REGULASI EMOSI REMAJA YANG DIASUH SECARA OTORITER OLEH ORANGTUANYA

dokumen-dokumen yang mirip
REGULASI EMOSI PADA REMAJA YANG MEMILIKI POLA ASUH OTORITER NASKAH PUBLIKASI. Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

Daftar Pustaka. Azwar, S. (2005). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai macam hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Dalam proses belajar

PROBLEM PSIKOSOSIAL PADA REMAJA YANG ORANG TUA NYA MERANTAU NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KENAKALAN REMAJA. NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan tempat individu berada. Remaja menurut Monks (2002) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. konflik ini melibatkan orangtua dan remaja. Konflik orangtua dan remaja yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tidak setiap anak atau remaja beruntung dalam menjalani hidupnya.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Prosiding SNaPP2015 Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN EISSN Dwi Hurriyati

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI PARENTING TASK PADA ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK BERPRESTASI NASIONAL DI SD X

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

STRATEGI COPING DALAM MENGHADAPI PERMASALAHAN AKADEMIK PADA REMAJA YANG ORANG TUANYA MENGALAMI PERCERAIAN NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DENGAN KENAKALAN REMAJA (JUVENILE DELINQUENCY) PADASISWA DI SMA NEGERI 2 BABELAN

PENGARUH KONFORMITAS DAN HARGA DIRI TERHADAP KECENDERUNGAN MENJADI KORBAN KEKERASAN (BULLYING VICTIM) PADA REMAJA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DENGAN KOMPETENSI INTERPERSONAL PADA REMAJA PANTI ASUHAN. Rully Nurmalita, Farida Hidayati*

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN REGULASI EMOSI KARYAWAN PT INAX INTERNATIONAL. Erick Wibowo

*) Alumni Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Purwokerto **) Dosen Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Purwokerto

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa perpindahan dari anak-anak ke remaja

MENJADI ORANGTUA TERBAIK UNTUK ANAK DENGAN METODE PENGASUHAN YANG TEPAT

HUBUNGAN ANTARA TIPE POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KEMANDIRIAN PERILAKU REMAJA AKHIR. Dr. Poeti Joefiani, M.Si

Studi Deskriptif Psychological Well Being pada Ibu yang Memiliki Anak Penderita Autism yang Bersekolah Di SLB-C YPLB Bandung

BAB II LANDASAN TEORI. Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu

PERAN POLA ASUH ORANGTUA TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI POLA ASUH ORANG TUA DENGAN STRATEGI REGULASI EMOSI PADA REMAJA Fariz Arifprawira


HUBUNGAN ACHIEVEMENT EMOTIONS DAN SELF-REGULATION MAHASISWA DALAM MENGERJAKAN SKRIPSI LIDYA KEMALA SARI PANJAITAN SURYA CAHYADI

BAB V PENUTUP 5.1 Pembahasan Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara compassion orangtua dengan perilaku prososial

GAMBARAN KEMANDIRIAN EMOSIONAL REMAJA USIA TAHUN BERDASARKAN POLA ASUH AUTHORITATIVE NUR AFNI ANWAR LANGGERSARI ELSARI NOVIANTI S.PSI. M.

BAB III METODE PENELITIAN. komparasi akan dapat menemukan persamaan-persamaan dan perbedaanperbedaan

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DENGAN ASERTIVITAS (Studi Korelasi pada Siswa di SMA Negeri 9 Semarang)

KEBAHAGIAAN DAN KETIDAKBAHAGIAAN PADA WANITA MENIKAH MUDA

KECERDASAN SPIRITUAL DENGAN REGULASI EMOSI PADA MAHASISWA PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA KEDOKTERAN

PELATIHAN UNTUK MENINGKATKAN REGULASI EMOSI PADA PEKERJA SOSIAL RUMAH PERLINDUNGAN SOSIAL ANAK (RPSA) Yuli Handayani 1 MM.

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SISWA MELANGGAR TATA TERTIB DI JURUSAN BANGUNAN SMK NEGERI 1 PADANG

CITRA DIRI PADA REMAJA PUTRI YANG MENGALAMI KECENDERUNGAN GANGGUAN BODY DYSMORPHIC. Disusun Oleh:

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PENYESUAIAN SOSIAL PADA MAHASISWA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang sangat luar biasa, karena anak akan menjadi generasi penerus dalam keluarga.

