PENGARUH IAA DAN BAP TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN NILAM (Pogestemon cablin Benth) IN VITRO

dokumen-dokumen yang mirip
III. METODE PENELITIAN A.

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan Tanaman dan Media

PENGGANDAAN TUNAS KRISAN MELALUI KULTUR JARINGAN MULTIPLICATION OF CRISAN BUD THROUGH TISSUE CULTURE. Yekti Maryani 1, Zamroni 1

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan

UJI KONSENTRASI IAA (INDOLE ACETIC ACID) DAN BA (BENZYLADENINE) PADA MULTIPLIKASI PISANG VARIETAS BARANGAN SECARA IN VITRO

III. METODE PENELITIAN

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

Pengaruh Jenis Eksplan dan Komposisi Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Induksi Kalus Pada Tanaman Binahong (Anredera cordifolia (Ten.

Tabel 1. Kombinasi Perlakuan BAP dan 2,4-D pada Percobaan Induksi Mata Tunas Aksilar Aglaonema Pride of Sumatera Secara In Vitro

RESPON REGENERASI EKSPLAN KALUS KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) TERHADAP PEMBERIAN NAA SECARA IN VITRO

III. METODE PENELITIAN A.

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

METODOLOGI PENELITIAN

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

RESPONS PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK (Dendrobium sp.) TERHADAP PEMBERIAN BAP DAN NAA SECARA IN VITRO

Pengaruh Retardan dan Aspirin dalam Menginduksi Pembentukan Umbi Mikro Kentang (Solanum tuberosum) Secara In Vitro

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Induk Hortikultura Gedung Johor Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman perkebunan merupakan komoditas yang mempunyai nilai

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Pelaksanaan

BAB III METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Bahan dan Alat Metode Penelitian

MICROPROPAGATION OF Jatropha curcas

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In vitro Fakultas

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian pendahuluan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Riau-Pekanbaru

PENGARUH PEMBERIAN NAA DAN KINETIN TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis) MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN SECARA IN VITRO

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitaian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman, Jurusan

ORGANOGENESIS TANAMAN BAWANG MERAH (ALLIUM ASCALONICUM L.) LOKAL PALU SECARA IN VITRO PADA MEDIUM MS DENGAN PENAMBAHAN IAA DAN BAP ABSTRACT

INDUKSI AKAR SARANG SEMUT (Myrmecodia pendansmerr. & L.M.Perry)DENGAN PERLAKUAN ARANG AKTIF DAN IBA PADA MEDIUM MS SECARA IN VITRO

in. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Fisiologi dan Kultur Jaringan

BAB III METODE PENELITIAN. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana

Program Studi Agronomi, Pasca Sarjana Universitas Sam Ratulangi, Kampus UNSRAT Manado korespondensi:

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Kombinasi BAP dan IBA terhadap Waktu Munculnya Tunas Akasia (Acacia mangium Willd.)

LAPORAN PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN TANAMAN

BAB III METODE PENELITIAN. bersifat eksperimen karena pada penelitian menggunakan kontrol yaitu

PENGARUH PEMBERIAN NAA DAN KINETIN TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis) MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN SECARA IN VITRO

RESPON PERTUMBUHAN MERISTEM KENTANG (Solanum tuberosuml) TERHADAP PENAMBAHAN NAA DAN EKSTRAK JAGUNG MUDA PADA MEDIUM MS

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium UPT BBI (Balai Benih Induk) Jl.

BAB III BAHAN DAN METODE. Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Teknologi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, Fakultas

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan

HASIL DAN PEMBAHASAN. eksplan hidup, persentase eksplan browning, persentase eksplan kontaminasi,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan studi pembiakan in vitro tanaman pisang yang terdiri

Pembuatan Larutan Stok, Media Kultur Dan Sterilisasi Alat Kultur Jaringan Tumbuhan. Nikman Azmin

III. BAHAN DAN METODE. 1. Percobaan 1: Pengaruh konsentrasi 2,4-D terhadap proliferasi kalus.

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu:

PERBANYAKAN IN VITRO PISANG BARANGAN (Musa paradisiaca Var. Sapientum L.) PADA MEDIA MURASHIGE DAN SKOOG DENGAN PENAMBAHAN BENZYLAMINOPURIN

LAPORAN BIOTEKNOLOGI KULTUR ORGAN_by. Fitman_006 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI PERTANIAN. Kultur Organ OLEH : FITMAN D1B

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Gedung

PENGARUH BAP TERHADAP PERTUMBUHAN JAHE EMPRIT (Zingiber officinale Rosc. var. amarun) DALAM KULTUR IN VITRO

