I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 LANDASAN TEORI

IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN DENGAN ALGORITMA PROPAGASI BALIK UNTUK MEMPREDIKSI KETINGGIAN AIR DI SUATU DAERAH ALIRAN SUNGAI RENDI PRASETYA

BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK)

Jaringan Syaraf Tiruan. Disusun oleh: Liana Kusuma Ningrum

BAB 2 LANDASAN TEORI

ANALISIS JARINGAN SARAF TIRUAN BACKPROPAGATION TERHADAP PERAMALAN NILAI TUKAR MATA UANG RUPIAH DAN DOLAR

BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK

BAB 2 LANDASAN TEORI

JARINGAN SARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST, M.KOM

Architecture Net, Simple Neural Net

BAB VIIB BACKPROPAGATION dan CONTOH

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN MULTI LAYER PERCEPTRON PADA APLIKASI PRAKIRAAN CUACA

METODOLOGI PENELITIAN

1.1. Jaringan Syaraf Tiruan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN MULTI LAYER FEEDFORWARD DENGAN ALGORITMA BACKPROPAGATION SEBAGAI ESTIMASI NILAI KURS JUAL SGD-IDR

Jaringan Syaraf Tiruan

Gambar 2.1 Neuron biologi manusia (Medsker & Liebowitz, 1994)

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

terinspirasi dari sistem biologi saraf makhluk hidup seperti pemrosesan informasi

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI. fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses

ANALISIS JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI JUMLAH RESERVASI KAMAR HOTEL DENGAN METODE BACKPROPAGATION (Studi Kasus Hotel Grand Zuri Padang)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

POSITRON, Vol. IV, No. 2 (2014), Hal ISSN :

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu

PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM MEMPREDIKSI TINGKAT PENGANGGURAN DI SUMATERA BARAT

ANALISIS PERBANDINGAN METODE JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN REGRESI LINEAR BERGANDA PADA PRAKIRAAN CUACA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Jaringan Syaraf Tiruan

Jaringan Syaraf Tiruan

BAB VIII JARINGAN SYARAF TIRUAN

Jaringan syaraf dengan lapisan tunggal

Metode Jaringan Saraf Tiruan Propagasi Balik Untuk Estimasi Curah Hujan Bulanan di Ketapang Kalimantan Barat

BAB II LANDASAN TEORI

VOL. 01 NO. 02 [JURNAL ILMIAH BINARY] ISSN :

Perbaikan Metode Prakiraan Cuaca Bandara Abdulrahman Saleh dengan Algoritma Neural Network Backpropagation

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN PADA PENGENALAN POLA TULISAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION

PERBANDINGAN ALGORITMA PARTICLE SWARM OPTIMIZATION DAN REGRESI PADA PERAMALAN WAKTU BEBAN PUNCAK

Penerapan Jaringan Saraf Tiruan Metode Backpropagation Menggunakan VB 6

Pengembangan Aplikasi Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dengan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation

ARTIFICIAL NEURAL NETWORK TEKNIK PERAMALAN - A

JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) Pertemuan 11 Diema Hernyka Satyareni, M.Kom

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERAMALAN PRODUKSI CABAI RAWIT DENGAN NEURAL NETWORK Muhammad Fajar

BAB 2 LANDASAN TEORI

ANALISIS PENAMBAHAN NILAI MOMENTUM PADA PREDIKSI PRODUKTIVITAS KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION

JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI CURAH HUJAN SUMATERA UTARA DENGAN METODE BACK PROPAGATION (STUDI KASUS : BMKG MEDAN)


SATIN Sains dan Teknologi Informasi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK AS A METHOD OF FORECASTING ON CALCULATION INFLATION RATE IN JAKARTA AND SURABAYA

Architecture Net, Simple Neural Net

IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MEMPREDIKSI HARGA SAHAM

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UIN SUSKA RIAU. IIS AFRIANTY, ST., M.Sc

T 11 Aplikasi Model Backpropagation Neural Network Untuk Perkiraan Produksi Tebu Pada PT. Perkebunan Nusantara IX

RANCANG BANGUN TOOL UNTUK JARINGAN SYARAF TIRUAN (JST) MODEL PERCEPTRON

BAB 2 LANDASAN TEORI. Universitas Sumatera Utara

BAB II LANDASAN TEORI

MODEL PEMBELAJARAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK OTOMATISASI PENGEMUDIAN KENDARAAN BERODA TIGA

BAB 2 LANDASAN TEORI

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI PENYAKIT SALURAN PERNAFASAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION

PERANCANGAN PROGRAM PENGENALAN BENTUK MOBIL DENGAN METODE BACKPROPAGATION DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI

Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA) IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION UNTUK MENGENALI MOTIF BATIK

IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION SEBAGAI ESTIMASI LAJU TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA PADA PROVINSI JAWA TIMUR

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

IMPLEMENTASI ALGORITMA PERCEPTRON UNTUK PENGENALAN POLA MASUKAN BINER MAUPUN BIPOLAR MENGGUNAKAN BORLAND DELPHI

Neural Network (NN) Keuntungan penggunaan Neural Network : , terdapat tiga jenis neural network Proses Pembelajaran pada Neural Network

PENGENALAN HURUF DAN ANGKA PADA CITRA BITMAP DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN METODE PROPAGASI BALIK