PERAN KELUARGA INTI DALAM MENUMBUHKAN MOTIVASI BELAJAR REMAJA

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

KOMITMEN PERKAWINAN PADA PASANGAN USIA DINI SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERAN AYAH DENGAN REGULASI EMOSI PADA SISWA KELAS XI MAN KENDAL

KEMANDIRIAN REMAJA DITINJAU DARI PERSEPSI TERHADAP POLA ASUH ORANG TUA PADA SISWA SMP NEGERI 3 TERAS BOYOLALI NASKAH PUBLIKASI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

GAMBARAN PROFIL ORIENTASI MASA DEPAN BIDANG PERNIKAHAN PADA WANITA BEKERJA USIA TAHUN YANG BELUM MENIKAH. Siti Anggraini

PERILAKU AGRESI REMAJA LAKI-LAKI TAHUN YANG MENGALAMI ADIKSI DAN TIDAK MENGALAMI ADIKSI ONLINE GAME VIOLENCE MUHAMMAD IRHAM RAMADHAN ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANGTUA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS SATU SEKOLAH DASAR PROGRAM FULLDAY

ABSTRAK Pearson Alpha Cronbach

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan

HUBUNGAN ANTARA CITRA TUBUH DENGAN SELF ESTEEM PADA WANITA YANG MELAKUKAN PERAWATAN DI SKIN CARE HALAMAN SAMPUL DEPAN NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia,1998), seringkali menjadi tema dari banyak artikel, seminar, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Sejak lahir, manusia sudah bergantung pada orang lain, terutama orangtua

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : B. Definisi Operasional

HUBUNGAN POLA ASUH DENGAN PERKEMBANGAN ANAK USIA PRASEKOLAH DI TK KARTIKA X-9 CIMAHI 2012

Kata Kunci : Emotional Intelligence, remaja, berpacaran

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

HUBUNGAN ANTARA PENYESUAIAN DIRI DENGAN MOTIVASI BELAJAR PADA SISWA KELAS X DI SMA NEGERI 8 PURWOREJO

HUBUNGAN ANTARA QUALITY OF SCHOOL LIFE DENGAN EMOTIONAL WELL BEING PADA SISWA MADRASAH SEMARANG

Perpustakaan Unika L A M P I R A N 184

BAB II LANDASAN TEORI

ASERTIVITAS DALAM PEMILIHAN STUDI LANJUT SISWA KELAS XII SMA DITINJAU DARI PERSEPSI TERHADAP POLA ASUH ORANGTUA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebutuhan dibentuk oleh lima kebutuhan konatif (conative needs), yang memiliki karakter

PENGARUH ISLAMIC PARENTING TERHADAP SELF REGULATION PADA REMAJA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

DAFTAR PUSTAKA. Papalia, D., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2009). Human Development (Perkembangan Manusia) (edisi ke 10 Buku 2). Jakarta: Salemba.

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PENYESUAIAN DIRI DI SEKOLAH PADA SISWA KELAS XI SMA N NAWANGAN TAHUN PELAJARAN 2014/2015

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial

BAB V PENUTUP. Pandaan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: kategori tinggi dengan prosentase 57,6% (53 orang).

Pengaruh Pola Asuh Orangtua Terhadap Sikap Siswa Dalam Pelaksanaan Tata Tertib Sekolah

REGULASI DIRI DALAM BELAJAR PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 83 JAKARTA UTARA

PENGARUH KONSEP DIRI TERHADAP KEKERASAN DALAM PACARAN PADA REMAJA DI JAKARTA

DINAMIKA PSIKOLOGIS PEREMPUAN YANG MELAKUKAN PERNIKAHAN DI USIA DINI NASKAH PUBLIKASI

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan pada populasi atau sampel yang diambil adalah

BAB III METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. variabel-variabel yang diambil dalam penelitian ini.

GAMBARAN KETERBUKAAN DIRI (Studi Deskriptif pada siswa kelas VIII di SMP Negeri 48 Jakarta) Dwiny Yusnita Sari 1 Wirda Hanim 2 Dharma Setiawaty R.

