Bab V Analisa Data. Analisis Kumulatif ESAL

dokumen-dokumen yang mirip
Bab III Metodologi Penelitian

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut :

Evaluasi Struktural Perkerasan Kaku Menggunakan Metoda AASHTO 1993 dan Metoda AUSTROADS 2011 Studi Kasus : Jalan Cakung-Cilincing

B. Metode AASHTO 1993 LHR 2016

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

ANALISIS PERBANDINGAN PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN KAKU DENGAN METODE BINA MARGA 2013 DAN AASHTO 1993 (STUDI KASUS JALAN TOL SOLO NGAWI STA

BAB 3 METODOLOGI. Adapun rencana tahap penelitian ini adalah : 1. Penelitian ini dimulai dengan mengidentifikasikan masalah yang dilakukan

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. Data yang digunakan untuk analisa tugas akhir ini diperoleh dari PT. Wijaya

BAB III LANDASAN TEORI

B. Metode AASHTO 1993 LHR 2016

Dwi Sulistyo 1 Jenni Kusumaningrum 2

Studi Penanganan Ruas Jalan Bulu Batas Kota Tuban Provinsi Jawa Timur Menggunakan Data FWD dan Data Mata Garuda

Perkerasan kaku Beton semen

LAMPIRAN A DATA HASIL ANALISIS. Analisis LHR

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan tanah pada umumnya tidak mampu menahan beban kendaraan

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN TAMBAHAN MENGGUNAKAN METODE BENKELMAN BEAM PADA RUAS JALAN SOEKARNO HATTA, BANDUNG

Analisis Struktur Perkerasan Lentur Menggunakan Program Everseries dan Metoda AASHTO 1993 Studi kasus: Jalan Tol Jakarta - Cikampek

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian B. Rumusan Masalah

Analisis Struktur Perkerasan Multi-Layer Menggunakan Program Komputer ELMOD Studi Kasus: Jalan Tol Jakarta - Cikampek

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 November 2013

Sumber : SNI 2416, 2011) Gambar 3.1 Rangkaian Alat Benkelman Beam

Perbandingan Perencanaan Tebal Lapis Tambah Metode Bina Marga 1983 dan Bina Marga 2011

BAB II TINJAUAN PUSTAKA PERENCANAAN MEKANISTIK EMPIRIS OVERLAY PERKERASAN LENTUR

KOMPARASI HASIL PERENCANAAN RIGID PAVEMENT MENGGUNAKAN METODE AASHTO '93 DAN METODE Pd T PADA RUAS JALAN W. J. LALAMENTIK KOTA KUPANG

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. cara membandingkan hasil perhitungan manual dengan hasil perhitungan

PERBANDINGAN HASIL PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN JALAN TIPE PERKERASAN KAKU ANTARA METODE AASHTO 1993 DENGAN METODE

PERBANDINGAN PERENCANAAN PERKERASAN KAKU DENGAN MENGGUNAKAN METODE

Studi Pengaruh Pengurangan Tebal Perkerasan Kaku Terhadap Umur Rencana Menggunakan Metode AASHTO 1993

Bab III Metodologi Penelitian

EVALUASI STRUKTURAL PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN METODE AASHTO 1993 DAN AUSTROADS 2011 (STUDI KASUS : JALINTIM, TEMPINO - BATAS SUMSEL)

Perancangan Tebal Lapis Ulang (Overlay) Menggunakan Data Benkelman Beam. DR. Ir. Imam Aschuri, MSc

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI

ANALISIS TEBAL LAPIS TAMBAHAN (OVERLAY) PADA PERKERASAN KAKU (RIGID PA VEMENT) DENGAN PROGRAM ELCON DAN METODE ASPHALT INSTITUTE TESIS

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Metode Analisa Komponen

PERENCANAAN JALAN DENGAN PERKERASAN KAKU MENGGUNAKAN METODE ANALISA KOMPONEN BINA MARGA (STUDI KASUS : KABUPATEN LAMPUNG TENGAH PROVINSI LAMPUNG)

Perbandingan Konstruksi Perkerasan Lentur dan Perkerasan Kaku serta Analisis Ekonominya pada Proyek Pembangunan Jalan Lingkar Mojoagung

PENGGUNAAN METODE CAKAR AYAM MODIFIKASI SEBAGAI SOLUSI PEMBANGUNAN JALAN DI ATAS TANAH EKSPANSIF

BAB IV METODE PENELITIAN A. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

Jenis-jenis Perkerasan

Teknik Sipil Itenas No. x Vol. xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2015

Studi Perencanaan Tebal Lapis Tambah Di Atas Perkerasan Kaku

PERANCANGAN PERKERASAN CONCRETE BLOCK DAN ESTIMASI BIAYA

Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur Menggunakan Metode Benkelman Beam Pada Ruas Jalan Kabupaten Dairi-Dolok Sanggul, Sumatera Utara

Dosen Program Studi Teknik Sipil D-3 Fakultas Teknik Universitas riau

BAB III LANDASAN TEORI. jalan, diperlukan pelapisan ulang (overlay) pada daerah - daerah yang mengalami

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI PENGARUH BEBAN BELEBIH (OVERLOAD) TERHADAP PENGURANGAN UMUR RENCANA PERKERASAN JALAN

PERANCANGAN STRUKTURAL PERKERASAN BANDAR UDARA

ANALISIS TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN BARU MENGGUNAKAN MANUAL DESAIN PERKERASAN JALAN (MDP) 2013

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Tahapan Penelitian

BAB III LANDASAN TEORI. Pada metode Bina Marga (BM) ini jenis kerusakan yang perlu diperhatikan

STUDI BANDING DESAIN TEBAL PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN METODE SNI F DAN Pt T B

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI PENGARUH PENGAMBILAN ANGKA EKIVALEN BEBAN KENDARAAN PADA PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN FLEKSIBEL DI JALAN MANADO BITUNG

BINA MARGA PT T B

Grandy Hellyantoro*), Mohammad Faldi Fauzi*) Dr. Bagus Hario Setiadji ST., MT., **), Ir. Wahyudi Kusharjoko MT., **)

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perkerasan kaku (rigid pavement) atau perkerasan beton semen adalah perkerasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Desain Perkerasan Kaku Berdasarkan AASHTO Rigid Pavement ARI SURYAWAN (hal. 213)

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN

PROYEK AKHIR. PERENCANAAN ULANG PENINGKATAN JALAN PASURUAN-PILANG STA s/d STA PROVINSI JAWA TIMUR

ANALISIS BEBAN BERLEBIH (OVERLOAD) TERHADAP UMUR PELAYANAN JALAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALITIS (STUDI KASUS RUAS JALAN TOL SEMARANG)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Perbandingan Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Bina Marga 2011 Dengan Metode Jabatan Kerja Raya Malaysia 2013

PERENCANAAN KONSTRUKSI JALAN RAYA RIGID PAVEMENT (PERKERASAN KAKU)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

Evaluasi Kondisi Struktural Perkerasan Lentur Menggunakan Metoda AASHTO 1993 Studi Kasus: Ruas Ciasem-Pamanukan (Pantura)

BAB I PENDAHULUAN. Metode desain tebal lapis tambah (overlay) terkinimenggunakan. lendutan/defleksi ini menjadi lebih kecil dari lendutan ijin.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

ASPEK GEOTEKNIK PADA PEMBANGUNAN PERKERASAN JALAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN PERKERASAN LENTUR KONSTRUKSI JALAN RAYA. 1. Nama Proyek : Pembangunan Jalan Spine Road III Bukit Sentul

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

BAB IV ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV STUDI KASUS BAB 4 STUDI KASUS

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

PENGARUH BEBAN BERLEBIH TERHADAP TEBAL PERKERASAN KAKU METODE DEPKIMPRASWIL 2003

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.12 Desember 2016 ( ) ISSN:

BAB I PENDAHULUAN. satu atau beberapa lapis perkerasan dari bahan-bahan yang diproses, dimana

BAB IV ANALISA KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN BETON. genangan air laut karena pasang dengan ketinggian sekitar 30 cm. Hal ini mungkin

Fitria Yuliati

1. PENDAHULUAN. Jalan memiliki syarat umum yaitu dari segi konstruksi harus kuat, awet dan kedap. Supardi 1)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Perumusan Masalah

VARIAN TEBAL LAPIS TAMBAH (OVERLAY) BERDASARKAN FAKTOR KESERAGAMAN (FK) PADA JALAN KELAKAP TUJUH DUMAI-RIAU

EVALUASI FUNGSIONAL DAN STRUKTURAL PERKERASAN LENTUR PADA JALAN NASIONAL BANDUNG-PURWAKARTA DENGAN METODE AUSTROADS 2011

KOMPARASI TEBAL PERKERASAN LENTUR METODE AASHTO 1993 DENGAN METODE BINA MARGA

Perancangan Detail Peningkatan Ruas Jalan Cihampelas Kota Bandung Provinsi Jawa Barat BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

EVALUASI PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR METODE BINA MARGA Pt T B DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM KENPAVE TUGAS AKHIR

Abstrak BAB I PENDAHULUAN

BAB III LANDASAN TEORI

STUDI KASUS: JALAN RUAS KM. 35 PULANG PISAU. Adi Sutrisno 06/198150/TK/32229

ANALISA BEBAN KENDARAAN TERHADAP DERAJAT KERUSAKAN JALAN DAN UMUR SISA

Transkripsi:

63 Bab V Analisa Data V.1. Pendahuluan Dengan melihat kepada data data yang didapatkan dari data sekunder dan primer baik dari PT. Jasa Marga maupun dari berbagai sumber dan data-data hasil olahan pada Bab IV, kemudian dilakukan analisis lanjutan sebagaimana tujuan dari penelitian. Dalam melakukan analisis pada dasarnya terbagi menjadi 2 (dua) bagian yang utama, yaitu antara lain : Analisis terhadap beban lalu lintas aktual Data yang paling berpengaruh terhadap kekuatan dari perkerasan adalah data beban lalu lintas aktual yang terjadi, parameter parameter yang berpengaruh terhadap beban lalu lintas meliputi : Faktor Truck Aktual dan Kumulatif ESAL aktual. Hasil dari parameter-parameter aktual yang diperoleh tersebut dibandingkan dengan parameter-parameter rencana untuk dilakukan analisis sejauh mana persamaan atau perbedaan yang terjadi dan mempengaruhi kondisi perkerasan yang ada saat ini. Analisis tebal lapis tambahan (Overlay) Analisis tebal lapis tambahan (Overlay), berdasarkan pada data lendutan FWD dan kumulatif ESAL aktual serta parameter-parameter lainnya yang digunakan dalam analisis. Analisis dilakukan dengan menggunakan program komputer ELCON. V.2. Analisis Kumulatif ESAL V.2.1. Faktor Truck Faktor truk atau Truck Faktor (TF) adalah jumlah dari pemakaian beban ekivalen pada setiap sumbu kendaraan (equivalent axle load) yang diperkirakan dapat mewakili setiap jenis kendaraan. Penentuan Faktor Truck rencana dapat menggunakan suatu angka ekivalen dari Peraturan Bina Marga 1983 dan dibagi dalam 3 (tiga) jenis kendaraan seperti pada tabel berikut :