ANALISA JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MENGETAHUI LOYALITAS KARYAWAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Implementasi Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation dan Steepest Descent untuk Prediksi Data Time Series

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM PENGHITUNGAN PERSENTASE KEBENARAN KLASIFIKASI PADA KLASIFIKASI JURUSAN SISWA DI SMA N 8 SURAKARTA

BAB II. Penelitian dengan jaringan syaraf tiruan propagasi balik. dalam bidang kesehatan sebelumnya pernah dilakukan oleh

Prediksi Curah Hujan Di Kota Pontianak Menggunakan Parameter Cuaca Sebagai Prediktor Pada Skala Bulanan, Dasarian Dan Harian Asri Rachmawati 1)*

JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORKS)

PERBANDINGAN ANTARA MODEL NEURAL NETWORK DAN MODEL DUANE UNTUK EVALUASI KETEPATAN PREDIKSI WAKTU KERUSAKAN SUATU KOMPONEN

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

JARINGAN SYARAF TIRUAN

2.1. Dasar Teori Bandwidth Regression

BAB III METODE EGARCH, JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN NEURO-EGARCH

METODE BELAJAR HEBBIAN SUPERVISED & CONTOH

Estimasi Suhu Udara Bulanan Kota Pontianak Berdasarkan Metode Jaringan Syaraf Tiruan

Farah Zakiyah Rahmanti

BAB VIII PENGANTAR JARINGAN SYARAF TIRUAN (JST)

PENGGUNAAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION UNTUK SELEKSI PENERIMAAN MAHASISWA BARU PADA JURUSAN TEKNIK KOMPUTER DI POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA

MODEL N EURON NEURON DAN

VIII.PENGANTAR JARINGAN SYARAF TIRUAN (JST)

Analisis Jaringan Saraf Tiruan Model Perceptron Pada Pengenalan Pola Pulau di Indonesia

BAB II MODEL NEURON DAN ARSITEKTUR JARINGAN

Transkripsi:

I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hujan merupakan salah satu unsur iklim yang berpengaruh pada suatu daerah aliran sungai (DAS). Pengaruh langsung yang dapat diketahui yaitu potensi sumber daya air. Besar kecilnya sumber daya air yang ada pada suatu DAS sangat tergantung dari jumlah hujan yang turun pada daerah di sekitar DAS tersebut. Untuk keperluan analisis sumber daya air pada suatu kawasan DAS, diperlukan seperangkat data yang memadai, mulai dari data curah hujan dan penguapan sebagai masukan, karakteristik DAS itu sendiri secara keseluruhan dan data ketinggian air sebagai keluaran. Kendala umum yang dihadapi dalam analisis sumber daya air adalah kurang tersedianya data ketinggian air, akan tetapi data curah hujan dan penguapan tersedia cukup memadai. Suatu model hidrologi yang menggambarkan hubungan antara curah hujan dan penguapan dengan ketinggian air berdasarkan beberapa parameter fisik DAS dapat dibuat untuk mengatasi kendala tersebut. Model hidrologi tersebut selanjutnya digunakan untuk memprediksi besarnya ketinggian air di suatu DAS. Akan tetapi, karakteristik dari setiap DAS tentunya berbeda-beda, dan akan sulit untuk menentukkan parameter-parameter fisik DAS dari karakteristik yang berbeda-beda tersebut. Oleh karena itu, hasil dari model hidrologi yang didapatkan pun tidak dapat mempresentasikan model aliran air DAS secara umum. Oleh karena itu, dalam karya ilmiah ini penulis menggunakan jaringan syaraf tiruan (JST) untuk memprediksi besarnya ketinggian air di suatu DAS. JST diharapkan dapat menjadi suatu sistem yang dapat digunakan untuk memprediksi besarnya ketinggian air secara umum suatu DAS dengan karakteristik fisiknya yang berbeda-beda. Implementasi dari JST dalam makalah ilmiah ini dilakukan dengan menggunakan software MATLAB R2010b yang didesain untuk menyelesaikan suatu model, dengan algoritma pembelajaran yang digunakan adalah propagasi balik. Propagasi balik adalah sebuah metode sistematik untuk pelatihan pada suatu jaringan dengan lapisan jamak. Metode ini memiliki dasar matematis yang kuat, obyektif dan algoritma pembelajaran ini pun mendapatkan bentuk persamaan dan nilai koefisien dalam formula dengan meminimalkan jumlah kuadrat galat melalui model yang dikembangkan dari suatu proses pelatihan (training set). Konsep praktis dari JST untuk memprediksi ketinggian air ini yaitu dengan cara memasukkan pola data curah hujan, penguapan dan ketinggian air periode masa lalu ke dalam sistem, kemudian dilakukan suatu proses pelatihan menggunakan JST dengan algoritma pembelajaran propagasi balik. Setelah dilakukan proses pelatihan, sistem akan menghasilkan bobot-bobot yang akan digunakan untuk memprediksi ketinggian air pada periode-periode selanjutnya dengan hanya memasukkan data curah hujan dan penguapan. 1.2 Tujuan karya ilmiah Tujuan karya ilmiah dan penulisan makalah ilmiah ini adalah : 1. Mengimplementasikan jaringan syaraf tiruan (JST) untuk memprediksi ketinggian air di suatu daerah aliran sungai (DAS). 2. Melihat komposisi proporsi data pelatihan dan pengujian yang baik. 3. Mencari kombinasi beberapa parameter untuk mendapatkan jaringan syaraf tiruan dengan parameter yang sesuai. II LANDASAN TEORI 2.1 Jaringan syaraf biologi Otak manusia memiliki struktur yang sangat kompleks dan memiliki kemampuan yang luar biasa. Otak manusia terdiri dari beberapa neuron dan penghubung yang disebut sinapsis. Neuron bekerja berdasarkan impuls/sinyal yang diberikan pada neuron. Neuron meneruskannya pada neuron lain. Diperkirakan manusia memiliki neuron dan sinapsis. Dengan jumlah yang begitu banyak, otak manusia mampu mengenali suatu pola, melakukan perhitungan, dan juga mengontrol organ-organ tubuh dengan kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan komputer digital. Sebagai perbandingan, pengenalan wajah seseorang yang sedikit berubah (misal memakai topi, memiliki jenggot atau kumis, dll) akan lebih

