inflasi adalah kelompok makanan jadi, minuman, rokok & tembakau (0,39%), kelompok kesehatan (0,05%), dan kelompok transport, komunikasi & jasa keuangan (0,01%). Komoditas yang memberikan sumbangan inflasi antara lain minyak goreng, jeruk, sawi hijau, rokok kretek, kontrak rumah, soto, pepaya, bawang merah, teri, gula pasir, petai, bayam, ketimun, teh, mesin cuci, spray pembasmi nyamuk, dan lain-lain. Pada bulan Mei 2009, inflasi tertinggi terjadi pada kelompok kesehatan (2,18%), diikuti kelompok perumahan (1,11%), kelompok pendidikan (0,23%), kelompok transport (0,06%), dan kelompok makanan jadi (0,03%). Komoditas yang memberikan sumbangan terbesar dalam pembentukan inflasi bulan Mei antara lain sewa rumah, tarif rumah sakit, upah pembantu rumah tangga, daging ayam ras, jeruk, telur ayam ras, minyak goreng, sepeda motor, wortel, buku pelajaran, serai, dan lain-lain. Selain itu, kenaikan pada kelompok perumahan (perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar) diperkirakan terjadi karena peningkatan harga jual gas elpiji yang terkait dengan rencana pemerintah untuk melakukan konversi minyak tanah ke gas, yang akan dimulai bulan Agustus 2009 yang akan datang. Kondisi ini telah mendorong peningkatan harga jual komoditas tersebut baik ditingkat distributor maupun di tingkat pengecer. Sementara itu, kelompok bahan makanan dan kelompok sandang masing-masing mengalami deflasi sebesar 1,31% dan 0,06%, dengan sumbangan terbesar berasal dari komoditas cabe merah, kentang, beras, cabe rawit, emas perhiasan, bayam, ikan mujair, besi beton, pepaya, bawang merah, kol putih, ikan kembung, tomat buah, kelapa, semen, dan lain-lain. Pada bulan Juni 2009 terjadi deflasi yang disebabkan oleh penurunan harga pada kelompok bahan makanan (0,56%), kelompok ini mempunyai andil 0,14% dalam pembentukan deflasi di Kota Pekanbaru. Beberapa komoditas yang memberikan 33

sumbangan besar terhadap pembentukan deflasi antara lain beras, cabe merah, minyak goreng, cabe rawit, ikan tongkol, terong, sabun deterjen bubuk, teri, cabe hijau, ikan kembung, tomat buah, kentang, dan lain-lain. Sebaliknya, kelompok yang mengalami inflasi adalah kelompok sandang (0,49%), kelompok makanan jadi (0,26%) dan kelompok perumahan (0,01%). Beberapa komoditas yang berperan mendorong inflasi adalah emas perhiasan, serai, selai, jengkol, semangka, susu bayi, cat tembok, jeruk, apel, air kemasan, gula pasir, ikan lele, jeruk nipis, bawang merah, dan lain-lain. Tabel 2.1. Inflasi Menurut Kelompok Barang & Jasa di Kota Pekanbaru Triwulan II-2009 NO KELOMPOK Apr-09 May-09 Jun-09 Tw II 09 Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Inflasi 1. Bahan Makanan -0.41-1.64-0.32-1.31-0.14-0.56-3.47 2. Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau 0.08 0.39 0.01 0.03 0.05 0.26 0.69 3. Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar -0.07-0.32 0.24 1.11 0.00 0.01 0.79 4. Sandang -0.14-1.92 0.00-0.06 0.04 0.49-1.50 5. Kesehatan 0.00 0.05 0.09 2.18 0.00 0.00 2.23 6. Pendidikan, rekreasi, dan olahraga 0.00 0.00 0.01 0.23 0.00 0.00 0.23 7. Transpor, komunikasi dan jasa keuangan 0.00 0.01 0.01 0.06 0.00 0.00 0.07 UMUM Sumber : BPS Propinsi Riau, diolah -0.54 0.04-0.04-0.54 Grafik 2.3. Perkembangan Indeks Kelompok Barang dan Jasa Selama Triwulan II-2009 140 120 100 80 60 40 20 0 Apr-09 May-09 Jun-09 Bahan Makanan Makanan Jadi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transpor Umum Sumber : BPS Propinsi Riau, diolah 34

Berdasarkan perkembangan tersebut di atas, maka pada triwulan II-2009 terjadi deflasi sebesar 0,54% (q-t-q), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar 0,48% (q-t-q). Secara keseluruhan deflasi hanya terjadi pada kelompok bahan makanan dan kelompok sandang, namun demikian karena bobot kedua kelompok ini cukup tinggi, maka sangat mempengaruhi tingkat harga di Pekanbaru. Penurunan harga tertinggi dialami oleh subkelompok bumbu-bumbuan yaitu sebesar 19,53%, diikuti oleh subkelompok padi-padian, umbi-umbian & hasilnya sebesar 6,12%, subkelompok ikan diawetkan sebesar 4,57%, serta subkelompok sayur-sayuran dan subkelompok kacangkacangan masing-masing sebesar 3,31% dan 0,13%. Penurunan tingkat harga pada kelompok bahan makanan ini utamanya disebabkan oleh deflasi yang terjadi pada komoditas beras, cabe merah, minyak goreng, ikan serai, kentang, cabe rawit, tomat, bawang, dan komoditas lainnya. Turunnya harga beras terjadi karena berlebihnya stok beras di Provinsi Riau, sebagai dampak panen raya yang terjadi pada bulan April 2009 di Pulau Jawa dan telah disalurkannya raskin (beras miskin) sejak bulan Maret 2009. Rata-rata penyaluran raskin di Provinsi Riau sebesar 6.386 ton/bulan, dengan persediaan beras sampai dengan pertengahan Juni 2009 mencapai 13.758 ton atau diperkirakan akan cukup sampai dengan 2 (dua) bulan ke depan. Realisasi penyaluran raskin di Provinsi Riau sampai dengan pertengahan Juni 2009 telah mencapai 77,24%, sementara persentase penyaluran raskin terhadap plafon alokasi pagu raskin Riau tahun 2009 adalah sebesar 38,62%, dengan jumlah RTS sebanyak 270.088. Selanjutnya, kelompok sandang mengalami deflasi sebesar 1,50% dan hanya terjadi pada subkelompok barang pribadi dan sandang lainnya. Deflasi pada kelompok ini dominannya disumbangkan oleh penurunan harga yang terjadi pada komoditas emas perhiasan, namun komoditas ini mulai mengalami peningkatan kembali pada akhir bulan Juni 2009. 35

Grafik 2.4 Perkembangan Harga Emas Dunia Sumber : www.kitco.com Sementara itu, kelompok barang dan jasa lainnya mengalami inflasi. Inflasi tertinggi terjadi pada kelompok kesehatan yaitu sebesar 2,23%, yang disebabkan oleh meningkatnya harga pada subkelompok jasa kesehatan (5,44%), sub kelompok perawatan jasmani dan kosmetika (0,34%), serta sub kelompok obat-obatan (0,27%). Peningkatan biaya jasa kesehatan disebabkan adanya kebijakan beberapa rumah sakit di Pekanbaru untuk menaikkan tarif rumah sakit. Selanjutnya kelompok perumahan, air, listrik, gas & bahan bakar mengalami inflasi 0,79%, dengan peningkatan tertinggi terjadi pada sub kelompok penyelenggaraan rumah tangga (2,13%), diikuti oleh biaya tempat tinggal (0,84%) dan perlengkapan rumah tangga (0,40%). Peningkatan ini utamanya terjadi pada komoditas cat tembok, sewa rumah, upah pembantu rumah tangga, kontrak rumah, mesin cuci, spray pembasmi nyamuk, dan lain-lain. Kelompok makanan jadi, minuman, rokok & tembakau mengalami inflasi sebesar 0,69%, dengan inflasi tertinggi terjadi pada subkelompok minuman tak berakohol sebesar 1,41%. Komoditas yang memberikan sumbangan terhadap inflasi pada kelompok ini adalah rokok kretek, gula pasir, soto, teh, kopi bubuk, minuman ringan, air kemasan, roti tawar, dan lain-lain. Peningkatan harga gula disebabkan oleh kenaikan Harga Pokok Penyanggaan (HPP) gula atau harga dasar musim giling mengalami kenaikan hingga Rp5.350/kg. Selain itu, distribusi gula juga hanya dikuasai oleh beberapa konsorsium. 36

Kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga mengalami inflasi sebesar 0,23%, inflasi hanya terjadi pada subkelompok perlengkapan/peralatan pendidikan dan subkelompok olah raga yaitu masing-masing sebesar 1,42% dan 0,62%. Komoditas yang dominan memberikan sumbangan terhadap pembentukan inflasi pada kelompok ini adalah buku pelajaran. Peningkatan ini seiring dengan meningkatnya permintaan masyarakat akan permintaan peralatan sekolah, terkait dengan tahun ajaran baru. Sementara itu, kelompok transport, komunikasi, dan jasa keuangan mengalami inflasi sebesar 0,07%, dan peningkatan ini hanya terjadi pada subkelompok transport yaitu sebesar 0,12%. Komoditas yang memberikan sumbangan inflasi terhadap kelompok ini adalah bensin dan sepeda motor. Grafik 2.5. Inflasi kelompok Barang dan Jasa Tw II-2009 Kesehatan, 2.23 Pendidikan, 0.23 Transpor, 0. 07 Bahan Makanan, - 3.47 Sandang, - 1.50 Perumahan, 0.79 Makanan Jadi, 0.69 Sumber : BPS Propinsi Riau, diolah Secara umum, deflasi yang terjadi pada triwulan II-2009 terutama disebabkan oleh menurunnya harga komoditas beras selama triwulan laporan karena panen raya di Pulau Jawa dan tersalurkannya raskin dengan baik, sehingga stok beras tercukupi. Selain itu, penurunan harga minyak goreng juga memberikan kontribusi yang besar terhadap pembentukan deflasi di Kota Pekanbaru. Penurunan harga minyak goreng ini terkait dengan telah didistribusikannya minyak goreng Minyakita dalam bentuk Coorporate Social Responsibility (CSR), dengan harga jual Rp7.000/liter, dan telah mulai dilaksanakan sejak Mei 2009. 37

Grafik 2.6. Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Harga 45.00 40.00 35.00 30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00-0.50-1.00 2005 2006 2007 2008 2009 Ekspektasi harga 6-12 bl yad (indeks, kiri) Inflasi aktual Kota Pekanbaru (%) Sumber : Survey Ekspektasi Konsumen Bank Indonesia Grafik 2.7. Perkembangan Inflasi Kota Pekanbaru Secara Triwulanan 10.00 8.00 6.00 4.00 2.00 0.00-2.00 Tw IV 07 Tw I 08 Tw II 08 Tw III 08 Tw IV 08 Tw I 09 Tw II 09-4.00-6.00 Bahan Makanan Makanan Jadi Perumahan Sandang Kesehat an Pendidikan Transpor UMUM Sumber : BPS Propinsi Riau, diolah Menurut subkelompok, subkelompok bumbu-bumbuan mengalami deflasi tertinggi yaitu mencapai 11,39%, diikuti subkelompok barang pribadi & sandang lainnya sebesar 5,98%, subkelompok padi, umbi & hasilnya dan subkelompok ikan segar masing-masing sebesar 3,81%, subkelompok sayur-sayuran sebesar 3,32%, dan subkelompok lemak & minyak sebesar 1,32%, serta subkelompok biaya tempat tinggal sebesar 0,58%. Sementara, inflasi terbesar terjadi pada subkelompok jasa kesehatan dan obat-obatan sebesar 5,44%, diikuti oleh subkelompok lemak & minyak sebesar 2,99%, subkelompok buah-buahan sebesar 2,65%, subkelompok barang pribadi & sandang lainnya sebesar 1,54%, subkelompok buah-buahan 38

sebesar 1,41%, subkelompok ikan diawetkan sebesar 1,16% dan subkelompok sayur-sayuran sebesar 1,14%. Tabel 2.2. Perkembangan Sub Kelompok yang Mengalami Inflasi dan Deflasi pada Triwulan II-2009 di Kota Pekanbaru Peningkatan Harga Tertinggi Penurunan Harga Tertinggi No. Sub Kelompok Inflasi (%) No. Sub Kelompok Inflasi (%) 1 Jasa Kesehatan dan obat-2an 5.44 1 Bumbu-bumbuan -11.39 2 Lemak & Minyak 2.99 2 Brg pribadi & Sandang lainnya -5.98 3 Buah-buahan 2.65 3 Padi, Umbi dan Hasilnya -3.81 4 Brg pribadi & Sandang lainnya 1.54 4 Ikan Segar -3.81 5 Buah-buahan 1.41 5 Sayur-sayuran -3.32 6 Ikan Diawetkan 1.16 6 Lemak & Minyak -1.32 7 Sayur-sayuran 1.14 7 Biaya Tempat Tinggal -0.58 8 Bhn Makanan Lain 0.81 8 Telur, Susu & Hasilnya -0.48 9 Telur, Susu & Hasilnya 0.75 9 Daging dan Hasilnya -0.48 10 Minuman tak beralkohol 0.68 10 Penyelenggaraan Ruta -0.46 Sumber : BPS Propinsi, diolah 2.2. Inflasi Kota Dumai Pada triwulan II-2009, Kota Dumai mengalami deflasi sebesar 0,77%, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mengalami deflasi sebesar 0,74% dan triwulan yang sama tahun sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar 6,39%. Penurunan tingkat harga pada Kota Dumai sudah terjadi sejak bulan Februari 2009. Grafik 2.8. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kota Dumai 7.00 6.00 6.39 5.00 4.00 3.00 2.95 3.00 3.04 2.00 1.00 1.25 1.22 0.00-0.02-0.74 2 3 4 1 2 3 4 1 2-1.00-0.77 2007 2008 2009-2.00 Sumber : BPS Propinsi, diolah 39

Selama tahun 2008 sampai dengan pertengahan triwulan II-2009, secara tahunan inflasi Kota Dumai tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi Kota Pekanbaru. Hal ini disebabkan oleh beberapa komoditas pokok yang ada di Kota Dumai utamanya berasal dari Kota Pekanbaru, sehingga terjadi peningkatan biaya (biaya transportasi) dalam rangka pendistribusian barang-barang dimaksud. Namun demikian pada akhir bulan pada triwulan laporan, tingkat harga di Kota Dumai tercatat lebih rendah dibandingkan dengan tingkat harga di Kota Pekanbaru, yang disebabkan oleh ketersediaan stok dan belum membaiknya daya beli masyarakat di Kota Dumai. Grafik 2.9. Perkembangan Inflasi Kota Pekanbaru dan Dumai (yoy) 18.00 16.00 14.00 12.00 10.00 8.00 6.00 4.00 2.00 0.00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 2008 2009 Pekanbaru Dumai Sumber : BPS Propinsi, diolah Secara tahunan (y-o-y) inflasi Kota Dumai sampai dengan Juni 2009 tercatat sebesar 2,78%, lebih rendah dibandingkan dengan inflasi Kota Pekanbaru. Inflasi Kota Dumai cenderung mengalami penurunan yang sangat signifikan dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 14,22%. Inflasi Kota Dumai pada bulan April, Mei, dan Juni masing-masing tercatat sebesar -0,75%, 0,19%, dan -0,21%. 40

