PENGELOLAAN PEMBIBITAN KELAPA SAWIT DENGAN ASPEK KHUSUS SELEKSI BIBIT DI PUSAT PENELITIAN KELAPA SAWIT (PPKS), UNIT USAHA MARIHAT, SUMATERA UTARA

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit termasuk sebagai tanaman monokotil, mempunyai akar serabut.

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

PEMBAHASAN. Posisi PPKS sebagai Sumber Benih di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Botani Kelapa Sawit

Tujuan TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

METODE MAGANG. Tempat dan Waktu

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kelapa Sawit

KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Kelapa Sawit Taksonomi kelapa sawit adalah sebagai berikut :

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Kelapa Sawit

PENGENDALIAN MUTU PRODUKSI BENIH KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacquin) DI PUSAT PENELITIAN KELAPA SAWIT MARIHAT, SUMATERA UTARA

BUDIDAYA KELAPA SAWIT

TINJAUAN PUSTAKA. bawah umumnya lebih besar disebut bongkol batang. Sampai umur 3 tahun batang

Lampiran 1. Jurnal Mingguan Kegiatan Magang PPKS Marihat

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

Tujuan Pembibitan Pemuliaan dan Capaian Pembibitan

MODUL BUDIDAYA KELAPA SAWIT

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ordo: Polypetales, Famili: Leguminosea (Papilionaceae), Genus:

TINJAUAN PUSTAKA Akar Tanaman Kelapa Sawit Ekologi Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. saat ini adalah pembibitan dua tahap. Yang dimaksud pembibitan dua tahap

TINJAUAN PUSTAKA. Amerika Jacquin. Taksonomi dari kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kelapa sawit di klasifikasikan sebagai berikut :

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tanaman Teh Morfologi Tanaman Teh Syarat Tumbuh

PENGELOLAAN TENAGA KERJA PANEN DAN SISTEM PENGANGKUTAN TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kelapa Sawit

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate,

TINJAUAN PUSTAKA. pada perakaran lateral terdapat bintil-bintil akar yang merupakan kumpulan bakteri

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

MATERI DAN METODE. Riau Jalan H.R Subrantas Km 15 Simpang Baru Panam. Penelitian ini berlangsung

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) diklasifikasikan ke dalam kelas

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Mangga berakar tunggang yang bercabang-cabang, dari cabang akar ini tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA. Akar tanaman kelapa sawit berfungsi sebagai penyerap unsur hara dalam

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Morfologi Kacang Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

II. TINJAUAN PUSTAKA Kecambah Kelapa sawit berkembang biak dengan biji dan akan berkecambah untuk selanjutnya

III. BAHAN DAN METODE

Teknik Budidaya Kubis Dataran Rendah. Untuk membudidayakan tanaman kubis diperlukan suatu tinjauan syarat

Benih kelapa genjah (Cocos nucifera L var. Nana)

Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn. f.) dengan perbanyakan stek pucuk

PENGARUH PERBEDAAN KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT PADA TAHAP PRE NURSERY. Aang Kuvaini. Abstrak

III. BAHAN DAN METODE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE. Medan Area yang berlokasi di Jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan

TINJAUAN PUSTAKA. Guineensis berasal dari Guinea (pantai barat Atrika), Jacq berasal dari nama

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung manis termasuk dalam golongan famili graminae dengan nama latin Zea

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus) berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia, kelapa sawit pertama kali didatangkan oleh pemerintah Hindia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2016 sampai dengan Juli 2016

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti pedang kecil, menunjukkan

PERBANDINGAN MEDIA TANAM TOP SOIL DAN PUPUK KANDANG PADA WADAH BAMBU TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT MUCUNA BRACTEATA

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

TI JAUA PUSTAKA Botani Tanaman Kelapa Sawit

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera)

Benih kelapa dalam (Cocos nucifera L. var. Typica)

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Sistem perakaran tanaman bawang merah adalah akar serabut dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan gambut Desa Rimbo Panjang

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016

(PERSYARATAN LINGKUNGAN TUMBUH) IKLIM IKLIM TANAH

PRINSIP AGRONOMIK BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH. 15/04/2013

II. TINJAUAN PUSTAKA

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi botani tanaman palem botol adalah sebagai berikut:

m. BAHAN DAN METODE Penelitian ini telah dilaksanakan di kebun percobaan Fakuteis Pertanian

TINJAUAN PUSTAKA Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Kelapa sawit dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

PEMBAHASA. Proses Pengadaan Bahan Tanaman

III. TATA LAKSANA KEGIATAN TUGAS AKHIR

TINJAUAN PUSTAKA. serta genus Elaeis dengan spesies Elaeis guineensis Jacq. 8 m ke dalam tanah dan 16 m tumbuh ke samping (PANECO, dkk., 2013).

I. PENDAHULUAN. dorong oleh meningkatnya kebutuhan CPO dan turunannya untuk bahan makanan, industri dan

Teknis Penanaman Baru dan Replanting. PT. Bumitama Gunajaya Agro, Februari 2017 Suroso Rahutomo

III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai 3 Juni Juli 2016 di Green House

Transkripsi:

PENGELOLAAN PEMBIBITAN KELAPA SAWIT DENGAN ASPEK KHUSUS SELEKSI BIBIT DI PUSAT PENELITIAN KELAPA SAWIT (PPKS), UNIT USAHA MARIHAT, SUMATERA UTARA ZAENAL A24062231 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

RINGKASAN ZAENAL. Pengelolaan Pembibitan Kelapa Sawit dengan Aspek Khusus Seleksi Bibit di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Marihat, Sumatera Utara. ( Dibimbing oleh ISKANDAR LUBIS) Kegiatan ini dilaksanakan di Pusat Penelitian Kelapa sawit (PPKS), Unit Usaha Marihat, Provinsi Sumatera Utara selama empat bulan yang dimulai dari tanggal 1 Maret 2010 sampai tanggal 19 juli 2010. Tujuan magang ini adalah untuk mengetahui dan mempelajari proses pembibitan kelapa sawit, mulai dari penyemaian sampai penanaman di lapang, melakukan seleksi bibit di pembibitan dengan memperhatikan criteria seleksi bibit dan melakukan percobaan pengaruh ukuran dan jenis polibeg terhadap keragaan tumbuh dan efisiensi. Selama melaksanakan magang penulis mengikuti kegiatan di Divisi Pemuliaan khusunya pada bagian pembibitan di pemuliaan. Seleksi bibit dilakukan pada bibit Cameroon dengan menggunakan data bibit terseleksi tahap pertama sebagai informasi untuk seleksi tahap kedua. Tolak ukur yang diamati adalah kriteria bibit abnormal dan bibit normal dan persentase bibit abnormal. Pengujian pengaruh ukuran dan jenis polibeg terhadap keragaan tumbuh dan efisiensi, menggunakan percobaan faktorial dengan rancangan acak lengkap, dua faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama adalah jenis dan ukuran polibeg terdiri atas lima perlakuan yaitu : polibeg standar pre nursery (kontrol) (22 cm x 14 cm) (P0), polibeg kecil bening (18 cm x 9.5 cm) (P1), polibeg kecil hitam (15 cm x 5 cm) (P2), plastik Gelas (P3), dan polibeg kecil bening (13 cm x 6 cm) (P4). Sedangkan faktor kedua adalah varietas yang terdiri dari tiga varietas yaitu Simalungun, Langkat dan Yangambi. Setiap perlakuan menggunakan 75 butir kecambah, total kecambah yang digunakan yaitu 1125 butir. Masing-masing taraf perlakuan terdiri dari tiga ulangan. Setiap ulangan terdiri dari 25 bibit dengan lima tanaman contoh. Tolak ukur yang diamati dalam pengujian ini yaitu persentase hidup bibit, jumlah daun, tinggi bibit, diameter bibit, persentase bibit abnormal dan bentuk akar. Hasil kegiatan magang yaitu penulis memperoleh pengalaman lapang, keterampilan kerja dan wawasan yang lebih luas dalam pembibitan kelapa sawit khususnya seleksi bibit. Hasil seleksi bibit tahap kedua pada bibit Cameroon