2 cepat dilakukan manusia dibandingkan komputer. Pada waktu lahir, otak manusia mempunyai struktur yang menakjubkan karena kemampuannya membentuk sendiri aturan/pola berdasarkan pengalaman yang diterima. Jumlah dan kemampuan neuron berkembang seiring dengan pertumbuhan fisik manusia, terutama pada umur tahun. Pada tahun pertama umur manusia, terbentuk juta sinapsis per detiknya. Gambar 1 menunjukkan struktur sederhana sebuah neuron. Neuron memiliki komponen penting yaitu dendrit, soma dan akson. Dendrit menerima sinyal dari neuron lain. Sinyal tersebut berupa impuls elektrik yang dikirim melalui celah sinapsis melalui suatu proses kimiawi. Sinyal tersebut akan dimodifikasi (diperkuat/diperlemah) di celah sinapsis. Berikutnya, soma menjumlahkan semua sinyal-sinyal yang masuk. Jika hasil jumlahan tersebut cukup kuat dan melebihi batas ambang (threshold), maka sinyal tersebut akan diteruskan ke sel lain melalui akson. Frekuensi penerusan sinyal berbeda-beda antara satu sel dengan yang lain (Gambar 2). Gambar 1 Struktur sederhana sebuah neuron Neuron biologi merupakan sistem yang fault tolerant dalam hal. Pertama, manusia dapat mengenali sinyal masukan yang agak berbeda dari yang pernah kita terima sebelumnya. Sebagai contoh, manusia sering dapat mengenali seseorang yang wajahnya agak berbeda karena sudah lama tidak dijumpainya. Kedua, otak manusia tetap mampu bekerja meskipun beberapa neuronnya tidak mampu bekerja dengan baik. Jika sebuah neuron rusak, neuron lain kadang-kadang dapat dilatih untuk menggantikan fungsi dari neuron yang rusak tersebut. Gambar 2 Proses kerja neuron pada jaringan syaraf biologi

3 2.2 Jaringan syaraf tiruan Jaringan syaraf tiruan (JST) adalah sistem pemroses informasi yang memiliki karakteristik mirip dengan jaringan syaraf biologi. Jaringan syaraf tiruan merupakan sistem komputasi yang didasarkan atas pemodelan sistem syaraf biologis (neuron) melalui pendekatan dari sifat-sifat komputasi biologis (biological computation) (Sekarwati, 2004). Jaringan syaraf tiruan adalah membuat model sistem komputasi yang dapat menirukan cara kerja jaringan syaraf biologi (Subiyanto, 2000). JST dibentuk sebagai generalisasi model matematika dari jaringan syaraf biologi, dengan asumsi sebagai berikut : o Pemrosesan informasi terjadi pada banyak elemen sederhana (neuron) o Sinyal dikirimkan diantara neuron-neuron melalui penghubung-penghubung o Penghubung antar neuron memiliki bobot yang akan memperkuat atau memperlemah sinyal o Untuk menentukan keluaran, setiap neuron menggunakan fungsi aktivasi (biasanya bukan fungsi linier) yang dikenakan pada jumlah masukan yang diterima. Besarnya keluaran ini selanjutnya dibandingkan dengan suatu batas ambang. JST ditentukan oleh tiga hal sebagai berikut, yaitu : a. Pola hubungan antar neuron disebut arsitektur jaringan b. Metode untuk menentukan bobot penghubung disebut metode pembelajaran c. Fungsi aktivasi. Gambar 3 menjelaskan sebuah sel syaraf tiruan sebagai elemen penghitung. Lapisan keluaran menerima masukan dari lapisan masukkan yang terdiri dari neuron dengan bobot hubungan masingmasing adalah. Fungsi aktivasi adalah kombinasi linear antara masukan dengan bobotnya. Seluruh sinyal neuron yang ada kemudian dijumlahkan. Besarnya sinyal yang diterima oleh lapisan keluaran mengikuti fungsi aktivasi yang digunakan. Apabila nilai fungsi aktivasi cukup kuat maka sinyal akan diteruskan. Nilai fungsi aktivasi juga dapat dipakai sebagai dasar untuk mengubah bobot. Gambar 3 Model struktur neuron pada jaringan syaraf tiruan 2.2.1 Sejarah jaringan syaraf tiruan Jaringan syaraf tiruan telah dikembangkan sejak tahun 1940. Jaringan syaraf tiruan sederhana pertama kali diperkenalkan oleh McCulloch dan Pitts di tahun 1943. McCulloch dan Pitts menyimpulkan bahwa kombinasi beberapa neuron sederhana menjadi sebuah sistem neural akan meningkatkan kemampuan komputasinya. Bobot dalam jaringan yang diusulkan oleh McCulloch dan Pitts diatur untuk melakukan fungsi logika sederhana. Fungsi aktivasi yang dipakai adalah fungsi batas ambang (threshold). Tahun 1949, Hebb mencoba mengkaji proses belajar yang dilakukan oleh neuron. Teori ini dikenal sebagai Hebbian Law. Tahun 1958, Rosenblatt memperkenalkan dan mulai mengembangkan model jaringan yang disebut perceptron. Metode pelatihan diperkenalkan untuk mengoptimalkan hasil iterasinya. Hasil kerja Rosenblatt yang sangat penting adalah perceptron convergence theorem pada tahun 1962 yang membuktikan bahwa bila setiap perceptron dapat memilah-milah dua buah pola yang berbeda maka siklus pelatihannya dapat dilakukan dalam jumlah yang terbatas.

