BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. penting salah satunya adalah teripang yang dikenal dengan nama lain teat fish, sea

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Teripang disebut juga mentimun laut (sea cucumber). Produk perikanan

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berlumpur, dasar perairan berpasir dengan kecerahan yang tinggi, rumput laut dan

5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI

Deskripsi lokasi penelitian. Myrtaceae. Myrtaceae. Pohon sagu, kerikil 30%, tumbuhan rawa. batu besar 40%. Nephentes

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

STUDI MENGENAI MORFOLOGI DAN KOMPOSISI SEL TESTIKULAR IKAN GURAME Osphronemus gouramy Lac. MAULUDDIN SKRIPSI

SET 5 REPRODUKSI SEL 2 (GAMETOGENESIS) Gametogenesis adalah pembentukan gamet pada tubuh makhluk hidup. a. GametOGenesis pada manusia dan hewan

statistik menggunakan T-test (α=5%), baik pada perlakuan taurin dan tanpa diberi Hubungan kematangan gonad jantan tanpa perlakuan berdasarkan indeks

ulangan pada tiap perlakuan. Pada penelitian ini dilakuan sebanyak 6 kali ulangan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

MENENTUKAN TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPlTlNG BAKAU KAITANNYA DENGAN PERKEMBANGAH GAMET

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan Rancangan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

DENSITAS DAN UKURAN GAMET SPONS Aaptos aaptos (Schmidt 1864) HASIL TRANSPLANTASI DI HABITAT BUATAN ANCOL, DKI JAKARTA

DIKTAT EMBRIOLOGI HEWAN

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA. Universitas Lampung untuk pemeliharaan, pemberian perlakuan, dan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo. Tabel 4 Karakteristik fisik reproduksi lele dumbo

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh ekstrak etanol biji labu kuning terhadap jumlah spermatozoa mencit yang diberi 2-ME

BAB III METODE PENELITIAN. dibagi menjadi kelompok kontrol dan perlakuan lalu dibandingkan kerusakan

PERKEMBANGAN GAMET KARANG LUNAK Sinularia dura HASIL TRANSPLANTASI DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODE PENELITIAN

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 3 METODE PENELITIAN. Semarang, Laboratorium Sentral Fakultas Kedokteran Universitas

2.2. Morfologi Ikan Tambakan ( H. temminckii 2.3. Habitat dan Distribusi

4.DINAMIKA DISTRIBUSI GLIKOKONJUGAT PADA GONAD WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan dalam penelitian ini yaitu tikus putih (Rattus norvegicus) Penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan percobaan post-test only control group design. Pengambilan hewan

Histologi Gonad Kerang Totok Polymesoda erosa

TINGKAT KEMATANGAN GONAD IKAN TEMBANG (Clupea platygaster) DI PERAIRAN UJUNG PANGKAH, GRESIK, JAWA TIMUR 1

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan

Berk. Penel. Hayati: 15 (45 52), 2009

DIAMETER TUBULUS SEMINIFERUS DAN KETEBALAN LAPISAN EPITEL GERMINAL MENCIT JANTAN GALUR

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian

3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Tahap pembentukan spermatozoa dibagi atas tiga tahap yaitu :

3. METODE PENELITIAN

OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diambil berdasarkan gambar histologik folikel ovarium tikus putih (Rattus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Materi 1. Materi Penelitian

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta daerah penangkapan ikan kuniran di perairan Selat Sunda Sumber: Peta Hidro Oseanografi (2004)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

Kata kunci: ikan nila merah, tepung ikan rucah, vitamin E, TKG, IKG

GAMBARAN HISTOLOGIS TESTIS MUDA DAN DEWASA PADA IKAN MAS Cyprinus carpio.l RAHMAT HIDAYAT SKRIPSI

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen

Histologi Gonad Abalon Hasil Persilangan Antara Haliotis squamata dan Haliotis asinina

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Nannochloropsis sp. adalah salah satu jenis fitoplankton dari golongan Chlorophyta yang

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Metode dan Desain Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 2001) dan menurut infomasi tahun 2007 laju pertumbuhan penduduk sudah