menunjukan bahwa abnormalitas disebabkan oleh dua faktor yakni faktor genetik dan faktor lingkungan. Kedua faktor tersebut dapat berinteraksi secara bersamaan. Pemeliharaan bibit termasuk dalam faktor lingkungan, pemeliharaan yang kurang tepat menyebabkan abnormalitas pada tanaman. Hasil pengaruh ukuran dan jenis polibeg terhadap keragaan tumbuh dan efisiensi seperti luas, waktu dan biaya yaitu ukuran dan jenis polibeg yang semakin kecil menyebabkan pertumbuhan terhambat (daun, batang dan akar), bibit abnormal, dan efisiensi yang berbeda. Secara keseluruhan ukuran dan jenis polibeg yang terbaik untuk pertumbuhan adalah perlakuan polibeg PO (22 cm x 14 cm) untuk varietas Simalungun dan Langkat, sedangkan pada varietas Yangambi yang terbaik adalah perlakuan polibeg P0 (22 cm x 14 cm) dan P1 (18 cm x 9.5 cm). Untuk pertumbuhan vegetatif bibit seperti jumlah daun, tinggi dan diameter varietas terbaik adalah varietas Langkat. Penggunaan jenis dan ukuran polibeg yang berbeda pada pembibitan awal (pre nursery) mempengaruhi juga efisiensi baik secara waktu, lahan, biaya dan tenaga. Peningkatkan efisiensi pengisian yang baik dicapai oleh perlakuan polibeg plastik Gelas P3. Untuk efisiensi luas perlakuan polibeg P4 (13 cm x 6 cm) membutuhkan luas yang paling kecil. Pengeluaran paling kecil untuk pembelian polibeg adalah perlakuan polibeg P2 (15 cm x 5 cm) dan perlakuan polibeg P4 (13 cm x 6 cm).

PENGELOLAAN PEMBIBITAN KELAPA SAWIT DENGAN ASPEK KHUSUS SELEKSI BIBIT DI PUSAT PENELITIAN KELAPA SAWIT (PPKS), UNIT USAHA MARIHAT, SUMATERA UTARA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor ZAENAL A24062231 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

ii Judul : PENGELOLAAN PEMBIBITAN KELAPA SAWIT DENGAN ASPEK KHUSUS SELEKSI BIBIT DI PUSAT PENELITIAN KELAPA SAWIT (PPKS), UNIT USAHA MARIHAT, SUMATERA UTARA Nama : ZAENAL NIM : A.24062231 Menyetujui : Pembimbing (Dr. Ir. Iskandar Lubis, MS) NIP: 19610528 198503 1002 Mengetahui : Ketua Departement Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB (Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr) NIP: 19611101 198703 1003 Tanggal lulus :

iii RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor, Provinsi Jawa Barat pada tanggal 11 September 1987. Penulis merupakan anak ke tujuh dari Bapak Sanan Suteja dan Ibu Enah Maryunah. Tahun 1994 penulis lulus dari TK Annuriyah Cibanteng, Bogor. Kemudian pada tahun 2000 penulis menyelesaikan studi di SD Cihideung Ilir 03 Cibanteng, Bogor. Selanjutnya pada tahun 2003 penulis menyelesaikan studi di SMPN 1 Dramaga Babakan Raya, Bogor. Kemudian pada tahun 2006 penulis lulus dari SMAN 1 Leuwilliang Leuwilliang, Bogor. Tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa Departement Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian. Pada tahun 2008 penulis mengikuti magang di OISCA JAPAN yang berada di Sukabumi selama tiga minggu. Penulis juga aktif dalam kegiatan kepanitiaan masa pengenalan Department Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, mengikuti kepanitiaan pada seminar ACS (Agricultural Career Seminar) dan kepanitiaan pada field trip Agronomi dan Hortikultura angkatan 43.

iv KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang maha Esa, atas berkat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengelolaan Pembibitan Kelapa Sawit Dengan Aspek Khusus Seleksi Bibit di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), Unit Usaha Marihat, Sumatera Utara. Skripsi merupakan syarat tugas akhir untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Demikian skripsi ini dibuat sebagai syarat menyelesaikan program studi. Penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang sangat bermanfaat bagi penulis. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada setiap pihak yang telah memberikan dukungan dan membantu terselesaikannya skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada: 1. Dr. Ir. Iskandar Lubis, MS. selaku dosen pembimbing akademik dan dosen pembimbing skripsi yang telah banyak membantu dan mengarahkan penulis dalam penyelesaian skripsi. 2. Ayahanda Sanan Suteja dan ibunda Enah Maryunah tercinta atas setiap motivasi, dukungan dan doanya di setiap waktu. 3. Kakak-kakak saya Sahrul Ervani, Haerani, Aprizal, Sopian dan Yuningsih yang telah memberi doa dan semangat. 4. Prof. Dr. Ir. M. A. Chozin, MS dan Ir. Supijatno, Msi yang telah menjadi penguji. 5. Dr. Ir. Iman Yani Harahap selaku Kepala Unit Usaha PPKS Marihat yang telah bersedia menerima penulis melakukan kegiatan magang dan riset di PPKS Marihat. 6. Ir. Edy Suprianto, Msc selaku manajer BRD (Breeding and Research Development) yang telah membimbing penulis selama melakukan kegiatan magang di PPKS Marihat. 7. Ir. Nanang Supena selaku pembimbing lapang dan mengarahkan penulis dalam setiap kegiatan.

v 8. Bapak Habib selaku supervisor kepala pembibitan yang telah membantu 9. Bapak Rudianto, Bapak Yabani, dan Bapak Nelson Sipayung selaku supervisor produksi yang telah membantu dalam pengenalan kegiatan magang. 10. Keluarga Ibu Nuqe Siregar untuk setiap dukungan dan motivasinya sebagai ibu angkat kami. 11. Bang Jefri beserta keluarga yang telah penulis anggap sebagai abang sendiri atas nasehat-nasehatnya. 12. Adinda Nova Miceliah yang telah memberi semangat dan menemani penulis selama menyelesaikan skripsi. 13. Teman-teman magang di PPKS Marihat, Topik Hidayat, M. Nazhri Annas, Mikolehi Firdaus dan Putra Kusuma Hadi. 14. Teman-teman Agronomi dan Hortikultura angkatan 43, kalian sangat berharga bagi saya. 15. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam pelaksanaan magang dan penyelesaian skripsi. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan baik dalam materi maupun penulisan skripsi, untuk itu penulis mengharapkan masukan dan kritik yang membangun demi kelancaran studi penulis. Akhir kata tiada seindah mutiara selain ucapan terima kasih. Bogor, September 2010 Penulis

vi DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN x PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 3 TINJAUAN PUSTAKA... 4 Botani Kelapa Sawit... 4 Morfologi Kelapa sawit... 5 Ekologi kelapa Sawit... 7 Curah Hujan... 7 Tehnik Budidaya Kelapa Sawit... 8 Teknik pembukaan lahan... 8 Pembibitan... 9 Proses Penanaman Kelapa Sawit di Lapangan... 22 Pemeliharaan Kelapa Sawit... 23 Pemanenan... 25 METODE MAGANG... 27 Waktu dan Tempat... 27 Metode Pelaksanaan... 27 Analisis Data... 29 KEADAAN UMUM... 30 Sejarah... 30 Visi dan Misi... 31 Struktur Organisasi... 32 Lokasi dan Letak Geografis Pusat Penelitian Kelapa Sawit Marihat... 33 Sarana Penelitian dan Sumber Daya Manusia... 33 Keadaan Tanaman dan Produksi... 34 PELAKSAAN KEGIATAN MAGANG... 36 Pemuliaan Kelapa Sawit... 36 Populasi Dasar... 36 Pembibitan Pemuliaan... 40 Seleksi Bibit... 55 Pengaruh Ukuran dan Jenis Polibeg Terhadap Keragaan Tumbuh dan Efisiensi... 61 PEMBAHASAN... 75 Tujuan Pembibitan Pemuliaan dan Capaian Pembibitan... 76 Permasalahan Pembibitan Pemuliaan... 76 Seleksi Bibit... 80

vii Seleksi Bibit Cameroon... 82 Jenis-Jenis Abnormalitas... 84 Pengaruh Ukuran dan Jenis Polibeg Terhadap Keragaan Tumbuh dan Efisiensi... 89 KESIMPULAN DAN SARAN... 93 Kesimpulan... 93 Saran... 94 DAFTAR PUSTAKA... 95 LAMPIRAN... 97

DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Standar Penyiraman Bibit pada Pembibitan Awal... 13 2. Standar Pemupukan pada Pembibitan Utama... 14 3. Standar Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit di Pembibitan... 16 4. Jumlah dan Lokasi Pohon Induk dan Pohon Bapak Pusat Penelitian Kelapa Sawit Tahun 2010 (Bulan Januari-Maret).... 35 5. Rekapitulasi Uji F... 63 6. Pengaruh Jenis Polibeg Terhadap Jumlah Daun, Tinggi Bibit dan Diameter Batang... 65 7. Pengaruh Varietas Terhadap Jumlah Daun, Tinggi Bibit dan Diameter batang... 66 8. Interaksi Jenis Polibeg dan Varietas terhadap Jumlah Daun.... 68 9. Interaksi Jenis Polibeg dan Varietas terhadap Tinggi... 69 10. Interaksi Jenis Polibeg dan Varietas terhadap Diameter... 70 11. Efisiensi Pengisian Polibeg/Hk (8 Jam)... 73 12. Efisiensi Luas per Bedengan 8 M X 1,2 M... 73 13. Efisiensi Harga/ Kebutuhan... 74

2 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Perlakuan Polibeg... 28 2. Struktur Organisasi Pusat Penelitian Kelapa Sawit... 34 3. Skema Metode Pemuliaan RSS (Pamin, 1997)... 37 4. Penanaman Kecambah: (a) Posisi Penanaman/Penyemaian Kecambah dan (b) Penanaman Kecambah di Pembibitan Awal... 43 5. Pengelompokan Bibit: (a) Pengelompokan Pembibitan Awal, (b) Papan Nama Pengelompokan, dan (c) Pengelompokan Pembibitan Utama.... 44 6. Penyemprotan Pestisida.... 45 7. Seleksi Tahap Kedua.... 46 8. Pemupukan Bibit Kelapa Sawit. (a) Bentuk Pupuk. (b) Cara Pemupukan di Pembibitan Utama.... 51 9. Penyemprotan Pestisida di Pembibitan Utama.... 52 10. Bibit Hasil Seleksi di Pembibitan Utama.... 53 11. Persentase Abnormalitas pada Cameroon Tipe DxD... 56 12. Persentase Abnormalitas pada Cameroon Tipe TxT... 56 13. Persentase Tingkat Abnormalitas pada Bibit Cameroon... 57 14. Persentase Crown Desease pada Bibit Cameroon... 58 15. Persentase Kerdil pada Bibit Cameroon... 58 16. Persentase Bibit Tegak pada Cameroon... 59 17. Persentase Bibit Terhambat pada Cameroon... 59 18. Persentase anak daun rapat pada bibit cameroon... 60 19. Persentase Anak Daun Jarang pada Cameroon... 60 20. Persentase Etiolasi pada Cameroon... 61 21. Persentase Tumbuh Bibit... 64 22. Bentuk Akar Pada Tiap Perlakuan: (a) Perlakuan PO, (b) Perlakuan P1, (c) Perlakuan P2, (d) Perlakuan P3, dan (e) Perlakuan P4... 71 23. Persentase Abnormalitas dan Bibit/Kecambah Mati Pada Simalungun... 72 24. Persentase Abnormalitas dan Bibit/Kecambah Mati... 72 25. Persentasi Abnormalitas dan Bibit/Kecambah Mati Pada Varietas Yangambi... 73

3 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Jurnal Mingguan Kegiatan Magang di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS)... 98 2. Tabel Sidik Ragam Jumlah Daun, Tinggi dan Diameter Bibit... 106 3. Gambar Bibit Abnormal pada Pembibitan Awal dan Pembibitan Utama...111

PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) saat ini merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang menduduki posisi penting di sektor pertanian umumnya, dan sektor perkebunan khususnya. Hal ini disebabkan karena dari sekian banyak tanaman yang menghasilkan minyak atau lemak, kelapa sawit yang menghasilkan nilai ekonomi terbesar per hektarnya di dunia. Perkembangan ekspor yang terus meningkat disertai dengan harga yang semakin membaik di pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri menunjukkan bahwa tanaman kelapa sawit cukup potensial untuk dikembangkan. Tingginya permintaan industri dalam negeri maupun permintaan dunia terhadap minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil ) menyebabkan perkembangan perkebunan kelapa sawit baik PTPN, swasta maupun perkebunan rakyat meningkat. Menurut data Direktorat Jenderal Perkebunan (2009), pada tahun 2004, luas areal tanaman kelapa sawit di Indonesia adalah 5 284 723 ha dengan produksi sebesar 10 830 389 ton minyak sawit dan Indonesia mengekspor 8 661 647 ton minyak sawit. Jumlah ini meningkat pada tahun 2009 dimana luasnya menjadi 7 300 000 ha dengan hasil produksi sebesar 19 440 000 ton per tahun. Dari jumlah tersebut sekitar 4 000 000 5 000 000 ton dipasarkan dalam negeri sisanya untuk ekspor. Setiap tahunnya bertambah sekitar 400 000 ha lahan baru perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Mengalirnya investasi di perkebunan kelapa sawit membuka peluang bagi usaha pembibitan. Tahun 2006 dan 2007, industri pembibitan kelapa sawit Indonesia sudah tidak sanggup memenuhi permintaan benih kecambah kelapa sawit akibat terus melonjaknya permintaan. Menurut Direktorat perbenihan dan sarana produksi (2007) saat ini di Indonesia terdapat delapan produsen kecambah dan bibit kelapa sawit yang secara resmi diakui oleh pemerintah Indonesia. Produsen benih dan bibit tersebut yaitu : Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan, PT Socfindo, PT London Sumatera (Lonsum), PT Tunggal Yunus Estate, PT Dami Mas, PT Bina Sawit Makmur, PT Tania Selatan, dan PT. Bakti Tani Nusantara. Data Lembaga Riset Perkebunan Indonesia (2006) menunjukkan, secara nasional kebutuhan bibit kelapa sawit tahun 2006 sekitar 240 000 000 bibit,

2 kapasitas kedelapan produsen bibit tersebut mampu mensuplai 141 000 000 bibit pada tahun 2006 dan meningkat pada tahun 2009 sebanyak 215 000 000 bibit. Pembibitan merupakan langkah kunci keberhasilan dalam budidaya kelapa sawit. Pembibitan kelapa sawit yang baik dan sesuai dengan standar akan memudahkan pencapaian yang optimum dalam budidaya kelapa sawit (Lubis, 2008). Pembibitan merupakan awal kegiatan lapangan yang harus dimulai paling lambat satu tahun sebelum penanaman di lapangan. Tujuan pembibitan kelapa sawit adalah untuk menghasilkan bibit berkualitas tinggi yang harus tersedia pada saat penyiapan lahan tanam telah selesai. Pembibitan yang dikelola secara baik akan menghasilkan bibit yang baik dalam jumlah yang memadai untuk penanaman di lapangan. Menurut Pahan (2008), pembibitan memberikan kontribusi yang nyata terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pembibitan diperlukan karena tanaman kelapa sawit memerlukan perhatian yang tetap dan terus menerus pada umur 1-1.5 tahun pertama. Persiapan lahan pembibitan yang baik memungkinkan bibit dapat tumbuh dengan baik terutama pada awal pertumbuhan. Hal ini dikarenakan bibit akan tumbuh dan bertahan kirakira setahun lamanya pada lahan tersebut (Hartley, 1977). Bibit yang yang telah ditanam di pre nursery atau main nursery perlu dipelihara dengan baik agar pertumbuhannya sehat dan subur, sehingga bibit akan dapat dipindahkan ke lapang sesuai dengan umur dan saat tanam yang tepat. Bibit yang baik diperoleh dengan melakukan seleksi. Hanya bibit yang mempunyai pertumbuhan dan bentuk yang normal saja yang akan di tanam ke lapangan (Soebagyo, 1997). Seleksi merupakan kegiatan mengidentifikasi bibit yang tidak normal dan selanjutnya memusnahkannya (Soebagyo, 1997). Seleksi bertujuan untuk menghindari terangkutnya bibit abnormal ke tahap pembibitan selanjutnya (Buana et. al. 2003). Seleksi yang sangat ketat dilakukan agar benar-benar di dapat bibit yang sehat dan jagur sehingga saat di tanam di lapangan mampu tumbuh dan berkembang dengan baik serta berproduksi tinggi (Darmosarkoro et al., 2008). Seleksi bibit yang ketat akan menghidari terangkutnya bibit abnormal ke lapangan yang dapat menyebabkan berkurangnya hasil produksi dari tanaman tersebut (Lubis, 2008). Melihat permasalahan tersebut, perlu diadakan kegiatan magang pengelolaan pembibitan dengan aspek khusus seleksi bibit kelapa sawit.