4 Widrow dan Hoff di tahun 1960 mengembangkan perceptron dengan memperkenalkan aturan pelatihan jaringan, yang dikenal sebagai aturan delta (atau sering disebut sebagai Mean Square Error). Aturan ini akan mengubah bobot perceptron apabila keluaran yang dihasilkan tidak sesuai dengan target yang diinginkan. Kemudian pada tahun 1969, Minsky dan Papert melontarkan suatu kritik tentang kelemahan teori perceptron dari Rosenblatt dalam memilah-milah pola yang tidak linear. Sejak saat itu karya ilmiah di bidang jaringan syaraf tiruan telah mengalami masa vakum untuk kurang lebih satu dasawarsa. Apa yang dilakukan peneliti terdahulu hanya menggunakan jaringan dengan lapisan tunggal (single layer). Kemudian pada tahun 1986 Rumelhart, Hinton dan William mengembangkan perceptron menjadi propagasi balik, yang memungkinkan jaringan diproses melalui beberapa lapisan. Maka dapat dibuktikan bahwa pemilahan pola-pola yang tidak linear dapat diselesaikan sehingga dapat mengatasi kritik yang dilontarkan oleh Minsky dan Papert. Selain itu, beberapa model jaringan syaraf tiruan lain juga dikembangkan oleh Kohonen pada tahun 1972, Hopfield di tahun 1982 dengan konfigurasi jaringan yang dikenal sebagai jaringan recurrent, dll. 2.2.2 Aplikasi jaringan syaraf tiruan Beberapa aplikasi jaringan syaraf tiruan yang telah dilakukan adalah sebagai berikut : a. Pengenalan pola (pattern recognition) Jaringan syaraf tiruan dapat dipakai untuk mengenali pola (misal huruf, angka, suara atau tanda tangan) yang sudah sedikit berubah. Hal ini mirip dengan otak manusia yang masih mampu mengenali orang yang sudah beberapa waktu tidak dijumpainya (mungkin wajah/bentuk tubuhnya sudah sedikit berubah). Jurnal yang pernah membahas tentang pengenalan pola diantaranya yaitu : 1. Pemrosesan dan pengenalan suatu gambar dengan menggunakan jaringan syaraf tiruan (Egmont-Petersen M, de Ridder & Handels, 2002) 2. Pengenalan suatu pola yang terjadi dalam suatu kegiatan industri (Bhagat, 2005) b. Pemrosesan sinyal Jaringan syaraf tiruan model ADALINE dapat dipakai untuk menekan suatu noise yang terdapat dalam saluran telepon. Aplikasi pemrosesan sinyal ini telah digunakan dalam beberapa jurnal, salah satunya adalah jurnal pemrosesan sinyal dan gambar dengan menggunakan jaringan syaraf tiruan (Masters & Timothy, 1994) c. Peramalan Jaringan syaraf tiruan juga dapat dipakai untuk meramalkan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang berdasarkan pola kejadian yang telah ada di masa lampau. Ini dapat dilakukan mengingat kemampuan jaringan syaraf tiruan untuk mengingat dan membuat generalisasi dari apa yang sudah ada sebelumnya. Beberapa jurnal yang pernah membahas tentang penggunaan jaringan syaraf tiruan dalam peramalan ini diantaranya adalah : 1. Proses prediksi menggunakan jaringan syaraf tiruan recurrent (Mandic & Chambers, 2001) 2. Pendekatan suatu pola kejadian dengan fungsi aktivasi sigmoid (Cybenko, 1989) 3. Implementasi jaringan syaraf tiruan untuk memprediksi kadar gula dalam darah (Suwarno, 2010) Disamping bidang-bidang yang telah disebutkan di atas, jaringan syaraf tiruan juga dapat menyelesaikan permasalahan di dalam bidang kontrol, kedokteran, ekonomi dan lainlain. 2.2.3 Arsitektur jaringan syaraf tiruan Beberapa arsitektur jaringan yang sering dipakai dalam jaringan syaraf tiruan, antara lain : a. Jaringan dengan lapisan tunggal (single layer network) Dalam jaringan ini, sekumpulan masukan neuron dihubungkan langsung dengan sekumpulan keluarannya. Dalam beberapa model (misal perceptron), hanya terdapat sebuah unit neuron keluaran. Gambar menunjukkan suatu arsitektur jaringan lapisan tunggal dengan unit masukan dan buah unit keluaran. Perhatikan bahwa dalam jaringan ini, semua unit masukan dihubungkan dengan semua unit keluaran, meskipun dengan bobot yang berbeda-beda. Tidak ada unit masukan yang dihubungkan dengan unit masukan lainnya. Demikian pula dengan unit keluaran. Besaran menyatakan bobot hubungan antara unit ke- dalam lapisan masukan dengan unit ke- dalam lapisan