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga PENGARUH TIGA JENIS PLANKTON YANG BERBEDA SEBAGAI DYAH AYU UMI ROHMATEN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

LAPORAN PRAKTIKUM EMBRIOLOGI

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Kucing Domestik

OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS. Titta Novianti

ABSTRAK EFEK PEMBERIAN ETANOL 40% PERORAL TERHADAP KETEBALAN LAPISAN SEL SPERMATOGENIK TUBULUS SEMINIFERUS TIKUS WISTAR JANTAN DEWASA

PEMBAHASAN. 6.1 Efek Pelatihan Fisik Berlebih Terhadap Spermatogenesis Mencit. Pada penelitian ini, data menunjukkan bahwa kelompok yang diberi

REPRODUKSI SEL REPRODUKSI SEL AMITOSIS. Profase I. Pembelahan I. Metafase I. Anafase I MEIOSIS. Telofase I. Interfase. Profase II.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.)

Domestikasi Ikan Liar Sungai Sebagai Upaya Konservasi Biota Perairan : Suatu Pendekatan Bio-Reproduksi, Tantangan & Harapan

SNI : Standar Nasional Indonesia. Benih Ikan Bandeng (Chanos chanos Forskal) kelas benih sebar

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Desember 2013 di Sungai

I. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN UMUM

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.48/MEN/2012 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jantan) yang terjadi hanya di tubuli seminiferi yang terletak di testes (Susilawati,

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi Semen Segar

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dari pengamatan kualitas sperma mencit (konsentrasi sperma,

ASPEK REPRODUKSI IKAN LELAN (Osteochilus vittatus C.V) Di SUNGAI TALANG KECAMATAN LUBUK BASUNG KABUPATEN AGAM

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Pengambilan sampel dilakukan sebulan sekali selama 3 bulan berturutturut, yakni pada tanggal 10-11 Februari 2012, 7 Maret 2012 dan 7 April 2012. Pengambilan sampel pada bulan Februari dilakukan selama dua hari karena pada tanggal 10 Februari 2012 jumlah sampel tidak memenuhi target, sehingga dilakukan pengambilan kedua pada tanggal 11 Februari 2012. Jumlah sampel setiap bulan sebanyak 25 ekor teripang, sehingga total sampel selama 3 bulan berturut-turut adalah 75 ekor teripang. 4.1.1. Indeks Gonad (IG) Gonad Phyllophorus sp. dapat dibedakan jenis kelaminnya berdasarkan morfologi. Gonad betina (Gambar 4.1b) umumnya berwarna hijau lumut dengan bentuk tubulus yang lebih menggembung dibandingkan dengan gonad jantan (Gambar 4.1a) yang umumnya berwarna cokelat muda. Dalam perhitungan indeks gonad (Lampiran 1), hasil indeks gonad (IG) jantan dan betina pada bulan April 2012 menunjukkan nilai tertinggi dibandingkan bulan Februari dan Maret 2012 (Gambar 4.2 dan 4.3). 29

Gambar 4.1. Morfologi gonad teripang Phyllophorus sp. (A) Jantan ; (B) Betina IG Jantan (%) 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 a Februari Maret April Bulan (2012) Gambar 4.2. Indeks Gonad (IG) jantan teripang Phyllophorus sp. di Pantai Timur Surabaya pada bulan Februari, Maret dan April 2012. Notasi huruf yang berbeda menunjukkan adanya tidak beda signifikan antar kelompok sampel berdasarkan Uji Games Howell pada α = 0,05. b c IG Betina (%) 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 b a b Februari Maret April Bulan (2012) Gambar 4.3. Indeks Gonad (IG) betina teripang Phyllophorus sp. di Pantai Timur Surabaya pada bulan Februari, Maret dan April 2012. Notasi huruf

