BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian umum Salah satu bagian program pemerintah adalah pembangunan jalan raya, sehingga jalan yang dibangun dapat memberikan pelayanan yang optimal kepada pemakai jalan raya sesuai dengan fungsinya. Pengertian jalan raya adalah suatu lintasan yang bertujuan melewatkan lalu lintas dari suatu tempat ke tempat yang lainnya. Arti lintasan menyangkut jalur tanah yang diperkuat dan arti lalu lintas menyangkut semua benda dan makhluk hidup yang lewat dijalan tersebut. Tanah saja tidak cukup kuat dan tahan tanpa adanya deformasi yang berarti terhadap beban roda berulang. Untuk itu perlu lapis tambahan yang terletak antara tanah dan roda, atau lapis paling atas dari badan jalan Klasifikasi jalan Jalan raya pada umumnya dapat digolongkan dalam 4 klasifikasi yaitu: klasifikasi menurut peranan jalan, klasifikasi menurut fungsi jalan, klasifikasi menurut kelas jalan dan klasifikasi menurut wewenang pembinaan jalan (Bina Marga 1997). II-1

2 Klasifikasi menurut peranan jalan Klasifikasi menurut peranan jalan terdiri atas 3 golongan yaitu: 1) Jalan arteri yaitu jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien. 2) Jalan kolektor yaitu jalan yang melayani angkutan pengumpul/pembagi dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi. 3) Jalan lokal yaitu Jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi Klasifikasi jalan menurut fungsi jalan Klasifikasi jalan menurut fungsinya terdiri dari: 1) Jalan arteri primer - Kecepatan rencana > 60 km/jam. - Lebar badan jalan > 8 m. - Kapasitas jalan lebih besar dari volume lalu lintas ratarata. - Jalan masuk dibatasi secara efisien sehingga kecepatan rencana dan kapasitas jalan dapat tercapai. - Tidak boleh terganggu oleh kegiatan lokal. - Jalan arteri primer tidak terputus walaupun memasuki kota. II-2

3 2) Jalan kolektor primer - Kecepatan rencana > 40 km/jam. - Lebar badan jalan > 7m. - Kapasitas lebih besar atau sama dengan volume lalu lintas rata-rata. - Jalan kolektor primer tidak terputus walaupun memasuki daerah kota. - Jalan masuk dibatasi sehingga kecepatan rencana dan kapasitas jalan tidak terganggu. 3) Jalan lokal primer - Kecepatan rencana > 20 km/jam. - Lebar badan jalan > 6m. - Jalan lokal primer tidak terputus walaupun memasuki desa. 4) Jalan arteri sekunder - Kecepatan rencana > 30 km/jam. - Lebar badan jalan > 8m. - Kapasitas jalan sama atau lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata. - Tidak boleh diganggu oleh lalu lintas lambat. 5) Jalan kolektor sekunder - Kecepatan rencana > 20 km/jam. - Lebar badan jalan > 7m. II-3

4 6) Jalan lokal sekunder - Kecepatan rencana > 10 km/jam. - Lebar badan jalan > 5m Klasifikasi jalan menurut wewenang pembinaannya Klasifikasi jalan menurut wewenang pembinaannya terdiri dari : 1) Jalan Nasional Adalah jalan arteri primer, jalan kolektor primer, yang menghubungkan antara ibukota propinsi. Penetapan status jalan nasional dilakukan oleh keputusan Menteri. 2) Jalan Propinsi Adalah jalan kolektor primer yang menghubungkan ibukota propinsi dengan ibukota kabupaten/kodya atau antar kabupaten/kodya. Penetapan status atas usulan Pemda Tingkat I oleh keputusan Menteri Dalam Negeri. 3) Jalan Kabupaten Adalah jalan yang menghubungkan antara ibu kota propinsi dengan ibu kota kabupaten atau ibu kota kabupaten dengan ibu kota kecamatan, juga antar desa dalam satu kabupaten. 4) Jalan Kotamadya Adalah jalan sekunder didalam kodya. Penetapan status jalan kodya dilakukan dengan keputusan Gubernur tingkat I atas usul pemda Kodya yang bersangkutan. II-4

5 5) Jalan Khusus Adalah jalan yang dibangun dan dipelihara oleh instansi/badan khusus atau perorangan untuk melayani kepentingan masingmasing. Penetapan status oleh instansi yang bersangkutan dengan memperhatikan pedoman yang ditetapkan menteri PU. 6) Jalan Tol Adalah jalan yang dibangun dimana pemilikan dan hak penyelenggaraannya ada pada pemerintah. 7) Jalan Desa Adalah jalan sederhana yang dibangun secara swadaya oleh masyarakat desa dan mengakses ke jalan Kabupaten/Kodya. Biasanya untuk kepentingan warga setempat agar lebih mudah memasarkan hasil bumi/pertanian mereka Klasifikasi jalan menurut kelas jalan Dalam hubungan perencanaan jalan raya, ketiga golongan jalan raya menurut fungsinya tersebut dibagi dalam kelas-kelas yang penerapannya sangat dipengaruhi oleh perkiraan besarnya lalu lintas yang diharapkan dijalan tersebut. Klasifikasi menurut kelas jalan berkaitan dengan kemampuan jalan untuk menerima beban lalu lintas, dinyatakan dalam muatan sumbu terberat (MST) dalam satuan ton yaitu antara lain: II-5

6 1) Jalan kelas I Jalan ini untuk semua jalan utama dan diutamakan untuk melayani lalulintas cepat dan berat. Tidak terdapat kendaraan lambat dan tidak bermotor. Jalan kelas I merupakan jalan yang berjalur banyak dengan perkerasan dari jenis terbaik atau lalulintas dengan pelayanan tinggi. 2) Jalan kelas II Jalan ini mencakup jalan-jalan sekunder yang melayani lalulintas lambat. Berdasarkan sifat komposisi lalulintasnya dibagi menjadi tiga, yaitu kelas IIA, IIB, IIC. a) Kelas IIA Jalan kelas IIA merupakan jalur-jalur sekunder dua jalur dengan permukaan jalan dari beton (hotmix). Lalulintas lambat dan tanpa kendaraan tak bermotor. b) Kelas IIB Jalan IIB merupakan jalan sekunder dua jalur, tanpa kendaraan lambat dan tanpa kendaraan bermotor. c) Kelas IIC Jalan raya sekunder dua jalur dengan konstruksi permukaan jalan terdapat kendaraan lambat dan kendaraan tak bermotor. 3) Jalan kelas III Mencakup semua jalan-jalan penghubung dan berkonstruksi berjalur tunggal atau dua. Konstruksi permukaan paling tinggi adalah pelebaran dengan aspal. II-6

