BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Tingkat kesejahteraan dapat didefinisikan seabagai kondisi agregat dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lebih dari dua per tiga permukaan bumi tertutup oleh samudera. Ekosistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Definisi perikanan tangkap Permasalahan perikanan tangkap di Indonesia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara 2.2 Kegiatan Operasional di Pelabuhan Perikanan

penelitian ini akan diuraikan beberapa konsep yang dijadikan landasan teori penelitian. Adapun tinjauan pustaka dalam penelitian adalah.

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam kehidupan manusia, mulai hal yang terkecil dalam

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Unit Penangkapan Payang Alat tangkap

II. TINJAUAN PUSTAKA. beragam. Butsi, Soeaidy, dan Hadi (2013) mengungkapkan bahwa efektivitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Nelayan dan Tengkulak

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Gambar 2. Konstruksi pancing ulur Sumber : Modul Penangkapan Ikan dengan Pancing Ulur

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat melalui kontribusi terhadap PDB dan penyerapan tenaga kerja.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan adalah sumberdaya perikanan, khususnya perikanan laut.

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2012

TINJAUAN PUSTAKA Manajemen Keuangan Keluarga

8 AKTIVITAS YANG DAPAT DITAWARKAN PPI JAYANTI PADA SUBSEKTOR WISATA BAHARI

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. biasa disebut faktor sosial seperti pertumbuhan jumlah penduduk yang tinggi,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara

PENDAHULUAN. sektor perikanan dan kelautan (Nontji, 2005, diacu oleh Fauzia, 2011:1).

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2000 TENTANG

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. pendapatan asli daerah Sulawesi Selatan. Potensi perikanan dan kelautan meliputi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

BAB III METODE PENELITIAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, karena memiliki proses pembentukan yang cukup lama serta

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan dalam bidang ketenagakerjaan merupakan bagian dari usaha

BAB I PENDAHULUAN. perembesan air asin. Kearah laut wilayah pesisir, mencakup bagian laut yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam peningkatan kesejahteraan penduduk dapat dilakukan apabila

I PENDAHULUAN. dengan mengelola sumber daya perikanan. Sebagai suatu masyarakat yang tinggal

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2010

BAB I PENDAHULUAN. memiliki ekonomi yang rendah, dan hal ini sangat bertolak belakang dengan peran

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2013

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan rumah tangga. Semakin tinggi pendapatan rumah tangga atau

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA MINA PERDESAAN DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT NELAYAN DI KEL. MALALAYANG 1 TIMUR KEC. MALALAYANG KOTA MANADO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dengan daerah lainnya berbeda sesuai dengan taraf kemampuan penduduk dan

I. PENDAHULUAN. Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2014

BAB III METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang selalu berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya, untuk

7 SOLUSI KEBIJAKAN YANG DITERAPKAN PEMERINTAH TERKAIT SISTEM BAGI HASIL NELAYAN DAN PELELANGAN

V. KEMISKINAN 5.1 Kemiskinan di Desa Sitemu

BAB I PENDAHULUAN. juta km2 terdiri dari luas daratan 1,9 juta km2, laut teritorial 0,3 juta km2, dan

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian Terdahulu. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Saskia (1996), yang menganalisis

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Untuk memberikan arah jalannya penelitian ini akan disajikan beberapa pendapat

BAB IV GAMBARAN UMUM

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2016

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari yang terdapat di daratan hingga di lautan. Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

POTENSI PERIKANAN DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN CILACAP, JAWA TENGAH. Oleh : Ida Mulyani

I. PENDAHULUAN. Secara keseluruhan daerah Lampung memiliki luas daratan ,80 km², kota

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Soekartawi, dkk 1993:1). (Junianto, 2003:5).