3 Tujuan Tujuan umum kegiatan magang adalah : 1. Mengetahui kondisi lapangan dan belajar untuk terjun langsung ke lapangan. 2. Mengetahui kondisi perkebunan kelapa sawit. Tujuan Khusus kegiatan magang adalah : 1. Mempelajari proses-proses pembibitan kelapa sawit. 2. Mengetahui seleksi bibit kelapa sawit yang baik. 3. Mempelajari pengaruh ukuran dan jenis polibeg terhadap keragaan tumbuh dan efisiensi.

4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Upaya klasifikasi kelapa sawit sudah dimulai sejak empat abad yang lalu (abad ke-16) dan dilanjutkan pada abad-abad selanjutnya. Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan/industri berupa pohon batang lurus dari famili Palmae. Tanaman tropis ini dikenal sebagai penghasil minyak sayur yang berasal dari Amerika. Asal tanaman kelapa sawit (Elaeis giuneensis jacq.) secara pasti belum bisa diketahui. Namun, ada dugaan kuat tanaman ini berasal dari dua tempat, yaitu Amerika Selatan dan Afrika (Guenia). Spesies Elaeis melanococca atau Elaeis oleivera diduga berasal dari Amerika Selatan dan spesies Elaeis guineensis berasal dari Afrika (Guenia). Brazil dipercaya sebagai tempat di mana pertama kali kelapa sawit tumbuh. Dari tempat asalnya, tanaman ini menyebar ke Afrika, Amerika Equatorial, Asia Tenggara, dan Pasifik Selatan. Bibit kelapa sawit pertama kali masuk ke Indonesia tahun 1848 berasal dari Mauritus dan Amsterdam sebanyak empat tanaman yang kemudian ditanam di Kebun Raya Bogor dan selanjutnya disebarkan ke Deli Sumatera Utara (Lubis, 1992). Perkebunan kelapa sawit pertama dibangun di Tanahitam, Hulu Sumatera Utara oleh Schad (Jerman) pada tahun 1911. Taksonomi kelapa sawit adalah sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Angiopspermae Sub kelas : Monocotyledoneae Ordo : Spadiciflorae Keluarga : Palmaceae Sub keluarga : Cocoideae Genus : Elaeis Spesies : Elaeis guineensis Jacq.

5 Morfologi Kelapa sawit Kelapa sawit termasuk tanaman monokotil. Batangnya lurus, tidak bercabang dan tidak mempunyai kambium tingginya dapat mencapai 15-20 m (Lubis, 2008). Tanaman ini berumah satu atau monoecious, bunga jantan dan bunga betina berada pada satu pohon. Bagian vegetatif terdiri atas akar, batang, dan daun, sedangkan bagian generatifnya yakni bunga dan buah (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2008). Akar Calon akar muncul dari biji kelapa sawit yang dikecambahkan disebut radikula, panjangnya dapat mencapai 15 cm dan mampu bertahan sampai 6 bulan (Lubis, 2008). Akar primer yang tumbuh dari pangkal batang (bole) ribuan jumlahnya, diameternya berkisar antara 8 dan 10 mm. panjangnya dapat mencapai 18 cm. Akar sekunder tumbuh dari akar primer, diameternya 2-4 mm. Dari akar sekunder tumbuh akar tersier berdiameter 0.7-1.5 mm dan panjangnya dapat mencapai 15 cm (Lubis, 2008). Batang Batang membengkak pada pangkal (bole), bongkol ini dapat memperkokoh posisi pohon pada tanah agar dapat berdiri tegak (Sastrosayono, 2008). Dalam satu sampai dua tahun pertama pertumbuhan batang lebih mengarah kesamping, diameter batang dapat mencapai 60 cm. setelah itu perkembangan ke atas dapat mencapai 10 11 m dengan diameter 40 cm. Menurut Lubis (2008) pertumbuhan meninggi ini berbeda - beda untuk setiap varietas. Daun Daun pertama yang tumbuh pada stadium benih berbentuk lanset (lanceolate), kemudian muncul bifurcate dan setelah dewasa berbentuk menyirip (pinnate) ( Lubis, 2008). Pada tanaman dewasa dapat menghasilkan 40-60 daun dengan laju dua daun /bulan dan satu helai daun hidup fungsional dua tahun. Panjang daun bisa mencapai 5-7 m terdiri dari : satu tulang daun (rachis), 100-160

6 pasang anak daun linear, dan satu tangkai daun (petiole) yang berduri (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2008). Bunga Tanaman kelapa sawit mulai berbunga pada umur 12-14 bulan, tetapi baru ekonomis untuk di panen pada umur 2,5 tahun (Lubis, 2008). Bunga kelapa sawit merupakan monoecious, bunga jantan dan bunga betina dalam satu pohon. Satu inflor dibentuk dari ketiak setiap daun setelah diferensiasi dari pucuk batang. Jenis kelamin jantan atau betina ditentukan 9 bulan setelah inisiasi dan selang 24 bulan baru inflor bunga berkembang sempurna. Bunga-bunga betina dalam satu inflor membuka dalam tiga hari dan siap dibuahi selama 3-4 hari. sedangkan bungabunga yang berasal dari inflor jantan melepaskan serbuk sarinya dalam lima hari. Penyerbukan yang umum terjadi biasanya penyerbukan silang namun kadang juga sendiri (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2008). Buah Buah kelapa sawit adalah buah batu yang sessile (sessile drup), menempel dan menggerombol pada tandan buah. Jumlah per tandan dapat mencapai 1600, berbentuk lonjong membulat. Panjang buah 2-3 cm, beratnya 30 gram. Bagianbagian buah terdiri atas eksokarp atau kulit buah dan mesokrap atau sabut dan biji. Eksokarp dan mesokarp disebut perikarp. Biji terdiri atas endocarp atau cangkang, dan inti atau kernel. Sedangkan inti tersebut terdiri dari endosperma dan embrio (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2008). Biji Biji merupakan bagian buah yang telah terpisah dari daging buah dan sering disebut noten atau nut yang memiliki berbagai ukuran tergantung tipe tanaman (Lubis, 2008). Biji kelapa sawit terdiri atas cangkang, embryo dan inti atau endosperm. Embrio panjangnya 3 mm berdiameter 1,2 mm berbentuk silinderis seperti peluru dan memiliki dua bagian utama. Bagian yang tumpul permukaannya berwarna kuning dan bagian lain agak berwarna kuning. Endosperm merupakan cadangan makanan bagi pertumbuhan embryo. Pada

7 perkecambahan embrio berkembang dan akan keluar melalui lubang cangkang (germpore). Bagian pertama yang muncul adalah radikula (akar) dan menyusul plumula (batang) (Lubis, 2008). Ekologi kelapa Sawit Curah hujan Curah hujan yang baik untuk pertumbuhan dan produksi tanaman kelapa sawit adalah diatas 2000 2500 mm/tahun, tidak mengalami defisit air dan merata sepanjang tahun (Lubis, 2008). Sedangkan menurut Buana, Siahaan dan Adiputra (2003), curah hujan rata-rata tahunan yang memungkinkan untuk pertumbuhan kelapa sawit adalah 1250-3000 mm merata sepanjang tahun, curah hujan optimal berkisar 1750-2500 mm. Penyinaran matahari Tanaman kelapa sawit termasuk tanaman heliofil atau menyukai cahaya matahari. Penyinaran matahari sangat berpengaruh terhadap perkembangan buah kelapa sawit. Tanaman yang ternaungi karena jarak tanam yang sempit, pertumbuhannya akan terhambat karena hasil asimilasinya kurang. Penyinaran sinar matahari yang baik untuk pertumbuhan kelapa sawit yakni 5 7 jam/hari (Lubis, 2008). Tanah Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik dibanyak jenis tanah seperti podsolik, latosol, hidromofik kelabu, regosol, andosol, organosol dan alluvial. Hal yang penting bagi tanaman kelapa sawit adalah tidak kekurangan air pada musim kemarau dan tidak tergenang air pada musim hujan (drainase baik) (Hartley, 1977). Di lahan-lahan yang permukaan air tanahnya tinggi atau tergenang, akar akan busuk. Selain itu pertumbuhan batang dan daunnya tidak mengindikasikan produksi buah baik. Kesuburan tanah bukan merupakan syarat mutlak bagi perkebunan kelapa sawit.