7 2.1.2.Bagian-bagian jalan Rumaja (Ruang manfaat jalan) RUMAJA (Ruang Manfaat Jalan) adalah daerah jalan yang dibatasi oleh batas ambang pengaman konstruksi jalan di kedua sisi jalan, tinggi 5 meter diatas permukaan perkerasan pada sumbu jalan dan kedalaman ruang bebas 1,5 meter di bawah muka jalan Rumija (Ruang milik jalan) RUMIJA (Ruang Milik Jalan) adalah daerah jalan yang dibatasi oleh lebar yang sama dengan Rumaja ditambah ambang pengaman konstruksi jalan dengan tinggi 5 meter dan kedalaman 1,5 meter Ruwasja (Ruang pengawasan jalan) RUWASJA (Ruang Pengawasan Jalan) adalah ruang sepanjang jalan di luar Rumaja yang dibatasi oleh tinggi dan lebar tertentu, diukur dari sumbu jalan sebagai berikut : a) Jalan Arteri minimum 20 meter, b) Jalan Kolektor minimum 15 meter, c) Jalan lokal minimum 10 meter. Untuk keselamatan pemakai jalan, Ruwasja di daerah tikungan ditentukan oleh jarak pandang bebas. Gambar 2.1. Penampang melintang jalan. II-7

8 2.1.3.Jenis-jenis perkerasan Perkerasan kaku (Rigid Pavement) Perkerasan kaku yaitu perkerasan yang menggunakan semen (Portland Cement) sebagai bahan pengikat. Pelat beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan diatas tanah dasar dengan atau tanpa lapisan pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh pelat beton Perkerasan lentur (Flexible Pavement) Perkerasan lentur yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan-lapisan perkerasannya bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar. Perkerasan lentur terdiri dari tiga lapisan utama, yaitu: lapis permukaan (surface course), lapis pondasi (base course) dan lapis pondasi bawah (subbase course). Ketebalan ketiga lapisan ini yang menjadi kekuatan dari perkerasan lentur Perkerasan komposit (Composite Pavement) Perkerasan komposit yaitu perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur diatas perkerasan kaku, atau perkerasan kaku diatas perkerasan lentur. II-8

9 2.2. Perencanaan perkerasan jalan beton Susunan lapisan pada perkerasan jalan beton terdiri dari dua lapis, yaitu lapis beton dan lapis pondasi di bawahnya. Lapis beton tersebut dikerjakan secara per segmen dan lapis beton tersebut berada di atas lapis pondasi yang bisa berupa material berbutir dengan tebal minimal 15 cm atau campuran beton kurus (leanmix-concrete) dengan tebal minimal 10 cm. Gambar 2.2. Detail lapisan perkerasan kaku. Hal ini tentu berbeda dengan jalan aspal yang konstruksinya terdiri dari tiga lapis, yaitu: lapisan aspal, lapisan pondasi atas, lapisan pondasi bawah. Kekuatan jalan aspal lebih didukung oleh lapisan perkuatan pondasi dibawahnya, maka pondasi untuk konstruksi jalan aspal relatif lebih tebal (minimal 12-15cm). II-9

10 Perbedaan antara perkerasan lentur (flexible pavement) dengan perkerasan kaku (rigid pavement) yaitu : Tabel 2.1. Perbedaan antara perkerasan kaku dengan perkerasan lentur No. Perbedaan Perkerasan kaku Perkerasan lentur 1. Distribusi merata. Terpusat. tegangan 2. Susunan perkerasan Dua lapis yaitu: lapis beton dan lapis pondasi. Tiga lapis yaitu: lapis aspal, lapis pondasi atas, lapis pondasi bawah. 3. Tebal sub base Relatif lebih tipis. Relatif lebih tebal. 4. Kekuatan Lebih ditentukan oleh tebal dan kualitas beton itu sendiri. Ditentukan lapisan pondasi bawah (maka pondasi lebih tebal). 5. Perawatan Lebih awet, direncanakan tahun. 6. Daya tahan beban Untuk menahan beban lalu lintas berat. 7. Metode pengerjaan Per segmen (dengan bekisting) 8. Biaya perawatan Biasanya hanya pada sambungan (biaya relatif kecil). Sumber : Perkerasan Jalan Beton Semen Portland Metode AASHTO, Perawatan berkala 3-5 tahun. Untuk menahan beban lalu lintas ringan dan sedang. Langsung dihamparkan. Mahal (mencapai dua kali mahal dari perkerasan kaku) Faktor-faktor yang mempengaruhi perencanaan Tingkat pelayanan jalan Suatu kondisi jalan yang menggambarkan tingkat pelayanan intensitas lalu lintas yang akan direncanakan dengan melihat rasio volume lalu lintas terhadap kapasitas jalan dan dipergunakan sebagai indikator tingkat kinerja dari suatu ruas jalan yang biasa II-10

11 disebut derajat kejenuhan (DS). Nilai derajat kejenuhan menunjukan apakah segmen jalan akan mempunyai masalah kapasitas atau tidak. Semakin besar DS akan menunjukan kinerja jalan yang jelek. Untuk mendapatkan derajat kejenuhan digunakan rumus : = ܦ ௩௨ ௨௧௦ ௦௧௦ = Menurut tingkat pelayanan jalan dibagi menjadi 6 keadaan yaitu: a) Tingkat pelayanan A, dengan kondisi : Arus lalu lintas bebas tanpa hambatan. Volume dan kepadatan lalu lintas rendah. Kecepatan kendaraan merupakan pilihan pengemudi. b) Tingkat pelayanan B, dengan kondisi : Arus lalu lintas stabil. Kecepatan mulai dipengaruhi oleh lalu lintas, tetapi tetap dapat dipilih sesuai kehendak pengemudi. c) Tingkat pelayanan C, dengan kondisi : Arus lalu lintas stabil. Kecepatan mulai dipengaruhi oleh volume lalu lintas sehingga tidak dapat dipilih lagi oleh pengemudi. d) Tingkat pelayanan D, dengan kondisi : Arus lalu lintas mulai tidak stabil. Perubahan volume lalu lintas sangat mempengaruhi besarnya kecepatan. II-11