5 keluaran. Bobot-bobot ini saling independen. Selama proses pelatihan, bobot-bobot tersebut akan dimodifikasi untuk meningkatkan keakuratan hasil. Model semacam ini tepat digunakan untuk pengenalan pola karena kesederhanaannya. Gambar 4 Jaringan dengan lapisan tunggal b. Jaringan dengan lapisan jamak (multi layer network) Jaringan dengan lapisan jamak merupakan perluasan dari lapisan dengan lapisan tunggal. Dalam jaringan ini, selain unit masukan dan keluaran, ada unit-unit lain (sering disebut lapisan tersembunyi). Dimungkinkan pula ada beberapa lapisan tersembunyi. Sama seperti pada unit masukan dan keluaran, unit-unit dalam satu lapisan tidak saling berhubungan. Gambar 5 Jaringan lapisan jamak Gambar adalah arsitektur jaringan lapisan jamak dengan buah unit masukan, sebuah lapisan tersembunyi yang terdiri dari buah unit dan buah unit keluaran. Jaringan dengan lapisan jamak dapat menyelesaikan masalah yang lebih kompleks dibandingkan dengan layar tunggal, meskipun kadangkala proses pelatihan lebih kompleks dan lama. c. Jaringan recurrent Model jaringan recurrent sangat mirip dengan jaringan lapisan tunggal ataupun jamak. Hanya saja, ada neuron keluaran yang memberikan sinyal pada unit masukan (sering disebut feedback loop). Gambar 6 di bawah ini menunjukkan salah satu contoh arsitektur jaringan dengan lapisan recurrent yang memiliki bobot. Gambar 6 Jaringan reccurent

6 2.2.4 Algoritma pembelajaran Ide dasar jaringan syaraf tiruan adalah konsep belajar atau pelatihan. Jaringanjaringan belajar melakukan generalisasi karakteristik dari tingkah laku obyek. Algoritma pelatihan artinya membentuk pemetaan (fungsi) yang menggambarkan hubungan antara vektor masukan dan vektor keluaran (Sekarwati, 2004). Biasanya diberikan contoh yang cukup penting dalam membangun pemetaan tersebut. Walaupun untuk pasangan masukan-keluaran yang belum pernah digambarkan sebelumnya. Jaringan syaraf tiruan dalam menyelesaikan suatu permasalahan memerlukan algoritma pelatihan, yaitu suatu cara konfigurasi jaringan agar dapat dilatih untuk mempelajari data historis yang ada. Pengetahuan yang terdapat pada data dapat diserap dan direpresentasikan oleh nilai-nilai bobot koneksinya. Tujuan utama dari proses pelatihan adalah penentuan bobot-bobot yang ada pada jaringan syaraf tiruan sehingga diperoleh bobot akhir yang tepat sesuai dengan pola data yang dilatih. Pada dasarnya terdapat dua metode pembelajaran, yaitu : a. Supervised learning (pembelajaran terawasi) Metode pembelajaran pada jaringan syaraf disebut terawasi jika keluaran yang diharapkan telah diketahui sebelumnya. b. Unsupervised Learning (pembelajaran tak terawasi) Metode pembelajaran yang tak terawasi tidak memerlukan target keluaran. Selama proses pembelajaran, nilai bobot disusun dalam suatu kisaran tertentu tergantung pada nilai masukan yang diberikan. Tujuan pembelajaran ini adalah mengelompokkan unit-unit yang hampir sama dalam suatu area tertentu. Pembelajaran ini biasanya cocok untuk pengelompokan (klasifikasi) pola. (Kusumadewi, 2004) 2.3 Jaringan syaraf tiruan propagasi balik Kelemahan JST yang terdiri dari lapisan tunggal membuat perkembangan JST menjadi terhenti sekitar tahun 1970-an. Penemuan jaringan syaraf tiruan dengan algoritma propagasi balik yang terdiri dari beberapa lapisan membuka kembali cakrawala. Terlebih setelah berhasil ditemukannya berbagai aplikasi yang dapat diselesaikan dengan propagasi balik, membuat JST semakin diminati orang. JST dengan lapisan tunggal memiliki keterbatasan dalam pengenalan pola. Kelemahan ini bisa ditanggulangi dengan menambahkan satu atau beberapa lapisan tersembunyi di antara lapisan masukan dan keluaran. Meskipun penggunaan lebih dari satu lapisan tersembunyi memiliki kelebihan manfaat untuk beberapa kasus, tapi pelatihannya memerlukan waktu yang lama. Maka umumnya orang mulai mencoba dengan sebuah lapisan tersembunyi lebih dahulu. Seperti halnya model JST lain, propagasi balik melatih jaringan untuk mendapatkan keseimbangan antara kemampuan jaringan untuk mengenali pola yang digunakan selama pelatihan serta kemampuan jaringan untuk memberikan respons yang benar terhadap pola masukan yang serupa (tapi tidak sama) dengan pola yang dipakai selama pelatihan. Gambar 7 Arsitektur jaringan syaraf tiruan propagasi balik dengan satu lapisan tersembunyi