64 Tabel V.1. Faktor Truk Rencana untuk Jalan Tol Padalarang Cileunyi As Depan As Belakang Faktor Jenis Kendaraan Beban Sumbu E Beban Sumbu E Truck (ton) (ton) Mobil Penumpang 1 (STRT),2 1 (STRT),2,4 Bus 3 (STRT),183 5 (STRG),121,3 Truck 2 As 5 (STRT),141 8 (STRG),794,22 Sumber : SNI analisa Perkerasan Lentur Faktor truk rata rata untuk semua jenis kendaraan yang didapatkan dari hasil pengujian alat WIM untuk Jalur A dan juga Jalur B dapat dilihat pada Tabel V.2. sebagai berikut : Tabel V.2 Faktor Truk Aktual Hasil Pengujian Alat WIM Jalur A dan Jalur B Gol Kelas Jenis Kendaraan Faktor Truk (Konfigurasi sumbu) Jalur A Jalur B I 1 Sedan, Mini Bus, Jip, Pick Up,21,18 1A Bus Srdang, Truk Sedang,88,924 Faktor Truk Rata Rata Golongan I,451,471 IIA 2 Truk 2 As 2,552 2,1657 12 Bus,336,318 Faktor Truk Rata Rata Golongan IIA 1,4278 1,2338 3 Truk 3 As 1,1426 1,154 4 Truk 4 As,8295,3596 5 Truk 2 As, Gandengan 1,831 1,7921 6 Truk 3 As, Gandengan NA NA IIB 7 Truk 2 As, Gandengan 1 As 1,2262 1,232 8 Truk 2 As, Gandengan 2 As 1,959 1,492 9 Truk 2 As, Gandengan 3 As 3,36 5,6177 1 Truk 3 As, Gandengan 1 As atau 2 As 2,134 2,986 11 Truk 3 As, Gandengan 3 As 2,4713 2,2699 Faktor Truk Rata Rata Golongan IIB 1,7128 1,9912 Sumber : Puslitbang Prasarana Transportasi, 24 Apabila mencermati Faktor Truk rata rata yang diperoleh pada Tabel V.2. maka terlihat bahwa Jalur B lebih besar dari pada Jalur A, Hal ini dimungkinkan apabila Beban rata rata yang diterima oleh Jalur B lebih berat daripada beban yang diterima oleh Jalur A walaupun nilainya tidak terlalu selisih jauh, sehingga dapat juga diindikasikan mengakibatkan tingkat kerusakan

65 yang berbeda. Apabila dibandingkan nilai dari pada Faktor Truk rata rata rencana dengan nilai Faktor Truk rata rata yang aktual maka akan diperoleh nilai sebagai berikut : Tabel V.3. Perbandingan Faktor Truk Rata-rata Rencana dengan Faktor Truk Rata-rata Aktual Jenis Faktor Truk (FT) Kendaraan FT FT Aktual Rencana Jalur A Jalur B Gol I,4.451.471 Gol IIA,1593 1.4278 1.2338 Gol IIB 1,648 1.7128 1.9912 Nilai Faktor Truk aktual yang cukup jauh berbeda dengan Faktor Truk rencana, diakibatkan oleh pada LHR rencana pembagian jenis kendaraan hanya 3 (tiga) jenis kendaraan yaitu mobil penumpang, bus dan truk sehingga diperoleh Faktor Truk rata-rata yang kecil tetapi untuk Faktor Truk rata-rata aktual jenis kendaraan dibagi menjadi 13 jenis kendaraan. Selain itu, hasil pengujian alat WIM menyatakan bahwa kenyataan di lapangan beban sumbu kendaraan jauh lebih besar daripada beban standar yang ditetapkan oleh Peraturan Bina Marga 1983 untuk setiap jenis kendaraan yang sama. V.2.2. Kumulatif ESAL Rencana Kumulatif ESAL rencana dihitung berdasarkan pada volume lalu lintas harian rencana (LHR rencana) dari Tabel IV.2 dan Faktor Truk rencana pada Tabel V.1 Hasil perhitungan ESAL rencana sejak awal tahun dibuka sampai akhir umur rencana untuk kedua arah adalah sebagai berikut: Tabel V.4. Kumulatif Esal Rencana Jalan Tol Padalarang Cileunyi (2 Arah) Jalur A Jalur B Tahun Jumlah Kumulatif Jumlah Kumulatif ESAL ESAL ESAL ESAL (Pertahun) (Pertahun) 1991 417,14 417,14 834,28 834,28 1992 442,15 859,119 884,3 1,718,238 1993 468,295 1,327,414 936,59 2,654,828 1994 496,126 1,823,54 992,253 3,647,8 1995 525,691 2,349,231 1,51,383 4,698,463

66 Tabel V.4. Kumulatif Esal Rencana Jalan Tol Padalarang Cileunyi (2 Arah) (Lanjutan) Jalur A Jalur B Tahun Jumlah Kumulatif Jumlah Kumulatif ESAL ESAL ESAL ESAL (Pertahun) (Pertahun) 1996 551,88 2,91,111 1,13,76 5,82,223 1997 579,346 3,48,458 1,158,693 6,96,915 1998 68,181 4,88,639 1,216,363 8,177,278 1999 638,294 4,726,933 1,276,588 9,453,865 2 67,231 5,397,164 1,34,463 1,794,328 21 73,538 6,1,71 1,47,75 12,21,43 22 738,486 6,839,188 1,476,973 13,678,375 23 775,26 7,614,448 1,55,52 15,228,895 24 813,768 8,428,215 1,627,535 16,856,43 25 854,465 9,282,68 1,78,93 18,565,36 26 896,896 1,179,576 1,793,793 2,359,153 27 941,518 11,121,94 1,883,35 22,242,188 28 988,511 12,19,65 1,977,23 24,219,21 29 1,37,695 13,147,3 2,75,39 26,294,6 21 1,89,434 14,236,734 2,178,868 28,473,468 Sumber : Hasil Analisis V.2.3 Kumulatif ESAL Aktual Lalu Lintas Harian Rata Rata (LHR) aktual yang terjadi pada setiap lajur mempunyai beban yang berbeda-beda, maka perhitungan kumulatif ESAL aktual dihitung setiap lajur berdasarkan LHR per lajur pada Tabel IV.27 sampai Tabel IV.34 untuk tahun 1998 sampai tahun 22, sedangkan untuk LHR tahun 1991 sampai tahun 1997 dan LHR tahun 23 sampai dengan tahun 21 diprediksi berdasarkan faktor pertumbuhan ratarata untuk setiap golongan pada Tabel IV.11 dan Tabel IV.12 dan Faktor Truk setiap Jalur Berdasarkan jenis kendaraan pada Tabel V.2 Sehingga diperoleh ESAL per lajur untuk setiap jenis kendaraan sejak awal tahun dibuka sampai akhir umur rencana seperti dirangkum sebagai berikut:

67 Tabel V.5. Kumulatif ESAL aktual lajur A 1 Segmen Padalarang Pasteur/Baros Tahun ESAL per Hari Total ESAL Kumulatif Mobil Pnp Bus Truk Total per tahun ESAL 1991 125 1,117 139 1,38 53,834 53,834 1992 13 1,196 163 1,489 543,575 1,47,49 1993 135 1,281 192 1,68 587,8 1,634,418 1994 141 1,372 225 1,739 634,558 2,268,975 1995 147 1,47 265 1,881 686,73 2,955,678 1996 153 1,575 311 2,38 743,991 3,699,669 1997 159 1,687 366 2,211 87,47 4,56,716 1998 165 1,87 43 2,42 876,588 5,383,34 1999 174 1,76 54 2,474 92,982 6,286,287 2 173 2,16 653 2,843 1,37,544 7,323,831 21 19 2,245 738 3,173 1,158,19 8,481,85 22 194 2,36 767 3,321 1,212,323 9,694,173 23 22 2,528 92 3,632 1,325,564 11,19,737 24 21 2,78 1,6 3,978 1,451,873 12,471,61 25 219 2,91 1,245 4,365 1,593,7 14,64,681 26 228 3,17 1,463 4,798 1,751,259 15,815,939 27 237 3,328 1,719 5,285 1,928,877 17,744,816 28 247 3,565 2,2 5,832 2,128,751 19,873,567 29 257 3,819 2,374 6,45 2,354,165 22,227,732 21 267 4,9 2,79 7,148 2,68,929 24,836,661 Sumber : Hasil Analis Keterangan : Tahun 1991 s/d 1997 dan 23 s/d 21 adalah hasil prediksi Tabel V.6. Kumulatif ESAL aktual lajur A 2 Segmen Padalarang Pasteur/Baros Tahun ESAL per Hari Total ESAL Kumulatif Mobil Pnp Bus Truk Total per tahun ESAL 1991 1 581 16 697 254,289 254,289 1992 14 622 18 745 271,873 526,161 1993 19 666 22 797 29,767 816,928 1994 113 714 25 852 311,81 1,128,1 1995 118 764 3 912 332,936 1,46,945 1996 123 819 35 977 356,463 1,817,49 1997 128 877 41 1,46 381,811 2,199,219 1998 133 94 49 1,121 49,14 2,68,359 1999 14 915 61 1,116 47,396 3,15,755 2 139 1,49 74 1,261 46,441 3,476,195