Grafik 2.10. Perkembangan Inflasi Kota Dumai 18.00 16.00 14.00 12.00 10.00 8.00 6.00 4.00 2.00 - (2.00) (4.00) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 2008 2009 mtm yoy ytd Sumber : BPS Propinsi, diolah Deflasi tertinggi di Kota Dumai pada triwulan laporan berasal dari kelompok bahan makanan yaitu sebesar 1,98%, diikuti kelompok transport & komunikasi sebesar 1,46%, serta kelompok sandang dan kelompok perumahan yang masing-masing tercatat sebesar 1,16% dan 0,47%. Berdasarkan subkelompok deflasi tertinggi terjadi pada subkelompok bumbu-bumbuan yaitu sebesar 15,82%, diikuti oleh subkelompok sayur-sayuran dan subkelompok barang pribadi & sandang lainnya yang masing-masing tercatat sebesar 7,11% dan 4,97%. Penurunan tingkat harga pada subkelompok tersebut disebabkan oleh tersedianya stok dan penurunan harga pada komoditas emas perhiasan. Sementara itu, kelompok yang memberikan tekanan terhadap inflasi Kota Dumai adalah kelompok kesehatan yang mencapai sebesar 1,32%, diikuti oleh kelompok pendidikan dan kelompok makanan jadi yang masing-masing tercatat sebesar 0,79% dan 0,55%. Berdasarkan sub kelompok, inflasi tertinggi terjadi pada subkelompok daging & hasilnya sebesar 4,25%, diikuti oleh subkelompok perlengkapan/peralatan pendidikan dan subkelompok ikan diawetkan yang masing-masing tercatat sebesar 3,74% dan 2,35%. Peningkatan pada subkelompok perlengkapan/peralatan pendidikan diperkirakan karena meningkatnya permintaan masyarakat akan peralatan pendidikan terkait dengan tahun ajaran baru. 41

Grafik 2.11. Inflasi Menurut Kelompok Barang & Jasa pada Triwulan II-2009 Transpor, - 1.46 Bahan Makanan, - 1.98 Pendidikan, 0.79 Makanan Jadi, 0.55 Kesehatan, 1.32 Sandang, -Perumahan, 1.16-0.47 Sumber : BPS Propinsi Riau, diolah Namun demikian, jika dilihat secara keseluruhan maka selama triwulan laporan penurunan harga tertinggi terjadi pada subkelompok bumbu-bumbuan (9,07%) diikuti oleh subkelompok sayur-sayuran (7,82%), subkelompok barang pribadi & sandang lainnya (5,65%), serta subkelompok padi, umbi & hasil-hasilnya (2,47%). Sementara itu, subkelompok yang mengalami peningkatan harga tertinggi antara lain adalah subkelompok sayur-sayuran (7,78%), subkelompok perlengkapan/peralatan pendidikan (4,08%), subkelompok ikan diawetkan (2,91%), subkelompok daging dan hasilnya (2,75%), serta subkelompok lemak & minyak (2,08%). Tabel 2.3. Perkembangan Sub Kelompok yang Mengalami Perubahan Harga Tertinggi dan Terendah Selama Triwulan II-2009 di Kota Dumai Peningkatan Harga Tertinggi Penurunan Harga Terendah No. Sub Kelompok Inflasi (%) No. Sub Kelompok Inflasi (%) 1 Sayur-sayuran 7.78 1 Bumbu-bumbuan -9.07 2 Perlengkapan/peralatan Penddkan 4.08 2 Sayur-sayuran -7.82 3 Ikan Diawetkan 2.91 3 Brg pribadi & Sandang lainnya -5.65 4 Daging dan Hasilnya 2.75 4 Padi. Umbi dan Hasilnya -2.47 5 Lemak & Minyak 2.08 5 Transport -2.25 6 Ikan Segar 1.91 6 Lemak & Minyak -1.87 7 Perawatan Jasmani & Kosmetik 1.22 7 Ikan Segar -1.17 8 Telur. Susu & Hasilnya 0.93 8 Daging dan Hasilnya -1.06 9 Barang pribadi & sandang lainnya 0.93 9 Biaya Tempat Tinggal -0.75 10 Sandang anak-anak 0.88 10 Ikan Diawetkan -0.53 Sumber : BPS Propinsi, diolah 42

Bab 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH 1. Kondisi Umum KONDISI moneter dan perbankan di Provinsi Riau pada triwulan laporan menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebagaimana tercermin dari peningkatan dana pihak ketiga (DPK) secara agregat sebagai akibat dari peningkatan semua komponen DPK pada triwulan laporan. Peningkatan DPK yang merupakan komponen uang beredar berupa giro, tabungan dan deposito merupakan cerminan dari meningkatnya kegiatan transaksi ekonomi seiring dengan membaiknya perekonomian Riau. 43

Selama triwulan laporan, tercatat bahwa Bank Indonesia telah memutuskan untuk menurunkan BI-Rate dari 7,75% menjadi 7,00%. Penurunan BI-Rate ini didasarkan pada perkembangan ekonomi dan keuangan baik dalam negeri maupun luar negeri. Perkembangan ekonomi global yang mulai membaik yang direspon secara positif berdampak pada penguatan nilai tukar rupiah dan tekanan inflasi yang terus menurun juga menjadi pendorong penurunan BI-Rate selama triwulan laporan. Trend penurunan BI-Rate ini direspon oleh perbankan dengan menurunkan suku bunga deposito maupun suku bunga kredit. Pengelolaan risiko kredit perbankan menunjukkan peningkatan kualitas yang tercermin dari menurunnya jumlah kredit bermasalah dan rasio Non Performing Loans (NPLs), dari 2,79% pada triwulan I-2009 menjadi 2,76% pada triwulan laporan. Pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan dana telah menyebabkan meningkatnya Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan selama triwulan laporan. Sementara itu, terdapat penambahan jaringan kantor sebanyak 15 kantor. 2. Perkembangan Moneter Kondisi moneter di Provinsi Riau pada triwulan laporan menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, yang tercermin dari meningkatnya indikator-indikator moneter (uang beredar). Pada triwulan laporan uang giral mengalami peningkatan setelah mengalami penurunan pada 2 (dua) triwulan sebelumnya, sedangkan uang kuasi (tabungan dan deposito), masih terus mengalami peningkatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan triwulan sebelumnya. Meningkatnya perkembangan uang beredar pada triwulan II- 2009 menunjukkan terjadinya peningkatan aktivitas ekonomi selama triwulan laporan. Pada triwulan laporan, jumlah uang giral mengalami peningkatan sebesar 9,48% yaitu dari Rp9,98 triliun menjadi Rp10,93 triliun. Peningkatan ini seiring dengan meningkatnya giro milik Pemda dan perorangan di perbankan Riau yaitu masingmasing sebesar 6,94% dan 4,41%. Di sisi lain, uang kuasi juga mengalami peningkatan sebesar 4,33% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu dari 44

Rp21,84 triliun menjadi Rp22,78 triliun, meskipun pada triwulan laporan suku bunga dana mulai mengalami penurunan. Dengan kondisi tersebut, peningkatan uang giral dan uang kuasi telah mendorong meningkatnya total dana pihak ketiga (giro, tabungan, dan deposito) yang merupakan komponen dari uang beredar yaitu dari Rp31,82 triliun menjadi Rp33,71 triliun atau meningkat sebesar 5,95%. Di sisi lain, posisi penanaman dalam bentuk SBI mengalami penurunan yang cukup signifikan yaitu dari Rp3,43 triliun menjadi Rp2,76 triliun (19,45%), seiring dengan trend penurunan BI-Rate selama triwulan laporan. Grafik 3.1. Perkembangan Uang Kuasi, Giral dan SBI di Provinsi Riau (triliun rupiah) 25.00 20.00 19.92 20.58 21.51 21.84 22.78 15.00 10.00 5.00 10.15 3.18 11.46 10.39 9.98 4.49 4.93 10.93 3.43 2.76 0.00 Tw II 08 Tw III 08 Tw IV 08* ) Tw I 09 Tw II 09 Gir al Kuasi SBI *) angka koreksi 3. Perkembangan Perbankan Kondisi perbankan di Provinsi Riau pada triwulan laporan masih menunjukkan perkembangan yang menggembirakan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal ini tercermin dari masih meningkatnya jumlah aset, dana, kredit dan jaringan kantor dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. 45

3.1. Bank Umum 3.1.1. Jaringan Kantor Tabel 3.1. Perkembangan Bank di Propinsi Riau Keterangan Periode Tw I 09 Tw II 09 1. Jumlah Bank 40 40 - Pemerintah 6 6 - Swasta 24 24 - Asing 2 2 - Syariah 3 3 - Unit Usaha Syariah 5 5 2. Kantor Pusat 1 1 3. Kantor Cabang 70 70 - Pemerintah 38 38 - Swasta 30 30 - Asing*) 2 2 4. Kantor Cab.Pembantu 245 260 - Pemerintah 144 150 - Swasta 101 110 - Asing - - 5. Kantor Kas 35 35 - Pemerintah 23 24 - Swasta 12 11 6. Lainnya *) 79 79 430 445 *) Payment point, VOA, RCR, Kantor Layanan Syariah, Gerai, Kas Mobil Jumlah bank umum yang beroperasi di Provinsi Riau pada triwulan laporan sebanyak 40 bank atau sama dengan triwulan sebelumnya, sedangkan jumlah kantor bank bertambah sebanyak 15 kantor yaitu dari 430 kantor menjadi 445 kantor. Peningkatan tersebut seluruhnya terjadi pada Kantor Cabang Pembantu baik kelompok bank pemerintah maupun kelompok bank swasta. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.11/1/PBI/2009 tanggal 27 Januari 2009 tentang Bank Umum, sejak Januari 2009 istilah kantor dibawah Kantor Cabang tidak lagi digunakan. Oleh karena itu, kantor BRI Unit dan Danamon Simpan Pinjam (DSP) telah dimasukkan dalam kategori Kantor Cabang Pembantu (KCP). Perluasan jaringan kantor bank umum di Provinsi Riau pada periode yang akan datang diperkirakan masih akan berlanjut. Potensi dan perkembangan ekonomi di Provinsi Riau yang cukup pesat merupakan daya tarik bagi bank-bank untuk membuka jaringan kantornya. Penyebaran kantor bank sebagaimana dapat dilihat pada tabel 3.2. masih terpusat di Kota Pekanbaru, sedangkan di beberapa kabupaten lainnya jumlah kantor yang beroperasi masih relatif terbatas, meskipun dalam beberapa triwulan terakhir jaringan kantor di beberapa kota/kabupaten di luar Pekanbaru juga mengalami perkembangan. 46

Tabel 3.2. Jaringan Kantor Bank Umum di Provinsi Riau (Juni 2009) No. Kab./Kota Jumlah Kantor Bank Umum di Kabupaten/Kota KP KC KCP KK Lainnya 1 Pekanbaru 1 42 88 16 32 2 Bengkalis - 7 33 3 12 3 Dumai - 6 12 2 7 4 Indragiri Hulu - 4 15 6 4 5 Indragiri Hilir - 3 18-4 6 Kampar - 2 23 1 3 7 Kuantan Singingi - 1 12 2 3 8 Pelalawan - 1 15-3 9 Rokan Hulu - 1 13 1 2 10 Rokan Hilir - 2 11 1 2 11 Siak - 1 20 3 7 Total 1 70 260 35 79 Tabel 3.3. Data ATM Bank Per Kabupaten/Kota di Propinsi Riau No. Keterangan Tw I 09 Tw II 09 I. Kabupaten/Kota 1 Pekanbaru 237 245 2 Dumai 14 15 3 Bengkalis 31 33 4 Inhil 9 10 5 Inhu 6 7 6 Rohil 7 7 7 Rohul 3 4 8 Kampar 4 5 9 Siak 20 21 10 Palalawan 15 15 11 Kuantan Singingi 3 3 Jumlah 349 365 II. Kelompok Bank 1 Pemerintah 196 209 2 Swasta 153 156 Jumlah 349 365 Seiring dengan peningkatan jumlah jaringan kantor, jumlah ATM selama triwulan laporan juga mengalami penambahan sebanyak 16 unit, sehingga jumlahnya menjadi 365 unit. Peningkatan jaringan ATM pada triwulan laporan utamanya dilakukan oleh bank pemerintah yaitu sebanyak 13 unit, dan penambahan ATM oleh bank swasta sebanyak 3 unit. Peningkatan jumlah ATM ini utamanya terjadi di Kota Pekanbaru. 3.1.2. Perkembangan Aset Total aset bank umum di Provinsi Riau pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp41,58 triliun, meningkat sebesar Rp3,68 triliun atau 9,71% dibandingkan dengan periode sebelumnya. Peningkatan terjadi pada kelompok bank milik pemerintah maupun kelompok bank milik swasta yaitu masing-masing sebesar 10,99% dan 6,60%. Peningkatan aset ini didorong oleh meningkatnya penghimpunan dana dan penyaluran kredit perbankan, baik pada kelompok bank milik pemerintah maupun kelompok bank milik swasta. 47

Grafik 3.2. Perkembangan Aset Perbankan di Provinsi Riau (triliun rupiah) 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 41.58 37.86 37.71 37.90 34.66 29.80 27.53 27.20 26.85 24.65 10.02 10.33 10.51 11.05 11.78 Tw II 08 Tw III 08 Tw IV 08* ) Tw I 09 Tw II 09 Pemerintah Swast a Total *) angka koreksi 3.1.3. Kredit Jumlah kredit yang disalurkan pada triwulan laporan masih terus menunjukkan peningkatan termasuk penyaluran kredit kepada UMKM. Jumlah Undisbursed Loan juga mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. 3.1.3.1. Perkembangan Penyaluran Kredit Posisi kredit yang disalurkan oleh bank umum di Provinsi Riau pada triwulan laporan mencapai Rp22,26 triliun atau meningkat 7,34% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Peningkatan tertinggi terjadi pada kelompok bank pemerintah yaitu sebesar 7,97% yaitu dari Rp14,60 triliun menjadi Rp15,76 triliun, sedangkan kredit pada kelompok bank swasta meningkat sebesar 5,86% yaitu dari Rp6,14 triliun menjadi Rp6,50 triliun. Dilihat dari jenis valutanya, kredit dalam mata uang rupiah tumbuh sebesar 9,32%, yaitu dari Rp19,06 triliun menjadi Rp20,84 triliun, sedangkan kredit dalam valuta asing mengalami penurunan sebesar 15,19% dari Rp1,67 triliun menjadi Rp1,42 triliun. Menurunnya penyaluran kredit dalam valuta asing diperkirakan karena semakin membaiknya nilai tukar rupiah selama triwulan laporan. Pangsa kredit rupiah dan valas terhadap total kredit masing-masing sebesar 93,62dan 6,38%. 48