12 e) Tingkat pelayanan E, dengan kondisi : Arus lalu lintas sudah tidak stabil. Volume kira-kira sama dengan kapasitas. Sering terjadi kemacetan. f) Tingkat pelayanan F, dengan kondisi : Arus lalu lintas tertahan pada kecepatan rendah. Sering terjadi kemacetan. Hubungan tingkat pelayanan dan derajat kejenuhan bias dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 2.2 Kondisi arus dalam nilai derajat kejenuhan Tingkat pelayanan Derajat kejenuhan A < 0,03 B 0,10 0,50 C 0,50 0,70 D 0,70 0,90 E 0,90 1 F > 1 Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia, Penentuan lalu lintas harian rata-rata (LHR) Lalu lintas harian rata-rata adalah volume lalu lintas dalam satu hari. LHR digunankan sebagai volume jam perencanaan, yaitu volume yang digunakan untuk perencanaan teknik jalan. Lalu lintas rencana harus dianalisa berdasarkan atau hasil perhitungan volume lalu lintas dan konfigurasi sumbu berdasarkan data terakhir (< 2 tahun terakhir). II-12

13 Besarnya volume jam perencanaan ditentukan dengan rumus : 2.2 ݔ ܪܮ = ܬ Dimana : VJP K = Volume Jam Perencanaan (smp/jam). = Faktor K, faktor volume lalu lintas jam tersibuk dalam setahun. Untuk jalan antar kota disesuaikan dengan besarnya VLHR seperti pada tabel di bawah ini: Tabel 2.3. Penentuan faktor-k berdasarkan Volume Lalu Lintas Harian Rata-rata. VLHR Faktor lintas K (%) > < Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota Ditjen Bina Marga,1997 Data mengenai jumlah volume lalu lintas yang melintasi jalan akses Puri Pamulang Mas Bumi Serpong Damai (BSD) adalah Tabel 2.4. Jumlah lalu lintas rata-rata (LHR) Jenis kendaraan Jumlah kendaraan tahun 2013 (kendaraan/hari) 2 arah Sepeda motor 1915 Mobil penumpang 1152 Angkutan perkotaan 433 Bus 102 Truk 2 as 23 Truk 3 as 17 Total LHR 3642 Sumber: PT. Artsietama Konsultan. II-13

14 Umur rencana umur rencana perkerasan jalan (n tahun) ditentukan atas dasar pertimbangan-pertimbangan klasifikasi fungsional jalan, pola lalu lintas serta nilai ekonomi jalan yang bersangkutan. Pada proyek perencanaan jalan Puri Pamulang Mas umur rencana yang direncanakan ialah 20 tahun sesuai dengan umur minimal pada perkerasan kaku Kapasitas jalan Kapasitas jalan adalah kemampuan suatu jalan yang menerima beban lalu lintas atau jumlah kendaraan maksimum yang melewati suatu penampang melintang jalan pada jalur jalan sesama satu jam dengan kondisi serta arus tertentu. Kapasitas dinyatakan dalam satuan mobil penumpang (smp). Persamaan dasar untuk menentukan kapasitas adalah : C = Co x FCw x FCsp x FCsf x FCcs 2.3 Dimana : C = kapasitas sesungguhnya (smp/jam). Co = kapasitas dasar untuk kondisi tertentu/ideal (smp/jam). FCw FCsp FCsf jalan. FCcs = faktor penyesuaian lebar jalan. = faktor penyesuaian pemisah arah. = faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu = faktor penyesuaian ukuran kota, ukuran jumlah penduduk kota tersebut. II-14

15 Tabel 2.5. Kapasitas Dasar (Co) untuk Jalan Perkotaan Tipe jalan 4 lajur terbagi/jalan 1 arah 4 lajur tak terbagi 2 lajur tak terbagi Kapasitas dasar (smp/jam) Sumber: Perkerasan Jalan Beton Semen Portland Metode AASHTO, 1993 Tabel 2.6. Faktor Penyesuaian Lebar Jalan (FCw) Keterangan Per lajur Per lajur Total 2 arah Tipe jalan Lebar jalur lalu-lintas efektif/wc (m) FCw 4 lajur terbagi/jalan 1 arah 4 lajur tak terbagi 2 lajur tak terbagi Per lajur 3,00 3,25 3,50 3,75 4,00 Per lajur 3,00 3,25 3,50 3,75 4,00 Per lajur 5,00 6,00 7,00 8,00 9,00 10,00 11,00 Sumber: Perkerasan Jalan Beton Semen Portland Metode AASHTO, 1993 Tabel 2.7. Faktor Penyesuaian Untuk Pemisahan Arah (FCsp) 0,92 0,96 1,00 1,04 1,08 0,91 0,95 1,00 1,05 1,09 0,56 0,87 1,00 1,14 1,25 1,29 1,24 Pemisahan arah %-% Dua lajur 2/2 Empat lajur 4/2 1,00 1,00 0,94 0,97 0,88 0,94 0,82 0,91 0,76 0,88 0,70 0,85 Jalan terbagi dan jalan 1,00 satu arah Sumber: Perkerasan Jalan Beton Semen Portland Metode AASHTO, 1993 II-15