8 Suhu Suhu berpengaruh pada produksi dan melalui pengaruhnya terhadap laju reaksi biokimia dan metabolisme dalam tubuh tanaman. Suhu 20 C merupakan batas minimal dan suhu 33 C merupakan suhu maksimum, bagi pertumbuhan vegetatif dan suhu rata-rata tahunan sebesar 22-23 C (Buana et al., 2003). Sedangkan menurut Lubis (2008) temperatur yang optimal bagi tanaman kelapa sawit 24-28 C, terendah 18 C dan tertinggi 32 C. Kelembaban 80% dan kecepatan angin 5 6 km/jam. Tehnik Budidaya Kelapa Sawit Teknik pembukaan lahan 1. Cara mekanis Pembukaan lahan secara mekanis dilakukan dengan menggunakan traktor. Mula-mula, tunggul-tunggul kayu ditumbangkan dengan buldoser dan didorong sampai tepi jurang. Tujuan penempatan pohon ditepi jurang untuk menghalangi mengalirnya topsoil (tanah bagian atas) kedalam jurang jika terjadi hujan. Setelah itu, tanah yang datar dicangkul dengan traktor. Lahan yang kemiringannya lebih dari 18% tidak ditraktor karena dikhawatirkan terjadi erosi ketika hujan atau traktornya bisa terguling (Buana et al., 2003). 2. Cara kimia Persiapan lahan dengan bahan kimia dilakukan pada areal lahan berupa padang ilalang atau lahan-lahan yang kemiringannya lebih dari 18%. Penyemprotan bahan kimia dilakukan pada musim kemarau. Bahan kimia yang dipakai adalah bahan yang bersifat sistemik, seperti bustofan, glyphosate, dowpon, dan dalapon (Lubis, 2008). 3. Pemasangan ajir Ajir adalah kayu atau bambu yang ditancapkan ditempat-tempat yang akan ditanami tanaman kelapa sawit. Ajir ini sebagai tanda bagi kontraktor atau buruh untuk membuat lobang tanam. Jarak tanam yang dipakai 9 x 9 x 9 meter dengan

9 pola segitiga sama sisi sehingga dalam satu hektar ada 142 tanaman (Setyamidjaja, 2006). Barisan dibuat dari arah utara ke selatan, kecuali dilereng-lereng dan puncak-puncak gunung yang curam dibuat searah kontur. Pemasangan ajir ini tidak mudah karena selain memperhatikan kelurusan barisan tanaman, juga serongannya. Pemasangan ajir disisi timur atau barat sebagai tanam patokannya (Buana et al., 2003). 4. Pembuatan lubang tanam Lubang tanam dibuat minimal dua minggu sebelum tanam agar mudah diperiksa jumlah maupun ukurannya, tanah cukup matang, dan tidak terburu-buru waktu tanam. Pada titik pancang dibuat lubang 60 x 60 x 60 cm 3. Tanah atas (top soil) hasil galian diletakan disebelah kanan dan sub soil di sebelah kiri (Lubis, 2008). 5. Menanam tanaman penutup tanah (legum cover crop) Penanaman tanaman penutup tanah, baik yang dilakukan sebelum maupun sesudah bibit ditanam, merupakan usaha yang sangat dianjurkan di perkebunan kelapa sawit. Jenis tanaman penutup tanah biasanya dipilih dari jenis kacangkacangan (legum) seperti Calopogonium mucunoides, Pueraria javanica, Mucuna bracteata, Centrosema pubescens. Tanaman penutup tanah bermanfaat sebagai penghindar tanah dari bahaya erosi, guguran daun dan bintil akarnya bisa memberi tambahan unsur Nitrogen (N) pada tanah dan sebagai bahan organik untuk memperbaiki struktur tanah, menekan pertumbuhan alang-alang dan gulma lain, dapat menghisap banyak air agar pada lokasi rendah tanahnya kering (Lubis, 2008). Pembibitan Bibit merupakan bahan tanaman yang siap untuk ditanam di lapangan. bibit bisa berasal dari organ reproduktif (benih) atau hasil perbanyakan vegetatif (ramet) (Buana et al., 2003). Pembibitan merupakan cara atau usaha yang dilakukan untuk mengecambahkan bahan tanaman agar menjadi bibit yang bermutu dan berkualitas serta siap untuk ditanam. Pembibitan merupakan awal kegiatan lapang yang harus dimulai setahun sebelum penanaman dimulai (Lubis,

10 2008). Pembibitan bertujuan untuk menghasilkan bibit berkualitas tinggi yang harus tersedia pada saat penyiapan lahan tanam telah selesai (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2008). Sedangkan menurut Buana, Siahaan dan Adiputra (2003) sasaran akhir dari kegiatan pembibitan adalah menyediakan bibit yang asli dan jagur. Bibit kelapa sawit yang asli dan jagur merupakan jaminan untuk memperoleh kebun dengan produktivitas tinggi. Pembibitan kelapa sawit merupakan langkah permulaan yang sangat menentukan keberhasilan penanaman di lapangan, sedangkan bibit unggul merupakan modal dasar dari perusahaan untuk mencapai produktivitas dan mutu minyak kelapa sawit yang tinggi (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2008). Menurut Lubis (2008) ditinjau dari luasnya memang pembibitan relatif kecil tetapi volume kerja cukup padat dan biayanya cukup besar. Untuk pemeliharaan pembibitan diperlukan 5 sampai 6 orang setiap hari setiap hektar. Diperlukan dana sebanyak 20 25 juta rupiah per ha pembibitan setiap tahun (Lubis, 2008). Pembibitan diperlukan karena benih tanaman kelapa sawit tidak dapat di tanam secara langsung dilapangan, terlebih dahulu harus dilakukan pengelolaan pembibitan agar hasilnya maksimal. Menurut Pahan (2008) alasan diperlukannya pembibitan terutama pada kelapa sawit yakni : 1). Keadaan kecambah kelapa sawit yang mudah diserang insekta, tikus dan hama lain, 2). Bahan tanaman memerlukan ketegakan habitusnya sehingga tidak miring atau roboh, serta 3). Pembibitan diperlukan untuk memperpendek waktu antara persiapan lapangan dan penanaman pertama sehingga begitu lahan siap tanam bibit sudah siap untuk ditanam. Baik pembibitan pendahuluan maupun pembibitan utama memerlukan lokasi yang baik dan aman (Lubis, 2008). Menurut Lubis (2008) hal-hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan areal pembibitan yakni : 1). Dekat dari sumber air, tersedia air sepanjang tahun namun tidak kebanjiran waktu musim hujan, 2). Dekat dari pengawasan dan mudah untuk dikunjungi, 3). Tidak jauh dari areal yang akan ditanami jika mungkin ditengah lokasi untung mengurangi biaya pengangkutan, 4). Dekat dari sumber tanah untuk pengisian kantong plastik (top soil), 5). Jika areal bergelombang atau berbukit perlu dibuat teras-teras yang sesuai dengan kemiringannya, 6). Perlu dibuat barak pekerja agar mudah diawasi.