BAB III METODE PENELITIAN

HUBUNGAN ANTARA SELF ESTEEM DENGAN PERILAKU ASERTIF PADA SISWA KELAS X TEKNIK KOMPUTER JARINGAN 1 SMK NEGERI 1 WONOSEGORO TAHUN PELAJARAN 2015/2016

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada perguruan tinggi mahasiswa tahun pertama harus bersiap menghadapi

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA FAKULTAS EKONOMI JURUSAN AKUNTANSI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. karena pendidikan akan dapat mengembangkan kemampuan serta meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB 1 PENDAHULUAN. membutuhkan kelompok atau masyarakat untuk saling berinteraksi. Hal

POLA PENGASUHAN DAN GANGGUAN KEPRIBADIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. afeksional pada seseorang yang ditujukan pada figur lekat dan ikatan ini

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER DENGAN AGRESIVITAS PADA REMAJA

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah

Transkripsi:

A.27 REGULASI EMOSI REMAJA YANG DIASUH SECARA OTORITER OLEH ORANGTUANYA Wulan Kurniasih Wiwien Dinar Pratisti Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta ullania_91@yahoo.com wiwienpratisti@yahoo.com Abstraksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, memahami, dan mendeskripsikan regulasi emosi pada remaja yang memiliki pola asuh otoriter. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif yang dikombinasikan dengan metode kuantitatif. Informan dalam penelitian ini adalah remaja yang berusia 15 sampai dengan 18 tahun. Pola asuh otoriter diungkap melalui skala pola asuh otoriter, sedangkan regulasi emosi pada remaja yang memiliki pola asuh otoriter diungkap menggunakan kuesioner tertutup tentang regulasi emosi. Hasil penelitian yang berasal dari skala pola asuh otoriter menunjukkan bahwa dari 69 remaja, sebanyak 4,34% remaja memiliki pola asuh otoriter sangat tinggi, 20,29% memiliki pola asuh otoriter tinggi, 42,03% memiliki pola asuh otoriter sedang, 46,38% memiliki pola asuh otoriter rendah, dan sebanyak 0% memiliki pola asuh otoriter sangat rendah. Berdasarkan hasil dari skala pola asuh otoriter tersebut, diperoleh 17 remaja yang memiliki kategori sangat tinggi dan tinggi. Selanjutnya subjek penelitian diberi kuesioner tertutup tentang regulasi emosi. Hasilnya menunjukkan bahwa sebanyak 4 remaja cenderung yang positif dalam menghadapi permasalahan di lingkungan keluarga, teman sebaya, sekolah, dan masyarakat seperti kembali fokus pada perencanaan awal, fokus pada hal-hal positif, bersedia menerima peristiwa apapun sebagai bagian dari kehidupannya, mengevaluasi peristiwa yang dihadapi secara lebih positif, dan berusaha menempatkan peristiwa yang dihadapi sesuai dengan perspektifnya; dan sebanyak 13 remaja yang memiliki kecenderungan kombinasi antara positif dan negatif dalam menghadapi permasalah kehidupan. Strategi yang digunakan adalah fokus pada perencanaan awal, focus pada hal-hal yang positif, bersedia menerima peristiwa apapun sebagai bagian dari kehidupannya, mengevaluasi peristiwa yang dihadapi secara lebih positif, dan berusaha menempatkan peristiwa yang dihadapi sesuai dengan perspektifnya, meskipun kadang-kadang masih menyalahkan diri sendiri, menyalahkan orang lain, mencoba memahami kembali, dan katastrop. Kata Kunci: Regulasi Emosi, Pola Asuh Otoriter, Remaja Keluarga merupakan lingkungan pertama bagi seorang anak dalam mempelajari berbagai macam hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Dalam proses belajar inilah, seorang anak akan mencontoh apa yang diajarkan dan dilakukan oleh setiap anggota keluarganya. Perilaku keluarga khususnya orangtua dalam menerapkan pola asuh terhadap anak akan berpengaruh pada proses tumbuh kembang anak terutama dalam membentuk kepribadian anak. Orangtua yang cenderung 293