Tabel 3.4. Posisi Kredit Di Provinsi Riau (juta rupiah) Keterangan Tw I 08 Tw II 08 Tw III 08 Tw IV 08*) Tw I 09 Tw II 09 A. Kelompok Bank 1. Bank Pemerintah 11,135,045 12,387,206 13,769,178 14,005,385 14,597,112 15,760,241 2. Bank Swasta 5,381,197 5,909,322 6,287,292 6,343,095 6,137,804 6,497,498 B. V a l u t a 1. Rupiah 15,265,205 16,991,232 18,539,476 18,696,817 19,061,239 20,838,352 2. Valas 1,251,037 1,305,296 1,516,994 1,651,663 1,673,677 1,419,387 C. T o t a l 16,516,242 18,296,528 20,056,470 20,348,480 20,734,916 22,257,739 *) angka koreksi 3.1.3.2. Konsentrasi Kredit Berdasarkan jenis penggunaan, peningkatan tertinggi terjadi pada kredit konsumsi yaitu sebesar 8,09%, diikuti kredit modal kerja sebesar 7,80%, dan kredit investasi sebesar 5,82%. Peningkatan kredit tersebut khususnya kredit investasi dan modal kerja memberikan indikasi mulai membaiknya kondisi perekonomian di Provinsi Riau dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Kredit investasi meningkat dari Rp5,87 triliun menjadi Rp6,21 triliun, namun pangsanya menurun dari 28,31% menjadi 27,91%. Berdasarkan sektor ekonomi, sebagian besar kredit investasi ini disalurkan pada subsektor perkebunan, yaitu mencapai Rp2,44 triliun (39,26%) dari total kredit investasi, diikuti oleh subsektor perdagangan eceran dan subsektor industri kertas yang masing-masing sebesar Rp655,40 miliar dan Rp577,46 milliar atau dengan pangsa masing-masing sebesar 10,55% dan 9,30%. Grafik 3.3. Pangsa Kredit Menurut Jenis Penggunaan di Provinsi Riau 100% 80% 60% 40% 20% 0% 34.24% 34.63% 34.91% 36.39% 36.64% 30.17% 28.49% 30.43% 28.31% 27.91% 35.58% 36.87% 34.66% 35.30% 35.45% Tw II 08 Tw III 08 Tw IV 08* ) Tw I 09 Tw II 09 Modal Kerja Investasi Konsumsi *) angka koreksi 49

Sementara itu, kredit modal kerja meningkat dari Rp7,32 triliun menjadi Rp7,89 triliun, dan pangsanya meningkat dari dari 35,30% menjadi 35,45%. Berdasarkan sektor ekonomi, pangsa terbesar kredit modal kerja disalurkan kepada subsektor perdagangan eceran yaitu sebesar Rp2,62 triliun atau 33,25% dari kredit modal kerja atau, diikuti oleh subsektor perkebunan yaitu Rp1,06 triliun (13,49%), dan subsektor jasa lainnya (seperti sewa beli barang/leasing, gedung kantor, dan lainlain) yaitu mencapai Rp753,61 miliar (9,55%). Pangsa kredit konsumsi masih terus menunjukkan peningkatan yaitu dari 36,39% menjadi 36,64% pada triwulan laporan. Pangsa kredit konsumsi ini juga merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan pangsa kredit jenis lainnya. Sekitar 40,95% dari kredit konsumsi atau Rp3,34 triliun merupakan kredit yang disalurkan untuk perumahan, terutama perumahan type 70 ke bawah. Tingginya pangsa kredit konsumsi untuk perumahan mengindikasikan kebutuhan masyarakat akan perumahan masih cukup tinggi. Secara triwulanan, dalam 3 (tiga) tahun terakhir kredit konsumsi terus menunjukkan peningkatan dan mulai mendominasi penyaluran kredit. Dilihat dari sisi pertumbuhannya, kredit konsumsi tergolong stabil dibandingkan dengan pertumbuhan kredit investasi maupun kredit modal kerja yang cenderung sangat volatile, dan selama 3 (tiga) tahun terakhir pertumbuhan kredit konsumsi selalu positif. Grafik 3.4. Posisi dan Pertumbuhan Kredit Menurut Jenis Penggunaan di Provinsi Riau (y-o-y) 28.00 23.00 18.00 13.00 8.00 3.00 (2.00) (7.00) 2 3 4 1 2 3 4 1 2 2008 2009 Modal Kerja (kanan) Investasi (kanan) Konsumsi (kanan) %Modal Kerja %Investasi %Konsumsi 9,000 8,000 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 - Thousands 50

Berdasarkan sektor usaha yang dibiayai, kredit masih terkonsentrasi pada sektor perdagangan yang mencapai 23,48% dari total kredit atau sebesar Rp5,22 triliun mengalami peningkatan 7,28% dibandingkan triwulan sebelumnya. Sebagian besar kredit tersebut yaitu Rp3,28 triliun (62,76%) merupakan kredit kepada subsektor perdagangan eceran. Penyerapan kredit yang tinggi pada sektor perdagangan terkait dengan peningkatan aktivitas ekonomi di Riau dan sejalan dengan kebijakan Pemerintah Daerah untuk menjadikan Provinsi Riau sebagai pusat perdagangan pada tahun 2020. Sektor lain yang juga menyerap kredit cukup besar adalah pertanian yaitu sebesar Rp4,16 triliun atau mencapai 18,69% dari total kredit. Jumlah kredit pada sektor ini mengalami peningkatan sebesar 8,62% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sebagian besar kredit tersebut yaitu Rp3,50 triliun (84,24%) merupakan kredit kepada subsektor perkebunan. Tingginya pangsa kredit yang disalurkan pada subsektor perkebunan terkait dengan besarnya skala usaha di subsektor ini seperti perkebunan kelapa sawit, karet, dan kelapa baik untuk kebutuhan pembukaan kebun baru maupun peremajaan (replanting). Pengembangan subsektor perkebunan akan memberikan pengaruh besar dalam upaya peningkatan pemerataan kesempatan kerja, mengurangi angka pengangguran dan pengentasan kemiskinan, karena pengembangan pada subsektor ini lebih bersifat padat karya. Selanjutnya, sektor jasa mempunyai pangsa 7,41% dari total kredit dan mengalami pertumbuhan sebesar 7,49% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu dari Rp1,53 triliun menjadi Rp1,65 triliun. Sementara itu, kredit kepada sektor industri tercatat sebesar Rp1,65 triliun mengalami penurunan sebesar 0,25% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, dengan pangsa sebesar 7,40% dari total kredit. Penyaluran kredit kepada sektor lain-lain pada triwulan laporan mencapai Rp8,17 triliun atau meningkat sebesar 8,07% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, dengan pangsa mencapai 36,71%. Kredit pada sektor lain-lain di dalamnya termasuk kredit perumahan yaitu sebesar Rp 3,34 triliun meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu sebesar Rp3,16 triliun atau 40,87% dari total kredit sektor lain-lain. 51

Kredit kepada sektor konstruksi tercatat sebesar 871,55 miliar atau 3,92% dari total kredit, mengalami pertumbuhan tertinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 14,39%. Jumlah kredit pada sektor ini relatif kecil dibandingkan dengan perkembangan properti di Provinsi Riau. Ditengarai bahwa masih cukup banyak developer yang menggunakan self financing dan pembiayaan lain di luar perbankan. Tabel 3.5. Pangsa Kredit Menurut Sektor Ekonomi di Provinsi Riau (juta rupiah) No. Sektor Ekonomi Tw I 08 Tw II 08 Tw III 08 Tw IV 08*) Tw I 09 Tw II 09 1 Pertanian 3,478,170 3,721,644 3,919,423 3,932,236 3,828,840 4,158,900 2 Pertambangan 74,860 85,977 86,744 96,653 98,736 88,722 3 Perindustrian 1,617,809 1,615,609 1,661,044 1,672,153 1,650,967 1,646,813 4 Listrik, Gas dan Air 6,283 6,798 7,058 11,514 11,748 9,203 5 Konstruksi 598,228 780,755 931,025 817,718 761,886 871,547 6 Perdag., Resto. & Hotel 3,513,244 4,017,539 4,470,925 4,673,397 4,870,734 5,225,205 7 Pengangkutan, Pergud. 392,989 379,653 352,358 416,621 416,630 436,693 8 Jasa-jasa 1,214,886 1,407,672 1,668,944 1,610,994 1,534,564 1,649,491 9 Lain-lain 5,619,773 6,280,881 6,958,949 7,117,194 7,560,811 8,171,165 Jumlah *) angka koreksi 16,516,242 18,296,528 20,056,470 20,348,480 20,734,916 22,257,739 Dilihat dari penyebaran kredit di kota/kabupaten, kredit yang disalurkan oleh perbankan masih terkonsentrasi di Kota Pekanbaru. Posisi kredit yang disalurkan oleh perbankan di Kota Pekanbaru sampai akhir periode laporan tercatat sebesar Rp15,48 triliun (69,54%) atau meningkat 6,13% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Kondisi tersebut merupakan sesuatu yang wajar mengingat Kota Pekanbaru adalah ibukota provinsi, sehingga disamping berfungsi sebagai pusat pemerintahan daerah, juga menjadi pusat bisnis utama di provinsi. Sementara itu, penyaluran kredit terendah terjadi pada Kabupaten Bengkalis dengan pangsa 3,30%, namun terus mengalami peningkatan dan pada triwulan laporan mengalami peningkatan tertinggi yaitu mencapai 11,93% menjadi Rp735,16 miliar. Sementara itu, jumlah kredit berdasarkan lokasi proyek 7 mencapai Rp30,94 triliun, menurun 0,99% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Posisi kredit berdasarkan lokasi proyek lebih besar dibandingkan dengan posisi kredit 7 Kredit yang persetujuannya berasal dari luar wilayah perbankan Riau, namun pelaksanaan proyek dari persetujuan tersebut dilaksanakan di wilayah Riau. 52

berdasarkan lokasi bank, yang berarti sebagian kegiatan usaha di Riau yaitu sebesar Rp8,68 triliun dibiayai oleh perbankan di luar Provinsi Riau. Pemberian kredit ini utamanya terjadi pada kredit berskala besar, karena terkait dengan batasan kewenangan memutus kredit oleh pimpinan bank di Provinsi Riau. Tabel 3.6. Distribusi Penyaluran Kredit Per Dati II di Provinsi Riau (juta rupiah) No Kab./Kota Lokasi Bank Lokasi Proyek di Riau Tw IV 08 Tw I 09 Tw II 09 Tw IV 08 Tw I 09 Tw II 09*) 1 Pekanbaru 14,581,602 14,584,749 15,478,865 14,512,072 14,467,568 14,356,842 2 Bengkalis 607,854 656,810 735,158 1,972,309 2,030,110 2,015,853 3 Dumai 924,390 949,220 1,040,453 3,022,535 2,584,773 2,018,341 4 Indragiri Hilir 927,039 951,106 980,496 1,761,130 1,659,432 1,609,744 5 Indragiri Hulu 942,093 888,069 970,482 1,409,197 1,257,370 1,314,954 6 Lainnya 2,365,502 2,704,962 3,052,285 9,329,665 9,245,006 9,618,024 Jumlah 20,348,480 20,734,916 22,257,739 32,006,908 31,244,259 30,933,758 *) data sampai dengan Mei 2009 3.1.3.3. Undisbursed Loan dan Persetujuan Kredit Baru Jumlah undisbursed loan (kredit yang belum ditarik) pada triwulan laporan mengalami peningkatan sebesar 0,78% dibandingkan triwulan sebelumnya dari Rp1,98 triliun menjadi Rp1,99 triliun. Peningkatan undisbursed loan terjadi pada kelompok bank milik swasta yaitu sebesar 19,13% dari Rp961,56 miliar menjadi Rp1,15 triliun, sedangkan undisbursed loan kelompok bank pemerintah mengalami penurunan sebesar 16,60% yaitu dari Rp1,01 triliun menjadi Rp846,17 miliar. Grafik 3.5. Jumlah Undisbursed Loan Perbankan Provinsi Riau (triliun rupiah) 2.00 1.80 1.60 1.40 1.20 1.00 0.80 0.60 0.40 0.20 0.00 1.98 1.99 1.85 1.76 1.66 1.15 0.94 0.99 0.96 1.010.96 0.81 0.87 0.85 0.70 Tw II 08 Tw III 08 Tw IV 08* ) Tw I 09 Tw II 09 Pemerintah Swast a Total *) angka koreksi 53

Kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya membaik pada triwulan laporan dan masih tingginya suku bunga kredit diperkirakan menjadi alasan bagi debitur belum menarik kredit yang telah disetujui oleh perbankan. Selain itu, meningkatnya Undisbursed Loan pada triwulan laporan juga diperkirakan disebabkan oleh tersedianya pembiayaan di luar perbankan (self financing dan lembaga keuangan lainnya), dan kegiatan/proyek yang direncanakan belum berjalan sesuai rencana seperti replanting di sektor perkebunan. Peningkatan tersebut menyebabkan trend ratio undisbursed loan terhadap total kredit pada semester pertama tahun 2009 kembali meningkat setelah pada periode IV-2007 sampai dengan triwulan IV-2008 trendnya menurun. Berdasarkan jenis penggunaan, sebesar 92,08% dari total kredit yang belum ditarik merupakan kredit modal kerja, sementara untuk kredit investasi dan konsumsi masing-masing sebesar 7,60% dan 0,32%. Sementara itu, berdasarkan sektor ekonomi 36,71% dari kredit yang belum ditarik merupakan kredit kepada sektor perdagangan, diikuti sektor pertanian sebesar 25,20%, sektor konstruksi (11,61%), jasa (11,57%), industri (10,92%), dan pengangkutan (3,36%). Grafik 3.6. Ratio Undisbursed Loan terhadap Total Kredit 18.00% 16.00% 14.00% 12.00% 10.00% 8.00% 6.00% Tw I 06 Tw II 06 Tw Tw III 06 IV 06 Tw I 07 Tw II 07 Tw Tw III 07 IV 07 Tw I 08 Tw II 08 Tw Tw III 08 IV 08* ) Tw I 09 Tw II 09 *) angka koreksi 54

Persetujuan kredit baru pada triwulan laporan sebesar Rp2,99 triliun, meningkat cukup signifikan yaitu sebesar 18,41% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Persetujuan kredit baru pada triwulan laporan masih tetap didominasi oleh kredit konsumsi dengan pangsa sebesar 49,11% meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya dengan pertumbuhan sebesar 20,87%. Persetujuan baru kredit modal kerja mengalami pertumbuhan tertinggi yaitu mencapai 24,75% menjadi sebesar Rp1,07 triliun dari Rp862,06 miliar dengan pangsa sebesar 35,92% yang juga mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sementara itu, persetujuan baru kredit investasi mengalami penurunan pertumbuhan sebesar 0,41%, sehingga pangsanya juga turut mengalami penurunan menjadi 14,97% dari total kredit persetujuan baru, sehingga jumlahnya menjadi Rp448,32 miliar dari Rp450,16 miliar pada triwulan laporan. Peningkatan persetujuan kredit baru ini seiring dengan semakin membaiknya harga jual sawit di pasaran internasional, sehingga perbankan maupun debitur telah mulai meningkatkan kegiatan usahanya. Tabel 3.7. Persetujuan Kredit Baru di Provinsi Riau Jenis Tw II 08 Tw III 08 Tw IV 08*) Tw I 09 Tw II 09 Penggunaan Rp. Juta % Rp. Juta % Rp. Juta % Rp. Juta % Rp. Juta % 1. Modal Kerja 1,305,260 32.95 2,053,289 38.05 1,087,244 38.57 862,065 34.09 1,075,409 35.92 2. Investasi 877,326 22.15 1,019,964 18.90 563,297 19.98 450,161 17.80 448,324 14.97 3. Konsumsi 1,778,997 44.91 2,322,725 43.05 1,168,539 41.45 1,216,468 48.11 1,470,403 49.11 Jumlah 3,961,583 100 5,395,978 100 2,819,080 100 2,528,694 100 2,994,136 100 *) angka koreksi 3.1.3.4. Kualitas Kredit Kredit bermasalah pada triwulan laporan mengalami sedikit perbaikan kualitas dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercermin dari menurunnya Non Performing Loans (NPLs) dari 2,79% menjadi 2,76%. Namun, dengan memperhitungkan pembentukan pencadangan aktiva produktif, maka rasio NPLs net perbankan pada triwulan laporan mengalami penurunan kualitas yang tercermin dari meningkatnya NPLs Net yaitu dari 2,01% menjadi 2,66%. 55