16 Tabel 2.8. Faktor Penyesuaian pengaruh hambatan samping (FCsf) Tipe jalan 4/2 D Kelas hambatan samping (SFC) Sangat rendah (VL) Rendah (L) Sedang (M) Tinggi (H) Sangat Tinggi (VH) FCsf Jarak: kereb - penghalang Wk (m) 0,5 1,0 1,5 2,0 1,00 0,97 0,93 0,87 0,81 1,01 0,98 0,95 0,90 0,85 1,01 0,99 0,98 0,93 0,88 1,02 1,00 0,99 0,96 0,92 4/2 UD 2/2 atau jalan 1 arah Sangat rendah (VL) Rendah (L) Sedang (M) Tinggi (H) Sangat Tinggi (VH) Sangat rendah (VL) Rendah (L) Sedang (M) Tinggi (H) Sangat Tinggi (VH) 1,00 0,96 0,91 0,84 0,77 0,94 0,93 0,87 0,78 0,68 1,01 0,98 0,93 0,87 0,81 0,99 0,95 0,89 0,81 0,72 1,01 0,99 0,96 0,90 0,85 0,99 0,96 0,92 0,84 0,77 1,02 1,00 0,98 0,94 0,90 1,00 0,98 0,95 0,88 0,82 Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997 Tabel 2.9. Faktor Penyesuaian untuk pengaruh ukuran kota (FCcs) Ukuran kota (juta jiwa) < 0.1-0,5 0,5 1,0 1,0 3,0 > 3,0 FCcs 0,86 0,90 0,94 1,00 1,04 Sumber: Perkerasan Jalan Beton Semen Portland Metode AASHTO, Tanah dasar Parameter yang paling umum digunakan untuk menyatakan daya dukung tanah dasar pada perkerasan kaku adalah modulus reaksi tanah dasar (k). Nilai k dapat juga ditentukan berdasarkan nilai cbr dengan cara menentukannya lewat grafik hubungan antara CBR tanah dengan k. Nilai modulus reaksi tanah (k) minimum 2kg/cm³. II-16

17 Penentuan besaran rencana Umur rencana Perkerasan kaku umumnya direncanakan dengan umur rencana (n) 20 tahun sampai 40 tahun Lalu lintas rencana Lalu lintas harus dianalisa berdasarkan atau hasil perhitungan volume lalu lintas dan konfigurasi sumbu berdasarkan data terakhir ( 2 tahun terakhir). Untuk keperluan perkerasan kaku, hanya kendaraan niaga yang mempunyai berat total minimum 5 ton yang ditinjau dengan kemungkinan 3 konfigurasi sumbu sebagai berikut: Sumbu tunggal roda tunggal (STRT), misalnya: mobil penumpang. Sumbu tunggal roda ganda (STRG), misalnya: bus. Sumbu tandem roda ganda (STdRG), misalnya: truk 3as dan truk gandeng Kecepatan rencana Kecepatan adalah besaran yang menunjukkan jarak yang ditempuh kendaraan dibagi waktu tempuh, biasanya dinyatakan dalam km/jam. Kecepatan rencana, VR, pada suatu ruas jalan adalah kecepatan yang dipilih sebagai dasar perencanaan jalan raya yang memungkinkan kendaraan-kendaraan bergerak dengan aman dan nyaman dalam kondisi cuaca yang cerah, II-17

18 lalu lintas yang lengang dan pengaruh samping jalan yang tidak berarti. Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya kecepatan rencana adalah keadaan terrain apakah datar, berbukit atau gunung. Untuk menghemat biaya tentu saja perencanaan jalan sepantasnya disesuaikan dengan keadaan medan. Suatu jalan yang ada di daerah datar tentu saja memiliki design speed yang lebih tinggi dibandingkan pada daerah pegunungan atau daerah perbukitan. Untuk kondisi medan yang sulit, kecepatan rencana suatu segmen jalan dapat diturunkan dengan syarat bahwa penurunan tersebut tidak lebih dari 20 km/jam (Bina marga 1997). Tabel Kecepatan Rencana, VR, sesuai klasifikasi fungsi dan klasifikasi medan jalan Fungsi Kecepatan Rencana, VR (km/jam) Datar Bukit Pegunungan Arteri Kolektor Lokal Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota Ditjen Bina Marga, Penentuan tebal plat beton a) Menghitung jumlah kendaraan niaga harian (JKNH) pada tahun pembukaan perencanaan proyek. b) Menghitung jumlah kendaraan niaga (JKN) selama umur rencana (n tahun) dengan persamaan: JKN = 365 x JKNH x R. 2.4 II-18

19 Dimana: JKNH = jumlah kendaraan niaga harian pada saat jalan dibuka. R = faktor pertumbuhan lalu lintas yang besarnya tergantung pada faktor pertumbuhan lalu lintas tahunan (i) dan umur rencana (n). dimana nilai R dihitung melalui persamaan: = (ଵ ) ଵ. 2.5 Dimana: i = faktor pertumbuhan lalu lintas tahunan dalam persen (%). n = umur rencana. c) Menghitung jumlah sumbu kendaraan niaga harian (JSKNH), kemudian mengitung jumlah sumbu kendaraan niaga (JSKN) selama umur rencana dengan rumus : JSKN = 365 x JSKNH x R. 2.6 d) Menghitung persentase masing-masing beban sumbu dan jumlah repetisi yang akan terjadi selama umur rencana dengan rumus: Persentase beban sumbu = ୨୳୫ ୪ୟ୦ୱ୳୫ ୠ୳୷ୟ୬ ୧୲୧୬୨ୟ୳ 2.7 Repetisi kumulatip tiap sumbu = JKN x persentase jumlah sumbu x koef. distribusi jalur (dari tabel 2.11) II-19

20 Tabel Koefisien distribusi jalur Jumlah jalur 1 jalur 2 jalur 3 jalur 4 jalur 5 jalur 6 jalur Kendaraan niaga 1 Arah 2 Arah 1 1 0,70 0,50 0,50 0,475-0,45-0,425-0,40 Sumber: Petunjuk Perencanaan Perkerasan Kaku (Beton Semen), Departemen Pekerjaan Umum, 2003 e) Sebagai besarnya beban sumbu rencana dihitung dengan cara mengalikan beban sumbu yang ditinjau dengan Faktor Keamanan (FK) yang ditunjukan pada tabel Tabel Faktor keamanan Peranan jalan Jalan tol Jalan arteri Jalan kolektor Jalan lokal FK (faktor keamanan) 1,2 1,1 1,0 - Sumber: Petunjuk Perencanaan Perkerasan Kaku (Beton Semen), Departemen Pekerjaan Umum, 2003 f) Menentukan perbandingan antara tegangan yang terjadi pada tabel g) Berdasarkan perbandingan tegangan tersebut, kemudian dari tabel 2.13 dapat diketahui jumlah pengulangan (repetisi) tegangan yang diijinkan. h) Dengan besaran-besaran beban sumbu, k dan tebal plat yang sudah diketahui (ditaksir), besarnya tegangan yang terjadi bisa didapat dari nomogram yang ada pada gambar. II-20