294 Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013 menuntut dan mengekang dapat memberikan dampak negatif pada anak khususnya anak yang sudah beranjak remaja. Remaja yang dalam kehidupannya cenderung dituntut dan dikekang, justru akan berpengaruh pada kondisi fisik dan psikologis remaja tersebut. Orangtua diharapkan mampu menerapkan pola asuh yang sesuai pada remaja dengan memberikan contoh yang baik serta dukungannya kepada remaja dalam mengembangkan bakat dan minat yang dimilikinya. Namun kenyataannya, masih banyak orangtua yang menerapkan pola asuh yang tidak sesuai kepada remaja, seperti pola asuh otoriter. Barnadib (1986, dalam Aisyah, 2010) mengungkapkan bahwa orangtua yang otoriter cenderung tidak memberikan kesempatan pada anak untuk mengutarakan pendapat dan perasaannya, sehingga pola asuh otoriter cenderung mengakibatkan perilaku agresif. Orangtua yang otoriter kemungkinan sering juga melakukan tindakan yang tidak sesuai, seperti memukul anak, menuntut anak untuk mematuhi aturan yang kaku tanpa ada penjelasan dari orangtua, serta cenderung menunjukkan rasa marahnya pada anak (Hart dkk, 2003, dalam Santrock, 2007). Odebunmi (2007, dalam Okorodudu, 2010) mengungkapkan bahwa hasil dari beberapa laporan penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar dari semua kenakalan remaja berasal dari rumah yang orangtuanya kurang memiliki cinta dan perhatian. Perilaku perilaku remaja yang cenderung negatif sebenarnya dapat dicegah apabila remaja memiliki kemampuan untuk mengatur emosinya. Kemampuan untuk mengatur emosi yang terjadi biasanya disebut dengan regulasi emosi. Gross (1998) mendefinisikan regulasi emosi sebagai suatu proses individu dalam mempengaruhi emosi yang dimilikinya, kapan individu merasakannya, dan bagaimana individu mengalami dan mengekspresikan emosi tersebut. Menurut Gross (1999) proses tersebut meliputi menurunkan dan meningkatkan emosi. Regulasi emosi tidak hanya melibatkan pengalamanan afektif, tetapi juga melibatkan proses kognitif, perilaku, dan fisiologis. Semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa regulasi emosi merupakan faktor penting pada kemampuan anak dan remaja untuk mendorong perilaku prososial dan pro-akademik (Pekrun dkk, 2002, dalam Augustyniak dkk, 2009). Terdapat bermacam macam strategi yang dapat digunakan oleh remaja untuk meregulasi emosinya supaya tidak meledak ledak dan bergelora. Menurut Frydenberg (dalam Brown, 2011), ketidakmampuan seorang remaja dalam meregulasi respon emosinya terhadap peristiwa kehidupan yang penuh dengan tekanan akan mengakibatkan terhambatnya perkembangan

Regulasi Emosi Remaja yang Diasuh Secara Otoriter oleh Orangtuanya 295 Kurniasih, W., Pratisti, W.D. [293-301] perilaku sosial mereka dan keberfungsian mereka di dalam keluarga dan masyarakat. Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana regulasi emosi pada remaja yang memiliki pola asuh otoriter? Metode Penelitian Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif yang dikombinasikan dengan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk menggali data sekunder yakni data tentang pola asuh otoriter, kemudian data sekunder ini akan digunakan peneliti untuk memperoleh data primer. Sedangkan pendekatan kualitatif digunakan untuk menggali data primer yaitu regulasi emosi pada remaja yang memiliki pola asuh otoriter. 1. Skala Pola Asuh Otoriter Untuk memperoleh data tentang remaja yang memiliki pola asuh otoriter, maka peneliti menggunakan skala pola asuh otoriter yang harus diisi oleh remaja. Alat ini digunakan untuk mendapatkan informan yang sesuai dengan tema penelitian yang akan diteliti. Skala tersebut disusun berdasarkan aspek aspek pola asuh otoriter menurut Frazier. Skala tersebut memiliki 40 aitem pernyataan dengan 4 alternatif pilihan jawaban. Setelah dilakukan uji coba terhadap 103 remaja, diperoleh sebanyak 22 aitem yang valid dan 18 aitem yang gugur, dengan nilai reliabilitas 0,855 dan validitas aitem yang bergerak dari angka 0,315 0,712. 2. Kuesioner Tertutup tentang Regulasi Emosi Peneliti menggunakan kuesioner tertutup tentang regulasi emosi untuk mengetahui regulasi emosi pada remaja yang memiliki pola asuh otoriter. Pertanyaan pertanyaan pada kuesioner tertutup ini disusun berdasarkan permasalahan-permasalahan remaja yang berkaitan dengan lingkungan sekitar remaja seperti menurut Brofenbrenner (dalam Santrock, 2007) yaitu lingkungan keluarga, sekolah, teman sebaya, dan masyarakat. Kuesioner regulasi emosi tersebut memiliki 9 alternatif jawaban, dimana jawaban yang disediakan disusun berdasarkan strategi regulasi emosi menurut Garnefski dan Kraaij (2007) yaitu menyalahkan diri sendiri, menyalahkan orang lain, pemahaman ulang, kasastrop, pemusatan ulang pada perencanaan, penilaian ulang yang positif, penerimaan, menempatkan perspektif, dan pemusatan ulang yang positif. Hasil dan Pembahasan 1. Skala Pola Asuh Otoriter Skala pola asuh otoriter diberikan kepada 69 remaja. Berdasarkan skala