11 Biji kelapa sawit secara normal tidak dapat berkecambah dengan cepat karena adanya sifat dormansi (Sastrosayono, 2008). Menurut Pahan (2008) jika benih langsung ditanam pada tanah atau pasir maka persentase daya kecambahnya setelah 3-6 bulan hanya 50%. Untuk mematahkan dormansi dapat dilakukan dengan pemeraman tandan buah (fermentasi I) selama tiga hari untuk merontokan buah dan pemeraman kedua (fermentasi II) selama tiga hari (Satrosayono, 2008). Setelah daging dalam sabut membusuk, bijinya dipisahkan dikeringkan dan disimpan selama dua bulan (Satrosayono, 2008). Pertumbuhan bibit pada mingguminggu pertama sangat tergantung pada cadangan makanan di dalam endosperm (minyak inti). Cadangan makanan tersebut berisi karbohidrat, lemak dan protein. Menurut Pahan (2008) faktor utama dalam perencanaan dan pengelolaan pembibitan dilakukan atas dasar : 1). Pemusatan pembibitan yang permanen di satu tempat dengan pembibitan yang tersebar dibeberapa tempat, 2). Pembibitan dilakukan di lapangan (tanah) dengan pembibitan yang dilakukan dalam polibeg, 3). Pembibitan sistem polibeg satu tahap (single step nursery) dengan pembibitan sistem dua tahap (double step nursery). 1. Sistem pembibitan Pembibitan kelapa sawit telah banyak mengalami kemajuan yang sangat berarti. Menurut Lubis (2008) sampai tahun 1963 pembibitan masih menggunakan bibit tanam (field nursery). Kecambah ditanam dalam bak pasir selama satu bulan kemudian ditanam langsung di tanah pada lokasi pembibitan. Sistem ini sudah tidak digunakan lagi karena memiliki banyak kelemahan dan tidak efisien. Kemudian sistem pembibitan berkembang dengan menggunakan keranjang yang terbuat dari bambu dan pelepah kelapa sawit. Namun kesukaran memperoleh bambu dan pelepah serta keranjang yang cepat rusak menjadi kendala baru sehingga sejak tahun 1965 keranjang diganti dengan dengan kantong plastik hitam (black polythene). Setelah ditemukannya plastik tersebut mulai muncul dua sistem pembibitan kelapa sawit yakni sistem langsung atau sistem pembibitan langsung di lapangan dan sistem tidak langsung, pre nursery dan main nursery (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2008). Menurut Pahan (2008) umumnya pembibitan di lapangan tidak dipakai lagi karena memerlukan areal yang luas dan

12 perawatan yang lebih intensif pada fase-fase awal penanaman kecambah. Selain itu, sistem langsung pemindahan bibit dari pembibitan akan sulit. Pembibitan secara tidak langsung terbagi antara pre nursery dan main nursery. a. Pre nursery Pada pre nursery atau pembibitan awal dapat dilakukan pada bedenganbedengan yang tanahnya ditinggikan sampai mencapai 35 cm atau bibit ditanam dalam polibeg kecil berupa tanah bagian atas (top soil) yang sudah dibersihkan (Sastrosayono, 2008). Ciri utama pembibitan tahap awal adalah penggunaan kantong plastik berukuran kecil, sehingga jumlah bibit per ha areal pembibitan menjadi banyak. Untuk areal pembibitan dipilih lahan yang rata dan datar (tidak miring), berdrainase lancar, dekat sumber air, tetapi tidak rawan banjir (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2008). Pada pre nursery bibit ditanam dan disusun rapat sampai berumur 3-4 bulan (Lubis, 2008). Dalam waktu 3-4 bulan pertama dari pertumbuhan bibit diperlukan naungan agar intensitas cahaya yang diterima bibit sekitar 40% (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2008). Bibit ditanam pada kantong plastik kecil berukuran 14 x 22 cm rata dengan tebal 0,07 mm. tanah yang diisikan adalah tanah atas (top soil) yang disaring. Kecambah ditanam dengan plumula menghadap ke atas dan radikula ke bawah sedalam 2-3 cm (Lubis, 2008). Pembibitan awal merupakan tahap yang menentukan keberhasilan dalam pengelolaan bahan tanaman selanjutnya (Buana et al., 2003). Pemeliharaan bibit di pembibitan awal dilakukan dengan pengisian dan penyusunan polibeg, alih tanam, penyiraman, pengendalian gulma, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit dan seleksi bibit (Pahan, 2008). Setelah pembibitan awal bibit dipindahkan ke pembibitan utama (main nursery). b. Main nursery Pada pembibitan utama (main nursery) bibit dari pembibitan awal dipindahkan ke kantong pelastik yang lebih besar berukuran 40 x 50 cm pada umur sekitar empat bulan (Sastrosayono, 2008). Pelaksanaan transplanting dari pembibitan awal ke pembibitan utama merupakan tahap krusial dan memerlukan perhatian yang lebih (Buana et al.,2003). Pada main nursery bibit diletakkan dengan jarak tanam 90 x 90 x 90 cm atau dalam satu ha bersisi sebanyak 12 000

13 bibit (Lubis, 2008). Pemeliharaan bibit di pembibitan utama hampir sama dengan pembibitan awal dilakukan dengan pengisian dan penyusunan polibeg, alih tanam, penyiraman, pengendalian gulma, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit dan seleksi bibit (Pahan, 2008). 2. Penyiraman bibit Ketersediaan air sangat penting bagi pertumbuhan bibit. Pemberian air juga memerlukan perhatian dan ketelitian, karena baik kelebihan atau kekurangan air sama-sama berdampak negatif (Buana et al.,2003). Pemberian air biasa dilakukan dengan sederhana, sprinkler irrigation, dan drip irrigation. Frekuensi dan banyaknya air siraman ditentukan oleh pola curah hujan di lokasi pembibitan. Bibit memerlukan air 6-8 mm curah hujan per hari (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2008). Pada pembibitan awal (pre nursery) Bibit memerlukan penyiraman sebanyak 0,25-0,50 liter/bibit dua kali sehari pada pagi dan petang (Lubis, 2008). Selain itu penyiraman harus dilakukan secara hati-hati agar kecambah atau bibit tidak terbongkar. Sedangkan standar penyiraman pada pembibitan utama (main nursery) ada pada Tabel 1: Tabel 1. Standar Penyiraman Bibit pada Pembibitan Awal Umur bibit (Bulan) Kebutuhan air (liter/pokok/hari) 0 3 1 (dengan sprinkler 1,5 jam) 3 6 2 (dengan sprinkler 1 jam dan 45 menit) 6 12 3 (dengan sprinkler 2-3 jam) 3. Pemupukan Persediaan hara yang tersimpan dalam biji segera habis pada awal pertumbuhan kecambah bibit, sehingga kebutuhan unsur hara selanjutnya harus dipenuhi dengan pemupukan (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2008). Pemberian pupuk pada bibit sangat jelas memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan namun jika pemberian berlebihan akan berpengaruh menekan pertumbuhan (Lubis, 2008). Interaksi antara unsur N, P, K, sangat nyata berbeda dan bibit sangat peka terhadap perubahan perimbangan antara unsur-unsur hara (Thomas dan Hardon, 1968 dalam Lubis, 2008). Bibit kelapa sawit sangat cepat pertumbuhannya dan

14 membutuhkan banyak pupuk. Pupuk yang digunakan bisa pupuk tunggal maupun majemuk (Pahan, 2008). Pada pembibitan awal (Pre nursery) Bibit muda memerlukan pupuk agar tumbuh lebih baik. Pupuk urea (0,20%) dapat disemprotkan sekali seminggu dimana campuran lima liter cukup untuk 100 bibit (Lubis, 2008). Untuk pembibitan utama pupuk yang digunakan ada pada Tabel 2: Tabel 2. Standar Pemupukan pada Pembibitan Utama Umur Jenis Pupuk (gram/pokok) (Minggu) 15-15-6-4 12-12-17-2 Kieserite 2 dan 3 2,5 4 dan 5 5,0 6 dan 8 7,5 10 dan12 10,0 14, 16, 18, dan 20 10,0 19 dan 21-5,0 22, 24, 26, dan 28 15,0-23 dan 25-7,5 30, 32, 34, dan 36 20,0-27, 29, dan 36-10,0 38 dan 40 25,0 Sumber : Fidber Chan dan E. L. Tohing (1982): Pemupukan bibit kelapa sawit 4. Pengendalian gulma Pengendalian gulma bisa dilakukan baik pada pembibitan awal maupun pembibitan utama (Sastrosayono, 2008). Pengendaliannya dapat dilakukan dengan manual dengan tangan yakni mencabut gulma pada kantong plastik sekali dalam dua minggu atau dengan kored dan garu untuk wilayah di sekitar kantong bibit dengan siklus 2-3 minggu (Lubis, 2008). Apabila dengan cara kimia bisa menggunakan herbisida ametrin, simazin, dan diuron 2-2,5 kg dilarutkan dalam 500 liter air untuk 1ha (Lubis, 2008). Jenis-jenis gulma diantaranya : Ageratum conyzoides, Cynodon dactylon, Axonopus compressus, Cyperus rotundus,boreria latifolia, Mimosa sp., dan lain-lain (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2008).