7 2.3.1 Arsitektur jaringan syaraf tiruan propagasi balik Propagasi balik memiliki beberapa unit yang ada dalam satu atau lebih lapisan tersembunyi. Gambar 7 adalah arsitektur propagasi balik dengan buah masukan (ditambah sebuah bias) sebuah layar tersembunyi yang terdiri dari unit (ditambah sebuah bias), serta buah unit keluaran. merupakan bobot garis dari unit masukan ke unit lapisan tersembunyi ( merupakan bobot garis yang menghubungkan bias di unit masukan ke unit lapisan tersembunyi ). merupakan bobot dari unit lapisan tersembunyi ke unit keluaran ( merupakan bobot dari bias di lapisan tersembunyi ke unit keluaran ). 2.3.2 Fungsi aktivasi pada jaringan syaraf tiruan propagasi balik Dalam propagasi balik, fungsi aktivasi yang dipakai harus memenuhi beberapa syarat berikut, yaitu : 1. Kontinu 2. Terdiferensialkan 3. Merupakan fungsi yang tidak turun. Salah satu fungsi yang memenuhi ketiga syarat tersebut sehingga sering digunakan adalah fungsi sigmoid biner yang memiliki kisaran. Fungsi sigmoid biner didefinisikan sebagai berikut : (1) dengan fungsi turunannya adalah : (2) Berikut ini adalah grafik dari fungsi sigmoid biner : Gambar 8 Grafik fungsi aktivasi sigmoid biner Fungsi lain yang sering digunakan adalah fungsi sigmoid bipolar dengan kisaran yang didefinisikan sebagai berikut : (3) dengan fungsi turunannya adalah : (4) Berikut ini diberikan grafik dari fungsi sigmoid bipolar : Gambar 9 Grafik fungsi aktivasi sigmoid bipolar Fungsi sigmoid memiliki nilai maksimum. Untuk pola yang targetnya lebih dari, pola masukan dan keluaran harus terlebih dahulu ditransformasi sehingga semua polanya memiliki kisaran yang sama dengan fungsi sigmoid yang dipakai. Alternatif lain adalah menggunakan fungsi aktivasi sigmoid hanya pada lapisan yang bukan lapisan keluaran. Pada lapisan keluaran, fungsi aktivasi yang digunakan adalah fungsi identitas. 2.3.3 Pelatihan jaringan syaraf tiruan propagasi balik Pelatihan propagasi balik meliputi 3 fase, yaitu : a. Fase 1, umpan maju. Selama fase umpan maju, sinyal masukan dipropagasikan ke lapisan tersembunyi menggunakan fungsi aktivasi yang ditentukan. Keluaran dari setiap unit lapisan tersembunyi tersebut selanjutnya dipropagasikan maju lagi ke lapisan tersembunyi di atasnya menggunakan fungsi aktivasi yang ditentukan. Demikian seterusnya hingga menghasilkan keluaran jaringan. Berikutnya, keluaran jaringan dibandingkan dengan target yang harus dicapai. Selisih adalah galat yang terjadi. Jika galat ini lebih kecil dari batas toleransi yang ditentukan, maka iterasi dihentikan. Akan tetapi apabila galat masih lebih besar dari batas toleransinya, maka bobot setiap garis dalam jaringan akan dimodifikasi untuk mengurangi galat yang terjadi. a. Fase 2, umpan mundur. Berdasarkan selisih, dihitung faktor yang dipakai untuk mendistribusikan galat di unit ke

8 semua unit tersembunyi yang terhubung langsung dengan. juga dipakai untuk mengubah bobot garis yang berhubungan langsung dengan unit keluaran. Dengan cara yang sama, dihitung faktor di setiap unit di lapisan tersembunyi sebagai dasar perubahan bobot semua garis yang berasal dari unit tersembunyi di lapisan di bawahnya. Demikian seterusnya hingga semua faktor di unit tersembunyi yang berhubungan langsung dengan unit masukan dihitung. b. Fase 3, perubahan bobot. Setelah semua faktor dihitung, bobot semua garis dimodifikasi bersamaan. Perubahan bobot suatu garis didasarkan atas faktor neuron di lapisan atasnya. Sebagai contoh, perubahan bobot garis yang menuju ke lapisan keluaran didasarkan atas yang ada di unit keluaran. Gambar 10 Alur kerja jaringan syaraf tiruan propagasi balik Ketiga fase tersebut diulang terus menerus hingga kondisi penghentian yang diinginkan terpenuhi. Umumnya kondisi penghentian yang sering dipakai adalah maksimum jumlah iterasi atau besarnya galat. Iterasi akan dihentikan jika jumlah iterasi yang dilakukan sudah melebihi jumlah maksimum iterasi yang ditetapkan, atau jika galat yang terjadi sudah lebih kecil dari batas toleransi yang diizinkan. Algoritma pelatihan untuk jaringan propagasi balik dengan satu lapisan tersembunyi (dengan fungsi aktivasi sigmoid biner) adalah sebagai berikut : a. Langkah Inisialisasi semua bobot dengan bilangan acak kecil. b. Langkah Jika kondisi penghentian belum terpenuhi, lakukan langkah. c. Langkah Untuk setiap pasang data pelatihan, lakukan langkah. Fase I (umpan maju) d. Langkah Tiap unit masukan menerima sinyal dan meneruskannya ke unit tersembunyi di atasnya. e. Langkah Setiap unit tersembunyi, jumlahkan bobot sinyal masukannya, (5) dengan bias pada unit tersembunyi, adalah bobot pada unit tersembunyi. Kemudian fungsi aktivasi digunakan untuk menghitung sinyal keluarannya. Kemudian sinyal ini dikirim keseluruh unit pada lapisan di atasnya yaitu unit keluaran. f. Langkah 5 Tiap unit keluaran, jumlahkan bobot sinyal masukannya,

