BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sistem pasar tenaga kerja di Jepang merupakan salah satu hasil dari nilai-nilai dan jaringan yang rumit dalam hubungan sosial masyarakat Jepang. Dalam sistem tenaga kerja Jepang, kontrak pekerjaan secara implisit dipercaya dan dipahami sebagai media hubungan sosial yang mendalam dan diharapkan dapat bertahan lama. Dari sinilah konteks life-long employment muncul. Aspek yang sangat pribadi dari sistem kerja di Jepang tentu bukan tanpa kekurangan. Ada kekhawatiran yang semakin meningkat terhadap sistem life-long employment, bahwa biaya untuk mempertahankan hubungan sosial seperti ini sudah jauh lebih besar dan merugikan daripada manfaat yang diberikannya. 1 Contohnya, perusahaan berkewajiban untuk mempertahankan kelebihan tenaga kerja pada masa krisis, dan pasar tenaga kerja menjadi rigid serta kehilangan fluiditas. Kurangnya fluiditas, khususnya terhadap keluarnya pekerja berlebih, sangat menghambat penciptaan lapangan kerja dan masuknya pekerja-pekerja baru. Hal ini tentunya melemahkan efisiensi dan produktivitas perusahaan. Praktik pelatihan pekerja dari dalam dengan minimnya rekrutmen spesialis dari luar juga membutuhkan biaya yang lebih mahal, terutama dalam menghadapi perubahan pesat teknologi yang menuntut adanya tenaga kerja spesialis yang lebih beragam. Praktik pasar tenaga kerja tradisional Jepang tidak lagi sesuai dengan keadaan pertumbuhan ekonomi yang saat ini melambat dan penuaan penduduk yang cepat. Life-long employment sistem mulai mendapatkan banyak tantangan semenjak resesi berkepanjangan yang dialami Jepang serta derasnya arus globalisasi yang menuntut fleksibilitas dan perubahan. Reformasi diperlukan untuk memecah adanya dualisme 1 Murakami, Yasusuke and Thomas P. Rohlen. 1992. Social-Exchange Aspects of the Japanese Political Economy: Culture, Efficiency, and Change. Hal. 63-105 in The Political Economy of Japan, Volume 3: Cultural and Social Dynamics, Stanford: Stanford University Press. 1
dalam pasar tenaga kerja, terutama dengan semakin populernya tren non-regular worker saat ini dan juga untuk mendorong lebih besarnya partisipasi angkatan kerja muda serta perempuan. Mulai dari pertengahan 1990-an dan seterusnya, perkembangan sosial ekonomi sehubungan dengan struktur ketenagakerjaan di Jepang memunculkan suatu istilah yang disebut dengan the lost generation, ketika para sarjana baru menjadi korban pertama dari krisis, dan jatuh ke dalam sistem rekrutmen yang diimplementasikan oleh Jepang. Golongan pertama biasanya terdiri dari kelompok usia yang lahir di antara tahun 1970-an dan awal 1980-an, yang mencoba namun sering kali gagal untuk mendapatkan pijakan ke dalam sistem kerja Jepang setelah pertengahan 1990-an pada puncak resesi. 2 Bahkan mereka yang berasal dari sekolah dan perguruan tinggi ternama pun tidak memiliki peluang yang banyak karena perusahaan-perusahaan memang terpaksa membekukan perekrutan, yang kemudian dijuluki masa hiring ice age (shūshoku hyōgaki). Pembekuan rekrutmen ini berdampak sangat menghancurkan bagi para pencari kerja muda. Sistem life-long employment membuat perusahaan tidak bisa untuk memberhentikan pekerja senior mereka. Akibatnya angka pengangguran bagi tenaga kerja muda pun meningkat dan semenjak ini kemerosotan pasar tenaga kerja Jepang terus berulang. 