Grafik 3.7. Perkembangan NPLs Gross di Provinsi Riau 400 350 300 250 200 150 100 50 0 *) angka koreksi 2.48 1.53 2.19 2.15 1.24 1.52 2.79 2.76 2.01 2.66 Tw II 08 Tw III 08 Tw IV 08* ) Tw I 09 Tw II 09 Kurang Lancar Diragukan Macet NPLs NPLs Net 3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 - Berdasarkan sektor yang dibiayai, sektor listrik dan konstruksi mempunyai NPLs tertinggi yaitu masing-masing mencapai 4,97% dan 4,81%, diikuti oleh sektor perindustrian sebesar 4,12%, sektor pertanian sebesar 3,32%, sektor perdagangan sebesar 3,27%. Sementara itu, NPLs terendah berada pada sektor jasa sosial masyarakat yaitu sebesar 0,25%. Rasio NPLs pada sektor listrik ini tercatat mengalami peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 0,00%, namun peningkatan NPLs pada sektor ini tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap rasio NPLs kredit secara umum karena pangsa dari sektor ini merupakan yang paling rendah yaitu sebesar 0,04% dari total kredit. Tabel 3.8. NPLs Per Sektor Ekonomi Di Provinsi Riau (juta rupiah) No. Sektor Ekonomi Tw II 08*) Tw III 08 Tw IV 08*) Tw I 09 Tw II 09 Jumlah NPL Jumlah NPL Jumlah NPL Jumlah NPL Jumlah NPL 1 Pertanian 3,721,644 2.74% 3,919,423 2.20% 3,932,236 2.29% 3,828,840 1.84% 4,158,900 3.32% 2 Pertambangan 85,977 0.07% 86,744 0.53% 96,653 0.04% 98,736 0.36% 88,722 0.37% 3 Perindustrian 1,615,609 2.85% 1,661,044 2.59% 1,672,153 6.71% 1,650,967 5.83% 1,646,813 4.12% 4 Listrik 6,798 1.00% 7,058 0.00% 11,514 0.00% 11,748 0.00% 9,203 4.97% 5 Konstruksi 780,755 4.29% 931,025 4.12% 817,718 2.31% 761,886 7.02% 871,547 4.81% 6 Perdagangan 4,017,539 2.52% 4,470,925 1.92% 4,673,397 1.58% 4,870,734 3.54% 5,225,205 3.27% 7 Pengangkutan 379,653 3.77% 352,358 4.00% 416,621 2.95% 416,630 3.75% 436,693 2.43% 8 Jasa Dunia Usaha 1,284,039 3.63% 1,452,844 4.05% 1,380,628 2.58% 1,307,612 3.71% 1,388,295 3.10% 9 Jasa Sosial Masy. 123,633 9.61% 216,100 5.07% 230,366 0.11% 226,952 0.23% 261,196 0.25% 10 Lain-lain 6,280,881 1.61% 6,958,949 1.45% 7,117,194 1.32% 7,560,811 1.60% 8,171,165 1.72% Jumlah 18,296,528 20,056,470 20,348,480 *) angka koreksi 20,734,916 22,257,739 56

Berdasarkan Kabupaten/Kota, rasio NPLs tertinggi terdapat pada Kota Pekanbaru, yaitu sebesar 3,47%, dan mengalami penurunan kualitas dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,44%, diikuti Kota Dumai dan Kabupaten Bengkalis masing-masing sebesar 2,55% dan 1,32%. Selanjutnya, NPLs Kabupaten Indragiri Hilir dan Kabupaten Indragiri Hulu masing masing sebesar 1,25% dan 0,59%. Tabel 3.9. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi Riau No. Kab./Kota Tw II 08 Tw III 08 Tw IV 08 Tw I 09 Tw II 09 1 Pekanbaru 2.78% 2.45% 2.64% 3.44% 3.47% 2 Dumai 5.26% 3.87% 2.08% 0.91% 2.55% 3 Bengkalis 1.44% 1.37% 1.07% 2.92% 1.32% 4 Indragiri Hulu 1.58% 1.43% 0.26% 1.32% 0.59% 5 Indragiri Hilir 1.05% 1.03% 0.92% 0.35% 1.25% 6 Lainnya 0.89% 0.85% 0.67% 1.04% 0.79% *) angka koreksi 3.1.4. Intermediasi Perbankan 3.1.4.1. Perkembangan LDR Pada triwulan laporan dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun perbankan sebesar Rp33,71 triliun, meningkat Rp1,89 triliun (5,95%) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Berdasarkan kepemilikan, peningkatan dana didominasi oleh dana milik perorangan (4,41%), dana milik Pemda (28,80%), dan dana milik pemerintah pusat (11,81%). Sementara itu, dana milik perusahaan swasta, badan/lembaga pemerintah, dan BUMD masing-masing menurun sebesar 3,19%, 28,16%, dan 5,79%. Lebih tingginya pertumbuhan kredit dibandingkan dengan pertumbuhan dana pada triwulan laporan menyebabkan meningkatnya Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan Riau yaitu dari 65,17% menjadi 66,03%. Sementara itu, dengan memperhitungkan kredit berdasarkan lokasi proyek, LDR perbankan Riau pada triwulan laporan mencapai 91,77%, menurun dibandingkan dengan triwulan 57

sebelumnya yang mencapai 98,20%, namun masih lebih tinggi dibandingkan dengan LDR nasional yang mencapai 72,23%, yang mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 72,02%. Grafik 3.8. Perkembangan LDR Di Provinsi Riau 120.00% 100.00% 80.00% 60.00% 40.00% 91.77% 93.13% 100.36% 98.20% 91.77% 72.74% 76.34% 73.24% 72.02% 72.23% 60.84% 62.59% 63.80% 65.17% 66.03% LDR LDR1 LDR2 20.00% 0.00% Tw II 08 Tw III 08 Tw IV 08 Tw I 09 Tw II 09 Ket : LDR1 = Rasio kredit berdasarkan lokasi proyek terhadap DPK (data s.d Mei 2009) LDR2 = LDR Perbankan Nasional (data s.d Mei 2009) 3.1.4.2. Perkembangan Penyaluran Kredit UMKM Penyaluran kredit perbankan kepada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) terus menunjukkan peningkatan yang cukup berarti. Pada triwulan laporan kredit kepada UMKM mencapai Rp16,59 triliun, meningkat 8,48% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada kredit skala kecil (Rp50 juta Rp500 juta) yaitu sebesar 11,58%, yang juga mempunyai pangsa yang paling besar dibandingkan dengan pangsa kredit UMKM lainnya yaitu mencapai 47,43%. Pertumbuhan kredit UMKM ini lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan kredit secara keseluruhan, sehingga pangsa kredit UMKM terhadap total kredit mengalami peningkatan dari 73,76% menjadi 74,53%. Tingginya pangsa kredit kepada UMKM mencerminkan kepedulian perbankan di Riau dalam mendukung upaya pengembangan UMKM. Dalam kondisi ekonomi seperti saat ini, peningkatan kredit kepada UMKM memberikan dukungan bagi penciptaan lapangan kerja baru karena kegiatan UMKM umumnya bersifat labour intensif. 58

Tabel 3.10. Perkembangan Kredit UMKM di Provinsi Riau (juta rupiah) Plafon Tw II 08 Tw III 08 Tw IV 08*) Tw I 09 Tw II 09 Kredit Mikro (Rp.0-50 jt) 4,142,921 4,313,046 4,218,941 4,437,546 4,582,529 Kredit Kecil (Rp.50 jt - Rp. 500 jt) 5,664,887 6,450,230 6,647,201 7,051,797 7,868,187 Kredit Menengah (Rp.500 jt - Rp.5 m) 3,833,825 3,910,187 3,940,897 3,803,852 4,138,815 Kredit Corporate (> Rp.5 m) 4,654,895 5,383,007 5,541,441 5,441,721 5,668,208 Total Kredit 18,296,528 20,056,470 20,348,480 20,734,916 22,257,739 Total Kredit UMKM 13,641,633 14,673,463 14,807,039 15,293,195 16,589,531 (% terhadap Total Kredit) 74.56% 73.16% 72.77% 73.76% 74.53% *) angka koreksi Menurut jenis penggunaan, sebesar Rp8,44 triliun atau 50,90% dari total penyaluran kredit kepada UMKM digunakan untuk sektor produktif (kredit modal kerja dan investasi), dan sisanya disalurkan untuk kredit konsumsi. Hal ini memberikan indikasi positif bagi pengembangan beberapa sektor ekonomi yang banyak dilakukan oleh UMKM seperti perdagangan dan pertanian. Tabel 3.11. Sebaran Kredit UMKM menurut Jenis Penggunaan Jenis Penggunaan Tw II 08*) Rp. Juta % Tw III 08 Rp. Juta % Tw IV 08*) Rp. Juta % Tw I 09 Rp. Juta % Tw II 09 Rp. Juta % 1. Modal Kerja 4,682,812 34.33 5,067,953 34.54 5,123,740 34.60 5,173,656 33.83 5,676,254 34.22 2. Investasi 2,699,767 19.79 2,666,931 18.18 2,600,240 17.56 2,593,566 16.96 2,768,623 16.69 3. Konsumsi 6,259,054 45.88 6,938,579 47.29 7,083,059 47.84 7,525,973 49.21 8,144,654 49.10 Jumlah 13,641,633 100 14,673,463 100 14,807,039 100 15,293,195 100 16,589,531 100 *) angka koreksi Berdasarkan sektor ekonomi, kredit UMKM di sektor perdagangan mempunyai pangsa terbesar yaitu mencapai Rp4,27 triliun atau 25,74% dari total kredit UMKM. Sektor lain yang juga menyerap kredit UMKM cukup besar adalah sektor pertanian yaitu sebesar Rp2,14 triliun atau 12,89% dan sektor jasa sebesar Rp1,09 triliun atau 6,58% dari total kredit UMKM. 59

Tabel 3.12. Sebaran Kredit UMKM menurut Sektor Ekonomi (juta rupiah) No. Sektor Ekonomi Tw II 08 Tw III 08 Tw IV 08*) Tw I 09 Tw II 09 Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % 1 Pertanian 1,962,496 14.39 2,089,931 14.24 1,963,008 13.24 1,987,008 12.99 2,138,879 12.89 2 Pertambangan 26,660 0.20 27,817 0.19 25,855 0.17 31,691 0.21 30,929 0.19 3 Perindustrian 261,347 1.92 181,614 1.24 174,351 1.18 177,623 1.16 190,674 1.15 4 Listrik, Gas dan Air 6,798 0.05 7,058 0.05 7,562 0.05 3,769 0.02 3,960 0.02 5 Konstruksi 469,407 3.44 569,401 3.88 594,623 4.01 421,814 2.76 469,030 2.83 6 Perdag., Resto. & Hotel 3,384,281 24.81 3,533,525 24.08 3,626,653 24.45 3,887,922 25.42 4,269,552 25.74 7 Pengangkutan, Pergud. 220,164 1.61 212,552 1.45 210,662 1.42 198,700 1.30 215,345 1.30 8 Jasa-jasa Dunia Usaha 971,515 7.12 1,018,630 6.94 1,058,146 7.13 968,781 6.33 1,032,843 6.23 9 Jasa-jasa Sosial Masy. 52,928 0.39 62,514 0.43 62,525 0.42 56,458 0.37 58,558 0.35 10 Lain-lain 6,286,037 46.08 6,970,421 47.50 7,108,526 47.93 7,559,429 49.43 8,179,761 49.31 Jumlah *) angka koreksi 13,641,633 100 14,673,463 100 14,831,911 100 15,293,195 100 16,589,531 100 Kualitas kredit UMKM pada triwulan laporan mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, yang tercermin dari menurunnya NPLs kredit UMKM dari 2,68% menjadi 2,51%. Berdasarkan sektor ekonomi, peningkatan kualitas kredit utamanya terjadi pada sektor perindustrian yaitu dari 11,01% menjadi 3,63%, diikuti sektor konstruksi dari 10,54% menjadi 7,02%, sektor pengangkutan dari 3,17% menjadi 0,62%. Namun demikian, seperti halnya pada penyaluran kredit secara total, sektor listrik juga mengalami penurunan kualitas tertinggi yaitu mencapai 11,54% dari 0,00% pada triwulan sebelumnya. Membaiknya kualitas kredit pada sektor UMKM ini diperkirakan merupakan dampak dari mulai membaiknya kondisi sektor riil di Riau dan meningkatnya penyaluran kredit baru terhadap UMKM pada triwulan laporan. Tabel 3.13. Sebaran NPLs UMKM Menurut Sektor Ekonomi di Provinsi Riau No Sektor Ekonomi Tw II 08 Tw III 08 Tw IV 08 *) Tw I 09 Tw II 09 1 Pertanian 2.37% 1.98% 2.26% 3.52% 3.64% 2 Pertambangan 0.23% 1.65% 0.15% 1.12% 1.06% 3 Perindustrian 14.97% 12.57% 13.24% 11.01% 3.63% 4 Listrik, Gas dan Air 1.00% 0.00% 0.00% 0.00% 11.54% 5 Konstruksi 7.09% 6.74% 3.95% 10.54% 7.02% 6 Perdag., Resto. & Hotel 2.68% 2.43% 1.99% 2.87% 3.11% 7 Pengangkutan, Pergud. 2.27% 2.26% 1.39% 3.17% 0.62% 8 Jasa-jasa Dunia Usaha 3.89% 2.28% 2.50% 3.72% 2.09% 9 Jasa-jasa Sosial Masy. 11.31% 9.45% 0.34% 0.30% 0.46% 10 Lain-lain 1.61% 1.45% 1.32% 1.61% 1.73% *) angka koreksi 60

Dilihat dari penyebarannya, peningkatan kualitas NPLs UMKM hampir terjadi pada semua kabupaten/kota, kecuali NPLs pada kabupaten Bengkalis dan Indragiri Hulu yang mengalami penurunan kualitas dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu masing-masing dari 0,96% dan 0,38% menjadi 1,38% dan 0,63%. NPLs UMKM tertinggi terjadi di Kota Pekanbaru yaitu mencapai 3,28% dari 3,48% pada triwulan sebelumnya. Sementara itu NPLs UMKM terendah terjadi pada Kabupaten Indragiri Hulu yaitu sebesar 0,63% dari 0,38% pada triwulan sebelumnya. Tabel 3.14. Sebaran NPLs UMKM Menurut Kota/Kabupaten di Provinsi Riau No. Kab./Kota Tw II 08 Tw III 08 Tw IV 08*) Tw I 09 Tw II 09 1 Pekanbaru 3.05% 2.55% 2.42% 3.48% 3.28% 3 Bengkalis 1.45% 1.42% 1.11% 0.96% 1.38% 2 Dumai 5.45% 4.03% 2.16% 2.25% 2.14% 5 Indragiri Hilir 1.95% 1.83% 1.58% 2.24% 2.03% 4 Indragiri Hulu 0.87% 0.79% 0.28% 0.38% 0.63% 6 Lainnya 0.89% 0.87% 0.68% 1.05% 0.80% *) angka koreksi 3.1.5. Kondisi Likuiditas Pada triwulan laporan, semua komponen dana mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, dengan peningkatan tertinggi terjadi pada komponen giro. Di sisi lain, alat likuid perbankan mengalami penurunan yang didorong oleh penurunan komponen SBI, sementara komponen kas mengalami peningkatan. 3.1.5.1. Perkembangan dan Struktur Dana Pihak Ketiga (DPK) Posisi DPK dalam triwulan laporan tercatat sebesar Rp33,71 triliun, meningkat sebesar 5,95% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Peningkatan dana terjadi pada semua komponen dana, dengan peningkatan tertinggi terjadi pada komponen giro yaitu sebesar 9,48%, komponen tabungan dan deposito masingmasing sebesar 4,76% dan 3,75%. Berdasarkan kepemilikan, peningkatan tertinggi terjadi pada dana milik pemerintah pusat (62,68%), diikuti oleh dana milik BUMN (50,37%). Sementara itu, penurunan terjadi pada dana milik badan/lembaga pemerintah (28,16%), diikuti oleh dana milik bukan penduduk 61