yang sama menunjukkan adanya beda signifikan antar kelompok sampel berdasarkan Uji Games Howell pada α = 0,05. Pada Gambar 4.1 berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan ANOVA menunjukkan adanya beda signifikan sebesar 0,15 (Lampiran 2). Untuk mengetahui signifikansi tiap dua kelompok bulan maka dilakukan uji lanjutan menggunakan uji Games-Howell. Hasil analisis uji Games-Howell untuk kelompok IG jantan bulan Februari 2012 terhadap kelompok IG jantan bulan Maret 2012 menunjukkan tidak beda signifikan yaitu 0,868 (α>0,05), kelompok IG jantan bulan Februari 2012 terhadap kelompok IG jantan bulan April 2012 menunjukkan tidak beda signifikan yaitu 0,087 (α>0,05), kelompok IG jantan bulan Maret 2012 terhadap kelompok IG jantan bulan April 2012 menunjukkan tidak beda signifikan yaitu 0,153 (α>0,05). Berdasarkan hasil analisis terhadap indeks gonad (IG) jantan, maka hipotesis yang dapat diterima adalah tidak ada pengaruh indeks gonad (IG) antar individu dan populasi teripang jantan Phyllophorus sp. pada periode Februari, Maret dan April 2012 atau dengan kata lain tolak H a 1 dan terima H 0 1. Pada Gambar 4.2 berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan ANOVA menunjukkan adanya beda signifikan sebesar 0,22 (Lampiran 3). Untuk mengetahui signifikansi tiap dua kelompok bulan maka dilakukan uji lanjutan menggunakan uji Games-Howell. Hasil analisis uji Games-Howell untuk kelompok IG betina bulan Februari 2012 terhadap kelompok IG betina bulan Maret 2012 menunjukkan tidak beda signifikan yaitu 0,834 (α>0,05), kelompok IG betina bulan Februari 2012 terhadap kelompok IG betina bulan April 2012 menunjukkan tidak beda signifikan yaitu 0,089 (α>0,05), kelompok IG betina

bulan Maret 2012 terhadap kelompok IG betina bulan April 2012 menunjukkan beda signifikan yaitu 0,034 (α<0,05). Berdasarkan hasil analisis terhadap indeks gonad (IG) betina, maka hipotesis yang dapat diterima adalah tidak ada pengaruh indeks gonad (IG) antar individu dan populasi teripang betina Phyllophorus sp. pada periode Februari, Maret dan April 2012 atau dengan kata lain tolak H a 2 dan terima H 0 2. 4.1.2. Histologis Gonad Gonad teripang Phyllophorus sp. memiliki ciri khas berupa dinding gonad yang tebal dan dipengaruhi oleh diameter lumen. Berdasarkan hasil pengamatan histologi pada gonad jantan (Lampiran 6) yang kemudian dianalisis dengan menggunakan uji korelasi Pearson menghasilkan angka beda tidak signifikan sebesar 0,056 (α<0,05) dengan koefisen korelasi sebesar -0,290 (Lampiran 7). Berdasarkan hasil analisis terhadap dinding gonad dan diameter lumen pada gonad jantan, maka hipotesis yang dapat diterima adalah tidak ada hubungan antara diameter lumen dan tebal dinding pada populasi teripang jantan Phyllophorus sp. pada periode Februari, Maret dan April 2012 atau dengan kata lain tolak H 1 3 dan terima H 0 3. Sedangkan berdasarkan hasil pengamatan histologi pada gonad betina (Lampiran 8) yang kemudian dianalisis menggunakan uji korelasi Pearson menghasilkan angka beda signifikan sebesar 0,025 (α<0,05) dengan koefisen korelasi sebesar -0,403 (Lampiran 9). Berdasarkan hasil analisis terhadap dinding gonad dan diameter lumen pada gonad betina, maka hipotesis yang dapat diterima adalah ada hubungan antara diameter lumen dan tebal dinding pada populasi