15 5. Pengendalian hama dan penyakit Untuk mendapatkan bibit yang sehat dan prima pengendalian hama dan penyakit sangat penting. Dalam pelaksanaannya diperlukan pengenalan yang baik, tanda serangan awal, tindakan preventif yang akan diambil dan tindak lanjut (Lubis, 2008). Secara umum ada tiga jenis gangguan yang dapat menghambat pertumbuhan bibit, yaitu serangan hama, penyakit yang disebabkan oleh patogen, dan penyakit fisiologis (Pahan, 2008). Hama umumnya merupakan jasad makro yang kasat mata, sedangkan penyakit biasanya disebabkan oleh jasad renik seperti cendawan, bakteri dan lain-lain. Pada umumnya serangan hama di pembibitan tidak berarti, tetapi kadang-kadang dapat merugikan. Beberapa hama merugikan diantaranya : Tungau, jangkrik, belalang, ulat, kumbang, semut dan siput (Lubis, 2008). Penyakit yang menyerang pembibitan diantaranya penyakit fisiologis (karena kekurangan unsur hara) dan yang disebabkan pathogen seperti penyakit : blast, Anthracnose, Helminthosporium dan penyakit-penyakit daun (Melanconium, Corticium dan lain-lain) (Setyamidjaja, 2006). 6. Transplanting (alih tanam) Transplating dilakukan setelah tanaman berumur 3-4 bulan (pre nursery) dan transplanting ke lapangan setelah 10-12 bulan. Alih tanam bibit harus per nomor kelompok supaya tidak tercampur dengan kelompok bibit lainnya (Pahan, 2008). Menurut Hartley (1977) pemindahan bibit ke lapangan sangat dipengaruhi kesehatan bibit di pembibitan. Hanya bibit yang sehat dan jagur saja yang dipindahkan (alih tanam) agar bisa tumbuh dan beradaptasi dengan baik (Lubis, 2008). 7. Standar pertumbuhan bibit Angka standar pertumbuhan bibit sangat diperlukan sebagai pelaksana pembibitan guna melihat perkembangan pertumbuhan bibitnya. Menurut Lubis (2008) bibit dapat hidup sendiri setelah umur tiga bulan dimana akar primer dan sekunder telah terbentuk dan pada saat ini penggemukan batang sudah dimulai. Daun berubah-ubah bentuknya dari lanceolate menjadi bifurcate dan kemudian berbentuk pinnate pada umur 5-6 bulan. Fotosintesis dimulai pada umur satu

16 bulan yaitu ketika daun pertama telah terbentuk dan selanjutnya secara berangsurangsur peranan endosperm sebagai suplai bahan makanan mulai tergantikan. Pertumbuhan bibit banyak dipengaruhi jenis persilangan, tindakan kultur teknis, media tanah, jarak tanam, pemupukan, hama penyakit, penyiraman dan lain-lain (Lubis, 2008). Beberapa standar pertumbuhan bibit dilihat dari beberapa komponen seperti : 1). Tinggi tanaman yang diukur dari pangkal atau dasar batang sampai ke ujung daun termuda yang telah kembang. Terlebih dahulu daun ditegakan ke atas lalu diukur dalam cm. 2). Batang yang diukur dengan menggunakan kaliper sehingga diameternya diperoleh atau dengan melilitkan tali pengukur sehingga dapat diketahui lingkarannya. 3). daun yang dihitung dari banyaknya daun yang ada dan hanya daun yang sudah berkembang yang dihitung. Standar pertumbuhan bibit ada pada Tabel 3: Tabel 3. Standar Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit di Pembibitan Umur (Bulan) Tinggi (cm) Batang/diameter (cm) Banyak daun 4,5 26,0 ± 1,3 1,30 ± 0,02 5,0 ± 0,2 6 39,9 ± 1,1 1,84 ± 0,02 8,6 ± 0,2 7 52,2 ± 1,4 2,70 ± 0,12 10,8 ± 0,3 8 64,3 ± 0,6 3,56 ± 0,04 11,0 ± 0,0 9 88,3 ± 2,5 4,50 ± 0,15 13,3 ± 0,3 10 101,9 ± 5,1 5,96 ± 0,33 15,8 ± 0,1 11 144,1 ± 3,9 5,84 ± 0,14 15,6 ± 0,3 12 126,9 ± 7,0 6,02 ± 0,24 15,8 ± 0,4 Sumber : Lubis, Adlin U (1974): Standar Pertumbuhan bibit kelapa sawit di pembibitan. Laporan Intern Pusat Penelitian Marihat, P. Siantar, Indonesia 8. Seleksi bibit Tidak semua bibit yang disemaikan di pembibitan awal dan dipelihara di pembibitan utama akan berkembang menjadi bibit yang unggul. Sekitar 25% dari jumlah benih yang akan disemaikan akan di afkir dari pembibitan karena tumbuh abnormal (Darmosarkoro et al., 2008). Keberadaan tanaman abnormal di lapangan sangat merugikan. Hal ini dikarenakan pohon tersebut tidak dapat berproduksi, dan bila berproduksi hanya 25-50% dari produksi tanaman normal. Jika

17 dilapangan dijumpai tanaman abnormal 5% maka kerugian produksi akan mencapai lebih dari 4,42% (Lubis, 2008). Pengamatan di Marihat pada tanaman 1958 dan di Bah Jambi tanaman 1968 menunjukkan bahwa produksi tanaman abnormal hanya 61% dan 65% saja dari tanaman normal bahkan ada yang sama sekali tidak berproduksi (Akiyat dan Lubis, 1982c; Lubis, 1973c). Salah satu cara untuk mengantisipasi hal tersebut melalui pelaksanaan seleksi yang ketat pada pembibitan sebelum dipindahtanamkan menurut Lubis (2008) tindakan tegas sewaktu di pembibitan perlu dilakukan seperti segera memusnahkan bibit yang dicurigai abnormal, memperketat pengawasan terutama seleksi akhir dan memperkecil kerusakan sewaktu pembongkaran, pengangkutan dan penanaman. Selain itu, dianjurkan untuk melakukan tindakan pembongkaran sejak dini terhadap pohon-pohon yang diketahui abnormal di lapangan (Fauzy et al., 1999). Timbulnya pohon abnormal dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor genetis dan faktor lingkungan. Abnormalitas yang disebabkan oleh faktor genetis bersifat menetap dan diturunkan kepada generasi selanjutnya. Sedangkan abnormalitas yang disebabkan oleh faktor lingkungan bersifat sementara (Fauzy et al., 1999). Pada tanaman kelapa sawit, abnormalitas dapat terjadi pada bagian vegetatif dan generatif keadaan ini dapat disebabkan oleh keadaan lingkungan, sifat genetis tanaman atau keduanya. Abnormalitas yang disebabkan oleh keadaan lingkungan pada umumnya dapat diperbaiki atau dicegah melalui tindakan kultur teknis, seperti pemupukan. Sedangkan abnormalitas yang disebabkan oleh sifat genetis sulit untuk diperbaiki (Fauzy et al., 1999). Abnormalitas yang disebabkan secara genetis dapat terjadi karena beberapa hal, salah satu diantaranya adalah proses inbreeding. Gejala abnormalitas ini dapat dilihat pada tanaman dengan ciriciri kaku, merunduk, terputar, memiliki rachis pendek/panjang, dan kerdil. Ciriciri itu umumnya ditemui di tahap pembibitan gejalanya yakni bergaris putih (chimere), memiliki anakan (vivipary), steril, dan bercak oranye (orange spotting) (Fauzy et al., 1999). Abnormalitas yang disebabkan oleh faktor lingkungan dikenal disebut abnormalitas accidental. Abnormalitas ini masih memungkinkan untuk diperbaiki. Abnormalitas accidental terjadi dikarenakan oleh faktor manusia dan faktor lingkungan itu sendiri. Abnormalitas yang disebabkan oleh faktor manusia diantaranya, terbakarnya daun-daun pada tanaman dan pelukaan pada