BAB 3 BAHAN DAN METODA

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Fakultas Pertanian,

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini terdiri atas dua percobaan utama dan satu percobaan lanjutan, yaitu:

PERBANYAKAN TUNAS APIKAL KRISAN (Chrysanthemum morifolium Ram.) DENGAN PENAMBAHAN NAA, BAP DAN AIR KELAPA SECARA KULTUR IN VITRO

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Plant Physiology and Culture

PENGARUH NAA DAN BAP TERHADAP INISIASI TUNAS MENGKUDU (Morinda citrifolia) SECARA IN VITRO ABSTRAK

PENGARUH ZAT PENGATUR TUMBUH TERHADAP PROLIFERASI TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas Linn.) SECARA INVITRO

PENGARUH α- BENZIL AMINO PURINA DAN α- ASAM ASETAT NAFTALENA TERHADAP PEMBENTUKAN TUNAS TANAMAN NILAM (Pogostemon cablin Benth.

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN:

UPAYA PEMBIBITAN BIJI SARANG SEMUT (Myrmecodia pendans) DENGAN KULTUR JARINGAN. Heru Sudrajad

PENGARUH PEMBERIAN HORMON NAFTALEN ACETYL ACYD (NAA) DAN KINETIN PADA KULTUR JARINGAN NANAS BOGOR (Ananas comosus (L.) Merr.) cv.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan 2

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium terpadu Kultur jaringan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGARUH KONSENTRASI BAP TERHADAP MULTIPLIKASI TUNAS ANTHURIUM (Anthurium andraeanum Linden) PADA BEBERAPA MEDIA DASAR SECARA IN VITRO

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada tanggal Januari 2011 Maret 2011

I. PENDAHULUAN. Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan salah satu komoditas buah tropis

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan

HASIL DAN PEMBAHASAN

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas

Staf pengajar PS Pemuliaan Tanaman, Jurusan BDP FP USU Medan

OPTIMASI KOMBINASI NAA, BAP DAN GA 3 PADA PLANLET KENTANG SECARA IN VITRO

Tugas Akhir - SB091358

III. BAHAN DAN METODE. 1. Pengaruh konsentrasi benziladenin dengan dan tanpa thidiazuron terhadap

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Tentang Kultur Jaringan

Kata kunci: pucuk Swietenia mahagoni; 6-benzylamino purine (BAP); kinetin, media MS; kultur in vitro

Puput Perdana Widiyatmanto Dosen Pembimbing Tutik Nurhidayati S.Si., M.Si. Siti Nurfadilah, S.Si., M.Sc. Tugas Akhir (SB091358)

Gambar 4. A=N0K0; B=N0K1; C=N0K2

III. BAHAN DAN METODE

Pengaruh Konsentrasi IAA dan BAP Terhadap Pertumbuhan Stek Mikro Kentang Secara In Vitro Munarti, Surti Kurniasih

13/10/2012 PENDAHULUAN. REVIEW KULTUR JARINGAN CENDANA (Santalum album L.)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Transkripsi:

PENGARUH IAA DAN BAP TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN NILAM (Pogestemon cablin Benth) IN VITRO Effect of IAA and BAP on Growth of Patchouli (Pogestemon cablin Benth) In Vitro Muhammad Hatta*, Mardhiah Hayati dan Ulfa Irayani Fakultas Pertanian Unsyiah Darussalam Banda Aceh ABSTRACT The research was aimed at understanding response of patchouli growth in vitro to concentration of IAA and BAP, and looking at interaction between both treatments. The experiment was arranged in a factorial randomized complete block design (RCBD) 2 x 6 with 5 replicates. Factors investigated were concentration of IAA (0 dan 1 mgl -1 ) and concentration of BAP (0.0, 0.4, 0.8, 1.6, 3.2 dan 6.4 mgl -1 ). Variables observed were shoot numbers, shoot height, and leaf numbers at 8 weeks after culturing. The results showed that there was interaction between IAA and BAP on leaf numbers of plantlet at 8 weeks after culturing, where the presence of IAA in the medium caused BAP to exert negative effect on lef formation. On shoot numbers and shoot height, the concentration of IAA and BAP did not exert any effect. Keywords : IAA, BAP, Patchouli, in vitro PENDAHULUAN Tanaman nilam (Pogestemon cablin Benth) merupakan tanaman perdu yang menghasilkan minyak. Minyak nilam banyak digunakan industri parfum, farmasi, makanan dan aroma terapi. Fungsi utama minyak nilam adalah sebagai bahan fiksatif dan wangi-wangian. Minyak nilam Indonesia memasok sekitar 70% pangsa pasar dunia dan merupakan penghasil devisa terbesar dari ekspor minyak atsiri, sehingga tanaman nilam mempunyai prospek pasar paling baik dibandingkan tanaman atsiri lainnya (Mangun, 2005). * Nilam merupakan tanaman yang potensial untuk dikembangkan. Namun, karena tanaman ini tidak berbunga maka keragaman genetik tanaman ini sangat rendah. Untuk meningkatkan keragaman genetiknya maka perlu dilakukan * Penulis koresponden pendekatan bioteknologi. Agar aplikasi bioteknologi dapat dilakukan, maka perlu dikuasai lebih dahulu teknik perbanyakan tanaman nilam secara kultur jaringan. Kultur jaringan adalah upaya perbanyakan tanaman dengan menggunakan bahan tanam mikro dalam media buatan dengan kondisi bebas mikroorganisme. Dalam kultur jaringan, dua golongan zat pengatur tumbuh (ZPT) yang sangat penting adalah sitokinin dan auksin. Sitokinin berperan penting untuk merangsang pembelahan sel dan auksin digunakan secara luas dalam kultur jaringan untuk merangsang pertumbuhan kalus, suspensi sel dan organ. Heddy (1986) menyatakan bahwa ZPT dalam konsentrasi rendah dapat mempengaruhi proses fisiologis tumbuhan. Hal ini disebabkan karena adanya asam yang langsung mempengaruhi sintesis protein dan mengatur aktivitas enzim (Gardner, Pearce dan Mitchell, 1985). 56

BAP adalah salah satu sitokinin yang banyak dipakai dalam kultur jaringan. Zat pengatur tumbuh ini menunjukkan pengaruh yang beragam terhadap pembentukan tunas. Gunawan (1987) menemukan bahwa induksi tunas terbanyak pada eksplan tanaman Brassica oleraceae L. var Botrytis diperoleh pada konsentrasi BAP 0.5 mgl/l. Sholeh dan Parawita (2005) menemukan bahwa konsentrasi BAP 0.25 mg/l merupakan konsentrasi terbaik dalam menginduksi tunas eksplan tanaman melon. Sebaliknya IAA adalah salah satu jenis auksin. Hormon ini dipakai untuk merangsang pembentukan akar. Sholeh dan Parawita (2005) menemukan bahwa IAA 0.5 mgl -1 merupakan konsentrasi terbaik pada kedinian terbentuknya akar, jumlah akar, panjang akar serta pertambahan tinggi tunas dari tanaman melon. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respons pertumbuhan tanaman nilam secara in vitro terhadap konsentrasi IAA dan BAP serta melihat interaksi antara kedua perlakuan tersebut. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh yang dimulai dari tanggal 30 November 2006 sampai dengan 24 Juni 2007. Alat-alat yang digunakan antara lain: botol kultur, alat-alat gelas, ph meter, timbangan analitis, Laminar Air Flow Cabinet (LAFC), Autoklaf, Growth Chamber, alat-alat tanam dan lain-lain. Bahan-bahan yang digunakan antara lain : tunas pucuk tanaman nilam klon Blang Pidie, media MS, IAA, BAP, Benlate, Agrimicin, spiritus, alkohol 96 %, Rifampicyn, Tween 20, Bayclin, Betadine, dan lain-lain. Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial 2 x 6 dengan 5 ulangan. Faktor yang diteliti ada 2, yaitu konsentrasi IAA (I) yang terdiri dari 0 dan 1 mgl -1, dan konsentrasi BAP (B) yang terdiri dari 0.0, 0.4, 0.8, 1.6, 3.2, dan 6.4 mgl -1. Data dianalisis dengan uji F dan diikuti dengan Uji DMRT pada taraf 5 %. Alat dan bahan yang digunakan disterilisasi terlebih dahulu dalam autoklaf selama 30 menit pada tekanan 17.5 Psi dan suhu 121 o C. Pembuatan larutan MS dimulai dengan membuat larutan stok dan memipet larutan stok sesuai dengan konsentrasi yang diperlukan serta ditambah gula, ZPT dan agar-agar. ph media diatur hingga mencapai 5.8 dan semua campuran dipanaskan. Selanjutnya media disterilisasikan dalam autoklaf selama 15 menit pada tekanan 17.5 Psi dengan suhu 121 o C. Eksplan diambil dari bagian tunas pucuk dan panjangnya 5 cm dan disterilkan. Setelah eksplan dicuci, direndam dalam campuran Rifampicyn 1 butir untuk 500 ml air selama 20 menit dan digoyang-goyang. Kemudian eksplan dibilas kembali sebanyak 3 kali dan direndam dalam larutan Bayclin 15 % yang ditambahkan Tween 20 sebanyak 2 tetes selama 10 menit, lalu dibilas 1 kali dengan aquades steril. Eksplan direndam kembali dalam larutan Bayclin 10 % selama 5 menit dan dibilas lagi sebanyak 3 kali dengan aquades steril. Pada air bilasan terakhir ditetesi Betadine sebanyak 3 tetes. Kemudian eksplan dipotong dengan ukuran 1 cm dan segera ditanam dalam media yang telah disiapkan. Selanjutnya botol-botol tersebut diletakkan dalam growth chamber dengan suhu 20 o C dengan kelembaban relatif 70 % dan lama penyinaran 16 jam. Peubah-peubah yang diamati pada penelitian ini adalah jumlah tunas, jumlah daun dan tinggi tunas. Pengamatan dilakukan pada umur 8 minggu setelah tanam (MST). Persentase eksplan hidup, mati dan kontaminasi yaitu jumlah eksplan yang hidup/mati/ kontaminasi dibagi dengan 57