teripang betina Phyllophorus sp. pada periode Februari, Maret dan April 2012 atau dengan kata lain tolak H 0 4 dan terima H 1 4. Pada lumen gonad betina teripang Phyllophorus sp. ditemukan berbagai macam oosit dengan diameter tertentu dan jenis oosit dalam setiap tubulus berbeda-beda (Gambar 4.3d, 4.3e dan 4.3f). Berdasarkan Purwati (2009), maka oosit tersebut dikategorikan menjadi 3, yakni oosit pre-vitellogenic (diameter < 150 µm), oosit vitellogenic (diameter 150 350 µm), dan oosit post-vitellogenic (diameter > 350 µm) dengan hasil frekuensi oosit (Tabel 4.1.2.1) yang dilukiskan dengan grafik pada Gambar 4.4. Sedangkan pada hasil pengamatan histologi gonad jantan (Gambar 4.3a, 4.3b, dan 4.3c), tampak adanya sel-sel spermatogenik yang dapat dibedakan menjadi spermatosit, spermatid, spermatozoa dan relict spermatozoa. Tabel 4.1.2.1 Frekuensi Oosit pada bulan Februari, Maret, dan April 2012 Jenis Oosit Frekuensi Oosit (%) Februari Maret April Oosit pre-vitellogenic 56,28 ± 5,79 29,45 ± 13,03 48,13 ± 14,1 Oosit vitellogenic 40,91 ± 4,42 63,24 ± 11,54 45,64 ± 9,24 Oosit post-vitellogenic 2,81 ± 3,84 7,31 ± 4,78 6,23 ± 6,25 120 100 PROSENTASE 80 60 40 20 0 Februari Maret April BULAN post-vo VO pre-vo Gambar 4.4. Grafik frekuensi oosit pada gonad teripang Phyllophorus sp. di Pantai Timur Surabaya pada Bulan Februari, Maret, dan April 2012

Jantan Betina Gambar 4.5. Histologis gonad jantan (a, b, c) dan betina (d, e, f) teripang Phyllophorus sp. dg: dinding gonad ; L: lumen ; rs: relict spermatozoa ; sc: spermatosit ; st: spermatid ; sz: spermatozoa ; lf: longitudinal fold ; ro: oosit relict ; prvo: oosit pre-vitellogenic ; vo: oosit vitellogenic ; ptvo: oosit post-vitellogenic ; zr: zona radiata ; gv: germinal vesicle ; n: nukleus ; f: fagosit (Skala : 200 µm).

4.1.3. Kondisi lingkungan di Pantai Timur Surabaya Pada penelitian ini juga diambil data berupa kondisi lingkungan yang memuat tentang suhu dan arus air laut di Pantai Timur Surabaya selama bulan Februari, Maret, dan April 2012. Data tersebut didapatkan dari BMKG Perak, Surabaya (Lampiran 10-11). 4.2. Pembahasan Phyllophorus sp. merupakan hewan dioecious, karena meskipun organisme jantan dan betina tidak dapat dibedakan berdasarkan morfologi luar, namun dapat dibedakan melalui pengamatan morfologi, yakni dari bentuk dan warna gonad. Pola reproduksi Phyllophorus sp. mengacu pada Hamel et al. (1993) karena memiliki kesamaan pada penampakan histologi pada gonad betina, yakni mengandung oosit dengan diameter yang bervariasi pada setiap fase perkembangan gonad dan dinding gonad Psolus fabricii yang cukup tebal, sehingga hampir sama dengan Phyllophorus sp. Sesuai dengan hasil analisis indeks gonad (IG) yang menunjukkan hasil tidak beda signifikan, maka data indeks gonad saja tidak cukup sebagai acuan untuk menentukan pola reproduksi. Hasil analisis indeks gonad betina Phyllophorus sp. juga tidak cocok dengan grafik frekuensi oosit, karena indeks gonad betina tertinggi terjadi pada bulan April 2012, sedangkan grafik frekuensi oosit menunjukkan bahwa kapasitas oosit vitellogenic dan oosit post-vitellogenic tertinggi terjadi pada bulan Maret 2012. Hal ini menandakan bahwa tidak ada