68 Tabel V.6. Kumulatif ESAL aktual lajur A 2 Segmen Padalarang Pasteur/Baros (lanjutan) Tahun ESAL per Hari Total ESAL Kumulatif Mobil Pnp Bus Truk Total per tahun ESAL 21 152 1,167 83 1,43 512,158 3,988,353 22 156 1,227 87 1,47 536,47 4,524,823 23 162 1,315 12 1,579 576,219 5,11,42 24 169 1,48 12 1,697 619,33 5,72,345 25 176 1,59 141 1,825 666,57 6,386,43 26 183 1,616 165 1,964 716,857 7,13,26 27 19 1,731 194 2,115 772,128 7,875,388 28 198 1,854 228 2,28 832,349 8,77,737 29 26 1,986 268 2,46 898,6 9,65,797 21 215 2,127 315 2,657 969,875 1,575,672 Sumber : Hasil Analis Keterangan : Tahun 1991 s/d 1997 dan 23 s/d 21 adalah hasil prediksi Tabel V.7. Kumulatif ESAL aktual lajur B 1 Segmen Padalarang Pasteur/Baros Tahun ESAL per Hari Total ESAL Kumulatif Mobil Pnp Bus Truk Total per tahun ESAL 1991 83 1,17 179 1,278 466,571 466,571 1992 86 1,95 28 1,389 57,91 973,661 1993 89 1,179 243 1,511 551,642 1,525,34 1994 92 1,27 283 1,646 6,693 2,125,997 1995 96 1,368 33 1,794 654,772 2,78,769 1996 1 1,473 385 1,957 714,48 3,495,25 1997 13 1,587 448 2,138 78,5 4,275,75 1998 17 1,79 522 2,339 853,68 5,129,358 1999 113 1,835 666 2,615 954,46 6,83,764 2 112 2,1 793 3,5 1,96,75 7,18,513 21 119 2,12 887 3,19 1,134,654 8,315,167 22 125 2,288 957 3,369 1,229,862 9,545,29 23 129 2,464 1,115 3,79 1,353,711 1,898,74 24 134 2,654 1,3 4,88 1,492,152 12,39,892 25 139 2,858 1,515 4,513 1,647,155 14,38,47 26 145 3,78 1,766 4,989 1,82,983 15,859,3 27 15 3,315 2,59 5,524 2,16,236 17,875,266 28 156 3,57 2,4 6,126 2,235,96 2,111,172 29 162 3,845 2,797 6,84 2,483,436 22,594,68 21 168 4,141 3,26 7,569 2,762,796 25,357,44 Sumber : Hasil Analis Keterangan : Tahun 1991 s/d 1997 dan 23 s/d 21 adalah hasil prediksi

69 Tabel V.8. Kumulatif ESAL aktual lajur B 2 Segmen Padalarang Pasteur/Baros Tahun ESAL per Hari Total ESAL Kumulatif Mobil Pnp Bus Truk Total per tahun ESAL 1991 72 569 14 655 238,91 238,91 1992 74 613 16 73 256,738 495,648 1993 77 66 19 756 275,976 771,624 1994 8 711 22 813 296,742 1,68,366 1995 83 765 26 874 319,167 1,387,533 1996 86 824 3 941 343,394 1,73,927 1997 9 888 35 1,13 369,58 2,1,58 1998 93 956 41 1,9 397,898 2,498,45 1999 98 1,27 53 1,177 429,735 2,928,14 2 97 1,175 63 1,334 486,957 3,415,97 21 13 1,176 7 1,349 492,485 3,97,582 22 18 1,28 75 1,463 534,136 4,441,718 23 112 1,378 88 1,579 576,157 5,17,875 24 116 1,485 13 1,73 621,757 5,639,632 25 121 1,599 12 1,839 671,278 6,31,911 26 125 1,722 139 1,987 725,98 7,36,8 27 13 1,854 162 2,147 783,634 7,819,642 28 135 1,997 189 2,322 847,355 8,666,997 29 14 2,151 221 2,512 916,78 9,583,777 21 146 2,316 257 2,719 992,489 1,576,266 Sumber : Hasil Analis Keterangan : Tahun 1991 s/d 1997 dan 23 s/d 21 adalah hasil prediksi Tabel V.9. Kumulatif ESAL aktual lajur A1 Segmen Pasteur/Baros - Pasirkoja Tahun ESAL per Hari Total ESAL Kumulatif Mobil Pnp Bus Truk Total per tahun ESAL 1991 138 1,16 139 1,437 524,432 524,432 1992 144 1,243 163 1,549 565,492 1,89,924 1993 15 1,331 192 1,672 61,334 1,7,257 1994 156 1,426 225 1,87 659,384 2,359,641 1995 162 1,527 265 1,954 713,131 3,72,772 1996 169 1,636 311 2,115 772,128 3,844,9 1997 176 1,752 365 2,293 837,7 4,681,98 1998 183 1,877 429 2,489 98,493 5,59,41 1999 25 1,844 528 2,577 94,61 6,531,11 2 212 2,151 653 3,15 1,1,551 7,631,562 21 25 2,472 765 3,487 1,272,668 8,94,23

7 Tabel V.9. Kumulatif ESAL aktual lajur A1 Segmen Pasteur/Baros Pasirkoja (lanjutan) Tahun ESAL per Hari Total ESAL Kumulatif Mobil Pnp Bus Truk Total per tahun ESAL 22 259 2,596 83 3,686 1,345,211 1,249,442 23 27 2,781 976 4,26 1,469,577 11,719,19 24 281 2,978 1,147 4,46 1,68,191 13,327,21 25 292 3,19 1,347 4,83 1,763,29 15,9,239 26 34 3,417 1,583 5,35 1,936,375 17,26,614 27 317 3,661 1,861 5,838 2,13,875 19,157,489 28 33 3,921 2,186 6,437 2,349,597 21,57,86 29 343 4,2 2,569 7,113 2,596,99 24,13,185 21 358 4,499 3,19 7,875 2,874,517 26,977,72 Sumber : Hasil Analis Keterangan : Tahun 1991 s/d 1997 dan 23 s/d 21 adalah hasil prediksi Tabel V.1. Kumulatif ESAL aktual lajur A2 Segmen Pasteur/Baros Pasirkoja Tahun ESAL per Hari Total ESAL Kumulatif Mobil Pnp Bus Truk Total per tahun ESAL 1991 111 63 16 73 266,357 266,357 1992 115 646 18 78 284,684 551,41 1993 12 692 22 834 34,369 855,41 1994 125 741 25 892 325,525 1,18,935 1995 13 794 3 954 348,276 1,529,211 1996 135 851 35 1,21 372,759 1,91,971 1997 141 911 41 1,93 399,124 2,31,95 1998 147 976 49 1,171 427,538 2,728,632 1999 165 959 6 1,183 431,87 3,16,52 2 17 1,118 74 1,362 497,224 3,657,727 21 21 1,286 86 1,573 574,6 4,231,732 22 28 1,35 94 1,652 62,978 4,834,711 23 217 1,446 11 1,773 647,151 5,481,862 24 226 1,549 13 1,94 694,997 6,176,859 25 235 1,659 152 2,46 746,883 6,923,741 26 244 1,777 179 2,21 83,219 7,726,961 27 254 1,94 21 2,368 864,471 8,591,431 28 265 2,39 247 2,551 931,159 9,522,59 29 276 2,184 29 2,75 1,3,875 1,526,466 21 287 2,34 341 2,968 1,83,288 11,69,754 Sumber : Hasil Analis Keterangan : Tahun 1991 s/d 1997 dan 23 s/d 21 adalah hasil prediksi

71 Tabel V.11. Kumulatif ESAL aktual lajur B1 Segmen Pasteur/Baros Pasirkoja Tahun ESAL per Hari Total ESAL Kumulatif Mobil Pnp Bus Truk Total per tahun ESAL 1991 92 1,79 177 1,349 492,352 492,352 1992 96 1,162 26 1,465 534,664 1,27,17 1993 1 1,252 241 1,592 581,132 1,68,149 1994 13 1,348 28 1,732 632,23 2,24,378 1995 17 1,452 327 1,886 688,496 2,928,874 1996 111 1,564 381 2,56 75,54 3,679,414 1997 116 1,684 444 2,244 819,52 4,498,466 1998 12 1,814 518 2,452 894,819 5,393,285 1999 134 1,92 641 2,695 983,694 6,376,979 2 137 2,22 786 3,125 1,14,66 7,517,585 21 162 2,351 926 3,439 1,255,315 8,772,899 22 166 2,526 1,3 3,721 1,358,331 1,131,23 23 173 2,72 1,2 4,93 1,493,831 11,625,61 24 179 2,929 1,399 4,57 1,645,188 13,27,249 25 186 3,155 1,631 4,971 1,814,533 15,84,782 26 193 3,397 1,91 5,491 2,4,313 17,89,95 27 21 3,659 2,215 6,75 2,217,338 19,36,434 28 28 3,94 2,582 6,731 2,456,842 21,763,276 29 216 4,244 3,1 7,47 2,726,545 24,489,821 21 224 4,57 3,59 8,33 3,3,736 27,52,557 Sumber : Hasil Analis Keterangan : Tahun 1991 s/d 1997 dan 23 s/d 21 adalah hasil prediksi secara linier Tabel V.12. Kumulatif ESAL aktual lajur B2 Segmen Pasteur/Baros Pasirkoja Tahun ESAL per Hari Total ESAL Kumulatif Mobil Pnp Bus Truk Total per tahun ESAL 1991 8 64 14 698 254,721 254,721 1992 83 65 16 75 273,642 528,362 1993 86 7 19 86 294,5 822,413 1994 9 754 22 866 316,71 1,138,484 1995 93 812 26 931 339,843 1,478,327 1996 97 875 3 1,1 365,513 1,843,84 1997 1 942 35 1,77 393,247 2,237,87 1998 14 1,15 41 1,16 423,225 2,66,312 1999 116 1,74 51 1,241 452,959 3,113,271 2 119 1,232 62 1,413 515,628 3,628,899 21 14 1,315 73 1,528 557,851 4,186,751