3 Pemerintah Jepang yang saat ini dipimpin oleh Perdana Menteri Shinzo Abe sudah melihat permasalahan ini sebagai isu yang kritis dan telah berupaya untuk memperbaiki iklim pasar tenaga kerja Jepang yang rigid melalui beberapa kebijakan ekonomi politik. Sampai aaat ini sistem life-long employment masih marak digunakan oleh perusahaan Jepang bahkan pasca resesi, terutama dikalangan perusahaan multinasional. Banyak studi yang telah membahas dan memuji sistem ini terutama dalam kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi Jepang yang pesat pasca perang dunia atau bahkan merekomendasikan manajemen sistem ini untuk diadaptasi oleh negara-negara lain. Namun, tujuan dari skripsi ini adalah untuk melihat pentingnya reformasi bagi sistem ketenagakerjaan di Jepang serta 2 Hiroshi Yoshikawa, Japan s Lost Decade, (Tokyo: International House of Japan, 2002). Hal. 140. 3 Kazutoshi Kase, The Era of Mass Employment (Shudan shushoku no jidai), (Aoki shoten, Publishing Co., Ltd., 1997). Hal. 96. 2
memberikan kritik terhadap life-long employment yang justru sangat mengekang mobilitas perusahaan maupun pekerja akibat dari pasar tenaga kerja yang tidak fleksibel. 1.2 RUMUSAN MASALAH Dengan melihat latar belakang masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini, penulis mengajukan dua rumusan masalah, yaitu; 1. Mengapa pemerintah Jepang perlu mereformasi sistem life-long employment? 2. Apa tantangan dan hambatan yang dihadapi oleh pemerintah Jepang dalam mereformasi sistem life-long employment? 1.3 LANDASAN KONSEPTUAL Teori Neoliberalisme Neoliberlisme mengadvokasikan pasar bebas, kebebasan individu, dan intervensi negara minimal dalam perekonomian yang merupakan kumpulan teori tentang relasi antar negara, pasar, individu, dan masyarakat dalam sebuah sistem yang berlandaskan kapitalisme. Pada intinya paham ini memperjuangkan persaingan bebas yang percaya pada kekuatan pasar untuk menyelesaikan masalah-masalah sosial ketimbang melalui regulasi negara. Dalam hal pasar tenaga kerja sendiri, pemerintah harus membebaskan mekanisme pasar bekerja, harus melakukan deregulasi dengan mengurangi restriksi pada proses produksi, mencabut semua rintangan birokratisasi ataupun menghilangkan tarif demi menjamin terwujudnya sistem yang bebas dan fleksibel, 4 4 Goerge, Susan, 1999. A Short History of Neoliberalism: Twenty Years of Elite Economics and Emerging Opportunities For Structural Change, http://www.milleniumround.org 3
Dalam kebijakan luar negeri, neoliberalisme memiliki kaitan yang erat dengan pembukaan pasar luar negeri yang merujuk pada perdagangan bebas, baik melalui cara politis, diplomasi, tekanan ekonomi, maupun intevensi militer. Neoliberalisme umumnya juga berkaitan dengan tekanan politik multilateral melalui berbagai badan pengelolaan perdagangan seperti WTO (World Trade Organization) dan Bank Dunia yang menyebabkan berkurangnya wewenang pemerintahan sampai ke batas minimum. Untuk meningkatkan efisiensi korporasi, neoliberlisme berusaha keras untuk menolak atau mengurangi kebijakan hak-hak buruh seperti jaminan pekerjaan, upah minimum, dan hak daya tawar kolektif lainnya. Secara domestik, neoliberalisme sering kali digunakan sebagai alat tawar untuk membujuk negara lain dalam membuka pasarnya. Sehingga neoliberalisme seringkali menjadi rintangan bagi gerakan-gerakan yang mendukung hak-hak buruh dan keadilan serta kesejahteraan sosial. 5 Seperti dalam kasus penjaminan dan upah pekerja, dalam pemahaman neoliberalisme pemerintah tidak berhak ikut campur dalam penentuan gaji pekerja atau dalam masalah masalah tenaga kerja lainnya. Hal ini sepenuhnya merupakan urusan antara pengusaha pemilik modal dan pekerjanya. Menurut kaum neoliberal, perekonomian dengan inflasi yang rendah dan pengangguran tinggi tetap masih lebih baik dibandingkan dengan inflasi yang tinggi dan pengangguran yang rendah. Tugas pemerintah hanyalah untuk menciptakan lingkungan sehingga modal dapat bergerak dengan bebas dan baik tanpa restriksi. Dalam hal ini pemerintah hanya harus menjalankan kebijakan-kebijakan memotong pengeluaran serta biaya-biaya publik seperti subsidi, sehingga fasilitas-fasilitas kesejahteraan publik harus dikurangi. Dengan demikian, skripsi ini akan menggunakan teori neoliberlisme untuk melihat pentingnya perubahan terhadap sistem life-long employment di Jepang yang saat ini cenderung menyulitkan pertumbuhan dan perbaikan ekonomi Jepang. 5 Harvey, D. (2005). A Brief History of Neoliberalism. Oxford: Oxford University Press. 4