jumlah eksplan yang ditanam dikali 100 %. Pengamatan dilakukan pada minggu ke-4 setelah penanaman. HASIL DAN PEMBAHASAN menunjukkan bahwa interaksi berpengaruh sangat nyata antara konsentrasi IAA dan BAP terhadap jumlah daun per tunas plantlet nilam, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas dan tinggi tunas plantlet nilam pada umur 8 MST. Pengaruh IAA dan BAP terhadap Jumlah Tunas menunjukkan bahwa konsentrasi IAA dan BAP tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas plantlet nilam pada umur 8 MST. Rata-rata jumlah tunas plantlet nilam umur 8 MST dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Rata-rata Jumlah Tunas Plantlet Nilam Dalam Media MS Pada Konsentrasi IAA dan BAP yang Berbeda Umur 8 MST 0.0 0.4 0.8 1.6 3.2 6.4 1.31 1.54 1.35 1.38 1.33 1.33 1.30 1.30 1.47 Tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah tunas pada beberapa konsentrasi BAP tidak berbeda nyata satu dengan lainnya. Keadaan ini berlaku sama, baik pada konsentrasi IAA 1 mg/l maupun pada 0 mg/l. Ini memperlihatkan bahwa penambahan IAA tidak memberikan pengaruh apapun pada proses pembentukan tunas. Ini sesuai dengan pendapat Santoso et al. (2003) bahwa proliferasi tunas aksilar hanya memerlukan sitokinin dalam konsentrasi tinggi tanpa auksin ataupun auksin dalam konsentrasi rendah. Kondisi ini juga menunjukkan bahwa IAA tidak berinteraksi sama sekali dengan BAP terhadap pembentukan tunas. Data ini juga memperlihatkan bahwa penambahan konsentrasi BAP pada media tidak memberikan pengaruh pada pembentukan tunas nilam. Melihat jumlah tunas yang terbentuk relatif sedikit, maka ada kemungkinan konsentrasi yang dicobakan ini belum efektif. Dengan kata lain, diperlukan konsentrasi yang lebih tinggi untuk dapat meningkatkan jumlah tunas. George dan Sherrington (1984) menyatakan bahwa pembentukan tunas adventif memerlukan sitokinin dalam konsentrasi tinggi. Pengaruh IAA dan BAP terhadap Jumlah Daun menunjukkan bahwa terdapat interaksi yang sangat nyata antara konsentrasi IAA dengan BAP terhadap jumlah daun per tunas plantlet nilam pada umur 8 MST. Rata-rata jumlah daun plantlet nilam pada konsentrasi IAA dan BAP umur 8 MST dapat dilihat pada Tabel 2. 58