72 Tabel V.12. Kumulatif ESAL aktual lajur B2 Segmen Pasteur/Baros Pasirkoja (lanjutan) Tahun ESAL per Hari Total ESAL Kumulatif Mobil Pnp Bus Truk Total per tahun ESAL 22 144 1,413 81 1,638 597,913 4,784,664 23 15 1,521 95 1,766 644,515 5,429,179 24 155 1,639 11 1,94 695,62 6,124,241 25 161 1,765 129 2,55 749,925 6,874,165 26 167 1,9 15 2,218 89,517 7,683,683 27 174 2,47 175 2,395 874,298 8,557,981 28 18 2,24 24 2,588 944,778 9,52,76 29 187 2,374 238 2,799 1,21,526 1,524,285 21 195 2,556 277 3,28 1,15,174 11,629,459 Sumber : Hasil Analis Keterangan : Tahun 1991 s/d 1997 dan 23 s/d 21 adalah hasil prediksi Tabel V.13. Sumber : Hasil Analisis Perbandingan Kumulatif ESAL Aktual per lajur Segmen Padalarang Pasteur/Baros Tahun Kumulatif ESAL Lajur A1 Lajur A2 Lajur B1 Lajur B2 Rencana 1991 53,834 254,289 466,571 238,91 417,14 1992 1,47,49 526,161 973,661 495,648 859,119 1993 1,634,418 816,928 1,525,34 771,624 1,327,414 1994 2,268,975 1,128,1 2,125,997 1,68,366 1,823,54 1995 2,955,678 1,46,945 2,78,769 1,387,533 2,349,231 1996 3,699,669 1,817,49 3,495,25 1,73,927 2,91,111 1997 4,56,716 2,199,219 4,275,75 2,1,58 3,48,458 1998 5,383,34 2,68,359 5,129,358 2,498,45 4,88,639 1999 6,286,287 3,15,755 6,83,764 2,928,14 4,726,933 2 7,323,831 3,476,195 7,18,513 3,415,97 5,397,164 21 8,481,85 3,988,353 8,315,167 3,97,582 6,1,71 22 9,694,173 4,524,823 9,545,29 4,441,718 6,839,188 23 11,19,737 5,11,42 1,898,74 5,17,875 7,614,448 24 12,471,61 5,72,345 12,39,892 5,639,632 8,428,215 25 14,64,681 6,386,43 14,38,47 6,31,911 9,282,68 26 15,815,939 7,13,26 15,859,3 7,36,8 1,179,576 27 17,744,816 7,875,388 17,875,266 7,819,642 11,121,94 28 19,873,567 8,77,737 2,111,172 8,666,997 12,19,65 29 22,227,732 9,65,797 22,594,68 9,583,777 13,147,3 21 24,836,661 1,575,672 25,357,44 1,576,266 14,236,734

73 Tabel V.14. Perbandingan Kumulatif ESAL Aktual per lajur Segmen Pasteur - Pasirkoja Tahun Kumulatif ESAL Lajur A1 Lajur A2 Lajur B1 Lajur B2 Rencana 1991 524,432 266,357 492,352 254,721 417,14 1992 1,89,924 551,41 1,27,17 528,362 859,119 1993 1,7,257 855,41 1,68,149 822,413 1,327,414 1994 2,359,641 1,18,935 2,24,378 1,138,484 1,823,54 1995 3,72,772 1,529,211 2,928,874 1,478,327 2,349,231 1996 3,844,9 1,91,971 3,679,414 1,843,84 2,91,111 1997 4,681,98 2,31,95 4,498,466 2,237,87 3,48,458 1998 5,59,41 2,728,632 5,393,285 2,66,312 4,88,639 1999 6,531,11 3,16,52 6,376,979 3,113,271 4,726,933 2 7,631,562 3,657,727 7,517,585 3,628,899 5,397,164 21 8,94,23 4,231,732 8,772,899 4,186,751 6,1,71 22 1,249,442 4,834,711 1,131,23 4,784,664 6,839,188 23 11,719,19 5,481,862 11,625,61 5,429,179 7,614,448 24 13,327,21 6,176,859 13,27,249 6,124,241 8,428,215 25 15,9,239 6,923,741 15,84,782 6,874,165 9,282,68 26 17,26,614 7,726,961 17,89,95 7,683,683 1,179,576 27 19,157,489 8,591,431 19,36,434 8,557,981 11,121,94 28 21,57,86 9,522,59 21,763,276 9,52,76 12,19,65 29 24,13,185 1,526,466 24,489,821 1,524,285 13,147,3 21 26,977,72 11,69,754 27,52,557 11,629,459 14,236,734 Sumber : Hasil Analisis

74 Perbandingan Kumulatif ESAL Aktual per lajur Ruas Pasteur - Pasirkoja 35,, 3,, 25,, Kumulatif ESAL 2,, 15,, Lajur A1 Lajur A2 Lajur B1 Lajur B2 Rencana 1,, 5,, 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2 21 22 23 24 25 26 27 28 29 21 Tahun Gambar V.1. Perbandingan Kumulatif ESAL Aktual per lajur Segmen Pasteur - Pasirkoja 74

75 Perbandingan nilai kumulatif ESAL segmen Padalarang - Pasteur/Baros 3,, 25,, Kumulatif ESAL 2,, 15,, 1,, Lajur A1 Lajur A2 Lajur B1 Lajur B2 Rencana 5,, 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2 21 22 23 24 25 26 27 28 29 21 Tahun Gambar V.2. Perbandingan Kumulatif ESAL Aktual per lajur Segmen Padalarang Pasteur/Baros 75

76 V.2.4 Analisis ESAL Aktual di Banding dengan ESAL Rencana Berdasarkan hasil perhitungan ESAL rencana dan ESAL aktual di atas, diperoleh beberapa hal berikut ini: Apabila ditinjau kumulatif ESAL pada segmen Padalarang Pasteur/Baros per lajur didapatkan bahwa umur perkerasan Lajur A1 pada tahun 21 diprediksi sebesar 24.829.719 dan Lajur B1 pada tahun 21 = 25.357.44, artinya kumulatif ESAL rencana telah habis atau tercapai. Sedangkan untuk Lajur A2 dan B2 masih mempunyai umur sisa sampai akhir umur rencana, dimana nilai kumulatif ESAL untuk lajur A2 pada tahun 21 diprediksi sebesar 1.573.423, nilai kumulatif ESAL untuk lajur B2 pada tahun 21 diprediksi sebesar 1.576.266 sedangkan Kumulatif ESAL rencana 14.236.734 Kumulatif ESAL umur perkerasan per lajur Lajur A1 diprediksi sebesar 22.864.996 dan Lajur B1 diprediksi sebesar 32.275.712, pada segmen Pasteur/Baros - Pasirkoja diperkirakan akan tercapai pada tahun 21, artinya kumulatif ESAL rencana telah habis atau tercapai Sedangkan untuk Lajur A2 dan B2 masih mempunyai umur sisa sampai akhir 21. dimana nilai kumulatif ESAL untuk lajur A2 pada tahun 21 diprediksi sebesar 9.785.12 nilai kumulatif ESAL untuk lajur B2 pada tahun 21 diprediksi sebesar 13.77.495 sedangkan Kumulatif ESAL rencana 14.236.734 Faktor Truk rata-rata rencana lebih kecil daripada Faktor Truk rata-rata aktual, hal ini dikarenakan pada saat perencanaan Jalan Tol Padalarang-Cileunyi jenis kendaraan yang beroperasi di Indonesia hanya memiliki beban sumbu perencanaan maksimal 8 ton. LHR rencana untuk semua lajur sejak jalan tol dibuka lebih kecil besar daripada LHR aktual. Hal ini menghasilkan selisih ESAL yang cukup besar. Faktor pertumbuhan ratarata aktual lebih besar daripada faktor pertumbuhan rata-rata rencana yang menjadikan besarnya selisih ESAL rencana dengan ESAL aktual. Nilai kumulatif ESAL pada lajur A1 untuk segmen Padalarang Pasteur/Baros dan segmen Pasteur/Baros Pasirkoja lebih besar dari nilai kumulatif ESAL pada lajur A2, hal ini menandakan kendaraan Gol II A dan Gol II B banyak yang menggunakan lajur A1, Nilai kumulatif ESAL pada lajur B1 untuk segmen Padalarang Pasteur/Baros dan segmen Pasteur/Baros Pasirkoja lebih besar dari nilai kumulatif ESAL pada lajur B2, hal ini

77 menandakan kendaraan Gol II A dan Gol II B banyak yang menggunakan lajur B1, dimana Faktor truk yang digunakan adalah hasil pengujian WIM di Nagrek Rajapolah, dimana jalur A untuk lalu lintas Barat ke Timur (Padalarang Cileunyi) dan jalur B adalah untuk lalu lintas Timur ke Barat (Cileunyi - Padalarang) V.3. Analisis Tebal Lapis Tambahan (Overlay) Dengan Program ELCON Analisis dengan Program ELCON ini dimaksudkan untuk memperhitungkan besarnya nilai Modulus Elastis dari tiap lapisan struktur perkerasan yang kemudian digunakan untuk menentukan tebal lapis tambahan (overlay) yang diperlukan. V.3.1. Parameter Yang Digunakan Untuk Analisis Program ELCON Untuk analisis perkerasan dengan menggunakan program komputer ELCON, terdapat beberapa parameter yang harus diperhatikan. Parameter-parameter tersebut antara lain: a. Temperatur Program ELCON memungkinkan menghitung distribusi teganaan dan regangan pada 12 musim yang berbeda dalam satu tahun. Kriteria yang digunakan untuk tiap musim dimasukkan dengan pilihan temperatur rata-rata dari lapisan permukaan perkerasan untuk tiap musim dan faktor yang memperkirakan pengaruh hujan pada unbound base dan tanah dasar. Parameter temperatur yang digunakan untuk analisis menggunakan Program ELCON disesuaikan dengan karakteristik lokasi. Pada Standar Rancangan SK SNI tata cara penggunaaan ELMOD (Versi 3.1.), untuk Wilayah Jawa Barat mempunyai karakteristik temperatur sebagai berikut: Jumlah Musim Jumlah Jumlah Temperatur Faktor dalam 1 tahun Minggu Minggu Karakteristik Reduksi Dari dan ke Tiap Karakteristik Tiap Musim Tiap No Kondisi (bulan) Musim Tiap Musim Musim Januari - 8,9 1 Basah 2-4 33. 35 Februari Maret - 2 Normal 13 2-4 34 35 1, Mei Juni- 1,2 3 Kering 15 8-12 34 35 September Oktober 4 Normal 16 2-4 35 35 1, Desember Sumber : Rancangan Standar SK SNI