(10,22%), dana milik BUMD (5,79%) dan dana milik perusahaan swasta (3,19%). Namun demikian, secara umum peningkatan dana tersebut didominasi oleh dana milik perorangan dan dana milik Pemerintah Daerah. Bila dilihat berdasarkan maturity (jatuh tempo), semua komponen deposito mengalami peningkatan, kecuali komponen deposito berjangka waktu 6 s.d 12 bulan mengalami penurunan 5,59% dari Rp497 miliar menjadi Rp470 miliar. Deposito berjangka waktu panjang (lebih dari 12 bulan) mengalami peningkatan tertinggi yaitu mencapai 58,93% dari Rp240 miliar menjadi sebesar Rp381 miliar. Selanjutnya, dana berjangka waktu 6-12 bulan mengalami peningkatan sebesar 7,11% yaitu dari Rp755 miliar menjadi Rp809 miliar. Sementara itu, deposito berjangka waktu pendek (s.d 3 bulan) mengalami peningkatan terendah yaitu 2,32% dari Rp7,78 triliun menjadi Rp7,96 triliun. Secara total komponen deposito ini mengalami peningkatan 3,75% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Kondisi ini mencerminkan bahwa mulai membaiknya tingkat penghasilan masyarakat Riau yang terutama berasal dari peningkatan harga beberapa komoditas dari sektor pertanian serta mulai membaiknya kondisi ekonomi telah kembali meningkatkan kepercayaan masyarakat untuk melakukan saving di perbankan. Tabel 3.15. Perkembangan Dana Pihak Ketiga di Provinsi Riau (Miliar Rp) Keterangan Tw II 08 Tw III 08 Tw IV 08*) Tw I 09 Tw II 09 Jangka Pendek - Giro 10,151 11,463 10,385 9,979 10,925 - Tabungan 12,805 12,687 13,258 12,567 13,166 - Deposito (s.d 3 bln) 5,826 6,219 6,585 7,779 7,960 Total 28,782 30,369 30,228 30,325 32,051 Jangka Menengah dan Panjang - Deposito 3-6 bln 552 707 716 755 809 - Deposito 6-12 bln 410 424 441 497 470 - Deposito > 12 bln 328 541 508 240 381 Total 1,291 1,673 1,665 1,492 1,659 Total DPK 30,072 32,042 31,893 31,817 33,710 *) angka koreksi 62

Berdasarkan kepemilikan, DPK milik perorangan masih mendominasi dengan pangsa sebesar 60,09% dari total DPK, diikuti milik Pemerintah Daerah sebesar 24,92%, dan milik perusahaan swasta sebesar 8,07%. Sementara itu, pangsa terkecil adalah kepemilikan dana oleh bukan penduduk dan kepemilikan dana oleh badan/lembaga pemerintah yaitu masing-masing sebesar 0,03% dan 0,06% dari total dana. Pada dana milik perorangan, terjadi peningkatan pada semua komponen dananya, baik giro, tabungan maupun deposito dengan peningkatan tertinggi terjadi pada komponen giro. Sementara itu, peningkatan dana milik Pemerintah Daerah hanya terjadi pada komponen giro, sedangkan komponen tabungan dan deposito mengalami penurunan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Meningkatnya giro milik Pemda diperkirakan karena adanya shifting dana Pemda yang berasal dari tabungan dan deposito ke giro agar lebih likuid terkait dengan optimalisasi belanja Pemda serta diperkirakan karena adanya transfer dana dari pusat ke daerah yang masuk dalam bentuk giro. Tabel 3.16. Sebaran DPK Menurut Kepemilikan di Provinsi Riau (juta rupiah) Kepemilikan Tw II 08 Tw III 08 Tw IV 08*) Tw I 09 Tw II 09 Pemerintah Pusat 493,901 395,355 330,521 356,426 579,844 Pemerintah Daerah 6,605,903 8,715,449 7,293,375 7,855,734 8,400,682 Badan/ Lembaga Pemerintah 132,878 91,090 34,547 28,069 20,165 Badan Usaha Milik Negara 439,358 187,095 332,593 413,873 622,347 Badan Usaha Milik Daerah 102,759 84,012 119,088 75,320 70,956 Perusahaan Asuransi 165,101 190,338 199,754 204,994 217,774 Perusahaan Swasta 3,050,682 2,963,401 2,988,270 2,808,640 2,719,012 Yayasan dan Badan Sosial 227,492 202,116 221,073 214,370 238,211 Koperasi 265,683 247,135 203,259 196,007 200,280 Perorangan 18,218,378 18,689,635 19,704,384 19,402,295 20,257,079 Lainnya 362,766 266,141 455,901 248,823 371,849 Bukan Penduduk 7,356 10,271 9,999 12,864 11,549 Jumlah 30,072,257 32,042,038 31,892,764 31,817,415 33,709,748 *) angka koreksi Dilihat dari distribusinya, pangsa DPK terbesar masih berada di Kota Pekanbaru yaitu 60,49% dari total DPK, diikuti oleh Bengkalis dan Dumai masing-masing sebesar 10,30% dan 6,36%. Selanjutnya Indragiri Hulu sebesar 3,36% dan Indragiri Hilir sebesar 3,13%. Penurunan penghimpunan dana hanya terjadi pada Kota Dumai dan Kabupaten Indragiri Hilir yaitu masing-masing sebesar 0,29% dan 1,74%. 63

Tabel 3.17. Penghimpunan DPK Berdasarkan Kota/Kabupatan di Provinsi Riau No. Kab./Kota Tw II 08 Tw III 08 Tw IV 08*) Tw I 09 Tw II 09 Rp. Juta % Rp. Juta % Rp. Juta % Rp. Juta % Rp. Juta % 1 Pekanbaru 17,660,816 58.73 18,096,411 56.48 18,905,421 59.278 19,136,165 60.14 20,389,837 60.49 2 Bengkalis 2,948,330 9.80 3,442,241 10.74 3,312,483 10.39 3,204,953 10.07 3,470,833 10.30 3 Dumai 2,004,802 6.67 2,020,070 6.30 2,107,987 6.61 2,150,957 6.76 2,144,671 6.36 4 Indragiri Hilir 965,541 3.21 1,023,447 3.19 1,027,731 3.22 1,075,275 3.38 1,056,587 3.13 5 Indragiri Hulu 1,296,197 4.31 1,431,093 4.47 1,394,986 4.37 1,037,360 3.26 1,133,827 3.36 6 Lainnya 5,196,571 17.28 6,028,776 18.82 5,144,156 16.13 5,212,705 16.38 5,513,993 16.36 Jumlah 30,072,257 100 32,042,038 100 31,892,764 100 31,817,415 100 33,709,748 100 *) angka koreksi Pada triwulan laporan, seiring dengan peningkatan jumlah DPK (5,95%) maka jumlah rekening DPK juga mengalami peningkatan sebesar 1,99% dari 1.719.052 rekening menjadi 1.753.223 rekening. Peningkatan jumlah rekening yang diikuti dengan peningkatan jumlah nominal dana mencerminkan peningkatan jumlah nasabah perbankan di Riau. Tabel 3.18. Penghimpunan DPK Berdasarkan Kelompok Nominal di Provinsi Riau Tw II 08 Tw III 08 Tw IV 08*) Tw I 09 Tw II 09 Klasifikasi DPK Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Rekening DPK (Rp) Rekening DPK (Rp) Rekening DPK (Rp) Rekening DPK (Rp) Rekening DPK (Rp) < Rp.1 juta 1,061,797 659,397 1,069,618 678,582 1,152,696 707,586 1,084,786 680,841 1,088,541 699,968 Rp.1 juta s.d. Rp.10 juta 313,195 932,408 322,835 952,012 281,490 846,320 320,633 861,937 342,004 921,834 Rp.10 juta s.d. Rp.50 juta 252,890 5,440,373 257,471 5,470,073 240,191 5,185,639 246,267 5,268,116 252,607 5,361,002 Rp.50 juta s.d. Rp.100 juta 25,534 1,877,554 20,720 1,470,670 32,486 2,176,981 25,539 1,777,137 25,626 1,752,360 Rp.100 juta s.d. Rp.250 juta 29,198 5,300,311 32,174 5,649,696 29,855 5,428,292 29,367 5,211,195 32,148 5,708,569 Rp.250 juta s.d. Rp.1.000 juta 7,778 3,174,692 8,421 3,499,136 10,779 4,562,287 10,233 4,422,438 9,847 4,228,414 Rp.1.000 juta s.d. Rp.10.000 juta 2,167 4,449,492 1,968 4,026,852 2,138 4,546,185 2,043 4,182,109 2,239 5,027,855 >=Rp.10.000 juta 193 8,238,030 219 10,295,017 190 8,439,474 184 9,413,642 211 10,009,746 Total 1,692,752 30,072,257 1,713,426 32,042,038 1,749,825 31,892,764 1,719,052 31,817,415 1,753,223 33,709,748 *) angka koreksi 3.1.5.2. Rasio Alat Likuid Jumlah alat likuid (Kas dan Sertifikat Bank Indonesia) perbankan Provinsi Riau tercatat sebesar Rp3,84 triliun mengalami penurunan sebesar 11,50% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Penurunan tersebut didorong oleh menurunnya komponen SBI pada triwulan laporan yaitu sebesar 19,45% dari Rp3,43 triliun menjadi Rp2,76 triliun. Sementara itu, komponen kas mengalami peningkatan sebesar 18,46% dari Rp909,60 miliar menjadi Rp1,08 triliun. Meningkatnya komponen kas didorong oleh meningkatnya jumlah dana yang dihimpun oleh perbankan pada triwulan laporan. 64

Di sisi lain, jumlah Non Core Deposit (NCD)8 perbankan Provinsi Riau pada triwulan laporan mengalami peningkatan yaitu dari Rp9,10 triliun menjadi Rp9,62 triliun (5,69%). Peningkatan NCD terjadi pada semua komponen dana yaitu giro, tabungan, dan deposito sampai dengan 3 bulan yaitu masing-masing sebesar 9,48%, 4,76%, dan 2,32%. Peningkatan NCD ini utamanya didorong oleh peningkatan giro yang cukup tinggi pada triwulan laporan. Tabel 3.19. Perkembangan Alat Likuid dan Non Core Deposit Alat Likuid Tw II 08 Tw III 08 Tw IV 08*) Tw I 08 Tw II 08 Kas 1,004,198 1,159,320 1,229,837 909,600 1,077,535 SBI 3,184,225 4,487,970 4,930,041 3,427,780 2,761,001 Jumlah 4,188,423 5,647,290 6,159,878 4,337,380 3,838,536 4.19 5.65 6.16 4.34 3.84 Non Core Deposit (NCD) Tw II 08 Tw III 08 Tw IV 08*) Tw I 08 Tw II 08 Giro (30%) 3,045,167 3,438,871 3,115,502 2,993,726 3,277,550 Tabungan (30%) 3,841,619 3,806,172 3,977,405 3,770,165 3,949,726 Dep 1-3 bln (30%) 1,741,481 1,865,700 1,975,521 2,333,684 2,387,878 NCD *) angka koreksi 8,628,266 9,110,743 9,068,427 9,097,574 9,615,153 8.63 9.11 9.07 9.10 9.62 Dengan perkembangan tersebut di atas, maka rasio alat likuid terhadap NCD mengalami penurunan, yaitu dari 47,68% menjadi 39,92%. Kondisi ini mengindikasikan menurunnya kondisi likuiditas perbankan Provinsi Riau pada triwulan laporan. Peningkatan penyaluran kredit yang lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan penghimpunan dana, terutama dana jangka panjang menjadi penyebab menurunnya kondisi likuiditas perbankan Riau. 8 Non Core Deposit merupakan dana masyarakat yang sensitif terhadap pergerakan suku bunga. Diasumsikan terdiri dari 30% giro, 30% tabungan dan 30% deposito berjangka waktu 1-3 bulan. 65

Grafik 3.9. Perkembangan Rasio Alat Likuid terhadap Non Core Deposit 12.00 10.00 8.00 6.00 4.00 2.00-61.98% 67.93% 8.63 9.10 9.62 9.07 9.11 47.68% 6.16 48.54% 5.65 39.92% 4.19 4.34 3.84 Tw II 08 Tw III 08 Tw IV 08* ) Tw I 08 Tw II 08 Alat Likuid NCD Rasio AL/ NCD 80.00% 70.00% 60.00% 50.00% 40.00% 30.00% 20.00% 10.00% 0.00% *) angka perbaikan 3.1.6. Profitabilitas Kondisi profitabilitas perbankan Provinsi Riau pada triwulan laporan mulai menunjukkan perbaikan yang berarti. Penurunan suku bunga dana yang lebih besar dari suku bunga kredit memberikan peluang bagi perbankan untuk meningkatkan margin yang diterima pada triwulan laporan. 3.1.6.1. Spread Bunga Selama triwulan laporan, Bank Indonesia memutuskan untuk menurunkan BI Rate sampai pada tingkat 7,00% dari 7,75% pada triwulan sebelumnya. Penurunan BI- Rate ini didasarkan pada perkembangan ekonomi dan keuangan baik dalam negeri maupun luar negeri. Perkembangan ekonomi global yang mulai membaik telah direspon secara positif yang terlihat dari berbagai indikator keuangan, seperti indeks saham pasar dunia dan spread premi risiko yang menurun tajam sehingga mendorong kembali modal masuk ke emerging markets termasuk Indonesia, yang berdampak pada penguatan nilai tukar rupiah. Selain itu dari sisi harga, tekanan inflasi yang terus menurun dan didukung oleh penguatan Rupiah turut menjadi pendorong penurunan BI-Rate sebesar 75 bps pada triwulan laporan. 66