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG

BAB III METODE PENELITIAN

NILAI TUKAR PETANI JAWA TIMUR BULAN FEBRUARI 2012

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2014

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN SEPTEMBER 2013

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan

BAB I PENDAHULUAN. Trilogi pembangunan yang salah satunya berbunyi pemerataan pembangunan

PERKEMBANGAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) JAWA TIMUR TRIWULAN

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. dalam upaya pengelolaan sumberdaya perikanan laut di Kabupaten Malang Jawa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam

(Eucheuma cottonii) TERHADAP PENDAPATAN KELUARGA PESISIR (Studi Kasus di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur)

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

I. PENDAHULUAN. 143,5 mm/tahun dengan kelembaban 74% - 85%. Kecepatan angin pada musim

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi. Namun zaman modern bahkan katanya sudah posmodern masih menyisahkan

MELIHAT POTENSI EKONOMI BAWEAN pada acara

NILAI TUKAR PETANI DI PROVINSI RIAU BULAN OKTOBER 2011 TURUN 0,53 PERSEN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan

NILAI TUKAR PETANI DI PROVINSI RIAU BULAN JANUARI 2011 NAIK 0,20 PERSEN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1964 TENTANG BAGI HASIL PERIKANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2011

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Nelayan Nelayan adalah orang yang hidup dari mata pencaharian hasil laut. Di Indonesia para nelayan biasanya bermukim di daerah pinggir pantai atau pesisir laut. Komunitas nelayan adalah kelompok orang yang bermata pencaharian hasil laut dan tinggal di desa-desa pantai atau pesisir (Sastrawidjaya 2002). Ciri komunitas nelayan dapat dilihat dari berbagai segi, sebagai berikut : a. Dari segi mata pencaharian, nelayan adalah mereka yang segala aktivitasnya berkaitan dengan lingkungan laut dan pesisir, atau mereka yang menjadikan perikanan sebagai mata pencaharian mereka. b. Dari segi cara hidup, komunitas nelayan adalah komunitas gotong royong. Kebutuhan gotong royong dan tolong menolong terasa sangat penting pada saat untuk mengatasi keadaan yang menuntut pengeluaran biaya besar dan pengerahan tenaga yang banyak, seperti saat berlayar, membangun rumah atau tanggul penahan gelombang di sekitar desa. c. Dari segi keterampilan, meskipun pekerjaan nelayan adalah pekerjaan berat namun pada umumnya mereka hanya memiliki keterampilan sederhana. Kebanyakan mereka bekerja sebagai nelayan adalah profesi yang di turunkan oleh orang tua, bukan yang dipelajari secara profesional. Dari bangunan struktur sosial, komunitas nelayan terdiri atas komunitas yang heterogen dan homogen. Masyarakat yang heterogen adalah mereka yang bermukim di desa-desa yang mudah dijangkau secara transportasi darat, sedangkan komunitas yang homogen terdapat di desa-desa nelayan terpencil biasanya menggunakan alat-alat tangkap ikan yang sederhana, sehingga produktivitas kecil. Sementara itu kesulitan transportasi angkutan hasil ke pasar juga akan menjadi penyebab rendahnya harga hasil laut di daerah mereka. (Sastrawidjaya 2002) Subri (2005) nelayan dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu nelayan buruh, nelayan juragan dan nelayan perorangan. Nelayan buruh adalah nelayan 6