296 Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013 pola asuh otoriter diperoleh hasil perhitungan rata rata dari skor total skala pola asuh otoriter (mean) sebesar 40,8 dan standar deviasi (SD) sebesar 9,927. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa remaja yang memiliki tingkat pola asuh otoriter sangat tinggi sebanyak 4,34%, pola asuh otoriter tinggi sebesar 20,29%, pola asuh otoriter sedang sebanyak 46,38%, pola asuh otoriter rendah dengan persentase 28,99%, dan pola asuh otoriter sangat rendah sebanyak 0%. Hal ini berarti bahwa orangtua pasti pernah menerapkan pola asuh otoriter pada remaja, akan tetapi pola asuh otoriter yang diterapkan pada remaja tersebut memiliki tingkatan yang berbeda beda. 2. Kuesioner Tertutup tentang Regulasi Emosi Setelah dilakukan analisis terhadap skala pola asuh otoriter, kemudian didapatkan remaja yang memiliki pola asuh otoriter dengan kategori sangat tinggi dan tinggi sebanyak 17 remaja, kemudian remaja tersebut diberikan kuesioner tentang regulasi emosi. Berdasarkan analisis isi dari kuesioner tentang regulasi emosi, didapatkan hasil bahwa remaja cenderung yang positif seperti pemusatan ulang pada perencanaan saat menghadapi permasalahan yang berhubungan dengan hobi dan cita-cita yang tidak didukung orangtua. Di dalam hal ini, remaja cenderung memikirkan langkah apa yang harus mereka ambil untuk menyelesaikan permasalahanpermasalahan tersebut. Hasil tersebut sesuai dengan pendapat Pekrun dkk (2002, dalam Augustyniak dkk, 2009) bahwa regulasi emosi tidak hanya melibatkan pengalamanan afektif, tetapi juga melibatkan proses kognitif, perilaku, dan fisiologis. Ketika remaja melanggar aturan yang telah ditetapkan oleh orangtua, kemudian orangtua memarahi mereka, remaja cenderung menggunakan strategi regulasi emosi yang positif seperti penerimaan. Remaja cenderung menerima apa yang dilakukan oleh orangtua mereka. Dalam hal ini remaja berusaha untuk mempengaruhi emosinya ke arah yang positif. Hal ini sesuai dengan pendapat Gross (1998) yang menyatakan bahwa regulasi emosi adalah proses individu dalam mempengaruhi emosi yang dimilikinya, kapan individu merasakannya, dan bagaimana individu mengalami dan mengekspresikan emosi tersebut. Saat orangtua tidak menuruti keinginan remaja, strategi regulasi emosi yang digunakan remaja cenderung ke arah yang positif. Remaja cenderung menggunakan strategi regulasi emosi seperti fokus pada awal

