BAB III METODE PENELITIAN. Proses polimerisasi stirena dilakukan dengan sistem seeding. Bejana

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini telah dihasilkan homopolimer emulsi polistirena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Polimer merupakan makromolekul yang dibangun oleh unit-unit

PENGARUH KONSENTRASI SURFAKTAN, INISIATOR DAN MONOMER TERHADAP UKURAN PARTIKEL PADA POLIMERISASI STIRENA JANTI OCTAVIA

KURNIA SYAH PUTRI UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM DEPARTEMEN KIMIA DEPOK

POLIMERISASI EMULSI ETIL AKRILAT: PENGARUH KONSENTRASI SURFAKTAN, INISIATOR DAN TEKNIK POLIMERISASI TERHADAP DISTRIBUSI UKURAN PARTIKEL

3 Metodologi penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai penggunaan aluminium sebagai sacrificial electrode

PENGARUH VARIASI INISIATOR DAN TEKNIK POLIMERISASI TERHADAP UKURAN PARTIKEL PADA KOPOLIMERISASI EMULSI STIRENA-BUTIL AKRILAT-METIL METAKRILAT

SINTESIS POLIVINIL ASETAT BERBASIS PELARUT METANOL YANG TERSTABILKAN OLEH DISPONIL SKRIPSI

3. Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan November 2014 sampai Mei 2015,

PENGARUH TEKNIK POLIMERISASI EMULSI TERHADAP UKURAN PARTIKEL KOPOLI(STIRENA/BUTIL AKRILAT/METIL METAKRILAT)

BAB III METODE PENELITIAN Alat Penelitian 1. Mesin electrospinning, berfungsi sebagai pembentuk serat nano.

PENGARUH KONSENTRASI SURFAKTAN Sodium Lauryl Sulfate (SLS), INISIATOR Ammonium Peroxodisulfate (APS) DAN TEKNIK POLIMERISASI

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga April Penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November 2014 sampai dengan bulan

Bab III Metodologi Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat dan Bahan yang Digunakan Alat yang Digunakan

BAB III METODE PENELITIAN. Preparasi selulosa bakterial dari limbah cair tahu dan sintesis kopolimer

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan

III. BAHAN DAN METODE

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3. Metodologi Penelitian

METODE. = hasil pengamatan pada ulangan ke-j dari perlakuan penambahan madu taraf ke-i µ = nilai rataan umum

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V METODOLOGI. Pada tahap ini, dilakukan pengupasan kulit biji dibersihkan, penghancuran biji karet kemudian

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Riset (Research Laboratory),

III. METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium Peternakan Universiatas Muhammadiyah Malang dan Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014.

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan

4 Hasil dan Pembahasan

Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian III.2. Alat dan Bahan III.2.1. Alat III.2.2 Bahan

BAB III METODA PENELITIAN. Secara umum, proses penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2015

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas.

3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan September 2013 sampai bulan Maret 2014

G O N D O R U K E M 1. Ruang lingkup

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. bulan agustus tahun 2011 sampai bulan Januari tahun Tempat penelitian

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan

3. Metodologi Penelitian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan

3 Percobaan. 3.1 Alat dan Bahan Alat Bahan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan Oktober 2011 di

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian bersifat eksperimental yaitu dilakukan pengujian pengaruh

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Material yang digunakan dalam pembuatan organoclay Tapanuli, antara lain

BAB III METODE PENELITIAN. Anorganik, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas

CITRA ANDIKA PUTRI UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM DEPARTEMEN KIMIA DEPOK 2008

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Rumah Makan Sederhana Natar-Lampung Selatan.

BAB III METODE PENELITIAN Waktu Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Juni 2013 dan berakhir pada bulan Desember 2013.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan

Rendemen APG dihitung berdasarkan berat APG yang diperoleh setelah dimurnikan dengan berat total bahan baku awal yang digunakan.