7 yang bekerja dengan alat tangkap milik orang lain, sedangkan nelayan juragan adalah nelayan yang memiliki alat tangkap yang dioperasikan oleh orang lain. Nelayan perorangan adalah nelayan yang memiliki peralatan tangkap sendiri, dan dalam pengoperasiannya tidak melibatkan orang lain. 2.2 Pendapatan Nelayan Pendapatan adalah jumlah kegunaan yang dapat dihasilkan melalui usaha. Pada hakikatnya jumlah uang yang diterima oleh seorang produsen (nelayan/petani ikan) untuk produk yang dijualnya tergantung dari jumlah uang yang harus dikeluarkan oleh konsumen, jumlah produk yang dipasarkan dan biaya-biaya untuk menggerakkan produk ke pasar (Sitorus 1994). Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan atau binatang air lainnya. Orang yang hanya melakukan pekerjaan seperti membuat jaring, mengangkut alat-alat atau perlengkapan ke dalam kapal atau perahu tidak termasuk dalam kategori nelayan (Monintja 1989). Monintja (1989) menyebutkan bahwa curahan waktu kerja nelayan di klasifikasikan sebagai berikut: 1) Nelayan Penuh yaitu nelayan yang seluruh waktu kerjanya digunakan untuk melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan; 2) Nelayan Sambilan Utama yaitu nelayan yang sebagian besar waktu kerjanya digunakan untuk melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan; 3) Nelayan Sambilan Tambahan yaitu nelayan yang sebagian kecil waktu kerjanya digunakan untuk melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan. Pendapatan dan penerimaan keluarga adalah seluruh pendapatan dan penerimaan yang diterima oleh seluruh anggota rumah tangga ekonomi. Pendapatan itu sendiri terdiri atas (BPS 1998) : 1) Pendapatan dari upah atau gaji, yang mencakup upah atau gaji yang diterima seluruh rumah tangga ekonomi yang bekerja sebagai buruh dan imbalan bagi pekerjaan yang dilakukan untuk suatu perusahaan atau majikan atau instansi tersebut, baik uang maupun barang atau jasa.

8 2) Pendapatan dari hasil usaha seluruh anggota rumah tangga yang berupa pendapatan kotor, yaitu selisih nilai jual barang dan jasa yang diproduksi dengan biaya produksinya. 3) Pendapatan lainnya, yaitu pendapatan di luar upah atau gaji yang menyangkut usaha dari : (1) perkiraan sewa rumah milik sendiri; (2) bunga, deviden atau royalti, sewa atau kontrak, gedung, bangunan, peralatan dan sebagainya; (3) buah hasil usaha (hasil usaha sampingan yang dijual); (4) pensiunan dan klaim asuransi jiwa; (5) kiriman famili atau pihak lain secara rutin, ikatan dinas, beasiswa, dan sebagainya. Pendapatan nelayan berasal dari dua sumber, yaitu : pendapatan dari usaha penangkapan ikan dan pendapatan dari luar usaha penangkapan ikan. Sumber pendapatan utama bagi nelayan yaitu berasal dari usaha penangkapan ikan sedangkan pendapatan dari luar usaha penangkapan ikan, biasanya lebih rendah (Sayogyo 1996). Soekartawi (1986) dalam Yustiarani (2008), menyebutkan beberapa definisi yang berkaitan dengan pendapatan, yaitu: 1) Penerimaan tunai, yaitu nilai uang yang diterima dari penjualan produk 2) Pengeluaran tunai, yaitu jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi industri 3) Pendapatan tunai, yaitu selisih antar penerimaan tunai dengan pengeluaran tunai 4) Penerimaan kotor, yaitu produksi total usaha dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual 5) Pengeluaran total usaha, yaitu nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan dalam produksi termasuk biaya yang diperhitungkan 6) Pendapatan bersih usaha, yaitu selisih antara penerimaan kotor dan pengeluaran total usaha. Sebagian nelayan di Palabuhanratu memperoleh pendapatannya dengan cara bagi hasil. Menurut undang-undang Nomor 16 tahun 1964 pasal 3 ayat (1), menyebutkan bahwa jika suatu usaha perikanan diselenggarakan atas dasar