18 akar serta batang tanaman. Abnormalitas ini terjadi karena kekeliruan kultur teknis, antara lain kesalahan pemupukan, kesalahan penanaman, drainase yang buruk, serta kesalahan kultur teknis lainnya. Faktor lingkungan yang menyebabkan abnormalitas antara lain banjir, angin keras, kebakaran, naungan, dan gangguan hama/penyakit (Fauzy et al., 1999), sedangkan menurut Lubis (2008) abnormalitas juga dapat terjadi karena : 1). Salah tanam seperti terbalik, terlalu dalam atau dangkal, 2). Tanah terlalu padat hingga akar sulit terbentuk, 3). Tanah bercampur batu, kayu dan lain-lain karena tidak disaring, 4). Kurang pelindung, terbakar karena kekeringan, 5). Kurang siram, atau tergenang atau akar busuk karena ada kantong air pada kantongan, 6). Tanah terlalu penuh hingga akar terbongkar, pupuk hanyut dan air tidak terserap tanah, 7). Gangguan hama dan penyakit, 8). Salah pupuk, kena serangan hama dan keracunan pestisida, 9). Jarak tanam terlalu rapat, 10). Kantongannya pecah, 11). Tanahnya kurang sesuai terlalu asam (peat = gambut), dan 12). Air penyiraman kurang baik (asin, mengandung racun dan lain-lain). Seleksi merupakan kegiatan memilih yang terbaik dari beberapa pilihan. Menurut Soebagyo (1997) Seleksi bibit adalah kegiatan memilih bibit yang baik dan membuang bibit yang abnormal. Seleksi bibit perlu dilakukan agar diperoleh tanaman yang sehat sehingga saat di tanam mampu tumbuh dengan baik (Lubis, 1992). Sedangkan menurut Darmosarkoro et al. (2008) Seleksi bertujuan untuk menghindari terangkutnya bibit abnormal ke tahap pembibitan selanjutnya. Seleksi bibit harus dilakukan dengan cermat untuk memastikan bahwa bibit yang ditanam di lapangan merupakan bibit yang baik dan sehat. Bibit-bibit abnormal yang ikut ditanam ke lapangan dapat mengurangi homogenitas tanaman sehingga dapat menurunkan potensi produksi. Satu hal yang perlu disadari adalah bahwa bibit abnormal selalu di dapatkan pada setiap pembibitan (Darmosarkoro et al., 2008). Seleksi bertujuan memperoleh bibit yang sehat dengan memisahkan bibit yang abnormal dari pembibitan. Menurut Buana et al. (2003) bibit abnormal dapat disebabkan oleh faktor genetik, kesalahan kultur teknis atau serangan hama dan penyakit. Seleksi bibit harus dilakukan secara hati-hati dan sangat cermat untuk menghindari terbuangnya bahan tanaman yang baik (Soebagyo,1997).

19 Pelaksanaan seleksi harus dilakukan secara bertahap pada tiap persilangan/bedengan dengan membuang bibit abnormal. Untuk seleksi bibit kelapa sawit dilakukan sebanyak tiga kali, seleksi pertama dilakukan pada waktu pemindahan bibit ke pembibitan utama (main nursery). Seleksi kedua dilakukan setelah bibit berumur empat bulan di pembibitan utama. Seleksi terakhir dilakukan sebelum bibit dipindahkan ke lapangan. Bibit dapat dipindahkan setelah berumur 12-14 bulan (Darmosarkoro et al., 2008). Dengan ditemukannya kantong plastik sebagai media tumbuh bibit maka seleksi bibit menjadi lebih mudah dibandingkan dengan pembibitan langsung di tanah (field nursery) (Lubis, 2008). Bibit yang mati atau abnormal dapat segera dibuang dengan mencabut dari kantongnya dan jika masih diperlukan dapat digunakan kembali. Bibit dapat digeser pindah dan efisiensi pemupukan penyiraman akan lebih tinggi (Lubis, 2008). Pengamatan visual perlu dilakukan terhadap seluruh parameter pertumbuhan bibit dengan cara membandingkan antara satu bibit dengan bibit lain yang berasal dari persilangan yang sama. Berdasarkan hasil pengamatan, dapat diketahui keadaan bibit yang penampilannya menyimpang dari bibit normal yang telah ditentukan (tinggi, jumlah pelepah, dan besar bonggol) serta beda populasi yang ada seperti kerdil, penyakit tajuk (crown desease), pertumbuhan berputar, daun tidak membuka dan lain-lain. Setelah diseleksi maka bibit-bibit abnormal dapat diklasifikasikan per jenis keabnormalannya sekaligus diketahui presentasenya. Seleksi bibit dilakukan dengan melakukan inspeksi pada setiap jangka pertumbuhan tanaman. Seleksi dilakukan per kelompok dengan meletakan bibit mati/afkir di bagian ujung kelompok/persilangan berbatasan dengan kelompok/persilangan lain dalam satu bedengan. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pencatatan dan pembuatan berita acara pemusnahan bibit mengingat bibit abnormal harus dikumpulkan dan dimusnahkan. Seleksi yang ketat di PN dan MN yang dilakukan dengan baik merupakan jaminan untuk memperoleh bibit yang baik dan seragam dalam pertumbuhannya (Darmosarkoro et al., 2008). Seleksi yang kurang keras dilakukan akan membawa sebagian bibit abnormal tertanam di lapangan. Seleksi yang kurang tajam dapat disebabkan karena : 1). Kurangnya pengertian terhadap akibat tertanamnya bibit abnormal di

20 lapangan, 2). Kurang mengenal tanda-tanda bibit yang abnormal, 3). Karena kurang bibit maka seleksi di piringan dan 4). Sulit melaksanakan karena ditanam terlalu rapat atau terlambat dilakukan (Lubis, 2008). Menurut Soebagyo (1997) untuk mencegah terbuangnya bahan tanaman yang baik maka seleksi ini harus dikerjakan oleh orang yang sudah menguasai pekerjaan ini dengan baik atau terlatih. Dengan melakukan hal tersebut maka akan didapatkan hasil yang maksimal saat melakukan seleksi. a. Seleksi bibit kelapa sawit di pembibitan awal (pre nursery) Pada pembibitan awal seleksi harus dilakukan sebelum tanaman dipindahkan ke pembibitan utama untuk menghindari tanaman yang abnormal dan kontaminasi dari bibit yang terkena penyakit (Soebagyo, 1997). Tanaman normal pada umur 3 bulan biasanya memiliki 3-4 helai daun dan telah sempurna bentuknya (Buana et al., 2003). Menurut Buana et al. (2003) persentase bibit yang terseleksi saat transplanting ke pembibitan utama mencapai 5-10 %. Seleksi bibit di PN sebaiknya dilakukan tiga tahap. Dengan memberi tanda yang dibuat dari patok kayu kecil yang ujungnya di cat dan di tancapkan dalam polibeg yang bibitnya tidak memenuhi syarat (abnormal). Seleksi pertama di lakukan terhadap kecambah yang tidak tumbuh, ditandai dengan patok yang berwarna putih. Seleksi kedua merupakan pra seleksi terhadap bibit-bibit abnormal ditandai dengan patok berwarna biru, dan seleksi terakhir dilakukan terhadap bibit yang diyakini tumbuh abnormal ditandai dengan patok berwarna merah (Darmosarkoro et al., 2008). Menurut Soebagyo (1997) Kriteria seleksinya yakni : daun seperti rumput (Grass leaf), daun bergulung (Rolled leaf), daun Berputar (Twisted leaf), daun tidak terbuka (Collante), daun berkerut (Crinkled leaf), daun dengan strip kuning (Chimera), tanaman kerdil (Runt), tanaman sakit (Diseased). Bibit-bibit tersebut harus dimusnahkan karena bisa merusak pertanaman dan merugikan. b. Seleksi bibit di pembibitan utama (main nursery) Perbedaan pertumbuhan bibit di pembibitan utama dapat disebabkan oleh faktor genetis dan perbedaan kultur teknis yang diterima masing-masing bibit (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2008). Kegiatan seleksi diharapkan hanya pada tanaman abnormal yang disebabkan oleh pengaruh faktor genetis, sehingga