1.4 ARGUMEN UTAMA Reformasi pada sistem tenaga kerja di Jepang penting untuk dilakukan oleh pemerintah Jepang, melihat bahwa karakteristik life-long employment cenderung menghambat dan memberatkan pertumbuhan ekonomi Jepang di era modern. Sistem pasar tenaga kerja yang rigid menciptakan hambatan bagi perusahaan-perusahaan di Jepang untuk menggunakan tenaga kerja muda secara efektif dan efisien yang kemudian menyebabkannya menjadi kurang dinamis dan kompetitif, hal ini menjadikan mobilitas tenaga kerja menjadi sangat terbatas, menyulitkan perusahaan maupun angkatan tenaga kerja muda, dan menjadikannya sangat rentan saat terjadi krisis maupun perubahan-perubahan ekonomi global. Selain itu, sistem ini juga menciptakan dualisme atau segmentasi pada pasar tenaga Jepang, dimana terjadi pertentangan antara pekerja reguler dan non-reguler. Sistem perputaran yang kurang fleksibel dan biaya tidak sedikit yang harus diberikan oleh perusahaan kepada pekerja tetapnya menjadikan non-regular worker sebagai jalan keluar yang menguntungkan bagi perusahaan, yang implikasinya kemudian membuat jurang sosial dan ekonomi di masyarakat semakin besar. Sistem life-long employment yang cenderung mengedepankan kesejahteraan masyarakat melalui jaminan dan perlindungan pekerjaan oleh pemerintah sulit untuk diterapkan di era pasar bebas yang saat ini lebih fleksibel dan dinamis. Namun, sampai saat ini pemerintah Jepang masih sulit untuk melakukan reformasi struktural secara keseluruhan, melihat bahwa sistem life-long employment sudah sangat terintegrasi dalam segala aspek dan praktik ketenagakerjaan di Jepang. Unsur dan representasi budaya yang kuat dalam sistem life-long employment menjadikannya sebagai salah satu identitas masyarakat Jepang. Undang-undang ketenagakerjaan Jepang sendiri sampai saat ini masih mendorong sistem life-long employment, dan barulah pada 24 Juni 2014 perdana Menteri Shinzo Abe menyampaikan rencana dan aksi kebijakan reformasi yang nyata melalui Abenomics yang bertujuan untuk memperbaiki dan mendorong perubahan serta restrukturisasi sistem tenaga kerja kedepannya. 5
1.5 METODE PENELITIAN Dalam penulisan skripsi ini, penulis akan menggunakan metode kualitatif untuk menganalisa berbagai fakta yang ada dari data yang tersedia, yang kemudian akan dikorelasikan dengan variabel dan indikator penelitian. Penulis akan berusaha menggunakan metode tersebut dalam mengkonstruksikan realitas dan memahami maknanya, sehingga proses, peristiwa dan otentisitas akan sangat diperhatikan. Beberapa langkah yang diambil adalah dengan melakukan konseptualisasi yang akan dilanjutkan dengan generalisasi. Konseptualisasi merupakan proses penyederhanaan fenomena dengan mengklarifikasikan dan mengkategorisasikannya. Misalnya, untuk menganalisa fenomena life-long employment di Jepang, penulis akan melakukan konseptualisasi yang berguna untuk mengkaji dan menganalisis mengenai pentingnya reformasi terhadap sistem ketenagakerjaan di Jepang maupun penyebab, dan implikasi fenomena ini bagi kondisi sosial dan ekonomi Jepang serta tanggapan dan upaya pemerintah terhadap keadaan ini, yang kemudian akan dilakukan generalisasi dari data-data