9 perjanjian bagi hasil, maka dari hasil usaha itu kepada nelayan penggarap dan penggarap tambak paling sedikit harus diberikan bagian sebagai berikut: a. Untuk perikanan laut jika menggunakan perahu layar, minimum 75% dari hasil bersih dan jika menggunakan kapal motor, minimum 40% dari hasil bersih b. Untuk perikanan darat, hasil ikan pemeliharaan minimum 40% dari hasil bersih sedangkan mengenai hasil ikan liar minimum 60% dari hasil kotor. Nelayan penggarap adalah semua orang yang sebagai kesatuan dengan menyediakan tenaganya turut serta dalam usaha penangkapan ikan laut. Sedangkan pemilik tambak ialah orang atau badan hukum yang dengan hak apapun berkuasa atas suatu tambak. Penggarap tambak ialah orang yang secara nyata dan aktif menyediakan tenaganya dalam usaha pemeliharaan ikan darat atas dasar perjanjian bagi hasil yang diadakan dengan pemilik tambak (Undangundang Nomor 16 tahun 1964). 2.3 Pengeluaran Rumah Tangga Pengeluaran Rumah Tangga nelayan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pengeluaran pokok pangan dan pengeluaran pokok non pangan. Pengeluaran pokok pangan merupakan seluruh pengeluaran yang digunakan untuk konsumsi makanan antara lain beras, jagung, umbi-umbian, tahu, tempe, ikan, telur, sayuran, minyak goreng, gula dan pangan lainnya. Konsumsi pangan merupakan faktor penting dalam pola pengeluaran rumah tangga karena pangan merupakan jenis barang utama untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Pengeluaran lain selain konsumsi pangan adalah pengeluaran pokok non pangan antara lain, sandang, perumahan, pendidikan dan kesehatan (Purwanti 2010). Badan Pusat Statistik (2008) Indikator kebutuhan minimum pengeluaran rumah tangga non pangan dapat diukur dari masing-masing komponennya sebagai berikut: 1. Sandang, dinyatakan dengan indikator pengeluaran rata-rata untuk keperluan pakaian, alas kaki, dan tutup kepala

10 2. Perumahan, dinyatakan dengan indikator pengeluaran rata-rata untuk sewa rumah, listrik, minyak tanah, kayu bakar dan air 3. Pendidikan dinyatakan dengan indikator pengeluaran rata-rata untuk keperluan biaya sekolah (uang sekolah, iuran sekolah, alat tulis dan buku) 4. Kesehatan, dinyatakan dengan indikator pengeluaran rata-rata untuk penyediaan obat-obatan di rumah, ongkos dokter dan perawatan. Nelayan dapat dikategorikan sejahtera apabila proporsi pengeluaran untuk kebutuhan pokok sebanding atau lebih rendah dari proporsi pengeluaran untuk kebutuhan nonpokok seperti pendidikan, pakaian, kesehatan, rekreasi dan kebutuhan sosial kemasyarakatan lainnya. Sementara itu, rumah tangga dengan proporsi pengeluaran untuk kebutuhan pokok lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran untuk kebutuhan pokok, rumah tangga tersebut dapat dikategorikan sebagai rumah tangga dengan status kesejahteraan yang masih rendah (Bappenas 2000) 2.4 Perikanan Tangkap Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau yang mencapai 17.508 dan panjang garis pantai kurang lebih 81.000 km serta 5,8 juta km 2 perairan laut atau sekitar 70% dari luas wilayah secara keseluruhan. Perairan laut Indonesia terdiri dari teritorial dan Zona Ekonomi Ekslusif dengan luas secara berturut-turut 3,1 dan 2,7 juta km 2. Sebagian besar produksi perikanan laut dihasilkan oleh usaha perikanan skala kecil dengan kemampuan terbatas (Rahim 1998). Perikanan tangkap yang ada pada intinya ditunjukkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya nelayan, dengan tetap menjaga kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya. Untuk mewujudkannya, upaya yang dilakukan adalah dengan cara menerapkan manajemen perikanan tangkap secara terpadu dan terarah, agar pemanfaatan sumber daya ikan dapat dilakukan secara optimal dan berkelanjutan. Dalam kaitan dengan hal di atas, dengan memperhatikan lingkungan strategis, kekuatan dan kelemahan (lingkungan internal) serta kendala dan peluang (kekuatan eksternal)