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III MATERI DAN METODE. pada suhu 70 C terhadap total bakteri, ph dan Intensitas Pencoklatan susu telah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tahun 2011 di Laboratorium riset kimia makanan dan material untuk preparasi

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Departemen Farmasi FMIPA UI dari Januari 2008 hingga Mei 2008.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. melakukan uji morfologi, Laboratorium Teknik Kimia Ubaya Surabaya. mulai dari bulan Februari 2011 sampai Juli 2011.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September sampai November 2014, dengan

BAB 3 METODE PERCOBAAN

BAB III METODE PENELITIAN

Lampiran 1. Pohon Industri Turunan Kelapa Sawit

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3 Percobaan. 3.1 Tahapan Penelitian Secara Umum. Tahapan penelitian secara umum dapat dilihat pada diagram alir berikut :

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 8: Cara uji kadar hidrogen klorida (HCl) dengan metoda merkuri tiosianat menggunakan spektrofotometer

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Persiapan Bahan Baku

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

Metodologi Penelitian

BAB V METODOLOGI. Gambar 6. Pembuatan Minyak wijen

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September

LAMPIRAN 1 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Kerangka Penelitian Kerangka penelitian secara umum dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.

3.1 Alat dan Bahan Alat

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Transkripsi:

34 BAB III METODE PENELITIAN Proses polimerisasi stirena dilakukan dengan sistem seeding. Bejana reaktor diisi dengan seed stirena berupa campuran air, stirena, dan surfaktan dengan jumlah stirena yang dimasukkan sekitar 6% dari keseluruhan berat stirena yang akan digunakan. Campuran ini dimasukkan dalam reaktor dan disebut sebagai initial charge. Initial charge diaduk pada kecepatan sekitar 200-300 rpm dan suhu reaktor dimulai pada 25⁰C kemudian secara perlahanlahan selama satu jam suhu dinaikkan hingga mencapai suhu 70⁰C yaitu suhu dimana terjadinya inisiasi inisiator redoks ammonium persulfat (APS). Setelah itu kemudian dilakukan shot yaitu pemasukkan inisiator APS kedalam reaktor yang berisi initial charge. Shot dilakukan selama 10 menit untuk membentuk radikal-radikal bebas yang nantinya akan bereaksi dengan monomer dari larutan pre-emulsi, baru setelah itu dilakukan feeding. Feeding merupakan penambahan larutan pre-emulsi dimana larutan pre-emulsi merupakan campuran dari air, stirena, SLS dan KOH. Feeding dilakukan selama dua jam. Selama proses feeding, surfaktan dan monomer dari larutan pre-emulsi akan terdistribusi kedalam inti-inti yang sebelumnya terbentuk selama proses seeding baru kemudian dilakukan proses aging atau pasca polimerisasi selama dua jam tanpa penambahan stirena lebih lanjut. Selama

35 feeding, suhu larutan dalam reaktor dijaga sekitar 70⁰-75⁰C, sedangkan untuk proses aging suhu dijaga sekitar 80⁰C. Setelah proses polimerisasi selesai, larutan polimer didinginkan untuk selanjutnya dilakukan karakterisasi. Adapun karakterisasi tersebut meliputi pengukuran terhadap nilai solid content, ukuran dan distribusi ukuran partikel, viskositas serta dilakukan pengukuran FTIR dan DSC. 3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain monomer stirena, surfaktan sodium lauril sulfat (SLS), inisiator termal amonium persulfat (APS), Kalium hidroksida (KOH) dan air demineral. 3.1.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah satu perangkat reaktor skala laboratorium yang terdiri dari glass vessel berkapasitas 1 kg, waterbath, mechanical stirrer, 2 buah funnel, stopwatch, termometer, kondensor, dan magnetic stirrer untuk menjaga pre-emulsi agar tidak terpisah. Selain itu juga dipergunakan alat-alat gelas yang biasa dipergunakan di laboratorium seperti beaker glass, pipet ukur dan gelas ukur. Untuk pengukuran dipergunakan alat-alat antara lain oven untuk

36 memanaskan polimer yang akan diukur kandungan padatannya, viskometer tipe Brookfield untuk mengukur viskositas polimer, neraca analitik untuk menimbang, malvern zeta nano particle analyzer nano series untuk mengukur ukuran partikel polimer, DSC untuk mengukur temperatur transisi gelas (Tg) dan FTIR untuk karakterisasi gugus fungsi. Gambar 3.1 merupakan gambar dari reaktor skala laboratorium yang dipergunakan pada penelitian ini. Gambar 3.1 Reaktor skala laboratorium yang digunakan