hubungan antara indeks gonad (IG) dengan tahap perkembangan gonad Phyllophorus sp. pada bulan Februari, Maret, dan April 2012. Pada pengamatan gonad betina jantan dan betina Phyllophorus sp., terlihat ciri khas yang berbeda dibandingkan dengan teripang tropis pada umumnya, yakni Phyllophorus sp. memiliki dinding gonad yang cukup tebal dan menjadi selisih antara diameter tubulus dan lumen. Sesuai dengan hasil korelasi pada gonad betina yang menunjukkan beda signifikan sebesar 0,025 (α<0,05), maka ketebalan dinding gonad betina sangat bergantung pada jumlah sel yang terdapat pada lumen dan tahap perkembangan gonad itu sendiri. Bila gonad betina sedang dalam masa gametogenesis, maka dinding gonad betina bisa sangat tebal sehingga diameter lumen mengecil dan tubulus tampak membulat. Sebaliknya, bila gonad betina sedang dalam tahap maturasi maksimal, maka dinding gonad betina akan sangat tipis karena lumen mengalami dilatasi dan tubulus berbentuk tidak beraturan. Sedangkan berdasarkan hasil korelasi pada gonad jantan yang menunjukkan beda tidak signifikan sebesar 0,056 (α>0,05), maka ketebalan dinding gonad jantan tidak bergantung pada jumlah sel yang terdapat pada lumen dan tahap perkembangan gonad itu sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah sel dan tahap perkembangan tidak terlalu berpengaruh terhadap ketebalan dinding gonad jantan Phyllophorus sp. Pada gonad jantan Phyllophorus sp., terdapat ciri struktur berupa relict spermatozoa atau spermatozoa sisa, yaitu spermatozoa yang tidak tersalurkan ke gonoduct. Berdasarkan Hamel et al. (1993), relict spermatozoa merupakan ciri bahwa gonad Psolus fabricii mengalami fase post-spawning dan umumnya

terdapat sel-sel fagosit yang siap mengabsorbsi spermatozoa yang tersisa tersebut. Namun pada gonad Phyllophorus sp., keberadaan relict spermatozoa pada lumen justru disertai dengan kehadiran spermatosit yang masih melekat pada dinding gonad dan tidak dijumpai fagosit yang siap mengabsorbsi relict spermatozoa. Demikian juga pada tubulus lainnya dimana terdapat spermatozoa yang hampir memenuhi lumen dan secara bersamaan terdapat spermatid yang masih melekat di dinding gonad. Berdasarkan Hamel et al. (1993), keberadaan spermatid dan spermatozoa merupakan ciri bahwa gonad Psolus fabricii sedang mengalami fase maturasi. Umumnya dinding gonad sudah mengalami penipisan akibat lumen berdilatasi karena jumlah spermatozoa terus melimpah. Namun pada gonad Phyllophorus sp. dinding gonad masih cukup tebal meskipun terdapat spermatid dan spermatozoa didalamnya. Dinding gonad Phyllophorus sp. baru akan benarbenar menipis dan lumen mengalami dilatasi saat lumen hanya dipenuhi oleh spermatozoa. Namun, tidak pernah benar-benar dijumpai spermatozoa memenuhi seluruh isi tubulus dalam satu gonad jantan karena pasti sudah dijumpai keberadaan relict spermatozoa atau spermatid pada sisi paling distal dari gonoduct. Hal ini menandakan kemungkinan bahwa proses gametogenesis pada gonad jantan Phyllophorus sp. berlangsung sangat cepat, sehingga bisa terjadi proses regenerasi sel-sel spermatogenik yang saling menyusul dan menyulitkan proses identifikasi tahap perkembangan gonad yang sebenarnya sedang terjadi pada tubulus gonad jantan Phyllophorus sp. Pada gonad betina Phyllophorus sp., terdapat oosit yang memiliki diameter bervariasi. Berdasarkan Purwati (2009), maka oosit tersebut