9 (6) dengan bias pada unit keluaran, adalah bobot pada unit keluaran. Kemudian fungsi aktivasi digunakan untuk menghitung sinyal keluarannya. Fase II (umpan mundur) g. Langkah 6 Tiap unit keluaran, menerima pola target yang saling berhubungan pada masukan pola pelatihan kemudian dihitung galat informasinya, (7) merupakan target keluaran, merupakan unit galat yang akan digunakan dalam perubahan bobot lapisan di bawahnya. Kemudian dihitung koreksi bobotnya dengan laju pembelajaran (digunakan untuk memperbaharui bobot ), (8) Kemudian dihitung koreksi bobotnya (digunakan untuk memperbaharui ), (9) h. Langkah 7 Setiap unit lapisan tersembunyi dijumlahkan hasil perubahan masukannya (dari unit-unit lapisan di atasnya), (10) Faktor pada unit tersembunyi : (11) Kemudian dihitung koreksi bobotnya (digunakan untuk memperbaharui bobot ), (12) Kemudian dihitung koreksi bobotnya (digunakan untuk memperbaharui bobot ), (13) Fase III (perubahan bobot) i. Langkah 8 Tiap unit keluaran, perbaharui biasnya dan bobotnya : (14) Tiap unit lapisan tersembunyi perbaharui bias dan bobotnya : (15) j. Langkah 9 Test kondisi berhenti. Jika besar Mean Square Error (MSE) lebih kecil dari toleransi yang telah ditentukan atau jumlah iterasi pada proses pelatihan sudah mencapai iterasi maksimum, maka proses selesai. Jika tidak, maka kembali ke langkah 1. Setelah pelatihan selesai dilakukan, jaringan dapat dipakai untuk pengenalan pola. Dalam hal ini, hanya umpan maju (langkah 4 dan 5) saja yang dipakai untuk menentukkan keluaran jaringan. Apabila fungsi aktivasi yang dipakai bukan sigmoid biner, maka langkah 4 dan 5 harus disesuaikan. Demikian juga turunannya pada langkah 6 dan 7. Parameter merupakan laju pembelajaran yang menentukan kecepatan iterasi. Nilai terletak antara nilai dan. Semakin besar harga, maka akan semakin sedikit iterasi yang dipakai. Akan tetapi jika nilai terlalu besar, maka akan merusak pola yang sudah benar sehingga pembelajaran menjadi lambat. Satu siklus pelatihan yang melibatkan semua pola disebut epoch. Pemilihan bobot awal sangat mempengaruhi jaringan syaraf tiruan dalam mencapai minimum global (atau mungkin lokal saja) terhadap nilai galat dan cepat tidaknya proses pelatihan menuju kekonvergenan. Apabila bobot awal terlalu besar maka masukan ke setiap lapisan tersembunyi atau lapisan keluaran akan jatuh pada daerah dimana turunan fungsi sigmoidnya akan sangat kecil. Apabila bobot awal terlalu kecil, maka masukan ke setiap lapisan tersembunyi atau lapisan keluaran akan sangat kecil. Hal ini akan menyebabkan proses pelatihan berjalan sangat lambat. Biasanya bobot awal diinisialisasi secara random dengan nilai antara sampai (atau sampai atau interval yang lainnya). Gambar 11 menunjukkan osilasi pada proses pembelajaran. Bobot-bobot bergerak di sekitar galat minimum tanpa mampu untuk menjangkaunya (arah panah memperlihatkan lompatan yang dibuat oleh proses pembelajaran). Pemilihan bobot awal sangat mempengaruhi jaringan syaraf tiruan dalam mencapai minimum global (atau mungkin minimum lokal) terhadap nilai galat dan kecepatan proses pelatihan menuju kekonvergenan.