11 yang ada, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (2003) telah menetapkan visi, misi, dan tujuan pembangunan perikanan tangkap sebagai pedoman seluruh perencanaan dan pelaksanaan kegiatan. Visi dari perikanan tangkap yaitu untuk membangun usaha perikanan tangkap yang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mempunyai daya saing, serta memanfaatkan sumber daya secara efisien dan berkelanjutan. Visi tersebut dijabarkan ke dalam Misi Pembangunan Perikanan Tangkap yaitu untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan nelayan, menjaga kelestarian sumber daya ikan serta lingkungannya, membangun usaha perikanan tangkap yang berdaya saing serta meningkatkan peran subsektor perikanan tangkap terhadap pembangunan perekonomian nasional. 2.5 Nilai Produksi Produksi perikanan laut sangat bergantung pada perahu dan kapal yang digunakan oleh nelayan dalam melakukan kegiatan penangkapan. Hal ini disebabkan karena sifat ikan yang bermigrasi atau berpindah tempat ke setiap perairan, sehingga fishing ground juga berpindah. Oleh karena itu, hasil tangkapan nelayan akan berfluktuasi yang akan berpengaruh terhadap pendapatan nelayan tersebut. Selain itu, harga suatu hasil produksi perikanan lebih banyak ditentukan oleh oleh tingkat konsumen di tingkat eceran, sedangkan produsen atau nelayan tidak dapat menentukan harga terhadap hasil tangkapannya. Ahli ekonomi menyebutkan, bahwa apabila harga tinggi maka jumlah barang yang dibeli menurun sedangkan bila harga rendah, maka barang yang dibeli bertambah (Soemarsono 1995). 2.6 Kemiskinan BAPPENAS (2004) mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat, tingkat kesejahteraan ini sangat erat kaitannya dengan kemiskinan suatu daerah yang dipengaruhi oleh Upah Minimum Regional atau UMR.

12 Azhari (1992) dalam Alpharesy (2011) menggolongkan kemiskinan ke dalam tiga macam kemiskinan, yaitu: 1. Kemiskinan alamiah Kemiskinan yang timbul sebagai akibat sumber daya yang langka jumlahnya atau karena perkembangan tingkat teknologi sangat rendah, termasuk di dalamnya adalah kemiskinan akibat jumlah penduduk yang melaju dengan pesat di tengah-tengah sumber daya alam yang tetap. 2. Kemiskinan Struktural Kemiskinan yang dialami oleh suatu golongan masyarakat karena struktur sosial sedemikian rupa, sehingga masyarakat itu tidak dapat menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka. Kemiskinan struktural ini terjadi karena kelembagaan yang ada membuat anggota atau kelompok masyarakat tidak menguasai sarana ekonomi dan fasilitas-fasilitas secara merata. Kemiskinan ini tidak ada hubungannya dengan kelangkaan sumber daya alam. 3. Kemiskinan kultural Kemiskinan yang muncul karena tuntutan tradisi/adat yang membebani ekonomi masyarakat seperti upacara perkawinan, kematian atau pesta adat lainnya, termasuk juga dalam hal ini sikap mentalitas penduduk yang lamban, malas, konsumtif serta kurang berorientasi ke masa depan. Secara umum kemiskinan nelayan bersifat struktural dan merupakan residu pembangunan kelautan dan perikanan selama ini. Kemiskinan struktural merupakan kondisi atau situasi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum menjangkau seluruh masyarakat sehingga menyebabkan terjadinya ketimpangan. Selain itu, faktor-faktor yang menyebabkan kemiskinan pada nelayan sangatlah kompleks yang saling terkait satu sama lain. Faktor tersebut dapat dikategorikan ke dalam faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan nelayan itu sendiri dan aktivitas kerja mereka, sedangkan faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi luar dari nelayan (Kusnadi 2004).