78 Penelitian yang dilakukan di Denmark memberikan suatu pernyataan bahwa jika materialmaterial unbounded menjadi jenuh maka reduksi terhadap kekuatan struktural perkerasan hingga 2 %. Kemudian developer yang membuat Program ELMOD menggunakan faktor reduksi hingga 25 % untuk iklim sangat basah dan jalan-jalan yang mempunyai sistem drainase buruk. (Danida. 199) Gambaran untuk Wilayah Jawa Barat digunakan faktor reduksi seperti pada Tabel V.II tapi penelitian terus dilakukan untuk memperoleh hasil yang lebih dipercaya. Faktor-faktor reduksi tersebut berpengaruh terhadap nilai modulus elastisitas untuk tiap musim. Nilai faktor yang lebih kecil dari 1 menunjukkan pengurangan terhadap kekuatan struktur perkerasan. b. Beban Rencana dan Tekanan Roda Beban as standar adalah 8,16 ton, yang bersesuaian dengan beban roda rencana sebesar 4,1 ton atau 41. N. Untuk truk yang mengangkut beban berat, tekanan roda akan bervariasi tetapi biasanya pada roda belakang tekanan roda sedikit lebih besar dari,5 MPa (72,5 psi). Tekanan roda rencana sebesar,58 MPa akhirnya dipilih dalam kondisi tidak adanya rekomendasi untuk tekanan roda rencana untuk Indonesia pada saat ini c. Jumlah As Standar Ekivalen dan Umur Rencana Data masukan lalu lintas dalam bentuk jumlah kumulatif ekivalen beban as standar (ESAL) dari mulai jalan tol dibuka sampai tahun penelitian. Sedangkan umur rencana perkerasan di Indonesia tergantung pada jenis pekerjaan, pemeliharaan periodik atau peningkatan jalan. Umur rencana perkerasan Jalan Tol Padalarang-Cileunyi adalah 2 tahun. V.3.2. Analisis Modulus Elastisitas (Stiffness Modulus) Berdasarkan data lendutan dengan alat FWD merupakan input dan parameter-parameter yang digunakan, akan diperoleh besarnya modulus elastisitas (stiffness modulus) untuk masingmasing jenis lapisan struktur perkerasan.untuk suatu perkerasan yang mempunyai 2 atau 3 lapis kurus pada perkerasan kaku menurut Program ELCON bisa diperlakukan menjadi 2 lapis, karena suatu lapisan base atau sub base akan mempunyai pengaruh sangat kecil pada bentuk cekung lendutan dari lapisan beton. Apabila di atas lapisan beton ada suatu lapisan aspal atau di bawah mempunyai lapisan base, supaya nilai modulus elastisitas beton tidak terganggu maka nilai modulus aspal harus ditetapkan, demikian pula modulus elastisitas base.

79 Adapun ketetapan nilai modulus elastisitas untuk berbagai jenis lapisan: Aspal beton (AC) = 2-3 MPa Unbounded granular = 2-35 MPa Stabilisasi semen/ lean concrete = 2 MPa Modulus elastisitas untuk perkerasan beton K-35 mempunyai syarat yang diijinkan sebesar 28. - 4. MPa (Puslitbang Jalan, 1993) Sub base eksisting pada Jalan Tol Padalarang- Cileunyi terdiri dari 2 jenis yaitu unbounded granular tebal 15 mm dan lean concrete tebal 15 mm. Namun untuk analisis dengan Program ELCON yang digunakan sebagai sub base adalah lean concrete dengan menganggap unbounded granular berlaku sama dengan sub grade yang merupakan material timbunan. Pada analisis ELCON, modulus elastisitas diperoleh berdasarkan lendutan FWD yang dilakukan di tengah pelat. Karena modulus elastisitas lapisan permukaan beraspal (AC) (jika ada) dan modulus elastisitas sub base (SB) ditentukan, maka modulus yang dihitung adalah modulus elastisitas lapis permukaan beton (PCC) dan modulus elastisitas sub grade (SG). Program ELCON dapat menghitung modulus tiap lapis dari berbagai sistem lapisan perkerasan yang digunakan berdasarkan tebal lapisan dan profil lendutan yang didapat oleh alat FWD. Nilai lendutan yang paling luar digunakan untuk mengestimasi.kondisi non-linear atau lokasi lapis kaku dari tanah dasar. Sesudah besaran modulus elastis ditentukan, modulus lapis atas perkerasan dihitung melalui proses iterasi dengan menggunakan nilai lendutan maksimum dan bentuk profil lendutan yang dekat dengan pelat pembebanan. Modulus tanah dasar dibawah pelat pembebanan disesuaikan dengan besar tegangan yang terjadi. Lendutan paling luar kemudian dicek, dan iterasi baru dilakukan.

8 Tabel V.15. Modulus Elastisitas Permukaan Lajur A1 segmen Padalarang - Pasteur STA Modulus Elastisitas Lapisan Kondisi (Mpa) (Km) (Mpa) Maksimum Minimum E 1 (PCC) 4,282 299 121+.6-127+.6 E 2 (SB) 2, 2, E 3 (SG) 386 79 Tabel V.16. Modulus Elastisitas Permukaan Lajur A 2 segmen Padalarang - Pasteur STA Modulus Elastisitas Lapisan Kondisi (Mpa) (Km) (Mpa) Maksimum Minimum E 1 (PCC) 45,311 1,72 121+.6-127+.6 E 2 (SB) 2, 2, E 3 (SG) 343 82 Tabel V.17. Modulus Elastisitas Permukaan Lajur B1 segmen Padalarang - Pasteur STA Modulus Elastisitas Lapisan Kondisi (Mpa) (Km) (Mpa) Maksimum Minimum E 1 (PCC) 37,936 2,89 121+.6-127+6 E 2 (SB) 2, 2, E 3 (SG) 399 112 Tabel V.18. Modulus Elastisitas Permukaan Lajur B2 segmen Padalarang - Pasteur STA Modulus Elastisitas Lapisan Kondisi (Mpa) (Km) (Mpa) Maksimum Minimum E 1 (PCC) 38,649 2,62 121+.6-127+.6 E 2 (SB) 2, 2, E 3 (SG) 635 92 Tabel V.19. Modulus Elastisitas Permukaan Lajur A1 segmen Pasteur Pasirkoja STA Modulus Elastisitas Lapisan Kondisi (Mpa) (Km) (Mpa) Maksimum Minimum E 1 (PCC) 46,653 819 127+.7-132+.6 E 2 (SB) 2, 2, E 3 (SG) 339 121

81 Tabel V.2. Modulus Elastisitas Permukaan Lajur A2 segmen Pasteur Pasirkoja STA Modulus Elastisitas Lapisan Kondisi (Mpa) (Km) (Mpa) Maksimum Minimum E 1 (PCC) 39,337 3,157 127+.7-132+.6 E 2 (SB) 2, 2, E 3 (SG) 422 12 Tabel V.21. Modulus Elastisitas Permukaan Lajur B1 segmen Pasteur Pasirkoja STA Modulus Elastisitas Lapisan Kondisi (Mpa) (Km) (Mpa) Maksimum Minimum E 1 (PCC) 48,883 2,761 127+.7-132+.6 E 2 (SB) 2, 2, E 3 (SG) 47 127 Tabel V.22. Modulus Elastisitas Permukaan Lajur B2 segmen Pasteur Pasirkoja STA Modulus Elastisitas Lapisan Kondisi (Mpa) (Km) (Mpa) Maksimum Minimum E 1 (PCC) 45,8 2,318 127+.7-132+.6 E 2 (SB) 2, 2, E 3 (SG) 412 128 Kondisi modulus elastisitas lapisan permukaan E1 (PCC) yang diperoleh dari hasil analisa dengan program ELCON adalah sebagai berikut : 45 4 35 3 E (Mpa) 25 2 15 1 5 121+.6 122+.1 122+.6 123+.1 123+.6 124+.1 124+.6 125+.1 125+.6 126+.1 126+.6 127+.1 127+.6 Sta (km ) Gambar V.3. Kondisi Modulus Elastisitas Lapis Permukaan (PCC) Lajur A1 segmen Padalarang Pasteur/Baros

82 5 45 4 35 3 E (Mpa) 25 2 15 1 5 121+.5 122+. 122+.5 123+.1 123+.6 124+.2 124+.7 125+.2 125+.7 126+.2 126+.7 127+.2 Sta (km) Gambar V.4. Kondisi Modulus Elastisitas Lapis Permukaan (PCC) Lajur A2 segmen Padalarang Pasteur/Baros 4 35 3 25 E (Mpa) 2 15 1 5 121+.5 122+.1 122+.6 123+.2 123+.7 124+.2 124+.7 125+.2 125+.7 126+.2 126+.7 127+.2 Sta (km ) Gambar V.5. Kondisi Modulus Elastisitas Lapis Permukaan (PCC) Lajur B1 segmen Padalarang Pasteur/Baros 45 4 35 3 E (Mpa) 25 2 15 1 5 121+.3 121+.9 122+.4 123+.1 123+.6 124+.1 124+.6 125+.1 125+.6 126+.1 126+.6 127+.1 127+.6 Sta (km ) Gambar V.6. Kondisi Modulus Elastisitas Lapis Permukaan (PCC) Lajur B2 segmen Padalarang Pasteur/Baros

83 5 45 4 35 3 E (Mpa) 25 2 15 1 5 127+.7 128+.2 128+.7 129+.2 129+.7 13+.2 13+.7 131+.2 131+.7 132+.2 Sta (km ) Gambar V.7. Kondisi Modulus Elastisitas Lapis Permukaan (PCC) Lajur A1 segmen Pasteur/Baros Pasirkoja 45 4 35 3 E (Mpa) 25 2 15 1 5 127+.7 128+.2 128+.7 129+.2 129+.7 13+.2 13+.7 131+.2 131+.7 132+.2 Sta (km ) Gambar V.8. Kondisi Modulus Elastisitas Lapis Permukaan (PCC) Lajur A2 segmen Pasteur/Baros - Pasirkoja 6 5 4 E (Mpa) 3 2 1 127+.7 128+.2 128+.7 129+.2 129+.7 13+.2 13+.7 131+.2 131+.7 132+.2 Sta (km ) Gambar V.9. Kondisi Modulus Elastisitas Lapis Permukaan (PCC) Lajur B1 segmen Pasteur/Baros - Pasirkoja