Trend penurunan BI-Rate ini direspon oleh kalangan perbankan dengan menurunkan suku bunga deposito (weighted average) sebesar 87 bps dari 9,44% menjadi 8,57%. Sedangkan suku bunga kredit (weighted average) hanya mengalami penurunan sebesar 7 bps dari 14,17% menjadi 14,10%. Lebih tingginya penurunan suku bunga dana dibandingkan dengan suku bunga kredit menyebabkan margin yang dinikmati oleh perbankan mengalami peningkatan dari 4,73% menjadi 5,53% pada triwulan laporan. 18.00 16.00 14.00 12.00 10.00 8.00 6.00 4.00 2.00 0.00 Grafik 3.10. Perkembangan Suku Bunga Rata-rata Tertimbang Kredit dan Deposito Margin Suku Bunga Kredit Suku Bunga Dep.3 bulan 3.1.6.2. Komposisi Pendapatan Bunga dan Beban Bunga Selama triwulan laporan, perbankan Provinsi Riau tercatat memperoleh pendapatan bunga sebesar Rp833,26 miliar, mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu sebesar Rp867,56 miliar (3,95%). Pangsa terbesar dari pendapatan ini berasal dari pendapatan kredit yaitu sebesar Rp716,61 miliar atau 86,00% dari total pendapatan, dan mengalami peningkatan sebesar 1,58% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Meningkatnya pendapatan kredit ini didorong oleh adanya peningkatan penyaluran kredit dan masih tingginya suku bunga kredit pada triwulan laporan. Sementara itu, komponen pendapatan lainnya mengalami peningkatan tertinggi yaitu sebesar 51,84% dari Rp299 miliar menajdi Rp454 miliar, namun pangsa 67

komponen ini merupakan yang paling kecil dibandingkan dengan pangsa komponen lainnya yaitu sebesar 0,05%. Sementara itu, komponen pendapatan yang berasal dari SBI dan Surat Berharga, serta komponen pendapatan dari antar bank mengalami penurunan masing-masing sebesar 27,83% dan 28,56% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Penurunan pendapatan yang berasal dari SBI terjadi seiring dengan semakin menurunnya suku bunga SBI dan menurunnya penempatan dana dalam bentuk SBI. Grafik 3.11. Komposisi Pendapatan Bunga 100% 0.10% 0.08% 0.12% 0.05% 0.03% 3.65% 4.66% 7.39% 9.25% 8.87% 80% 60% 40% 20% 0% 81.43% 83.40% 82.82% 76.55% 81.32% 14.82% 11.86% 9.67% 14.15% 9.78% Tw I 08 Tw II 08 Tw III 08 Tw IV 08* ) Tw I 09 Lainnya Antar Bank Kredit SBI dan surat berharga *) angka perbaikan Di sisi lain, beban bunga yang dikeluarkan perbankan selama triwulan laporan mengalami peningkatan sebesar 2,84% dari Rp442,58 miliar menjadi Rp455,13 miliar pada triwulan laporan. Pembayaran bunga untuk dana pihak ketiga mencapai 78,54% dari total beban bunga, mengalami penurunan dibandingkan dengan pangsa pada triwulan sebelumnya yaitu sebesar 87,83%, dengan pangsa beban bunga dana terbesar adalah komponen deposito. Dengan kondisi tersebut beban bunga terhadap dana pihak ketiga mengalami penurunan sebesar 8,05%, yang terjadi pada komponen tabungan dan deposito, sementara beban bunga untuk komponen giro mengalami peningkatan sebesar 15,73% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Penurunan beban bunga dana terjadi seiring dengan menurunnya suku bunga dana terutama deposito berjangka waktu pendek, meskipun jumlah dana yang dihimpun mengalami peningkatan. Peningkatan beban bunga hanya terjadi pada komponen antar bank dan komponen lainnya 68

yaitu mengalami peningkatan yang signifikan masing-masing sebesar 91,56% dan 71,84%. Grafik 3.12. Komposisi Beban Bunga 120.00% 100.00% 80.00% 60.00% 40.00% 20.00% 0.00% -20.00% 3.56% 5.28% 6.35% 6.39% 11.08% 2.00% 2.49% 4.75% 5.39% 10.04% 31.46% 30.19% 24.19% 23.53% 19.87% 36.13% 40.65% 44.68% 47.60% 39.87% 24.92% 22.11% 19.55% 16.70% 18.79% 1.93% -0.72% 0.47% 0.39% 0.34% Tw II 08 Tw III 08 Tw IV 08* ) Tw I 09 Tw II 09 *) angka perbaikan Bank Indonesia Giro Deposito Tabungan Antar Bank Lainnya Penurunan pendapatan bunga yang diikuti dengan peningkatan beban bunga telah mendorong menurunnya Net Interest Income (NII) perbankan Riau pada triwulan laporan sebesar 11,03% yaitu dari Rp424,98 miliar menjadi Rp378,12 miliar. 3.1.6.3. Perkembangan Laba Rugi Selama triwulan laporan, perbankan Provinsi Riau mencatat perolehan laba sebesar Rp305,85 miliar, mengalami peningkatan sebesar 20,42% dibandingkan dengan laba pada triwulan sebelumnya. Perolehan laba didominasi oleh adanya peningkatan penyaluran kredit. 69

Grafik 3.13. Perkembangan Laba Rugi (Triwulanan) Tw II 09 Tw I 09 Tw IV 08* ) Tw III 08 Tw II 08-100,000 200,000 300,000 400,000 L/R (net) L/ R (sblm transfer & pajak) 3.1.7. Bank Syariah Pada triwulan laporan terdapat 8 (delapan) bank bank Syariah yang terdiri dari 4 Bank Umum Syariah (BUS) dan 4 Unit Usaha Syariah (UUS). Terjadi perubahan jenis operasional dari UUS BRI Syariah menjadi BUS, sehingga jumlah BUS di Riau menjadi 4 bank dan UUS menjadi 4 unit. Pangsa aset Syariah mencapai 3,31% dari total aset perbankan secara umum. Pangsa perbankan Syariah ini diperkirakan akan terus mengalami peningkatan, seiring dengan prospek peningkatan jumlah perbankan Syariah di Provinsi Riau. Kegiatan perbankan Syariah pada triwulan laporan menunjukkan perkembangan yang menggembirakan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Terjadi peningkatan pada komponen aset dan dana, meskipun pembiayaan yang dilakukan mengalami penurunan. Selain itu, kualitas pembiayaan Syariah juga mengalami peningkatan yang tercermin dari menurunnya NPF (Non Performing Financing) perbankan Syariah dari 5,16% menjadi 3,81% pada triwulan laporan. 70

Tabel 3.20. Indikator Kinerja Utama Bank Syariah di Provinsi Riau (juta rupiah) No. Keterangan Periode Tw II 08 Tw III 08 Tw IV 08*) Tw I 09 Tw II 09 1 Jumlah Bank 7 7 7 8 8 2 Asset 1,043,290 1,341,695 1,385,441 1,311,672 1,375,322 3 DPK 767,470 818,815 887,900 847,991 909,582 4 Pembiayaan 779,472 904,449 884,571 898,019 896,916 5 Nominal NPF 16,858 17,634 24,850 46,326 34,195 6 NPF 2.16% 1.95% 3.25% 5.16% 3.81% 7 FDR 101.56% 110.46% 99.63% 105.90% 98.61% *) angka koreksi Bank Syariah dan UUS Total aset perbankan Syariah mengalami peningkatan sebesar 4,85% yaitu dari Rp1,31 triliun menjadi Rp1,37 triliun. Peningkatan aset ini seiring dengan meningkatnya dana pihak ketiga perbankan Syariah sebesar 7,26% yaitu dari Rp847,99 miliar menjadi Rp909,58 miliar. Di sisi lain, pembiayaan perbankan Syariah mengalami penurunan sebesar 0,12% yaitu dari Rp898,02 miliar menjadi Rp896,92 miliar. Peningkatan dana yang yang diikuti dengan penurunan pembiayaan menyebabkan menurunnya FDR (Financing to Deposit Ratio) perbankan Syariah dari 105,90% menjadi 98,61%, lebih tinggi dibandingkan dengan rasio LDR perbankan secara umum. Dilihat dari sektor yang dibiayai sebesar 35,18% pembiayaan diberikan kepada sektor jasa terutama jasa dunia usaha (30,27%), diikuti sektor pertanian sebesar 18,43%, sektor perdagangan sebesar 12,54%, konstruksi 6,22%, dan yang paling rendah adalah sektor listrik yaitu sebesar 0,07%. Sementara sektor lainnya (konsumsi) mempunyai pangsa 24,89%, mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 22,51%. Peningkatan penyaluran kredit utamanya terjadi pada sektor pengangkutan yaitu mencapai 20,50% menjadi Rp22,16 miliar dan sektor perdagangan sebesar 16,24% menjadi sebesar Rp112,45 miliar. Berdasarkan jenis penggunaan, pangsa terbesar dari pembiayaan disalurkan kepada pembiayaan modal kerja yaitu mencapai 40,43%, diikuti pembiayaan investasi sebesar 34,67% dan yang paling rendah adalah pembiayaan konsumsi yaitu sebesar 24,89%. Pada perbankan Syariah, realisasi pembiayaan kepada sektor konsumsi relatif lebih rendah dibandingkan dengan penyaluran pembiayaan kepada sektor 71

produksi lainnya. Kondisi ini diharapkan dapat memberikan nilai tambah yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi Riau ke depan, yaitu dengan memajukan sektor riil. 3.3. Bank Perkreditan Rakyat Secara umum kegiatan usaha BPR/S pada triwulan laporan menunjukkan perkembangan yang relatif baik, meskipun mengalami perlambatan kinerja dibandingkan dengan kinerja pada triwulan sebelumnya. Kinerja BPR/S Riau masih menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Kondisi ini ditunjukkan dengan meningkatnya aset, dana, dan kredit yang disalurkan, meskipun belum ada peningkatan jaringan kantor dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Namun terdapat potensi peningkatan jumlah BPR/S, karena terdapat 3 (tiga) BPR/S yang sedang dalam proses perizinan, dan salah satunya merupakan BPR Syariah. Aset BPR pada triwulan laporan mencapai Rp559,13 miliar, meningkat 3,01% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp542,76 miliar. Peningkatan aset ini didorong oleh meningkatnya dana yang dihimpun BPR/S yaitu dari Rp382,02 miliar menjadi Rp390,02 miliar (2,09%). Peningkatan dana ini diikuti dengan peningkatan penyaluran kredit sebesar 6,22% yaitu menjadi Rp375,33 miliar dari Rp353,33 miliar. Tabel 3.21. Perkembangan Usaha BPR/BPRS di Provinsi Riau (juta rupiah) Keterangan Periode Tw II 08 Tw III 08 Tw IV 08*) Tw I 09 Tw II 09 1. Jumlah BPR/S 23 24 24 27 27 2. Asset 467,747 492,357 515,379 542,764 559,128 3. DPK 342,050 353,041 366,161 382,024 390,023 4. Kredit 298,022 331,940 335,122 353,333 375,327 5. NPL (nominal) 15,149 19,617 18,531 16,946 17,958 LDR (%) 87.13 94.02 91.52 92.49 96.23 NPLs (%) 5.08 5.91 5.53 4.45 4.78 *) angka koreksi Namun demikian, peningkatan jumlah kredit yang disalurkan oleh perbankan tidak diikuti dengan peningkatan kualitas kredit BPR/S yang tercermin dari meningkatnya NPLs BPR dari 4,45% menjadi 4,78% pada triwulan laporan. Namun, NPLs BPR/S ini masih berada pada tingkat toleransi yang diizinkan oleh Bank Indonesia yaitu 72

maksimal 5%, namun demikian tingkat NPLs ini harus menjadi perhatian bagi BPR/S di Riau agar tidak melebihi batas maksimal yang ditentukan oleh Bank Indonesia. Lebih tingginya peningkatan kredit dibandingkan dengan peningkatan dana menyebabkan meningkatnya LDR BPR/S Riau pada triwulan laporan, yaitu dari 92,49% menjadi 96,23%. 73

Bab 4 KONDISI KEUANGAN DAERAH 1. Kondisi Umum Perkembangan kondisi keuangan daerah dalam triwulan laporan yang tercermin dalam laporan arus kas 9 menunjukkan penurunan. Arus kas bersih atau net inflow kas di provinsi Riau sampai dengan Mei-2009 tercatat sebesar Rp 25,7 miliar, relatif menurun dibandingkan dengan tahun 2008 yang tercatat sebesar Rp 47,34 miliar. 9 Laporan arus kas dalam laporan merupakan laporan arus kas kantor wilayah Pekanbaru yang merupakan gabungan Provinsi dan Kabupaten/Kota. 74

Dari sisi penerimaan, total penerimaan dana di Provinsi Riau dalam triwulan laporan mencapai Rp 14,14 triliun atau meningkat 2,23% dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp 13,83 triliun. Sementara pengeluaran (belanja) pemerintah meningkat 2,4% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp 13,78 triliun. 2. Arus Kas Dalam triwulan laporan, perkembangan arus kas bersih di Provinsi Riau sampai dengan Mei-2009 tercatat sebesar Rp 25,7 miliar (Tabel 4.1). Kenaikan ini utamanya berasal dari aktivitas operasi yang tercatat mengalami penerimaan sebesar Rp 5,73 triliun dan pengeluaran sebesar 1,54 triliun sehingga arus kas bersih penerimaan bersih yang diperoleh mencapai Rp 4,19 triliun. Disamping itu, defisit yang terjadi pada komponen aktivitas anggaran diketahui mengalami penurunan dari Rp 4,19 triliun menjadi Rp 3,9 triliun atau turun 5,16%. Tabel 4.1. Perkembangan Arus Kas di Provinsi Riau Triwulan II-2009 ARUS KAS 2008 2009 (dalam Rp juta) Pertumbuhan (y-o-y,%) Aktivitas Operasi 4,385,737 4,190,616-4.45 Penerimaan 5,788,936 5,737,685-0.89 Pengeluaran 1,403,199 1,547,069 10.25 Aktivitas Investasi Non Keuangan (144,320) (191,156) 32.45 Penerimaan 7,376 298-95.96 Pengeluaran 151,696 191,454 26.21 Aktivitas Pembiayaan 1,945 5,997 208.26 Penerimaan 1,945 5,997 208.26 Aktivitas Non Anggaran (4,196,021) (3,979,712) -5.16 Penerimaan 8,039,074 8,402,040 4.52 Pengeluaran 12,235,095 12,381,753 1.20 Kenaikan (Penurunan) Sumber : Departemen Keuangan, diolah 47,341 25,745-45.62 Secara umum, kenaikan arus kas bersih dalam triwulan laporan mengalami penurunan yang cukup signifikan dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya dari Rp 47,34 miliar menjadi 25,74 miliar atau turun 45,62%. Penurunan ini terjadi akibat menurunnya penerimaan dari aktivitas operasi sebesar 0,89% dan meningkatnya pengeluaran aktivitas operasi sebesar 10,25%. Disamping itu, hal ini juga dipicu oleh meningkatnya pengeluaran komponen 75

investasi non keuangan sebesar 26,21% dan menurunnya penerimaan komponen tersebut dari Rp 7,3 miliar menjadi Rp 298 juta atau turun 95,96%. Sementara itu, dalam triwulan laporan komponen yang mengalami pertumbuhan terbesar adalah penerimaan dari komponen aktivitas pembiayaan yang meningkat dari Rp 1,94 miliar menjadi Rp 5,99 triliun atau meningkat 208,26%. Peningkatan ini utamanya disebabkan oleh penarikan pinjaman proyek multilateral yang jumlahnya mencapai Rp 5,99 triliun. 3. Penerimaan Total penerimaan dana di Provinsi Riau dalam triwulan laporan mencapai Rp 14,14 triliun atau meningkat 2,23% dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp 13,83 triliun. Berdasarkan komponennya, penerimaan kas non anggaran memiliki pangsa terbesar terhadap total penerimaan yaitu sebesar Rp 8,4 triliun atau sekitar 59,4% diikuti oleh penerimaan kas aktivitas operasi yang tercatat sebesar Rp 5,73 triliun. Tabel 4.2. Perkembangan Komponen Penerimaan (Pendapatan) sampai dengan Triwulan II-2009 (dalam Rp juta) Kategori Penerimaan / Pendapatan 2008 2009 Pangsa (%) Perubahan (y-o-y,%) Aktivitas Operasi Pajak dalam negeri 5,173,353 5,517,906 39.01 6.66 Pajak perdagangan internasional 509,052 91,979 0.65-81.93 Penerimaan sumber daya alam 185 1,347 0.01 627.63 Bagian laba BUMN - 1 0.00 - PNBP lainnya 106,046 126,452 0.89 19.24 Hibah dalam negeri dan luar negeri 300-0.00 - Sub Total Penerimaan Aktivitas Operasi 5,788,936 5,737,685 40.56-0.89 Investasi Non Keuangan PNBP lainnya 7,376 298 0.00-95.96 Sub Total Penerimaan Investasi Non Keuangan 7,376 298 0.00-95.96 Pembiayaan Pembiayaan luar negeri 1,945 5,997 0.04 208.26 Sub Total Penerimaan Pembiayaan 1,945 5,997 0.04 208.26 Non Anggaran Non anggaran PFK 126,732 161,472 1.14 27.41 Wesel pemerintah 0 - - Reimbursement dalam rangka pre-financing (PP) 1 - - Kiriman uang 7,876,635 8,207,225 58.02 4.20 Transito 35,702 33,283 0.24-6.77 Koreksi pengeluaran pemindahbukuan 4 59 0.00 1479.05 Sub Total Penerimaan Non Anggaran 8,039,074 8,402,040 59.40 4.52 TOTAL PENERIMAAN 13,837,332 14,146,021 100 2.23 Sumber : Departemen Keuangan, diolah 76