21 Tabel perbandingan tegangan dan jumlah repetisi yang diijinkan Perbandingan Tegangan 0,51+ 0,52 0,53 0,54 0,55 0,56 0,57 0,58 0,59 0,60 0,61 0,62 0,63 0,64 0,65 0, ,68 Jumlah pengulangan Beban yang diijinkan Perbandingan Tegangan* 0,69 0,70 0,71 0,72 0,73 0,74 0,75 0,76 0,77 0,78 0,79 0,80 0,81 0,82 0,83 0,84 0,85 - Jumlah pengulangan Beban yang diijinkan Sumber: Petunjuk Perencanaan Perkerasan Kaku (Beton Semen), Departemen Pekerjaan Umum, Keterangan : *) Tegangan akibat beban dibagi dengan Modulud of Rapture (MR), kuat tarik lentur beton pada umur 28 hari dianjurkan 40 kg/cm². +) untuk perbandingan tegangan sama dengan atau lebih kecil dari 0,50 maka pengulangan beban tak terhingga. II-21

22 i) Mengitung persentase lelah (fatigue) untuk setiap konfigurasi beban sumbu dapat dihitung dengan cara: ݑ ݐpersentase = ୮ ୲୧ୱ୧ୠ ୠୟ୬୷ୟ୬ୟ୩ୟ୬୲ ୨ୟ ୧ 2.8 ୮ ୲୧ୱ୧ୠ ୠୟ୬୷ୟ୬ ୧୧୨୧୬୩ୟ୬ j) Total fatigue dihitung dengan cara menjumlahkan besarnya persentase fatigue dari seluruh konfigurasi beban sumbu. k) Langkah-langkah yang sama (a sampai j) diulang untuk tebal plat beton lainnya yang dipilih/ditaksir. l) Tebal plat beton yang dipilih/ditaksir dinyatakan sudah benar/cocok apabila total fatigue yang didapat besarnya lebih kecil atau sama dengan 100% Rencana penulangan jalan beton Besi tulangan yang dipakai dalam perkerasan kaku mempunyai fungsi utama yaitu: 1) Membatasi lebar retakan, agar kekuatan plat tetap dipertahankan. 2) Memperhatikan penggunaan plat yang lebih panjang agar dapat mengurangi jumlah sambungan melintang sehingga dapat meningkatkan kenyamanan. 3) Mengurangi pengaruh kembang susut karena perubahan suhu. 4) Mengurangi biaya pemeliharaan. Besi tulangan yang dipakai harus lebih bersih dari oli, kotoran, karat dan pengelupasan. Tulangan harus dipasang sebelum pembetonan dengan diberi penyangga yang ditahan pada letak yang diinginkan. II-22

23 Rencana tulangan melintang Luas tulangan melintang (As) yang diperlukan pada perkerasan beton menerus dengan tulangan dihitung menggunakan persamaan: As = ଵଶ(..) ௦ Dimana : As = luas penampang tulangan baja (mm²/m lebar pelat). F = koefisien gesek antara pelat beton dan pondasi dibawahnya. (lihat tabel 2.14.) L = jarak antara sambungan yang tidak diikat dan/atau tepi bebas pelat (m). h = tebal plat (m). fs = kuat tarik ijin tulangan (Mpa) (± 230 Mpa) Perencanaan tulangan memanjang Tulangan memanjang yang dibutuhkan pada perkerasan beton bertulang menerus dengan tulangan dihitung dari persamaan berikut: = ቀ ଵ௧ ݏ (ܨ 0,2 (1,3 ቁ ௬.௧ II-23

24 Dimana : Ps = persentase tulangan memanjang yang dibutuhkan terhadap penampang beton (%). ft = kuat tarik beton (0,4 0,5 MR). fy = tegangan kekuatan baja. ݏܧ ( beton n = angka ekivalensi antara baja dan ( ܧ F = koefisien gesekan antara plat beton dengan lapisan dibawahnya (tabel 2.14.). Es = modulus elastisitas baja (20000 kg/cm²). Ec = modulus elastisitas beton 1400ඥ ᇱ ቀ మቁ Tabel koefisien gesekan antara plat beton dengan lapis pondasi bawah No. Jenis pondasi Faktor gesekan (F) Burtu, Lapen dan konstruksi sejenis Aspal beton, lataston Stabilisasi kapur Stabilisasi aspal Stabilisasi semen Koral Batu pecah Sirtu Tanah 2,2 1,8 1,8 1,8 1,8 1,5 1,5 1,2 0,9 Sumber: Petunjuk Perencanaan Perkerasan Kaku (Beton Semen), Departemen Pekerjaan Umum, 2003 II-24

PERENCANAAN JALAN RING ROAD BARAT PEREMPATAN CILACAP DENGAN MENGGUNAKAN BETON

PERENCANAAN JALAN RING ROAD BARAT PEREMPATAN CILACAP DENGAN MENGGUNAKAN BETON 25 PERENCANAAN JALAN RING ROAD BARAT PEREMPATAN CILACAP DENGAN MENGGUNAKAN BETON Gud Purmala Putra 1), Eko Darma 2), Soedarmin 3) 1,2,3) Teknik Sipil Universitas Islam 45 Bekasi Jl. Cut Meutia No. 83 Bekasi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. cara membandingkan hasil perhitungan manual dengan hasil perhitungan

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. cara membandingkan hasil perhitungan manual dengan hasil perhitungan BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Validasi Program Perhitungan validasi program bertujuan untuk meninjau layak atau tidaknya suatu program untuk digunakan. Peninjauan validasi program dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Jalan adalah seluruh bagian Jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalulintas umum,yang berada pada permukaan tanah, diatas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut : BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Jalan 2.1.1 Istilah Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut : 1. Jalan adalah prasarana

Lebih terperinci

BAB III METODE PERENCANAAN START

BAB III METODE PERENCANAAN START BAB III METODE PERENCANAAN START Jl RE Martadinata Permasalahan: - Klasifikasi jalan Arteri, kelas 1 - Identifikasi kondisi jalan - Identifikasi beban lalu-lintas - Genangan air pada badan jalan Standar