84 5 45 4 35 3 E (Mpa) 25 2 15 1 5 127+.7 128+.1 128+.6 129+.1 129+.6 13+.1 13+.6 131+.1 131+.6 132+.1 Sta (km ) Gambar V.1. Kondisi Modulus Elastisitas Lapis Permukaan (PCC) Lajur B2 segmen Pasteur/Baros - Pasirkoja Tabel V.23. Rangkuman Modulus Elastisitas E1 (PCC) Lajur A1 segmen Padalarang Pasteur/Baros Kondisi Modulus Elastisitas Lapisan Permukaan PCC (E1) Sta E1<25. 25. < E1 < 35. E1>35. (km) (titik) (%) (titik) (%) (titik) (%) 121+.5-124+.3 27 44.26 124+.4-124+.5 1 1.64 124+.6-126+.4 18 29.51 126+.5-126+.9 4 6.56 127+. - 127+.3 3 4.92 127+.4-127+.7 3 4.92 124+.3-124+.4 1 1.64 124+.5-124+.6 1 1.64 126+.5-126+.6 1 1.64 126+.9-127+. 1 1.64 127+.3-127+.4 1 1.64 JUMLAH 56 91.8 4 6.56 1 1.64 Dari Tabel V.23. diatas menunjukan bahwa sebesar 91,8 % (56 titik) memiliki modulus elastisitas E1 (PCC) < 25. Mpa, hal ini menunjukan bahwa PCC tersebut sudah mengalami retak retak, baik retak terlihat maupun retak tak terlihat (retak halus) sedangkan jumlah terbanyak terdapat pada Sta 121+6 s/d 124+3, 6,56 % (4 titik) masih dalam kondisi baik yaitu masih dalam batas yang diijinkan, sedangkan 1,64 % (1 titik) diatas batas yang diijinkan.

85 Tabel V.24. Rangkuman Modulus Elastisitas E1 (PCC) Lajur A2 segmen Padalarang Pasteur/Baros Kondisi Modulus Elastisitas Lapisan Permukaan PCC (E1) Sta E1<25. 25. < E1 < 35. E1<25. (km) (titik) (%) (titik) (%) (titik) (%) 121+.5-126+. 45 73.77 126+.3-126+.4 1 1.64 126+.6-126+.8 2 3.28 127+.2-127+.3 1 1.64 127+.4-127+.5 1 1.64 126+. - 126+.2 2 3.28 126+.4-126+.6 2 3.28 126+.9-127+.1 2 3.28 127+.5-127+.6 1 1.64 126+.2-126+.3 1 1.64 126+.8-126+.9 1 1.64 127+.1-127+.2 1 1.64 127+.3-127+.4 1 1.64 JUMLAH 5 81.97 7 11.48 4 6.56 Dari Tabel V.24. diatas menunjukan bahwa sebesar 81,97 % (5 titik) memiliki modulus elastisitas E1 (PCC) < 25. Mpa, hal ini menunjukan bahwa PCC tersebut sudah mengalami retak retak, baik retak terlihat maupun retak tak terlihat (retak halus) sedangkan jumlah terbanyak terdapat pada Sta 121+5 s/d 126+, 11,48 % (7 titik) masih dalam kondisi baik yaitu masih dalam batas yang diijinkan, sedangkan 6,56 % (4 titik) diatas batas yang diijinkan. Tabel V.25. Rangkuman Modulus Elastisitas E1 (PCC) Lajur B1 segmen Padalarang Pasteur/Baros Kondisi Modulus Elastisitas Lapisan Permukaan PCC (E1) Sta E1<25. 25. < E1 < 35. E1<25. (km) (titik) (%) (titik) (%) (titik) (%) 121+.5-122+.1 6 9.84 122+.2-124+.4 22 36.7 124+.5-124+.6 1 1.64 124+.7-124+.9 2 3.28 125+. - 126+.2 12 19.67 126+.3-127+.6 13 21.31 122+.1-122+.2 1 1.64 124+.4-124+.5 1 1.64 124+.6-124+.7 1 1.64 124+.9-125+. 1 1.64 126+.2-126+.3 1 1.64 JUMLAH 56 91.8 5 8.2.

86 Dari Tabel V.25. diatas menunjukan bahwa sebesar 91,8 % (56 titik) memiliki modulus elastisitas E1 (PCC) < 25. Mpa, hal ini menunjukan bahwa PCC tersebut sudah mengalami retak retak, baik retak terlihat maupun retak tak terlihat (retak halus) sedangkan jumlah terbanyak terdapat pada Sta 122+2 s/d 124+3, 8,2 % (5 titik) masih dalam kondisi baik yaitu masih dalam batas yang diijinkan. Gambar V.11. Kondisi Visual perkerasan lajur B segmen Padalarang Pasteur/Baros antara Sta 121+8 s/d 124+

87 Gambar V.11. Kondisi Visual perkerasan jalur B segmen Padalarang Pasteur/Baros (lanjutan) antara Sta 121+8 s/d 124+ Gambar V.12. Kondisi Visual perkerasan jalur B segmen Pasteur/Baros Pasirkoja antara Sta 124+ s/d 128+6

88 Gambar V.12. Kondisi Visual perkerasan segmen Pasteur/Baros Pasirkoja (lanjutan) antara Sta 124+ s/d 128+6

89 Gambar V.13. Kondisi Visual perkerasan segmen Pasteur/Baros Pasirkoja antara Sta 184+6 s/d 131+4 Tabel V.26. Rangkuman Modulus Elastisitas E1 (PCC) Lajur B2 segmen Padalarang Pasteur/Baros Kondisi Modulus Elastisitas Lapisan Permukaan PCC (E1) Sta E1<25. 25. < E1 < 35. E1<25. (km) (titik) (%) (titik) (%) (titik) (%) 121+.5-124+.6 31 5.82 124+.7-124+.8 1 1.64 124+.9-126+.4 15 24.59 126+.6-126+.8 2 3.28 126+.9-127+.3 4 6.56 127+.4-127+.6 2 3.28 124+.6-124+.7 1 1.64 124+.8-124+.9 1 1.64 126+.4-126+.6 2 3.28 126+.8-126+.9 1 1.64 127+.3-127+.4 1 1.64 JUMLAH 55 9.16 6 9.84.

9 Dari Tabel V.26. diatas menunjukan bahwa sebesar 9,16 % (31 titik) memiliki modulus elastisitas E1 (PCC) < 25. Mpa, hal ini menunjukan bahwa PCC tersebut sudah mengalami retak retak, baik retak terlihat maupun retak tak terlihat (retak halus) sedangkan jumlah terbanyak terdapat pada Sta 121+5 s/d 124+6, 9,84 % (6 titik) masih dalam kondisi baik yaitu masih dalam batas yang diijinkan. Tabel V.27. Rangkuman Modulus Elastisitas E1 (PCC) Lajur A1 segmen Pasteur/Baros - Pasirkoja Kondisi Modulus Elastisitas Lapisan Permukaan PCC (E1) 25. < E1 < Sta E1<25. 35. E1>35. (km) (titik) (%) (titik) (%) (titik) (%) 127+.7-129+.1 14 28. 129+.2-129+.4 2 4. 129+.5-13+. 5 1. 13+.1-13+.8 7 14. 13+.9-131+.8 9 18. 132+. - 132+.2 2 4. 132+.4-132+.7 3 6. 129+.4-129+.5 1 2. 13+. - 13+.1 1 2. 13+.8-13+.9 1 2. 131+.8-132+. 2 4. 132+.2-132+.3 1 2. 129+.1-129+.2 1 2. 132+.3-132+.4 1 2. JUMLAH 42 84. 6 12. 2 4. Dari Tabel V.27. diatas menunjukan bahwa sebesar 84, % (42 titik) memiliki modulus elastisitas E1 (PCC) < 25. Mpa, hal ini menunjukan bahwa PCC tersebut sudah mengalami retak retak, baik retak terlihat maupun retak tak terlihat (retak halus) sedangkan jumlah terbanyak terdapat pada Sta 127+7 s/d 129+1, 12, % (6 titik) masih dalam kondisi baik yaitu masih dalam batas yang diijinkan, sedangkan 4, % (2 titik) diatas batas yang diijinkan.

91 Tabel V.28. Rangkuman Modulus Elastisitas E1 (PCC) Lajur A2 segmen Pasteur/Baros - Pasirkoja Kondisi Modulus Elastisitas Lapisan Permukaan PCC (E1) Sta E1<25. 25. < E1 < 35. E1<25. (km) (titik) (%) (titik) (%) (titik) (%) 127+.8-128+. 2 4. 128+.1-129+.9 18 36. 13+. - 13+.6 6 12. 13+.8-131+. 2 4. 131+.1-131+.4 3 6. 131+.5-131+.8 3 6. 131+.9-132+. 1 2. 132+.2-132+.7 5 1. 127+.7-127+.8 1 2. 128+. - 128+.1 1 2. 129+.9-13+. 1 2. 13+.6-13+.8 2 4. 131+. - 131+.1 1 2. 131+.4-131+.5 1 2. 131+.8-131+.9 1 2. 132+. - 132+.2 2 4. JUMLAH 4 8. 1 2.. Dari Tabel V.28. diatas menunjukan bahwa sebesar 8, % (4 titik) memiliki modulus elastisitas E1 (PCC) < 25. Mpa, hal ini menunjukan bahwa PCC tersebut sudah mengalami retak retak, baik retak terlihat maupun retak tak terlihat (retak halus) sedangkan jumlah terbanyak terdapat pada Sta 128+1 s/d 129+9, 1, % (1 titik) masih dalam kondisi baik yaitu masih dalam batas yang diijinkan. Tabel V.29. Rangkuman Modulus Elastisitas E1 (PCC) Lajur B1 segmen Pasteur/Baros - Pasirkoja Kondisi Modulus Elastisitas Lapisan Permukaan PCC (E1) Sta E1<25. 25. < E1 < 35. E1<25. (km) (titik) (%) (titik) (%) (titik) (%) 127+.7-129+.9 23 46. 13+. - 13+.8 8 16. 13+.9-131+.1 2 4. 131+.2-131+.8 6 12. 131+.9-132+. 1 2. 132+.1-132+.4 3 6. 129+.9-13+. 1 2. 13+.8-13+.9 1 2. 131+.1-131+.2 1 2. 131+.8-131+.9 1 2. 132+. - 132+.1 1 2. 132+.4-132+.5 1 2. 132+.5-132+.6 1 2. JUMLAH 43 86. 6 12. 1 2.