Pada komponen penerimaan kas non anggaran, tercatat bahwa nilai penerimaan terbesar berasal dari kiriman uang dengan angka mencapai Rp 8,2 triliun atau proporsinya mencapai sekitar 58,02% terhadap total penerimaan. Penerimaan dari sub komponen tersebut utamanya berasal dari pemindahbukuan dari rekening gabungan ke bank operasional yang nilainya dalam triwulan laporan mencapai Rp 4,67 triliun. Secara tahunan, nilai penerimaan tersebut mengalami kenaikan sebesar 4,2%. Grafik 4.1. Pertumbuhan (y-o-y,%) Komponon Pendapatan Pajak Penghasilan (PPh) Non Migas Pada Triwulan II-2009 (5.98) 20.62 37.99 PPh Final PPh Pasal 26 PPh Pasal 25/29 Badan (6.36) 219.99 PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi PPh Pasal 23 (14.62) PPh Pasal 22 Impor 12.63 (50.00) - 50.00 100.00 150.00 200.00 250.00 PPh Pasal 22 PPh Pasal 21 Sumber : Departemen Keuangan, diolah Sementara itu, dalam komponen penerimaan aktivitas operasi, sebagian besar atau sekitar 39,1% penerimaan berasal dari penerimaan pajak dalam negeri yang nilainya dalam triwulan laporan mencapai Rp 5,51 triliun. Adapun andil terbesar terhadap sub komponen tersebut berasal dari Pendapatan Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai yang masing-masing nilainya mencapai Rp 3,02 triliun dan Rp 2,3 triliun dalam triwulan laporan. Secara spesifik, penerimaan PPh non migas memiliki kontribusi terbesar di dalam komponen Pendapatan Pajak Penghasilan dimana nilainya dalam triwulan laporan mencapai Rp 3,02 triliun sedangkan PPh migas nilainya hanya mencapai Rp 6,9 juta. 77

Secara tahunan, pertumbuhan tertinggi (Grafik 4.1) dialami oleh sub komponen pendapatan pajak PPh pasal 25/29 orang pribadi yang tercatat tumbuh sebesar 219% dibandingkan tahun sebelumnya sedangkan pertumbuhan terendah dialami pendapatan PPh pasal 22 yang tercatat menurun sebesar 14,62%. 4. Pengeluaran Posisi pengeluaran (belanja) pemerintah dalam triwulan laporan tercatat sebesar Rp 14,12 triliun, meningkat 2,4% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp 13,78 triliun. Kontribusi terbesar dalam komponen belanja pemerintah berasal dari komponen kas non anggaran yaitu pengeluaran kiriman uang yang nilainya mencapai Rp 12,3 triliun atau sekitar 87%. Tabel 4.3. Perkembangan Komponen Pengeluaran (Belanja) Sampai dengan Triwulan II-2009 (dalam Rp juta) Kategori Pengeluaran / Belanja 2008 2009 Pangsa (%) Perubahan (y-o-y,%) Aktivitas Operasi Gaji dan tunjangan 545,093 612,237 4.34 12.32 Honorarium/lembur/tunj. Khusus & pegawai transito 19,458 6,639 0.05-65.88 Kontribusi sosial (230) (302) 0.00 31.34 Barang 73,714 144,319 1.02 95.78 Jasa 14,929 24,700 0.17 65.45 Pemeliharaan 28,651 45,202 0.32 57.77 Perjalanan 29,090 43,116 0.31 48.22 Badan layanan umum (blu) 696 - - - Denda 8,870 14,699 0.10 65.71 Subsidi perusahaan negara 541 - - - Subsidi perusahaan swasta (7) - - - Bantuan kompensasi sosial 17,036 - - - Bantuan sosial lembaga pendidikan dan peribadatan 168,322 372,616 2.64 121.37 Lembaga sosial lainnya 2,765 14,564 0.10 426.69 Lain-lain 6,200 153,830 1.09 2381.03 Transfer dana bagi hasil 488,069 115,449 0.82-76.35 Sub Total Pengeluaran Aktivitas Operasi 1,403,199 1,547,069 10.96 10.25 Investasi Non Keuangan Modal tanah 2,731 65 0.00-97.64 Modal peralatan dan mesin 18,097 11,168 0.08-38.29 Modal gedung dan bangunan 11,106 13,372 0.09 20.40 Modal jalan, irigasi dan jaringan 113,898 166,742 1.18 46.40 Modal fisik lainnya 2,551 108 0.00-95.75 Pemeliharaan yang dikapitalisasi 3,313 - - - Sub Total Pengeluaran Investasi Non Keuangan 151,696 191,454 1.36 26.21 Non Anggaran Pengeluaran kiriman uang 12,164,850 12,300,675 87.11 1.12 Pengeluaran transito 70,244 81,018 0.57 15.34 Koreksi penerimaan pemindahbukuan - 59 - - Sub Total Pengeluaran Non Anggaran 12,235,095 12,381,753 87.69 1.20 TOTAL PENGELUARAN 13,789,990 14,120,276 100 2.40 Sumber : Departemen Keuangan, diolah 78

Sementara itu, belanja rutin pemerintah sebagaimana terlihat dalam komponen kas aktivitas operasi tercatat sebesar Rp 1,54 triliun atau meningkat dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 10,25%. Peningkatan terbesar dalam komponen ini berasal dari belanja lain-lain yang nilainya meningkat sebesar 2.318% dari Rp 6,2 miliar menjadi Rp 153 miliar. Kondisi ini terjadi disebabkan oleh tingginya belanja lain-lain hingga mencapai Rp 136 miliar dan belanja pemilu tahunan yang dalam triwulan laporan nilainya mencapai Rp 9,53 miliar. Peningkatan belanja yang cukup signfikan juga terlihat dalam sub komponen belanja lembaga sosial lainnya dan bantuan sosial lembaga pendidikan & peribadatan yang masing-masing meningkat sebesar 426% dan 121,37%. Belanja modal pemerintah yang tercermin dalam komponen kas dari investasi dan non keuangan meningkat 26,21% dari Rp 151 miliar menjadi Rp 191 miliar. Peningkatan ini utamanya disebabkan oleh peningkatan dalam sub komponen belanja jalan, irigasi dan jaringan yang dalam triwulan laporan tercatat sebesar Rp 166,7 miliar atau meningkat sebesar 46,4%. 5. Realisasi Pencairan Dana Semester I-2009 Realisasi anggaran pemerintahan di Provinsi Riau dalam triwulan laporan yang terlihat dari realisasi pencairan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) masih relatif rendah. Dalam triwulan laporan, nilai realisasi SP2D tercatat sebesar Rp 884,9 miliar atau baru terealisasi sekitar 22,09% dibandingkan plafon anggaran yang tersedia sebesar Rp 4 triliun. Transaksi belanja langsung dalam triwulan laporan Rp 497 miliar sedangkan belanja tidak langsung mencapai Rp 387 miliar. Berdasarkan Tabel 4.2, diketahui bahwa dari 39 dinas dan instansi, hanya 2 instansi yang realisasi anggarannya sudah mencapai 50% yaitu Kepala Daerah dan Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan. Realisasi anggaran terendah dialami oleh Dinas Pemuda dan Olahraga yang sampai dengan semester I-2009 realisasinya baru mencapai 2,94%. Sementara itu, sekretariat daerah sebagai instansi yang memiliki pagu anggaran terbesar baru merealisasikan anggarannya sebesar 18,7%. 79

Tabel 4.4. Realisasi SP2D Dalam Triwulan II-2009 Satuan Kerja Perangkat Daerah Plafon (Rp juta) dalam Rp juta Realisasi SP2D Belanja Tidak Langsung Belanja Langsung Jumlah % Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah 2,264 104 1,040 1,144 50.53 Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan 41,773 15,310 5,718 21,028 50.34 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 17,583 8,147-8,147 46.33 Badan Lingkungan Hidup 12,882 3,251 2,508 5,759 44.71 Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah 15,911 3,654 3,250 6,904 43.39 Satuan Polisi Pamong Praja 16,771 4,665 2,593 7,258 43.28 Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan 15,640 3,928 2,763 6,691 42.78 Dinas Kehutanan 32,606 11,012 2,488 13,500 41.40 Badan Penghubung 6,790 1,512 1,245 2,757 40.60 Dinas Sosial 28,186 6,851 4,579 11,430 40.55 Dinas Perindustrian dan Perdagangan 27,063 8,024 2,660 10,684 39.48 Inspektorat 15,156 2,984 2,714 5,698 37.60 Badan Ketahanan Pangan 15,128 3,860 1,631 5,491 36.30 Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad 126,139 25,907 19,855 45,762 36.28 Sekretariat DPRD 73,301 4,742 20,850 25,592 34.91 Dinas Komunikasi, Informatika dan Pengolahan Data 12,582 2,305 2,029 4,334 34.45 Rumah Sakit Jiwa Tampan 24,229 6,042 1,835 7,877 32.51 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah 29,179 4,429 4,986 9,415 32.27 Badan Kepegawaian Daerah 26,192 4,888 3,350 8,238 31.45 Badan Penelitian dan Pengembangan 19,102 4,867 966 5,833 30.54 Badan Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi 17,954 4,014 1,458 5,472 30.48 Dinas Pertambangan dan Energi 21,734 4,097 2,415 6,512 29.96 Badan Penanaman Modal dan Promosi Daerah 17,388 2,519 2,505 5,024 28.89 Badan Pemberdayaan, Masyarakat dan Pembangunan Desa 39,715 3,042 8,398 11,440 28.81 Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak 9,034 742 1,839 2,581 28.57 Badan Pelayanan Perizinan Terpadu 9,815 1,761 960 2,721 27.72 Dinas Pendapatan 106,984 26,829 2,654 29,483 27.56 Dinas Pekerjaan Umum 700,410 22,122 167,047 189,169 27.01 Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura 63,588 11,563 4,724 16,287 25.61 Dinas Perikanan dan Kelautan 47,789 5,131 5,701 10,832 22.67 Dinas Kesehatan 103,212 11,361 11,656 23,017 22.30 Dinas Perhubungan 54,903 7,813 3,475 11,288 20.56 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan 31,787 3,700 2,509 6,209 19.53 Sekretariat Daerah 1,281,624 126,434 114,110 240,544 18.77 Sekretariat Badan Koordinasi Penyuluhan 9,999 1,137 647 1,784 17.84 Dinas Kebudayaan dan Pariwisata 56,691 5,446 4,618 10,064 17.75 Dinas Pendidikan 444,217 12,601 65,445 78,046 17.57 Dinas Perkebunan 57,019 7,802 2,116 9,918 17.39 Dinas Pemudan dan Olahraga 373,759 3,032 7,971 11,003 2.94 4,006,116 387,628 497,308 884,936 22.09 Sumber : Departemen Keuangan, diolah 80

Bab 5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN 1. Kondisi Umum Permintaan uang kartal yang terlihat dari aliran uang keluar (outflow) Bank Indonesia Pekanbaru mengalami peningkatan yang signifikan sebesar 312,80% pada triwulan laporan. Meningkatnya permintaan uang kartal ini terkait dengan membaiknya harga kelapa sawit serta pelaksanaan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden/Wakil Presiden selama triwulan laporan. Di sisi lain aliran uang masuk (inflow) juga mengalami peningkatan sebesar 23,81% pada triwulan laporan. Dengan kondisi tersebut maka pada triwulan laporan Bank Indonesia Pekanbaru mengalami net outflow, yang juga mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. 81

Pada awal tahun 2009 yang lalu Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan untuk menahan PTTB pada uang pecahan besar. Kebijakan ini berimplikasi pada menurunnya jumlah nominal PTTB yang dilakukan oleh Bank Indonesia Pekanbaru sejak triwulan I-2009 yang lalu. Pembayaran transaksi non tunai melalui kliring mengalami peningkatan, baik dari sisi warkat maupun nominal. Peningkatan transaksi kliring ini diikuti dengan menurunnya transaksi RTGS di Riau pada triwulan laporan. Hal ini diperkirakan karena terjadi shifting dari pengguna jasa RTGS menjadi menggunakan jasa kliring, seiring denngan meningkatnya nominal dan warkat kliring. 2. Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai 2.1. Aliran Uang Masuk dan Keluar (Inflow Outflow) Perkembangan permintaan uang kartal pada triwulan laporan yang tercermin dari aliran uang keluar (outflow) dari Bank Indonesia Pekanbaru mencapai Rp2,61 triliun, mengalami peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan aliran uang keluar pada triwulan sebelumnya sebesar Rp631,38 miliar atau meningkat sebesar 312,80%. Peningkatan ini diperkirakan terkait dengan mulai membaiknya harga kelapa sawit serta pelaksanaan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden/Wakil Presiden. Perkembangan uang masuk (inflow) ke Bank Indonesia Pekanbaru juga mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu dari Rp161,88 miliar menjadi Rp200,43 miliar atau meningkat sebesar 23,81%. Dengan perkembangan tersebut di atas, maka pada triwulan laporan terjadi net ouflow sebesar Rp2,41 triliun, juga meningkat signifikan (412,44%) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp469,50 miliar. Meningkatnya net outflow terjadi karena lebih tingginya peningkatan ouflow dibandingkan dengan peningkatan inflow pada triwulan laporan. 82

Grafik 5.1. Perkembangan Kas Inflow dan Outflow Thousands 4,550 4,050 3,550 3,050 2,550 2,050 1,550 1,050 550 50 1 2 3 4 1 2 3 4 1*) 2 2007 2008 2009 Sumber : Bank Indonesia Pekanbaru net outflow Inflow Ouflow 2.2. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar Kebijakan Clean Money Policy Bank Indonesia yang terkait dengan transaksi pembayaran secara tunai bertujuan untuk senantiasa memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap jumlah nominal yang cukup menurut jenis pecahan dan dalam kondisi layak edar (fit for circulation). Dalam melaksanakan kebijakan Clean Money Policy tersebut Bank Indonesia secara rutin melakukan kegiatan pemusnahan uang yaitu uang yang sudah tidak layak edar (UTLE) baik yang berasal dari setoran bank maupun penukaran uang dari masyarakat dan menggantinya dengan uang layak edar. Pada triwulan laporan, jumlah Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB) yang dilakukan oleh Bank Indonesia sebesar Rp45,8 miliar, mengalami penurunan 3,25% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai Rp45,84 miliar. Penurunan PTTB yang sudah terjadi sejak triwulan I-2009 yang lalu terkait dengan adanya kebijakan Bank Indonesia untuk menahan pecahan besar (Rp20.000 keatas) untuk tidak dimusnahkan, sehingga mendorong menurunnya PTTB terhadap uang. Selain itu, sosialisasi yang dilakukan oleh Bank Indonesia terkait dengan cara memperlakukan rupiah dengan baik dan benar juga tampaknya sudah mulai diterapkan oleh masyarakat. Rasio PTTB terhadap cash inflow pada triwulan laporan tercatat sebesar 22,13%. 83