Lebih terperinci

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN 1. GAMBAR KONSTRUKSI JALAN a) Perkerasan lentur (flexible pavement), umumnya terdiri dari beberapa lapis perkerasan dan menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Gambar 6 Jenis Perkerasan Lentur Tanah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perkerasan kaku (rigid pavement) atau perkerasan beton semen adalah perkerasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perkerasan kaku (rigid pavement) atau perkerasan beton semen adalah perkerasan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendahuluan Perkerasan kaku (rigid pavement) atau perkerasan beton semen adalah perkerasan yang menggunakan semen sebagai bahan pengikatnya. Pelat beton dengan atau tanpa tulangan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN BETON. genangan air laut karena pasang dengan ketinggian sekitar 30 cm. Hal ini mungkin

BAB IV ANALISA KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN BETON. genangan air laut karena pasang dengan ketinggian sekitar 30 cm. Hal ini mungkin BAB IV ANALISA KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN BETON 4.1 Menentukan Kuat Dukung Perkerasan Lama Seperti yang telah disebutkan pada bab 1, di Jalan RE Martadinata sering terjadi genangan air laut karena pasang

Lebih terperinci

Perencanaan Ulang Jalan Raya MERR II C Menggunakan Perkerasan Kaku STA Kota Surabaya Provinsi Jawa Timur

Perencanaan Ulang Jalan Raya MERR II C Menggunakan Perkerasan Kaku STA Kota Surabaya Provinsi Jawa Timur Perencanaan Ulang Jalan Raya MERR II C Menggunakan Perkerasan Kaku STA 3+500 6+450 Kota Surabaya Provinsi Jawa Timur Oleh : SHEILA MARTIKA N. (NRP 3109030070) VERONIKA NURKAHFY (NRP 3109030094) Pembimbing

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 JALAN Berdasarkan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan, jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan

Lebih terperinci

PERENCANAAN KONSTRUKSI JALAN RAYA RIGID PAVEMENT (PERKERASAN KAKU)

PERENCANAAN KONSTRUKSI JALAN RAYA RIGID PAVEMENT (PERKERASAN KAKU) PERENCANAAN KONSTRUKSI JALAN RAYA RIGID PAVEMENT (PERKERASAN KAKU) Jenis Perkerasan Kaku Perkerasan Beton Semen Bersambung Tanpa tulangan Perkerasan Beton Semen Bersambung dengan tulangan Perkerasan Beton

Lebih terperinci

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN PENDAHULUAN Angkutan jalan merupakan salah satu jenis angkutan, sehingga jaringan jalan semestinya ditinjau sebagai bagian dari sistem angkutan/transportasi secara keseluruhan. Moda jalan merupakan jenis

Lebih terperinci

BAB 3 PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

BAB 3 PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN BAB 3 PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN 3.1. Kendaraan Rencana Kendaraan rencana adalah kendaraan yang merupakan wakil dari kelompoknya. Dalam perencanaan geometrik jalan, ukuran lebar kendaraan rencana

Lebih terperinci

III. PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN RAYA A. JENIS KENDARAAN

III. PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN RAYA A. JENIS KENDARAAN III. PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN RAYA A. JENIS KENDARAAN Jenis kendaraan berdasarkan fungsinya sebagai alat angkutan : 1. Angkutan pribadi Kendaraan untuk mengangkut individu pemilik kendaraan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Fungsi Jalan Sesuai dengan Undang-Undang No. 22 tahun 2009 dan menurut Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 2006, sistem jaringan jalan di Indonesia dapat dibedakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. Data yang digunakan untuk analisa tugas akhir ini diperoleh dari PT. Wijaya

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. Data yang digunakan untuk analisa tugas akhir ini diperoleh dari PT. Wijaya BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1. Persiapan data dari sumbernya Data yang digunakan untuk analisa tugas akhir ini diperoleh dari PT. Wijaya Karya sebagai kontraktor pelaksana pembangunan JORR W2 dan PT. Marga

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. atau jalan rel atau jalan bagi pejalan kaki.(www.thefreedictionary.com/underpass;

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. atau jalan rel atau jalan bagi pejalan kaki.(www.thefreedictionary.com/underpass; BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Underpass Underpass adalah tembusan di bawah sesuatu terutama bagian dari jalan atau jalan rel atau jalan bagi pejalan kaki.(www.thefreedictionary.com/underpass; 2014). Beberapa

Lebih terperinci

Abstrak BAB I PENDAHULUAN

Abstrak BAB I PENDAHULUAN Abstrak Jalan Raya MERR II merupakan alternatif pilihan yang menghubungkan akses Ruas Tol Waru Bandara Juanda menuju ke utara melalui jalan MERR II ke Kenjeran menuju akses Suramadu. Untuk menunjang hal

Lebih terperinci

Perkerasan kaku Beton semen

Perkerasan kaku Beton semen Perkerasan kaku Beton semen 1 Concrete pavement profile 2 Tahapan Perencanaan Perkerasan Kaku (Rigid Pavement) 3 Parameter perencanaan tebal perkerasan kaku Beban lalu lintas Kekuatan tanah dasar Kekuatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. SEJARAH PERKEMBANGAN JALAN RAYA

I. PENDAHULUAN A. SEJARAH PERKEMBANGAN JALAN RAYA I. PENDAHULUAN A. SEJARAH PERKEMBANGAN JALAN RAYA Awal mulanya jalan hanya berupa jejak manusia dalam menjalani kehidupannya dan berinteraksi dengan manusia lain (jalan setapak). Baru setelah manusia menggunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Jaringan Jalan Berdasarkan Undang-undang nomor 38 tahun 2004 tentang jalan, jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Latar belakang kebutuhan akan perpindahan dalam suatu masyarakat, baik orang maupun barang menimbulkan pengangkutan. Untuk itu diperlukan alat-alat angkut, dan

Lebih terperinci

BAB III PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

BAB III PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN BAB III PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN 3.1. KENDARAAN RENCANA Kendaraan rencana adalah kendaraan yang dimensi (termasuk radius putarnya) dipilih sebagai acuan dalam perencanaan geometrik jalan raya.

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. karakteristik arus jalan, dan aktivitas samping jalan.