Regulasi Emosi Remaja yang Diasuh Secara Otoriter oleh Orangtuanya 297 Kurniasih, W., Pratisti, W.D. [293-301] perencanaan. Dalam hal ini, remaja cenderung memikirkan langkah apa yang harus diambil untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Thompson (1994, dalam Putnam & Silk, 2005) yang menyatakan bahwa regulasi emosi merupakan proses intrinsik dan proses ekstrinsik yang bertanggung jawab dalam memantau, mengevaluasi, dan memodifikasi reaksi emosional, terutama sifat individu yang cenderung intensif dan sementara dalam mencapai suatu tujuan. Data temuan lain menunjukkan bahwa remaja cenderung menggunakan strategi regulasi emosi seperti mengevaluasi kembali pada hal-hal yang lebih positif dan berusaha menerima situasi yang dihadapi, apabila dilarang orangtua untuk menjalin hubungan dengan lawan jenis (berpacaran). Dalam hal ini remaja cenderung menciptakan sisi positif dari permasalahan yang dihadapinya serta menerima permasalahan tersebut. Hasil tersebut sesuai dengan pernyataan Kalat dan Shiota (2007) bahwa regulasi emosi merupakan upaya melakukan sesuatu yang menyenangkan sehingga menimbulkan perasaan positif. Dalam kasus pertengkaran dengan saudara kandung karena orangtua yang terkesan pilih kasih, responden ternyata mampu mengambil makna positif dari permasalahan itu, sehingga remaja tersebut menerima permasalahan yang dihadapi dan berusaha memikirkan langkah apa yang harus diambil untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Remaja berusaha untuk meminimalisasi emosi negatif dengan menggunakan regulasi emosi yang positif. Hal ini sesuai dengan pernyataan Diamond dan Aspinwall (2003), bahwa tujuan regulasi emosi adalah memaksimalkan emosi positif dan meminimalisir emosi negatif. Pekrun dkk (dalam Augustyniak dkk, 2009) mengungkapkan bahwa regulasi emosi merupakan faktor penting pada kemampuan anak dan remaja untuk mendorong perilaku prososial dan pro-akademik. Temuan peneliti ternyata menunjukkan dua respon yang berbeda saat menghadapi situasi yang berhubungan dengan nilai. Ketika remaja mendapatkan nilai ujian yang buruk, remaja cenderung yang negatif seperti menyalahkan diri sendiri. Saat orangtua memberikan hukuman, remaja cenderung menerima hukuman tersebut. Bagi beberapa remaja, hukuman tersebut justru memunculkan strategi regulasi emosi yang positif yaitu penerimaan. Penerimaan juga muncul saat hukuman muncul dari figur otoritas di sekolah, yaitu guru. Dalam hal ini

298 Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013 remaja cenderung meminimalisir emosi negatif yang dimilikinya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Multi Health System (dalam Augustyniak dkk, 2009) yang menyatakan bahwa regulasi emosi adalah kemampuan untuk menghambat, menaklukan,meminimalisir,memelihara,menekankan, atau memperpanjang suatu keadaan emosi. Apabila remaja memiliki perbedaan pendapat dengan teman teman mereka ketika sedang berdiskusi kelompok di kelas, remaja cenderung memikirkan langkah apa yang harus dilakukannya untuk menghadapi perbedaan pendapat yang terjadi. Hasil ini sesuai dengan pendapat Planalp (1999, dalam Hude, 2008) bahwa regulasi emosi tidak hanya menyangkut dengan tindakan individu untuk menghentikan suatu perbuatan yang negatif, tetapi regulasi emosi juga merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari proses proses emosi yang dibangun diatas komponen lain, seperti obyek, penilaian, fisiologis, serta kecenderungan untuk bertindak. Individu meregulasi emosi secara tidak sadar dan otomatis. Cara remaja menangani perbedaan pendapat juga muncul saat remaja mendapatkan komentar dari teman sebaya mengenai penampilannya, dan saat harus menghadapi pertengkaran dengan sahabat karena masalah perasaan suka yang ditujukan pada orang yang sama. Dalam lingkup lingkungan tempat tinggal, remaja menunjukkan pola yang berbeda dengan saat dihadapkan pada situasi keluarga dan sekolah. Apabila tetangga di lingkungan tempat tinggal remaja membicarakan keburukan remaja tersebut, remaja cenderung yang negatif seperti menyalahkan orang lain. Frydenberg (dalam Brown, 2011) menjelaskan bahwa ketidakmampuan seorang remaja dalam meregulasi respon emosinya terhadap peristiwa kehidupan yang penuh dengan tekanan akan mengakibatkan terhambatnya perkembangan perilaku sosial mereka dan keberfungsian mereka di dalam keluarga dan masyarakat. Berdasarkan uraian uraian tentang strategi regulasi emosi yang digunakan oleh remaja yang memiliki pola asuh otoriter dalam menghadapi permasalahan permasalahan di atas, menunjukkan bahwa remaja yang memiliki pola asuh otoriter cenderung yang positif dalam menghadapi permasalahan permasalahan di dalam kehidupan mereka. Remaja cenderung menggunakan strategi penilaian ulang yang positif, penerimaan, dan pemusatan ulang pada perencanaan. Hasil ini menunjukkan bahwa pola