Grafik 5.2. Perkembangan PTTB di Bank Indonesia Pekanbaru 90,000 80,000 70,000 60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 bulanan 160,000 140,000 120,000 100,000 80,000 60,000 40,000 20,000 triwulanan - 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5-1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 2007 2008 2009 2007 2008 2009 Sumber : Bank Indonesia Pekanbaru Dalam rangka memenuhi kebutuhan uang rupiah yang layak edar dan uang rupiah pecahan tertentu bagi masyarakat, Bank Indonesia juga secara rutin melaksanakan layanan penukaran uang secara langsung baik untuk uang lusuh atau rusak maupun penukaran uang pecahan kecil. Selain itu, Bank Indonesia juga melakukan kegiatan kas keliling atau pelayanan kas di luar Kantor Bank Indonesia baik di Kota Pekanbaru maupun di luar Kota Pekanbaru. 2.3. Uang Palsu Dari cash inflow sebesar Rp200,43miliar yang masuk ke Bank Indonesia Pekanbaru pada triwulan laporan terdapat uang palsu sebanyak 12 lembar dengan nominal sebesar Rp870 ribu atau sebesar 0,00043% dari cash inflow ke Bank Indonesia Pekanbaru. Jumlah tersebut mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, baik dari jumlah nominal maupun lembarnya. Untuk menekan peredaran uang palsu, Bank Indonesia secara rutin melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah dan bagaimana memperlakukan uang dengan baik dan benar, sehingga peredaran uang palsu dapat dikurangi dan fisik uang tidak cepat lusuh dan rusak. 84

Grafik 5.3. Perkembangan Peredaran Uang Palsu di Riau Thousands 2,500 2,000 1,500 1,000 500-1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 2007 2008 2009 Lembar (kanan) Nominal (kiri) 45 40 35 30 25 20 15 10 5 - Sumber : Bank Indonesia Pekanbaru 3. Perkembangan Transaksi Pembayaran Non Tunai 3.1. Transaksi Kliring Transaksi pembayaran non tunai melalui sistem kliring mengalami peningkatan pada triwulan laporan baik dari sisi nominal maupun warkat. Nominal kliring mengalami peningkatan sebesar 9,25% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu dari Rp5,04 triliun menjadi Rp5,51 triliun. Sementara itu, jumlah warkat yang digunakan mengalami peningkatan sebesar 8,06% yaitu dari 246.105 lembar menjadi 265.929 lembar. Peningkatan nominal yang diikuti dengan penurunan warkat ini menunjukkan nilai transaksi kliring per warkatnya cenderung tetap, namun terjadi peningkatan kuantitas transaksi. Grafik 5.4. Perkembangan Transaksi Kliring di Riau Milions 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000-1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 2007 2008 2009 nominal (kiri) warkat (kanan) 280 270 260 250 240 230 220 210 Thousands Sumber : Bank Indonesia Pekanbaru 85

Sementara itu, penolakan cek/bg kosong pada triwulan laporan juga mengalami peningkatan baik dari sisi jumlah warkat maupun jumlah nominalnya. Jumlah nominal penolakan cek/bg kosong pada triwulan laporan sebesar Rp77,47 miliar dari Rp71,72miliar pada triwulan sebelumnya atau meningkat sebesar 8,02%, sementara jumlah warkatnya meningkat dari 3.267 lembar menjadi 3.396 lembar. Grafik 5.5. Perkembangan Penolakan Cek/BG di Riau 90,000 80,000 70,000 60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000-1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 90,000 80,000 70,000 60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 - (10,000) 2007 2008 2009 nominal (kiri) warkat (kanan) Sumber : Bank Indonesia Pekanbaru 3.2. Transaksi Real Time Gross Settlement (RTGS) Transaksi non tunai melalui Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) pada triwulan laporan baik keluar maupun masuk tercatat sebesar Rp57,09 triliun, mengalami penurunan sebesar 0,95% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Penurunan hanya terjadi pada transaksi masuk Riau yaitu menjadi Rp19,51 triliun dari Rp20,73triliun (5,88%), sementara transaksi keluar mengalami peningkatan sebesar 1,82% dari Rp36,91 triliun menjadi Rp37,58 triliun. Berdasarkan Kabupaten/Kota maka transaksi RTGS tertinggi terjadi pada Kota Pekanbaru, yaitu mencapai Rp54,02triliun atau 94,62% dari transaksi RTGS yang terjadi, namun mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (2,60%). Transaksi terbesar adalah transaksi keluar Pekanbaru yang mencapai Rp36,58 triliun, sementara transaksi masuk ke Pekanbaru sebesar Rp17,44 triliun. Transaksi terendah dialami oleh Kabupaten Rokan Hilir yaitu sebesar Rp0,01miliar yang hanya berasal dari transaksi keluar. 86

Tabel 5.1. Perkembangan Transaksi RTGS di Riau Tw II-2008*) Tw III-2008*) Tw IV-2008 Tw I-2009 Tw II-2009 Wilayah Keluar Masuk Keluar Masuk Keluar Masuk Keluar Masuk Keluar Masuk (Miliar Rp) (Miliar Rp) (Miliar Rp) (Miliar Rp) (Miliar Rp) (Miliar Rp) (Miliar Rp) (Miliar Rp) (Miliar Rp) (Miliar Rp) Bengkalis 226 782 318 1,188 445 1,021 239 301 242 718 Dumai 749 1,418 705 1,387 603 1,053 547 668 622 934 Indragiri Hulu - 0.56-0.01-0.04-15 - 4 Indragiri Hilir - 0.16-0.41-1.89-0.27-2.02 Kampar - 6.68-4.32-3.49-0.83-4.05 Kuantan Singingi - - - 0.03-0.01-0.50-0.27 Pekanbaru 26,229 16,820 31,140 16,823 28,523 17,443 36,010 19,453 36,585 17,438 Pelalawan - 0.19-0.57-0.28-0.36-2.37 Rokan Hulu - 0.28-0.20-0.90-1.25-4.33 Rokan Hilir - 0.51-0.56-0.92-0.23-0.01 Siak 78 686 126 836 410 810 109 292 130 408 JUMLAH 27,282 19,714 32,288 20,239 29,981 20,334 36,905 20,733 37,579 19,514 *) angka koreksi Sumber : Bank Indonesia Pekanbaru Penurunan transaksi RTGS ini diperkirakan terjadi sebagai akibat dari pergeseran (shifting) transaksi dari transaksi RTGS menjadi kliring, seiring dengan peningkatan nominal dan warkat kliring pada triwulan laporan. Grafik 5.6. Perkembangan Transaksi RTGS di Riau 24,000 22,000 20,000 18,000 16,000 14,000 12,000 10,000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 2008 2009 Sumber : Bank Indonesia Pekanbaru 4. Perkembangan Kegiatan Usaha Pedagang Valuta Asing (PVA) Berdasarkan data perkembangan kegiatan usaha, nilai penjualan Uang Kertas Asing (UKA) pada triwulan laporan mencapai USD2,83 juta, meningkat sebesar 12,03% dari USD2,52 juta pada triwulan sebelumnya. Sementara itu nilai pembelian UKA pada periode laporan mencapai USD2,79 juta, juga mengalami 87

peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 8,64%. Peningkatan transaksi uang asing ini diperkirakan karena sudah mulai membaiknya kondisi ekonomi Riau dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, sehingga terjadi peningkatan transaksi, baik dari kalangan bisnis maupun dari kalangan masyarakat yang akan melakukan perjalanan ke luar negeri. Grafik 5.7. Perkembangan PVA Riau (Ribu USD) 4,500 4,000 3,500 3,000 2,500 2,000 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2*) 2007 2008 2009 Penjualan Pembelian *) Angka sementara Sumber : Bank Indonesia Pekanbaru 88

Bab 6 KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN DAERAH 1. Kondisi Umum Kondisi ketenagakerjaan dalam triwulan laporan menunjukkan hal yang kurang menggembirakan. Berdasarkan data Pebruari 2009, tingkat pengangguran terbuka tercatat mengalami kenaikan dari 8,2% menjadi 8,96% dibandingkan dengan periode sebelumnya meskipun diiringi dengan kenaikan tingkat partisipasi angkatan kerja yang tercatat sebesar 64,02%. Di sisi lain, jumlah penduduk miskin pada triwulan laporan cenderung menurun dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Pada bulan Maret 2009, jumlah penduduk miskin di 89

Provinsi Riau tercatat sebesar 527 ribu jiwa, menurun dibandingkan dengan Maret 2008 yang tercatat sebesar 566 ribu jiwa. Sementara itu, kondisi kesejahteraan pada tingkat petani di Provinsi RIau pada bulan Mei 2009 menunjukkan penurunan dibandingkan dengan periode sebelumnya. Kondisi ini disebabkan oleh meningkatnya Indeks yang Dibayar Petani pada bulan Mei 2009 akibat inflasi (m-t-m) yang cukup tinggi, terutama pada kelompok sandang yang tercatat mengalami kenaikan sebesar 1,75% dan juga kelompok makanan jadi yang meningkat sebesar 0,38%. 2. Ketenagakerjaan Jumlah penduduk usia kerja Provinsi Riau pada bulan Pebruari 2009 tercatat sebesar 3,59 juta jiwa atau meningkat sebesar 0,51% dibandingkan dengan Agustus 2008 yang tercatat sebesar 3,58 juta jiwa. Pertumbuhan jumlah penduduk usia kerja ini utamanya didorong oleh peningkatan jumlah penduduk angkatan kerja sebesar 2,9% dari 2,2 juta jiwa pada Agustus 2008 menjadi 2,3 juta jiwa pada Pebruari 2009. Jumlah angkatan kerja yang bekerja pada Pebruari 2009 tercatat sebesar 2,09 juta jiwa atau meningkat sebesar 2,04% dibandingkan dengan periode sebelumnya. Meskipun demikian, jumlah angkatan kerja yang menganggur mengalami kenaikan sebesar 12,5% dibandingkan periode sebelumnya. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada Pebruari 2009 mengalami kenaikan sebesar 1,49% dibandingkan dengan periode sebelumnya menjadi 64,02%. Sebaliknya, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) 10 pada Pebruari 2009 mengalami kenaikan dari 8,2% menjadi 8,96%. Meningkatnya TPT pada Pebruari 2009 diindikasikan akibat terjadinya krisis keuangan global yang membuat banyak pekerja yang pada usia produktif kehilangan pekerjaannya. Sejalan dengan kondisi tersebut, jumlah orang yang bekerja tidak penuh pada Pebruari 2009 tercatat mengalami kenaikan sebesar 9,11% dari 710 ribu jiwa 10 Pengangguran terbuka merupakan bagian dari angkatan kerja yang tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan (baik bagi mereka yang belum pernah bekerja sama sekali maupun yang sudah penah berkerja), atau sedang mempersiapkan suatu usaha, mereka yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin untuk mendapatkan pekerjaan dan mereka yang sudah memiliki pekerjaan tetapi belum mulai bekerja. 90

menjadi 775 ribu jiwa. Kondisi ini juga tercermin dari meningkatnya jumlah setengah penganggur sukarela dari 407 ribu jiwa menjadi 482 ribu jiwa. Tekanan yang mengakibatkan friksi pada pasar tenaga kerja diperkirakan terjadi karena menurunnya omzet perusahaan akibat krisis keuangan global. Tabel 6.1. Penduduk Usia 15+ yang Bekerja Menurut Kegiatan Usaha Rincian Periode Peb '07 Peb '08 Ags '08 Peb '09 Bekerja 1,693,968 2,025,384 2,055,863 2,097,955 Angkatan Kerja Menganggur 196,308 208,931 183,522 206,471 Total 1,890,276 2,234,315 2,239,385 2,304,426 Bukan Angkatan Kerja 1,453,962 1,341,525 1,341,525 1,294,910 Total Penduduk 15+ 3,344,238 3,575,840 3,580,910 3,599,336 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) 56.52 62.48 62.54% 64.02% Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) 10.39 9.35 8.20% 8.96% Setengah Penganggur Terpaksa 284,666 280,299 303,011 292,393 Setengah Pengangur Sukarela Bekerja Tidak Penuh Sumber : BPS 342,344 343,511 407,415 482,782 627,010 623,810 710,426 775,175 Secara sektoral, penyebaran jumlah penduduk usia kerja (15+) pada Pebruari 2009 relatif tidak mengalami perubahan dibandingkan dengan periode-periode sebelumnya. Berdasarkan Grafik 6.1, terlihat sebagian besar penduduk usia kerja masih berada pada sektor pertanian yang mencapai 46% diikuti oleh sektor perdagangan (18%) dan jasa kemasyarakatan (14%). Pada bulan Pebruari 2009, diketahui bahwa hampir seluruh sektor mengalami penurunan jumlah pekerja. Adapun penurunan jumlah penduduk usia kerja terbanyak terdapat pada sektor keuangan (12,5%), diikuti oleh sektor industri (7,4%) dan sektor pertanian (4%). Sementara, sektor yang mengalami kenaikan jumlah pekerja adalah sektor pertambangan (33%), perdaganan (7,9%) dan Bangunan (3,7%). Grafik 6.1. Penduduk Usia 15+ yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha 91

Keuangan dan Jasa Perusahaan 1% Angkutan dan Pergudangan 6% Jasa Kemasyarakatan 14% Pertanian 46% Perdagangan 18% Bangunan 6% Listrik, Gas dan air 0% Industri 5% Pertambangan 4% Sumber : BPS Dilihat dari status kegiatannya, pada bulan Pebruari 2009, diketahui bahwa pekerja yang berstatus sebagai buruh/karyawan mengalami kenaikan sebesar 16,3% dari 685 ribu jiwa menjadi 797 ribu jiwa. Kondisi ini terjadi sebagai dampak krisis keuangan global yang mengakibatkan terjadinya penurunan signfikan pada pekerja berstatus berusaha dibantu buruh tetap/buruh dibayar yang tercatat mengalami penurunan terbesar hingga 28,8% diikuti oleh pekerja bebas pertanian (15,83%) dan berusaha dibantu buruh tidak tetap (15,91%). Meningkatnya pekerja berstatus buruh/karyawan diperkirakan tidak terlepas dari pesatnya pembangunan infrastruktur di Provinsi Riau. Grafik 6.2. Penduduk Usia 15+ yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan 100 90 80 70 10.50 13.43 10.30 11.21 11.60 Pek tak dibayar Pek bebas non tani 60 33.10 34.67 34.40 33.33 38.00 Pek bebas pertanian % 50 Buruh/karyawan 40 30 20 10 12.40 12.63 28.00 27.90 13.10 25.60 14.20 11.70 28.17 28.30 Berusaha dibantu buruh tetap/brh dibayar Berusaha dibantu buruh tidak tetap/brh tdk dibayar Berusaha sendiri 0 PEB 2007 AGS 2007 PEB 2008 AGS 2008 PEB 2009 Sumber : BPS 92