27 3.2 Diagram Rancangan Umum Tahapan Polimerisasi 3.2.1 Polimerisasi Stirena Teknik Seeding dengan APS 0.4% Variasi Konsentrasi Surfaktan 1 CMC 2 CMC 3 CMC 4 CMC 5 CMC Variasi Konsentrasi Monomer Variasi Konsentrasi Monomer Variasi Konsentrasi Monomer Variasi Konsentrasi Monomer Variasi Konsentrasi Monomer 17%, 23%, 17%, 23%, 17%, 23%, 17%, 23%, 17%, 23%, 29%, 35% 29%, 35% 29%, 35% 29%, 35% 29%, 35% Karakterisasi : % Konversi, viskositas optimum optimum optimum optimum optimum Karakterisasi : Ukuran partikel

28 Tidak Ukuran Partikel Mencapai 100 200 nm Ya Mencari Formula Baru Variasi Konsentrasi inisiator 35%, SLS 2 CMC, APS 0.4% 35%, SLS 2 CMC, APS 1% 0.3% 0.5% 0.6% Karakterisasi : Karakterisasi : % Konversi, viskositas, ukuran partikel % Konversi, viskositas optimum optimum Karakterisasi : Ukuran partikel, FTIR, DSC Karakterisasi : FTIR, DSC

29 3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Optimasi Polimerisasi Stirena dengan Konsentrasi Inisiator APS 0.4% Optimasi ini dilakukan bila pada optimasi polimeriasi core stirena dengan konsentrasi inisiator APS 0.1% tidak menghasilkan polimer emulsi yang baik seperti terjadi dua fasa atau masih ada larutan monomer stirena tersisa yang tidak terpolimerisasi menjadi homopolimer polistirena. Kondisi optimasi sama seperti pada optimasi dengan konsentrasi inisiator 0.1%, yang berbeda hanyalah konsentrasi inisiator APS yang digunakan ditingkatkan menjadi 0.4%. Parameter yang divariasikan pun sama yakni konsentrasi surfaktan SLS 1,2,3,4,5 CMC dan persen monomer stirena 17%, 23%, 29%, 35%. Teknik yang dipakai adalah seeding. 3.3.3 Optimasi Polimerisasi Stirena dengan Variasi Konsentrasi Inisiator Optimasi ini dilakukan setelah diperoleh kondisi optimum dari optimasi 3.2.1. Kondisi optimum tersebut adalah apabila hasil karakterisasi berupa ukuran partikel dari homopolimer polistirena mendekati atau lebih besar dari 100 nm. Apabila kondisi optimum telah didapatkan maka langkah selanjutnya

30 adalah memvariasikan konsentrasi inisiator APS 0.3%, 0.5%, 0.6% terhadap formula yang menghasilkan ukuran partikel paling optimum dan monodispers. 3.3.4 Optimasi Polimerisasi Stirena dengan Formula Baru Optimasi ini dilakukan apabila tidak diperoleh kondisi optimum yakni ukuran partikel yang dihasilkan tidak ada yang mendekati atau mencapai 100 nm dari optimasi 3.2.1. Maka dari itu akan dilakukan pengukuran kembali terhadap formula 35% monomer, APS 0.4%, SLS 2 CMC dan formula baru yakni 35% monomer, APS 1%, SLS 2 CMC untuk melihat pengaruh dari penambahan konsentrasi inisiator APS dan persen monomer stirena terhadap ukuran partikel yang dihasilkan. Kedua formula tersebut akan dilakukan karakterisasi terhadap solid content, viskositas, ukuran dan distribusi ukuran partikel. Dan dari formula yang menghasilkan ukuran partikel 100-200 nm akan dilakukan karakterisasi lebih lanjut menggunakan FTIR dan DSC.

31 3.4 Bagan Alir Percobaan secara Umum B C Aging 2 jam 80 0 C 10 menit feeding 2 jam A 70 0 C 70 0 C 25 0 C A : Air B : Air C : Air SLS APS SLS Stirena Stirena Gambar 3.3 Tahapan polimerisasi stirena KOH 3.5 Metode Pengujian Hasil Polimerisasi 3.5.1 Kandungan Padatan (ASTM D 4456) Kandungan padatan ditentukan dengan cara menimbang polimer emulsi sebanyak 2 gram kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 105 o C