13 2.7 Kesejahteraan 2.7.1 Definisi Kesejahteraan Kesejahteraan merupakan sejumlah kepuasan yang diperoleh seseorang dari hasil mengkonsumsi pendapatan yang diterima. Namun demikian tingkatan dari kesejahteraan itu sendiri merupakan sesuatu yang bersifat relatif karena tergantung dari besarnya kepuasan yang diperoleh dari hasil mengkonsumsi pendapatan tersebut. Kesejahteraan adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial, material, maupun spiritual yang diliputi rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir batin yang memungkinkan setiap warga negara untuk mengadakan usaha-usaha pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, rumah tangga serta masyarakat (Sunarti 2006). 2.7.2 Pengukuran Kesejahteraan Pengukuran kesejahteraan sering menggunakan pembagian kesejahteraan ke dalam dua bagian yaitu kesejahteraan subjektif dan objektif. Kesejahteraan secara objektif dan subjektif dapat dialamatkan bagi tingkat individu, keluarga, dan masyarakat. Pada tingkat individu, perasaan bahagia atau sedih, kedamaian atau kecemasan jiwa, dan kepuasan atau ketidakpuasan merupakan indikator subjektif dari kualitas hidup. Pada tingkat keluarga, kecukupan kondisi perumahan (dibandingkan standar), seperti ada tidaknya air bersih, merupakan contoh indikator objektif. Demikian halnya dengan kepuasan anggota keluarga mengenai kondisi rumah merupakan indikator subjektif (Sunarti 2006). Pengukuran kesejahteraan yang bisa digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan nelayan yaitu melalui konsep Kebutuhan Fisik Minimum (KFM) yang terdiri dari kebutuhan pokok pangan dan nun Pangan, sehingga besarnya berubah setiap saat mengikuti tingkat inflasi atau perubahan harga barang kebutuhan dasar.

14 2.8 Nelayan Perikanan Tangkap di Kecamatan Palabuhanratu 2.8.1 Unit Penangkapan Pancing Ulur Berdasarkan data statistik Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu tahun 2011 Pancing ulur (Hand Line) merupakan salah satu alat tangkap yang sudah dikenal dan banyak digunakan oleh nelayan di Kecamatan Palabuhanratu. Pancing ulur adalah suatu alat penangkapan ikan yang terdiri dari sejumlah utas tali dan sejumlah pancing yang terdiri dari banyak mata pancing yang disusun menyerupai jangkar. Pada beberapa sentimeter di atas mata pancing diikatkan umpan. Pancing ulur termasuk ke dalam klasifikasi alat tangkap hook and line. Pada prinsipnya pancing ini terdiri dari dua komponen utama yaitu tali (line) dan mata pancing (hook). Tali pancing biasanya terbuat dari benang katun, nilon, polietilen dan plastik. Sedangkan mata pancing dibuat dari kawat baja, kuningan atau bahan lain yang tahan karat. Pada umumnya ujung mata pancing tersebut berkait balik, namun ada juga yang tanpa berkait balik. Jumlah mata pancing pada tiap unit pancing bisa tunggal atau ganda (dua sampai tiga buah) bahkan banyak sekali (ratusan sampai ribuan) tergantung dari jenis pancingnya. Ukuran mata pancing bervariasi disesuaikan besar kecilnya ikan yang akan tertangkap (Subani dan Barus 1989). Rahmat (2007) penggunaan alat pancing ini dilakukan dengan mengaitkan umpan berupa umpan hidup ataupun umpan palsu pada mata pancing, mata pancing dan umpan dimasukkan dalam air hingga kedalaman tertentu. Tali pancing ditarik perlahan agar umpan terlihat bergerak dan menarik perhatian ikan. Ketika ikan menangkap umpan dan terkait pada mata pancing, tali ditarik hingga ikan tangkapan terangkat dari air.