dikategorikan menjadi 3, yakni oosit pre-vitellogenic, oosit vitellogenic, dan oosit post-vitellogenic. Ketiga jenis oosit yang terletak di dalam tubulus gonad Phyllophorus sp. memiliki karakteristik dan struktur histologi masing-masing. Oosit pre-vitellogenic memiliki karakteristik berupa diameter < 150 µm, terletak melekat di dinding, intensitas warna eosin sangat pekat, belum memiliki sel-sel folikuler (zona radiata), belum memiliki germinal vesicle, nukleus bulat dan berada di tengah. Sedangkan oosit vitellogenic memiliki karakteristik berupa diameter 150 350 µm, ada yang terletak di dekat dinding, tetapi ada juga yang terletak hampir ke tengah lumen, intensitas warna eosin tidak terlalu pekat, belum memiliki sel-sel folikuler (zona radiata), belum memiliki germinal vesicle, nukleus bulat dan berada di tengah. Sedangkan oosit post-vitellogenic memiliki karakteristik berupa diameter > 350 µm, intensitas warna eosin tidak pekat, terletak di tengah lumen, sudah memiliki sel-sel folikuler (zona radiata), terdapat germinal vesicle, nukleus seringkali terletak di tepi germinal vesicle dan bentuknya memanjang. Seperti halnya relict spermatozoa pada gonad jantan Phyllophorus sp., pada gonad betina juga terdapat oosit relict, yakni merupakan oosit postvitellogenic yang tidak dilepaskan ke gonoduct. Berdasarkan Hamel et al. (1993), relict oosit merupakan ciri bahwa gonad Psolus fabricii mengalami fase postspawning dan umumnya terdapat sel-sel fagosit yang siap mengabsorbsi oosit yang tersisa tersebut. Namun pada gonad Phyllophorus sp., keberadaan relict oosit selain disertai dengan keberadaan fagosit, juga disertai dengan keberadaan oosit pre-vitellogenic. Berdasarkan Hamel et al. (1993), oosit pre-vitellogenic

merupakan ciri bahwa gonad Psolus fabricii sedang mengalami fase recovery, oosit vitellogenic merupakan ciri bahwa gonad sedang dalam fase advanced growth, dan oosit post-vitellogenic merupakan ciri gonad sudah dalam fase maturation. Akan tetapi, pada gonad betina Phyllophorus sp. tidak pernah benarbenar ditemukan hanya satu jenis oosit yang memenuhi lumen karena ketiga jenis oosit tersebut sering terlihat bersamaan dalam satu tubulus. Hal ini menandakan bahwa oosit-oosit yang berada pada tubulus gonad betina Phyllophorus sp. mengalami tahap maturasi yang tidak bersamaan dalam setiap gonad, sehingga menyulitkan proses identifikasi tahap perkembangan gonad yang sebenarnya sedang terjadi pada tubulus gonad Phyllophorus sp. Frekuensi dari masing-masing jenis oosit setiap bulan yang tercantum pada Tabel 4.3 memiliki nilai standar deviasi yang besarnya melebihi nilai rata-rata. Hal ini menunjukkan bahwa variasi terhadap frekuensi oosit pada setiap gonad betina Phyllophorus sp. sangat besar. Dari pembahasan di atas, dapat dikatakan bahwa tahap perkembangan gonad Phyllophorus sp. masih belum jelas. Nilai indeks gonad (IG) tidak cukup untuk merepresentasikan pola reproduksi, namun ketika digabungkan dengan hasil pengamatan histologi ternyata juga tidak cocok karena pada histologi gonad terjadi tahap perkembangan gonad yang berbeda fase pada saat yang hampir bersamaan. Oleh karena itu, peneliti menemui kesulitan dalam menentukan fase reproduksi yang sebenarnya sedang terjadi pada gonad Phyllophorus sp. pada periode Februari, Maret, dan April 2012. Namun, bisa dikatakan bahwa pola reproduksi pada setiap individu Phyllophorus sp. bersifat sinkron karena hasil histologi pada setiap gonad menunjukkan terjadinya kesamaan fase. Sedangkan

pola reproduksi pada populasi Phyllophorus sp. bersifat asinkron karena hasil histologi sampel menunjukkan variasi fase pada setiap individu. Pola reproduksi Phyllophorus sp. juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan berupa arus air laut dan suhu udara yang senantiasa bisa berubah setiap hari. Data yang diperoleh dari BMKG (Lampiran 10-11) merupakan informasi terkait dengan kondisi lingkungan di Pantai Timur Surabaya pada saat pengambilan sampel bulan Februari, Maret, dan April 2012. Data tersebut menunjukkan kisaran suhu udara pada bulan Februari, Maret, dan April 2012 adalah sebesar 28-30 0 C. Data tersebut seharusnya dilengkapi dengan informasi suhu air laut, namun hal tersebut tidak memungkinkan karena pengambilan sampel dilakukan oleh nelayan.