Regulasi Emosi Remaja yang Diasuh Secara Otoriter oleh Orangtuanya 299 Kurniasih, W., Pratisti, W.D. [293-301] asuh otoriter yang diterapkan oleh orangtua tidak selalu memiliki dampak negatif terhadap remaja. Hal ini dikarenakan orangtua yang berada di kebudayaan Timur seperti Indonesia cenderung menerapkan pola asuh otoriter, dimana orangtua cenderung memberikan batasan, tuntutan, arahan, dan aturan kepada putra / putri mereka yang sedang beranjak remaja. Dimana ketika orangtua menerapkan pola asuh otoriter, kecenderungan remaja dalam yang positif dikarenakan remaja tersebut cenderung menerima pola asuh tersebut, mengambil makna positif dari penerapan pola asuh tersebut, serta memikirkan langkah apa yang harus mereka ambil terhadap apa yang orangtua terapkan pada mereka. Dalam hal ini remaja cenderung berpikir bahwa apa yang dilakukan oleh orangtua mereka memiliki tujuan yang positif untuk kehidupan remaja yakni supaya remaja tidak terjerumus pada pergaulan yang salah, sehingga remaja cenderung meregulasi emosi yang dialaminya ke arah yang positif. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Rahayu, dkk (2008) yang menunjukkan bahwa dalam kebudayaan Timur yang memiliki ciri kolektivisme, pola asuh otoriter tidak selalu menunjukkan dampak yang negatif. Pola asuh otoriter yang diterapkan oleh orangtua kurang berfungsi ketika remaja menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan bakat dan minat yang dimilikinya, bermasalah dengan keinginan remaja yang tidak dipenuhi orangtua dan orangtua cenderung memenuhi keinginan saudara kandung mereka, bermasalah dengan prestasi akademik mereka, bermasalahan dengan teman sebaya, serta ketika remaja berada di lingkungan masyarakat. Hal ini dikarenakan secara kognisi, remaja cenderung memiliki sikap kritis terhadap permasalahan yang mereka alami yang berkaitan dengan lingkungan di sekitar mereka, sehingga remaja cenderung berusaha untuk memecahkan permasalahan mereka sendiri tanpa mempedulikan arahan arahan yang diberikan oleh orangtua, remaja cenderung memikirkan langkah langkah yang harus diambil untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang mereka hadapi. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Sunarto dan Hartono (2008) yang menyatakan bahwa pemikiran remaja cenderung dipengaruhi oleh ide dan teori yang mengakibatkan sikap kritis remaja terhadap keadaan dan orangtua. Setiap pendapat dari orangtua akan dibandingkan dengan teori yang diikutinya. Selain itu, hal ini juga