92 Dari Tabel V.29. diatas menunjukan bahwa sebesar 86, % (23 titik) memiliki modulus elastisitas E1 (PCC) < 25. Mpa, hal ini menunjukan bahwa PCC tersebut sudah mengalami retak retak, baik retak terlihat maupun retak tak terlihat (retak halus) sedangkan jumlah terbanyak terdapat pada Sta 127+7 s/d 129+9, 12, % (6 titik) masih dalam kondisi baik yaitu masih dalam batas yang diijinkan, sedangkan 2, % (1 titik) diatas batas yang diijinkan. Tabel V.3. Rangkuman Modulus Elastisitas E1 (PCC) Lajur B2 segmen Pasteur/Baros - Pasirkoja Kondisi Modulus Elastisitas Lapisan Permukaan PCC (E1) Sta E1<25. 25. < E1 < 35. E1<25. (km) (titik) (%) (titik) (%) (titik) (%) 127+.8-128+.1 3 6. 128+.2-128+.8 6 12. 129+.1-129+.2 1 2. 129+.4-129+.5 1 2. 129+.8-13+.1 3 6. 13+.4-13+.6 2 4. 13+.7-131+.5 8 16. 131+.6-131+.7 1 2. 131+.8-131+.9 1 2. 132+. - 132+.4 4 8. 127+.7-127+.8 1 2. 128+.1-128+.2 1 2. 128+.8-129+.1 3 6. 129+.2-129+.4 2 4. 129+.6-129+.8 2 4. 13+.1-13+.4 3 6. 13+.6-13+.7 1 2. 131+.5-131+.6 1 2. 131+.9-132+.1 2 4. 132+.4-132+.6 2 4. 129+.5-129+.6 1 2. 131+.7-131+.8 1 2. JUMLAH 3 6. 18 36. 2 4. Dari Tabel V.3. diatas menunjukan bahwa sebesar 6, % (3 titik) memiliki modulus elastisitas E1 (PCC) < 25. Mpa, hal ini menunjukan bahwa PCC tersebut sudah mengalami retak retak, baik retak terlihat maupun retak tak terlihat (retak halus) sedangkan jumlah terbanyak terdapat pada Sta 13+7 s/d 131+7, 36, % (18 titik) masih dalam kondisi baik yaitu masih dalam batas yang diijinkan, sedangkan 4, % (2 titik) diatas batas yang diijinkan. V.3.3. Analisis Umur Sisa Perkerasan Dengan menjumlahkan beban sumbu kritis untuk tegangan dan regangan maksimum yang terjadi dari desain beban roda maka dapat ditentukan umur sisa perkerasan. Umur sisa

93 perkerasan akan menunjukkan bagaimana kondisi perkerasan saat ini, apakah masih sesuai dengan kondisi rencana. Pada analisis Program ELCON yang dilakukan, diperoleh umur sisa yang diakibatkan oleh lendutan di tengah pelat yang bisa digunakan untuk menentukan tebal overlay yang dibutuhkan. Semakin kecil umur sisa perkerasan, akan diperlukan tebal overlay, yang dibutuhkan yang lebih besar. Hasil analisis umur sisa (residual life) akibat lendutan di tengah pelat dengan menggunakan Program ELCON ditampilkan pada gambar-gambar berikut : 22 17 Umur Sisa (Tahun) 12 7 2 121+.6 122+.1 122+.6 123+.1 123+.6 124+.1 124+.6 125+.1 125+.6 126+.1 126+.6 127+.1 127+.6-3 Sta (km ) Gambar V.14. Umur sisa akibat lendutan (lajur A1) segmen Padalarang - Pasteur/Baros 2 15 Umur Sisa (Tahun) 1 5 121+.5 122+. 122+.5 123+.1 123+.6 124+.2 124+.7 125+.2 125+.7 126+.2 126+.7 127+.2 127+.7 Sta (km ) Gambar V.15. Umur sisa akibat lendutan (lajur A2) segmen Padalarang - Pasteur/Baros

94 2 15 Umur Sisa (Tahun) 1 5 121+.5 122+.1 122+.6 123+.2 123+.7 124+.2 124+.7 125+.2 125+.7 126+.2 126+.7 127+.2 Sta (km ) Gambar V.16. Umur sisa akibat lendutan (lajur B1) segmen Padalarang - Pasteur/Baros 2 15 Umur Sisa (Tahun) 1 5 121+.3 121+.9 122+.4 123+.1 123+.6 124+.1 124+.6 125+.1 125+.6 126+.1 126+.6 127+.1 127+.6 Sta (km ) Gambar V.17. Umur sisa akibat lendutan (lajur B2) segmen Padalarang - Pasteur/Baros 2 15 Umur Sisa (Tahun) 1 5 127+.7 128+.2 128+.7 129+.2 129+.7 13+.2 13+.7 131+.2 131+.7 132+.2 Sta (km) Gambar V.18. Umur sisa akibat lendutan (lajur A1) segmen Pasteur/Baros Pasirkoja

95 2 15 Umur Sisa (Tahun) 1 5 127+.7 128+.2 128+.7 129+.2 129+.7 13+.2 13+.7 131+.2 131+.7 132+.2 Sta (km) Gambar V.19. Umur sisa akibat lendutan (lajur A2) segmen Pasteur/Baros - Pasirkoja 2 15 Umur Sisa (Tahun) 1 5 127+.7 128+.2 128+.7 129+.2 129+.7 13+.2 13+.7 131+.2 131+.7 132+.2 Sta (km ) Gambar V.2. Umur sisa akibat lendutan (lajur B1) segmen Pasteur/Baros Pasirkoja 2 15 Umur Sisa (Tahun) 1 5 127+.7 128+.1 128+.6 129+.2 129+.6 13+.1 13+.7 131+.1 131+.7 132+.1 Sta (km) Gambar V.21. Umur sisa akibat lendutan (lajur B2) segmen Pasteur/Baros - Pasirkoja

96 Jika memperhatikan gambar di atas, maka umur sisa perkerasan pada setiap lajur bervariasi mulai dari umur sisa tahun sampai dengan 2 tahun. Pada Lajur yang mempunyai umur sisa terendah yaitu tahun, hal ini menggambarkan bahwa kinerja perkerasan sudah tidak mampu lagi menahan beban lalu lintas. Sedangkan umur sisa maksimum pada semua lajur adalah di atas 2 tahun, dengan kata lain bahwa umur perkerasan masih mampu untuk menahan beban lalu lintas sama dengan umur rencana perkerasan. V.3.4. Analisis Tebal Lapisan Tambahan (Overlay) Dalam menentukan tebal lapis tambahan (overlay) didasarkan pada jumlah beban lalu lintas (ESAL) dan umur sisa (residual life) perkerasan. Kondisi tebal overlay akibat lendutan di tengah pelat hasil analisis Program ELCON adalah sebagai berikut: 45 4 35 3 Overlay (mm) 25 2 15 1 5 121+.6 122+.1 122+.6 123+.1 123+.6 124+.1 124+.6 125+.1 125+.6 126+.1 126+.6 127+.1 127+.6 Sta (km) Gambar V.22. Tebal lapis tambahan (overlay)- lajur A1 segmen Padalarang - Pasteur/Baros 3 25 2 Overlay (mm) 15 1 5 1 6 11 16 21 26 31 36 41 46 51 56 61 Sta (km) Gambar V.23. Tebal lapis tambahan (overlay)- lajur A2 segmen Padalarang - Pasteur/Baros

97 9 8 7 6 Overlay (mm) 5 4 3 2 1 121+.5 122+.1 122+.6 123+.2 123+.7 124+.2 124+.7 125+.2 125+.7 126+.2 126+.7 127+.2 Sta (km) Gambar V.24. Tebal lapis tambahan (overlay)- lajur B1 segmen Padalarang - Pasteur/Baros 4 35 3 25 Overlay (mm) 2 15 1 5 121+.3 121+.9 122+.4 123+.1 123+.6 124+.1 124+.6 125+.1 125+.6 126+.1 126+.6 127+.1 127+.6 Sta (km ) Gambar V.25. Tebal lapis tambahan (overlay)- lajur B2 segmen Padalarang - Pasteur/Baros 6 5 4 Overlay (mm) 3 2 1 127+.7 128+.2 128+.7 129+.2 129+.7 13+.2 13+.7 131+.2 131+.7 132+.2 Sta (km) Gambar V.26. Tebal lapis tambahan (overlay)- lajur A1 segmen Pasteur/Baros Pasirkoja

98 8 7 6 5 Overlay (mm) 4 3 2 1 127+.7 128+.2 128+.7 129+.2 129+.7 13+.2 13+.7 131+.2 131+.7 132+.2 Sta (km ) Gambar V.27. Tebal lapis tambahan (overlay)- lajur A2 segmen Pasteur/Baros Pasirkoja 8 7 6 5 Overlay (mm) 4 3 2 1 127+.7 128+.2 128+.7 129+.2 129+.7 13+.2 13+.7 131+.2 131+.7 132+.2 Sta (km) Gambar V.28. Tebal lapis tambahan (overlay)- lajur B1 segmen Pasteur/Baros - Pasirkoja 35 3 25 Overlay (mm) 2 15 1 5 127+.7 128+.1 128+.6 129+.2 129+.6 13+.1 13+.7 131+.1 131+.7 132+.1 Sta (km ) Gambar V.29. Tebal lapis tambahan (overlay)- lajur B2 segmen Pasteur/Baros - Pasirkoja