10 Gambar 11 Osilasi pada proses pembelajaran 2.4 Laju pembelajaran Dalam standar propagasi balik laju pembelajaran merupakan suatu konstanta yang dipakai dalam seluruh iterasinya. Perubahan dapat dilakukan dengan memberikan laju pembelajaran yang berbeda-beda untuk setiap bobotnya (atau bahkan laju pembelajaran yang berbedabeda untuk tiap bobot dalam tiap iterasinya). Apabila perubahan bobot berada dalam arah yang sama dalam beberapa pola terakhir (dapat dilihat dari tanda suku yang selalu sama), maka laju pembelajaran yang bersesuaian dengan bobot ditambah. Sebaliknya apabila arah perubahan bobot dua pola terakhir berbeda (ditandai dengan suku yang berselang-seling positifnegatif) maka laju pemahaman untuk bobot tersebut harus dikurangi. Perubahan bobot dalam aturan delta-bardelta adalah sebagai berikut : (16) 2.5 Momentum Pada standar propagasi balik, perubahan bobot didasarkan atas gradien yang terjadi untuk pola yang dimasukan saat itu. Modifikasi yang dapat dilakukan adalah melakukan perubahan bobot yang didasarkan atas arah gradien pola terakhir dan pola sebelumnya (disebut momentum) yang dimasukan. Jadi tidak hanya pola masukan terakhir saja yang diperhitungkan. Penambahan momentum dimaksudkan untuk menghindari perubahan bobot yang mencolok akibat adanya data yang sangat berbeda dengan kata lain (outlier). Apabila beberapa data terakhir yang diberikan ke jaringan memiliki pola serupa (berarti arah gradien sudah benar), maka perubahan bobot dilakukan secara cepat. Namun apabila data terakhir yang dimasukan memiliki pola yang berbeda dengan pola sebelumnya, maka perubahan bobot dilakukan secara lambat. Dengan penambahan momentum, bobot baru pada waktu ke didasarkan atas bobot pada waktu dan. Jika adalah konstanta yang menyatakan parameter momentum maka bobot baru dihitung berdasarkan persamaan : (17) dengan, = bobot awal pola kedua (hasil iterasi pola pertama) = bobot awal pada iterasi pertama dan, (18) dengan, = bobot awal pola kedua (hasil iterasi pola pertama) = bobot awal pada iterasi pertama Berdasarkan pengalaman dan aplikasi jaringan syaraf tiruan dalam berbagai masalah prediksi atau peramalan dari karya ilmiah sebelumnya diperoleh kombinasi nilai laju pembelajaran () dan momentum () seperti pada Tabel 1 di bawah ini : Tabel 1 Peringkat kombinasi nilai laju pembelajaran dan momentum Peringkat 1 2 3 4 Laju pembelajaran 0,9 0,7 0,5 0,4 Momentum 0,1 0,4 0,5 0,6 (Anugerah, 2007)

III MODEL SISTEM 3.1 Skema aliran air pada daerah aliran sungai Gambar 12 di bawah menunjukkan penggambaran suatu skema aliran air di suatu pegunungan. Skema ini dibangun dari empat lapisan vertikal, dimana dari bagian atas ke bagian bawah merupakan surface flow (aliran permukaan), sub-surface flow (aliran air peralihan permukaan), intermediate flow (aliran tengah), sub-base flow (aliran peralihan), dan base flow (aliran dasar). Dalam konsep seperti ini, air dapat mengisi setiap lapisan yang berada di bawahnya, dan juga bisa pergi secara reversibel jika proses penguapan di suatu lingkungan sangat dominan. Air yang keluar secara horizontal, yang terdiri dari surface flow (aliran permukaan), sub-surface flow (aliran peralihan permukaan), intermediate flow (aliran tengah), sub-base flow (aliran peralihan), dan base flow (aliran dasar). Untuk skema air seperti di atas telah dilakukan percobaan dan karya ilmiah untuk menentukkan parameter pada tiap lapisan dengan menggunakan sebuah model tangki (Setiawan B, Fukuda & Nakano, 2003). Gambar 12 Skema aliran air di pegunungan 3.2 Propagasi balik untuk memprediksi ketinggian air Salah satu bidang dimana propagasi balik dapat diaplikasikan dengan baik adalah bidang peramalan (forecasting). Peramalan yang sering kita dengar adalah peramalan besarnya penjualan, nilai tukar valuta asing, prediksi besarnya aliran air sungai, dll. Pernah juga dilakukan karya ilmiah untuk proses peramalan untuk melihat besarnya nilai kadar gula dalam darah (Suwarno, 2010). Dalam karya ilmiah kali ini akan dilakukan suatu proses peramalan dengan propagasi balik untuk memprediksi ketinggian air di suatu daerah aliran sungai. Secara umum, masalah prediksi atau peramalan dapat dinyatakan dengan sejumlah data runtun waktu (time series). Masalahnya adalah memperkirakan berapa harga berdasarkan. Implementasi dari JST dalam makalah ilmiah ini dilakukan dengan menggunakan software MATLAB R2010b. Untuk kode program MATLAB R2010b dari jaringan syaraf tiruan dengan algoritma propagasi balik yang digunakan pada karya ilmiah ini dapat dilihat pada Lampiran 1. Langkah-langkah dalam membangun struktur jaringan syaraf tiruan untuk memprediksi ketinggian air di suatu daerah aliran sungai adalah sebagai berikut : 1. Pengumpulan data Pengumpulan data dilakukan secara sekunder. Pengumpulan data yang digunakan mencakup data curah hujan, data penguapan dan juga data ketinggian air. Pengumpulan data curah hujan dan penguapan diambil dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Stasiun Klimatologi Darmaga, Bogor.