BAB III LANDASAN TEORI. karakteristik arus jalan, dan aktivitas samping jalan. 14 BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Karakteristik Jalan Karakteristik utama jalan yang akan mempengaruhi kapasitas dan kinerja jalan jika jalan tersebut dibebani arus lalu lintas. Karakteristik jalan tersebut

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. manajemen sampai pengoperasian jalan (Sukirman 1994).

BAB III LANDASAN TEORI. manajemen sampai pengoperasian jalan (Sukirman 1994). BAB III LANDASAN TEORI 3.1.Volume Lalu Lintas Volume lalu lintas adalah banyaknya kendaraan yang melewati suatu titik atau garis tertentu pada suatu penampang melintang jalan.data pencacahan volume lalu

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. : 1 jalur, 2 arah, 2 lajur, tak terbagi

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. : 1 jalur, 2 arah, 2 lajur, tak terbagi BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Perencanaan Jalan berikut : Perhitungan perkerasan kaku akan dilakukan dengan rencana data sebagai Peranan jalan Tipe jalan Rencana jenis perkerasan Lebar jalan Bahu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perencanaan dan perancangan secara umum adalah kegiatan awal dari rangkaian fungsi manajemen. Inti dari sebuah perencanaan dan perancangan adalah penyatuan pandangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Klasifikasi Jalan Raya Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Jalan Jalan merupakan suatu akses penghubung asal tujuan, untuk mengangkut atau memindahkan orang atau barang dari suatu tempat ke tempat lain. Infrastrukur jalan di Indonesia

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. a. Peninjauan pustaka yang akan digunakan sebagai acuan penulisan dan

BAB 3 METODOLOGI. a. Peninjauan pustaka yang akan digunakan sebagai acuan penulisan dan BAB 3 METODOLOGI 3.1 Pendekatan Penelitian Adapun rencana tahapan penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut: a. Peninjauan pustaka yang akan digunakan sebagai acuan penulisan dan pembuatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jalan Perkotaan Jalan perkotaan adalah jalan yang terdapat perkembangan secara permanen dan menerus di sepanjang atau hampir seluruh jalan, minimum pada satu sisi jalan, baik

Lebih terperinci

BAB IV STUDI KASUS BAB 4 STUDI KASUS

BAB IV STUDI KASUS BAB 4 STUDI KASUS BAB IV STUDI KASUS BAB STUDI KASUS Untuk menguji ketepatan program FPP dalam melakukan proses perhitungan, maka perlu dilakukan suatu pengujian. Pengujian ini adalah dengan membandingkan hasil dari perhitungan

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS 4.1. Menghitung Tebal Perkerasan Lentur 4.1.1. Data Parameter Perencanaan : Jenis Perkerasan Tebal perkerasan Masa Konstruksi (n1) Umur rencana (n2) Lebar jalan : Perkerasan

Lebih terperinci

Perbandingan Konstruksi Perkerasan Lentur dan Perkerasan Kaku serta Analisis Ekonominya pada Proyek Pembangunan Jalan Lingkar Mojoagung

Perbandingan Konstruksi Perkerasan Lentur dan Perkerasan Kaku serta Analisis Ekonominya pada Proyek Pembangunan Jalan Lingkar Mojoagung JURNAL TEKNIK ITS Vol 1 Sept 2012 ISSN 2301-9271 E-63 Perbandingan Konstruksi Perkerasan Lentur dan Perkerasan Kaku serta Analisis Ekonominya pada Proyek Pembangunan Jalan Lingkar Mojoagung Oktodelina

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Latar belakang kebutuhan akan perpindahan dalam suatu masyarakat, baik orang maupun barang menimbulkan pengangkutan. Untuk itu diperlukan alat-alat angkut, dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997, ruas jalan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997, ruas jalan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Istilah Jalan 1. Jalan Luar Kota Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997, ruas jalan merupakan semua bagian dari jalur gerak (termasuk perkerasan),

Lebih terperinci

Dwi Sulistyo 1 Jenni Kusumaningrum 2

Dwi Sulistyo 1 Jenni Kusumaningrum 2 ANALISIS PERBANDINGAN PERENCANAAN PERKERASAN KAKU DENGAN MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA DAN METODE AASHTO SERTA MERENCANAKAN SALURAN PERMUKAAN PADA RUAS JALAN ABDUL WAHAB, SAWANGAN Dwi Sulistyo 1 Jenni

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengelompokan Jalan Menurut Undang Undang No. 38 Tahun 2004 tentang jalan, ditinjau dari peruntukannya jalan dibedakan menjadi : a. Jalan khusus b. Jalan Umum 2.1.1. Jalan

Lebih terperinci

DR. EVA RITA UNIVERSITAS BUNG HATTA

DR. EVA RITA UNIVERSITAS BUNG HATTA PERKERASAN JALAN BY DR. EVA RITA UNIVERSITAS BUNG HATTA Perkerasan Jalan Pada umumnya, perkerasan jalan terdiri dari beberapa jenis lapisan perkerasan yang tersusun dari bawah ke atas,sebagai berikut :

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN KAKU DENGAN METODE BINA MARGA 2013 DAN AASHTO 1993 (STUDI KASUS JALAN TOL SOLO NGAWI STA

ANALISIS PERBANDINGAN PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN KAKU DENGAN METODE BINA MARGA 2013 DAN AASHTO 1993 (STUDI KASUS JALAN TOL SOLO NGAWI STA ANALISIS PERBANDINGAN PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN KAKU DENGAN METODE BINA MARGA 2013 DAN AASHTO 1993 (STUDI KASUS JALAN TOL SOLO NGAWI STA 0+900 2+375) Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk

Lebih terperinci

BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI

BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI V.1 TINJAUAN UMUM Dalam Bab ini, akan dievaluasi tanah dasar, lalu lintas, struktur perkerasan, dan bangunan pelengkap yang ada di sepanjang ruas jalan Semarang-Godong. Hasil evaluasi