99 Tabel V.31. Perbandingan tebal overlay segmen Padalarang - Pasteur/Baros Titik Sta Tebal Overlay Tiap Lajur Lajur A1 Lajur A2 Lajur B1 Lajur B2 1 121+.6 74 442 35 2 121+.7 116 5 424 186 3 121+.8 127 39 482 185 4 121+.9 131 71 454 326 5 122+. 96 497 261 6 122+.1 6 73 557 262 7 122+.2 94 34 237 8 122+.3 81 485 322 9 122+.4 7 489 325 1 122+.5 59 27 484 23 11 122+.6 5 432 255 12 122+.7 135 497 32 13 122+.8 17 346 32 14 122+.9 134 8 459 284 15 123+. 125 575 315 16 123+.1 81 481 342 17 123+.2 14 34 48 319 18 123+.3 135 437 276 19 123+.4 97 434 257 2 123+.5 9 395 217 21 123+.6 92 7 435 314 22 123+.7 77 457 2 23 123+.8 34 484 217 24 123+.9 81 487 25 25 124+. 137 65 259 26 124+.1 195 479 377 27 124+.2 13 6 441 35 28 124+.3 411 329 29 124+.4 32 366 186 3 124+.5 1 16 382 314 31 124+.6 69 369 292 32 124+.7 482 152 33 124+.8 2 65 455 231 34 124+.9 46 36 326 35 125+. 75 62 122 36 125+.1 12 43 297 37 125+.2 114 446 194 38 125+.3 14 222 495 266 39 125+.4 82 67 495 29 4 125+.5 121 71 435 329 41 125+.6 14 476 3 42 125+.7 133 74 449 22 43 125+.8 74 412 296 44 125+.9 99 415 266 45 126+. 16 542 292

1 Tabel V.31. Perbandingan tebal overlay segmen Padalarang - Pasteur/Baros (lanjutan) Titik Sta Tebal Overlay Tiap Lajur Lajur A1 Lajur A2 Lajur B1 Lajur B2 46 126+.1 6 431 37 47 126+.2 14 39 32 48 126+.3 46 75 395 24 49 126+.4 6 422 31 5 126+.5 472 281 51 126+.6 65 485 17 52 126+.7 136 35 444 256 53 126+.8 459 277 54 126+.9 11 446 229 55 127+. 762 116 56 127+.1 41 44 221 57 127+.2 48 497 276 58 127+.3 431 195 59 127+.4 432 139 6 127+.5 99 489 297 61 127+.6 116 4 431 24 Lendutan Rata - Rata 65.2 21.33 466.8 266.77 Jumlah Titik (d) 61 61 61 61 Standar Deviasi (S) 52.8 39.2 71.51 6.55 D wakil 153.75 88.62 576.43 361.7 Penanganan Khusus 1 1 3 2 Dari Tabel V.31 di atas, tidak semua lajur perlu dilakukan overlay terutama pada Jalur A (124+3-124+4, 124+7-124+8, 126+5-126+6, 126+8-126+9, 127+- 127+1, 127+3-127+5), Pada Lajur A1 dan Lajur A2 diperlukan tebal overlay lebih kecil dibandingkan dengan tebal overlay yang diperlukan pada Lajur Bl dan Lajur B2, karena pada A1 dan Lajur A2 menerima beban lalu lintas lebih kecil dibandingkan dengan Lajur Bl dan Lajur B2 hal ini dapat dilihat dari nilai kumulatif ESAL. Tebal overlay maksimum yang diperlukan adalah 762 mm yaitu pada Lajur B1 (127+-127+1) dan sepanjang Segmen Lajur B1 memerlukan tebal overlay maksimum yang lebih besar dibandingkan lajur-lajur lainnya.

11 25 Gambar Overlay Lajur A1, A2 dan wakil A1&A2 Lajur A1 Lajur A2 2 Tebal Overlay (mm) 15 1 5 121+.6 122+.1 122+.6 123+.1 123+.6 124+.1 124+.6 125+.1 125+.6 126+.1 126+.6 127+.1 127+.6 Sta (Km) Gambar V.3. Tebal lapis tambahan (overlay) Jalur A segmen Padalarang - Pasteur/Baros 11

12 9 Gambar Overlay Lajur B1 dan B2 8 7 Tebal Overlay (mm) 6 5 4 3 Lajur B1 Lajur B2 2 1 121+.6 122+.1 122+.6 123+.1 123+.6 124+.1 124+.6 125+.1 125+.6 126+.1 126+.6 127+.1 127+.6 Sta (km) Gambar V.31. Tebal lapis tambahan (overlay) Jalur B segmen Padalarang - Pasteur/Baros 12

13 Tabel V.32. Perbandingan tebal overlay segmen Pasteur/Baros Pasirkoja Titik Sta Tebal Overlay Tiap Lajur Lajur A1 Lajur A2 Lajur B1 Lajur B2 1 127+.7 134 444 236 2 127+.8 59 67 442 79 3 127+.9 139 66 447 279 4 128+. 129 62 44 276 5 128+.1 149 66 184 6 128+.2 126 5 451 136 7 128+.3 124 56 325 111 8 128+.4 61 67 422 197 9 128+.5 16 3 444 226 1 128+.6 139 18 454 287 11 128+.7 135 452 26 12 128+.8 99 415 269 13 128+.9 2 36 415 116 14 129+. 66 437 126 15 129+.1 16 452 91 16 129+.2 425 157 17 129+.3 132 419 127 18 129+.4 63 11 45 131 19 129+.5 396 197 2 129+.6 24 385 39 21 129+.7 29 356 12 22 129+.8 19 385 17 23 129+.9 17 417 195 24 13+. 527 292 295 25 13+.1 5 681 2 26 13+.2 15 452 85 27 13+.3 64 4 49 97 28 13+.4 94 414 126 29 13+.5 42 292 3 13+.6 1 11 337 212 31 13+.7 435 132 32 13+.8 11 444 294 33 13+.9 31 276 34 131+. 133 296 282 35 131+.1 277 385 257 36 131+.2 35 314 37 131+.3 77 34 271 38 131+.4 7 42 392 295 39 131+.5 362 277 4 131+.6 37 4 7 41 131+.7 8 376 151 42 131+.8 25 275 61 43 131+.9 361 166 44 132+. 365 87 45 132+.1 5 297 99

14 Tabel V.32. Perbandingan tebal overlay segmen Pasteur/Baros Pasirkoja (lanjutan) Titik Sta Tebal Overlay Tiap Lajur Lajur A1 Lajur A2 Lajur B1 Lajur B2 46 132+.2 342 132 47 132+.3 357 191 48 132+.4 37 446 242 49 132+.5 29 44 316 96 5 132+.6 31 39 22 24 Lendutan Rata-Rata 69.4 11.98 398.52 182.28 Standar Deviasi (S) 88.72 21.56 8.7 79.4 D wakil 214.54 47.33 53.87 312.5 Penanganan Khusus 2 5 49 49 Dari Tabel V.32. di atas, tidak semua lajur perlu dilakukan overlay terutama pada Jalur A (129+2-129+3, 13+5-13+6, 13+7-13+8, 13+9-131+, 131+2-131+3, 131+5-131+6, 131+9-132+1, 132+2-132+4), Pada Lajur A1 dan Lajur A2 diperlukan tebal overlay lebih kecil dibandingkan dengan tebal overlay yang diperlukan pada Lajur Bl dan Lajur B2, karena pada Lajur A1 dan Lajur A2 menerima beban lalu lintas lebih kecil dibandingkan dengan Lajur Bl dan Lajur B2, hal ini dapat dilihat dari nilai kumulatif ESAL. Tebal overlay maksimum yang diperlukan adalah 681 mm yaitu pada Lajur B1 (13+1-13+2) dan sepanjang Segmen Lajur B1 memerlukan tebal overlay maksimum yang lebih besar dibandingkan lajur-lajur lainnya.

15 6 Gambar Overlay Lajur A1 dan A2 5 Tebal Overlay (mm) 4 3 2 Lajur A1 Lajur A2 1 127+.7 128+.2 128+.7 129+.2 129+.7 13+.2 13+.7 131+.2 131+.7 132+.2 Sta (km) Gambar V.32. Tebal lapis tambahan (overlay) Jalur A segmen Pasteur/Baros - Pasirkoja 15

16 8 Gambar Overlay Lajur B1 dan B2 7 6 Tebal Overlay (mm) 5 4 3 Lajur B1 Lajur B2 2 1 127+.7 128+.2 128+.7 129+.2 129+.7 13+.2 13+.7 131+.2 131+.7 132+.2 Sta (km) Gambar V.33. Tebal lapis tambahan (overlay) Jalur B segmen Pasteur/Baros - Pasirkoja 16

17 Dari hasil analisis Program ELCON pada titik-titik tertentu diperoleh ketebalan overlay yang cukup besar, hal ini tidak mungkin untuk dilakukan. Oleh karena itu, sebelum dilakukan overlay harus dilakukan penelitian dan penanganan khusus sehingga dapat ditentukan penanganan yang harus dilakukan. Pekerjaan yang mungkin dilakukan sebelum dilakukan overlay, antara lain: Dilakukan pembongkaran struktur perkerasan dan diganti perkerasan baru apabila sudah terjadi retak yang sangat parah dan terjadi penurunan yang cukup tinggi. Dilakukan grouting apabila terjadi rongga di bawah lapisan perkerasan. Dilakukan grouting pada perkerasan yang sudah terjadi retak yang cukup besar. Dilakukan penambalan pada perkerasan yang terjadi spalling dan lubang, perbaikan joint sealent atau pekerjaan lain yang mungkin harus dilakukan. Dalam berbagai literatur bahwa ketebalan lapis tambahan (overlay) perkerasan lentur yang diletakkan langsung di atas perkerasan kaku dianjurkan minimum 1 mm. Apabila ketebalan lapis tambahan cukup tebal yaitu lebih dari 18 mm, maka struktur lapis tambahan dapat menggunakan lapisan peredam retak sebagai berikut: Aspal beton gradasi rapat sebagai lapisan aus Aspal beton gradasi rapat sebagai lapisan perata Lapis aspal beton sebagai lapisan peredam retak Sedangkan untuk ketebalan lapis tambahan (overlay) perkerasan lentur di atas perkerasan kaku yang sudah dilakukan overlay, tetapi bertujuan untuk perbaikan kekesatan dan leveling maka perkerasan lama dianggap sebagai perkerasan kaku Ketebalan lapis tambahan (overlay) yang dianjurkan minimum 1 mm. Dengan melihat besaran ketebalan overlay yang diperlukan pada Jalur A dan Jalur B untuk segmen padalarang Pasteur/Baros dan Pasteur Pasirkoja seperti pada Tabel V.31. dan Tabel.V.32. maka dengan pertimbangan efisiensi, kemudahan pengerjaan dan jumlah titik yang tidak memerlukan overlay dihitung tebal overlay yang mewakili tiap jalur sebagai berikut :