Tabel 2. Rata-rata Jumlah Daun Per Tunas Plantlet Nilam Dalam Media MS pada Konsentrasi IAA dan BAP yang Berbeda Umur 8 MST 0.0 0.4 0.8 1.6 3.2 6.4 1.31 ab 1.36 ab 1.41 ab 1.20 ab 1.71 a 1.54 ab 1.31 ab 1.21 ab 1.48 ab Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan Uji Duncan pada taraf 5 %. Hasil uji Duncan pada taraf 5 % menunjukkan bahwa pengaruh konsentrasi BAP terhadap peubah jumlah daun plantlet nilam tergantung pada konsentrasi IAA yang ditambahkan. Pada konsentrasi IAA 0 mg/l, perbedaan konsentrasi BAP tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap jumlah daun. Terbentuknya Jumlah daun yang sedikit ini patut mengantar dugaan bahwa perlu konsentrasi yang lebih tinggi untuk merangsang pembentukan daun nilam. Sebaliknya, pada konsentrasi IAA 1 mg/l perbedaan konsentrasi BAP memberikan perbedaan jumlah daun secara berarti. Terlihat bahwa semakin tinggi konsentrasi BAP yang diberikan maka akan memberikan jumlah daun planlet nilam yang semakin sedikit. Ini menunjukkan bahwa hadirnya IAA pada konsentrasi ini membuat BAP memberikan pengaruh yang negatif terhadap pembentukan daun nilam. Pengaruh IAA dan BAP terhadap Tinggi Tunas Plantlet menunjukkan bahwa konsentrasi IAA dan BAP tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tunas plantlet nilam umur 8 MST. Rata-rata tinggi tunas plantlet nilam pada konsentrasi IAA dan BAP umur 8 MST dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata dari tinggi tunas plantlet pada umur 8 MST di antara konsentrasi BAP yang dicobakan. Keadaan ini sama, baik pada IAA 1 mg/l maupun pada IAA 0 mg/l. Sama seperti pada peubah jumlah tunas, ini juga memperlihatkan bahwa penambahan IAA tidak memberikan pengaruh terhadap tinggi tunas. Tabel 3. Rata-rata Tinggi Tunas Plantlet Nilam Dalam Media MS pada Konsentrasi IAA dan BAP yang Berbeda Umur 8 MST 0,0 0,4 0,8 1,6 3,2 6,4 1.58 1.43 1.38 1.35 59

Data ini juga memperlihatkan bahwa penambahan konsentrasi BAP pada media tidak memberikan pengaruh pada tinggi tunas nilam. Diduga, BAP tidak terkait sama sekali dengan tinggi pendeknya tunas nilam. Kusuma dalam Maryani, Yekti dan Zamroni (2005) menyatakan bahwa zat pengatur tumbuh sitokinin lebih berperan dalam pembelahan sel dan morfogenesis, sedangkan auksin berperan dalam mengatur pertumbuhan dan pemanjangan sel. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Terdapat interaksi yang sangat nyata antara konsentrasi IAA dan BAP terhadap jumlah daun plantlet nilam pada umur 8 MST. Kehadiran IAA dalam medium membuat BAP memberikan pengaruh negatif terhadap pembentukan daun. 2. Konsentrasi IAA dan BAP tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas dan tinggi tunas plantlet nilam pada umur 8 MST. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan konsentrasi BAP yang lebih tinggi DAFTAR PUSTAKA Pusat Penelitian Tanaman Industri. 1995. Evaluasi Hasil dan Pemantapan Program Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Komisi Penelitian Bidang Perkebunan, Pusat Penelitian Tanaman Industri, Bogor. 37 hlm. Gardner, F. P., R. B. Pearce dan R. L. Mitchell. 1985. Fisiologi Tanaman Budidaya. Universitas Indonesia, Jakarta. 428 P. George, E. F. and P. D. Sherrington. 1984. Plant Propagation by Tissue Culture. Exegetics Limited. England. 709 P. Gunawan, L. W. 1987. Teknik Kultur Jaringan. Laboratorium Kultur Jaringan PAU Bioteknologi IPB, Bogor. 165 hlm. Heddy, S. 1986. Hormon Tumbuhan. Raja Grafindo Persada, Jakarta. 98 hlm. Mangun, H. M. S. 2005. Nilam. Penebar Swadaya, Jakarta. 84 hlm. Maryani, Yekti dan Zamroni. 2005. Penggandaan Tunas Krisan Melalui Kultur Jaringan. Ilmu Pertanian 12 (1) : 51-55 hlm. Salisburry, F. B. dan C. W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan (Terjemahan oleh Diah R. Lukman dan Sumaryono) jilid III. ITB. Bandung. 343 hlm. Santoso, Untung dan F. Nursadi. 2003. Kultur Jaringan Tanaman. Universitas Muhammadiyah Malang, Malang. 191 hlm. Sholeh, A. dan D. Parawita,. 2005. Teknologi Produksi Bibit Melon (Cucumis melo L.) Dengan Teknik In Vitro. Jurnal Ilmu Dasar Vol (6) : 33-40 hlm. Universitas Jember. 60