empiris yang didapat. Penelitian ini menggunakan metode deduktif, sehingga pengembangan teori yang ada akan digunakan untuk pembuktian lebih jauh ke dalam fenomena-fenomena hubungan internasional. Bentuk analisis di bagian berikutnya lebih merupakan analisa proses, artinya penulis akan menjabarkan secara lebih detail proses dan implementasi dari kebijakan nasional tenaga kerja Jepang guna membangun logika bahwa masalah tenaga kerja ini apabila tidak ditangani dengan baik dapat menciptakan situasi sosial dan ekonomi yang cukup serius. Data yang penulis gunakan berasal dari studi literatur dan online research yang relevan dengan topik yang diangkat. Data yang diperoleh bersumber dari karya tulis dan bahasan-bahasan pada buku-buku, artikel, jurnal, website, surat kabar, dan majalah untuk merumuskan jawaban yang komprehensif bagi rumusan masalah. 6
1.6 JANGKAUAN PENELITIAN Penelitian skripsi ini akan membahas mengenai sistem tenaga kerja Jepang yang rigid melalui praktik life-long employment di Jepang yang saat ini justru lebih banyak memeberikan dampak negatif serta menciptakan permasalahan baru, yaitu terciptanya segmentasi atau dualisme di dalam pasar tenaga kerja Jepang dan semakin menurunnya nilai kompetitif dan dinamika perusahaan akibat dari pasar tenaga kerja yang terlalu kaku bagi perekonomian modern saat ini. Penelitian yang dilakukan terutama akan berfokus pada keadaan ekonomi politik Jepang pasca resesi tahun 1998 sampai dengan tahun 2000-an, terutama dalam melihat urgensi dan betapa pentingnya bagi Jepang untuk segera melakukan reformasi pasar tenaga kerja, melihat bahwa pemerintah maupun masyarakat Jepang sendiri masih sangat kukuh mendukung sistem life-long employment ini dibalik kelemahan dan kegagalan yang telah ditunjukan. Perusahaan-perusahaan besar seperti Panasonic, Sony, dan Sharp akan dijadikan sebagai alat bukti dalam melihat implementasi sistem life-long employment dalam skripsi ini. Selain itu, penulis juga akan menyajikan implikasi yang timbul dari kebijakan proteksi yang diterapkan oleh pemerintah Jepang tersebut terhadap kondisi pasar tenaga kerja di Jepang yang selanjutnya akan berdampak terhadap permasalahan ekonomi politik. Untuk memperkuat argumen tersebut, penulis akan menggunakan teori Neoliberalisme sebagai kerangka berfikir dalam menjawab rumusan masalah yang penulis ajukan. 1.7 SISTEMATIKA PENULISAN Skripsi ini akan terdiri dari empat bagian utama, yaitu pendahuluan, pembahasan pertama, pembahasan kedua dan penutup. Pada bab pertama penulis akan menguraikan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, kerangka berpikir, argumen utama, jangkauan penelitian, dan sistematika penulisan. Pada bab kedua akan dipaparkan mengenai urgensi dan pentingnya perubahan terhadap sistem tenaga kerja Jepang yang kaku untuk dapat menjadi lebih fleksibel. Selain itu bab ini juga akan menyampaikan dampak dari sistem ini terhadap kondisi ekonomi politik di Jepang. Reformasi dalam pasar tenaga kerja dilihat sebagai poin penting untuk 7
memperbaiki iklim pasar tenaga kerja dan ekonomi di Jepang apabila Jepang ingin bangkit dari stagnansi ekonomi saat ini. Di bab ketiga kemudian akan dijelaskan mengenai tantangan, dan hambatan reformasi terhadap sistem life-long employment yang telah lama menjadi karakterisitik pasar tenaga kerja Jepang. Selain itu penulis juga akan melihat tindakan dan kebijakan pemerintah maupun badan-badan terkait lainnya dalam menyikapi isu ini. Pada bab keempat dan terakhir penulis akan menyajikan kesimpulan dari keseluruhan pembahasan dan analisis dalam penulisan skripsi ini serta beberapa rekomendasi kebijakan bagi perbaikan ekonokmi di Jepang. 8