32 selama 2 jam. Setelah 2 jam, padatan disimpan dan didinginkan dalam desikator. Setelah dingin, padatan baru ditimbang beratnya dan di konversi ke dalam persen. W2 W1 % Kandungan padatan = x100% W 3 dimana W 1 : Berat wadah kosong W 2 : Berat wadah kosong + berat sampel polimer emulsi kering W 3 : Berat sampel 3.5.2 Kekentalan (Metode Brookfield RVT) Sampel ditempatkan dalam suatu wadah yang memiliki luas permukaan yang sama. Diukur kekentalannya dengan mengatur spindle dan rpm yang tepat pada alat viscometer yang digunakan pada temperatur ruang. Kemudian skala yang diperoleh pada alat viscometer dicatat pada skala yang stabil selama beberapa detik. Misal pengukuran dilakukan dengan menggunakan : Spindle : 5 Rpm : 20

33 Skala baca : 40 Maka kekentalannya adalah = 40 x 500 = 20000 cps (angka 500 diperoleh dari tabel pada alat). 3.5.3 Pengukuran Distribusi Ukuran Partikel Sampel diambil dengan menggunakan ujung pengaduk dilarutkan dengan 300 ml air demineral dan diaduk sampai homogen. Larutan sampel harus sedikit transparan, dimasukkan ke dalam disposable plastic cuvet dengan tinggi larutan maksimum 15 mm. Sampel diukur menggunakan Zeta Nano Particle Analyzer dengan setting run 5 kali pengukuran per sampel pada attenuator lebar slit yang optimum yaitu sekitar 6 8. Untuk sampel yang terlalu keruh maka attenuator akan berada di bawah 6, maka sampel perlu diencerkan, untuk sampel yang terlalu transparan maka attenuator akan berada di atas 8 maka sampel perlu ditambah.

34 3.5.4 Pengukuran Spektum FTIR A. Pengukuran sampel film menggunakan ATR Zirconia. Dibuat ukuran yang sama dari lapisan film yang akan diuji, p x l : 2 x 0,5 cm. Diletakkan di atas alat ATR Zirconia, ditempatkan pada ruang pengukuran. Dilakukan pengukuran secara otomatis, setting range panjang gelombang mulai 1000 cm -1 sampai 4000 cm -1. B. Pengukuran sampel padatan menggunakan serbuk KBr (Part DRS). Ditimbang 0,5 1 gram sampel lalu digerus sampai halus. Sebanyak 5% sampel diaduk dengan serbuk KBr, kemudian diletakkan dalam tempat sampel. Serbuk KBr sebagai blanko diletakkan dalam tempat sampel, ditempatkan pada ruang pengukuran. Kemudian dilakukan pengukuran blanko KBr secara otomatis, setting range panjang gelombang mulai 650 cm - 1 sampai 4000 cm -1. Untuk pengukuran sampel dilakukan prosedur sama seperti pengukuran blanko. 3.5.5 Pengukuran Menggunakan DSC Sampel ditimbang sebanyak 5 20 mg. Untuk sampel serbuk, sampel langsung digerus halus, dan diletakkan di dalam pan. Untuk sampel rubbery,

35 sampel dicasting pada plat kaca dan dikeringkan, kemudian film yang dihasilkan dipotong seukuran pan (diameter film sekitar 3-4 mm). Sampel dalam pan dicrimping dengan tutup stainless steel menggunakan alat crimp. Alat DSC dihidupkan, dengan mengalirkan gas nitrogen dan setting kenaikan suhu 2 C per menit. Untuk kalibrasi temperatur dan panas DSC, pada alat diletakkan blanko berupa pan kosong dan sampel berisi zat pengkalibrasi yaitu Indium dan Seng. Setelah kalibrasi selesai, sampel Indium dan/atau Seng diganti dengan sampel polimer yang akan diukur, dan pan blanko tetap pada posisi semula selama pengukuran. Untuk sampel serbuk yang rapuh (Tg tinggi), alat disetting 50 derajat celcius di bawah Tg. Untuk sampel rubbery (Tg rendah) digunakan nitrogen cair untuk setting temperatur sangat rendah. 3.5.6 Pengukuran Berat Molekul Pertama-tama, scattering standard cell dimasukkan kedalam alat Zeta Nano Particle Analyzer untuk diukur intensitas scattering dari scattering standard yang digunakan. Setelah itu, konsentrasi sampel yang pertama dimasukkan kedalam alat Zeta Nano Particle Analyzer lalu mengetik konsentrasi sampel pada kotak dialog yang tersedia di software yang ada. Pengukuran konsentrasi sampel diteruskan hingga seluruh konsentrasi sampel selesai diukur kemudian hasil akhirnya akan dikalkulasi.