300 Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013 didukung oleh teori dari Tolan, dkk (2003, dalam Papalia, dkk, 2009) yang menyatakan bahwa perilaku antisosial cenderung dipengaruhi oleh faktor faktor yang bertingkat dan saling berinteraksi seperti pola asuh orangtua, teman sebaya yang menyimpang, sampai pada masyarakat dan dukungan lingkungan sosial. Simpulan dan Saran Berdasarkan hasil analisis data penelitian di atas, maka peneliti mengambil kesimpulan bahwa informan yang memiliki pola asuh otoriter dapat dikategorikan berdasarkan tingkatan pola asuh otoriter yaitu tingkat pola asuh otoriter dengan kategori sangat tinggi sebanyak 4,34%, pola asuh otoriter dengan kategori tinggi sebesar 20,29%, pola asuh otoriter dengan kategori sedang sebanyak 46,38%, pola asuh otoriter dengan kategori rendah dengan persentase 28,99%, dan kategori pola asuh otoriter sangat rendah sebanyak 0%. Berdasarkan uraian tentang strategi regulasi emosi yang digunakan oleh 17 remaja yang memiliki pola asuh otoriter di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pola asuh yang diterapkan oleh orangtua memiliki peranan khusus terhadap proses regulasi emosi pada remaja di dalam menghadapi permasalahan permasalahan kehidupannya. Remaja yang memiliki pola asuh otoriter dengan kategori sangat tinggi dan tinggi selalu menggunakan strategi regulasi emosi dalam mengatur emosi yang dialaminya baik ke arah yang positif seperti menempatkan perspektif, pemusatan ulang yang positif, penilaian ulang yang positif, penerimaan, dan pemusatan ulang pada perencanaan, maupun ke arah yang negatif seperti menyalahkan diri sendiri, menyalahkan orang lain, katastrop, dan pemahaman ulang. Selain itu, hal ini juga menunjukkan bahwa pada kebudayaan Timur yang berciri kolektivisme, pola asuh otoriter cenderung memiliki dampak yang positif terhadap regulasi emosi pada remaja. Hal ini dikarenakan orangtua yang berada di kebudayaan Timur seperti Indonesia cenderung menerapkan pola asuh otoriter, dimana orangtua cenderung memberikan batasan, tuntutan, arahan, dan aturan kepada putra / putri mereka yang sedang beranjak remaja.

Regulasi Emosi Remaja yang Diasuh Secara Otoriter oleh Orangtuanya 301 Kurniasih, W., Pratisti, W.D. [293-301] DAFTAR PUSTAKA Aisyah, S. (2010). Pengaruh Pola Asuh Orangtua terhadap Tingkat Agresivitas Anak. Jurnal MEDTEK, Vol. 2 No. 1. Augustyniak, K. M., Brooks, M., Rinaldo, V. J., Bogner, R., & Hodges, S. (2009). Emotion Regulation: Considerations for School Based Group Interventions. The Journal for Specialists in Group Work, Vol. 34 No. 4, p. 326 350. Brown, C. L. (2011). The Effects of Parental Conflict and Close Friendships on Emotion Regulation in Adolescence. University of Virginia Press. Chang, L., Schwartz, D., Dodge, K. A., & McBride-Chang, C. (2003). Harsh Parenting in Relation to Child Emotion Regulation and Agression. Journal of Family Psychology, Vol. 17, No. 4, p. 598 606. Diamond, L. M., & Aspinwall, L. G. (2003). Emotion Regulation Across the Life Span : An Integrative Perspective Emphasizing Self - Regulation, Positive Affect, and Dyadic Processes. Motivation and Emotion, Vol. 27, No. 2, Vol. 27 No. 2, p. 125-156. Frazier, Barbara. (2012). Assessing Your Parenting Style [online]. www.thesuccessfulparent.com/parenting-style/assessing-your-parenting-style diakses pada hari Minggu tanggal 4 November 2012 pukul 23.48 WIB. Garnefski, N., & Kraaij, V. (2007). The Cognitive Emotion Regulation Questionnaire Psychometric Features and Prospective Relationship with Depression and Anxiety in Adults. European Journal of Psychological Assesment, Vol. 23, No. 3, p. 141 149. Gross, J. J. (1998). The Emerging Field of Emotion Regulation: An Integrative Review. Review of General Psychology, Vol. 2, No. 3, p. 271 299. Gross, J. J. (1999). Emotion Regulation: Past, Present, Future. Cognition and Emotion, Vol. 13, No. 5, p. 551-573. Hude, M. D. (2008). Emosi (Penjelajahan Religio Psikologis tentang Emosi Manusia dalam Al Qur an). Jakarta: Erlangga. Kalat. J. W., & Shiota, M. N. (2007). Emotion. USA: Thomson Higher Education. Okorodudu, G. N. (2010). Influence of Parenting Style on Adolescent Delinquency in Delta Central Senatorial District. Edo Journal of Counselling, Vol. 3, No. 1, p. 58 86. Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2009). Human Development (Perkembangan Manusia). Jakarta: Salemba Humanika. Putnam, K. M., & Silk, K. R. (2005). Emotion Dysregulation and the Development of Borderline Personality Disorder. Development and Psychopatology, Vol. 17, p. 899 925. Santrock, J. W. (2007). Perkembangan Anak. (ed. 11). Jakarta: Erlangga. Sunarto, & Hartono, B. A. (2008). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT. Rineka Cipta