Lebih terperinci

ANALISIS PERHITUNGAN PERKERASAN KAKU PADA PROYEK JALAN TOL MEDAN-KUALANAMU KABUPATEN DELI SERDANG LAPORAN

ANALISIS PERHITUNGAN PERKERASAN KAKU PADA PROYEK JALAN TOL MEDAN-KUALANAMU KABUPATEN DELI SERDANG LAPORAN ANALISIS PERHITUNGAN PERKERASAN KAKU PADA PROYEK JALAN TOL MEDAN-KUALANAMU KABUPATEN DELI SERDANG LAPORAN Ditulis untuk Menyelesaikan Mata Kuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III

Lebih terperinci

RUANG LINGKUP PENULISAN Mengingat luasnya perencanaan ini, maka batasan masalah yang digunakan meliputi :

RUANG LINGKUP PENULISAN Mengingat luasnya perencanaan ini, maka batasan masalah yang digunakan meliputi : PENDAHULUAN Pelabuhan teluk bayur merupakan salah satu sarana untuk mendistribusikan barang, orang dan hasil industri dari Padang menuju tempat lainnya melalui jalur laut. Kendaraan yang masuk kekawasan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perhitungan Tebal Perkerasan dengan Metode Analisa Komponen dari Bina Marga 1987 1. Data Perencanaan Tebal Perkerasan Data perencanaan tebal perkerasan yang digunakan dapat

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA. sarana perhubungan untuk distribusi barang dan jasa. Sistem jaringan ini diatur

BAB II STUDI PUSTAKA. sarana perhubungan untuk distribusi barang dan jasa. Sistem jaringan ini diatur BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Hirarki Jalan Jaringan jalan raya merupakan prasarana transportasi darat yang berperan sebagai sarana perhubungan untuk distribusi barang dan jasa. Sistem jaringan ini diatur dalam

Lebih terperinci

Outline. Klasifikasi jalan Dasar-dasar perencanaan geometrik Alinemen horisontal Alinemen vertikal Geometri simpang

Outline. Klasifikasi jalan Dasar-dasar perencanaan geometrik Alinemen horisontal Alinemen vertikal Geometri simpang Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Outline Klasifikasi jalan Dasar-dasar perencanaan geometrik Alinemen horisontal Alinemen vertikal Geometri

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA JALAN PADA PENERAPAN SISTEM SATU ARAH DI KOTA BOGOR

EVALUASI KINERJA JALAN PADA PENERAPAN SISTEM SATU ARAH DI KOTA BOGOR EVALUASI KINERJA JALAN PADA PENERAPAN SISTEM SATU ARAH DI KOTA BOGOR Riyadi Suhandi, Budi Arief, Andi Rahmah 3 ABSTAK Penerapan jalur Sistem Satu Arah (SSA pada ruas jalan yang melingkari Istana Kepresidenan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, jalan perkotaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, jalan perkotaan 21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jalan Perkotaan Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, jalan perkotaan merupakan segmen jalan yang mempunyai perkembangan secara permanen dan menerus sepanjang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perkerasan Jalan Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan pengikat yang digunakan untuk melayani beban lalu lintas. Agregat yang digunakan berupa batu pecah

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Pengolongan jenis kendaraan sebagai berikut : Indeks untuk kendaraan bermotor dengan 4 roda (mobil penumpang)

BAB III LANDASAN TEORI. Pengolongan jenis kendaraan sebagai berikut : Indeks untuk kendaraan bermotor dengan 4 roda (mobil penumpang) BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Volume Lalu Lintas Menurut MKJI (1997) jenis kendaraan dibagi menjadi 3 golongan. Pengolongan jenis kendaraan sebagai berikut : 1. Kendaraan ringan (LV) Indeks untuk kendaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalan merupakan infrastruktur dasar dan utama dalam menggerakan roda perekonomian nasional dan daerah, mengingat penting dan strategisnya fungsi jalan untuk mendorong

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL HAKI Tiara Convention Hall, Medan Mei 2014

SEMINAR NASIONAL HAKI Tiara Convention Hall, Medan Mei 2014 SEMINAR NASIONAL HAKI Tiara Convention Hall, Medan 30 31 Mei 2014 Perencanaan Perkerasan Kaku (Rigid Pavement) Pada Pelebaran Jl Amir Hamzah Binjai Yetty Riris Rotua Saragi Program Studi Teknik Sipil,

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS, TINGKAT PELAYANAN, KINERJA DAN PENGARUH PEMBUATAN MEDIAN JALAN. Adhi Muhtadi ABSTRAK

ANALISIS KAPASITAS, TINGKAT PELAYANAN, KINERJA DAN PENGARUH PEMBUATAN MEDIAN JALAN. Adhi Muhtadi ABSTRAK Analisis Kapasitas, Tingkat Pelayanan, Kinerja dan 43 Pengaruh Pembuatan Median Jalan ANALISIS KAPASITAS, TINGKAT PELAYANAN, KINERJA DAN PENGARUH PEMBUATAN MEDIAN JALAN Adhi Muhtadi ABSTRAK Pada saat ini

Lebih terperinci

Analisis Desain Perkerasan Kaku Berdasarkan AASHTO Rigid Pavement ARI SURYAWAN (hal. 213)

Analisis Desain Perkerasan Kaku Berdasarkan AASHTO Rigid Pavement ARI SURYAWAN (hal. 213) Analisis Desain Perkerasan Kaku Berdasarkan AASHTO 1993 + Rigid Pavement ARI SURYAWAN (hal. 213) Data - Data yang diperlukan : Umur rencana = 20 tahun CBR tanah dasar = 6 % Kuat tarik lentur (fcf) = 4.0

Lebih terperinci

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN KAKU PADA RUAS JALAN LINGKAR MAJALAYA MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA 2002

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN KAKU PADA RUAS JALAN LINGKAR MAJALAYA MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA 2002 PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN KAKU PADA RUAS JALAN LINGKAR MAJALAYA MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA 2002 ERA APRILLA P NRP : 0121080 Pembimbing :Ir. SILVIA SUKIRMAN FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Jalan dan Klasifikasi Jalan Raya 2.1.1. Pengertian Jalan Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.2 Definisi Jalan Pasal 4 no. 38 Tahun 2004 tentang jalan, memberikan definisi mengenai jalan yaitu prasarana transportasi darat meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkapnya

Lebih terperinci

KAJIAN PELAYANAN FUNGSI JALAN KOTA BOGOR SELATAN (Studi Kasus Ruas Jalan Bogor Selatan Zona B)

KAJIAN PELAYANAN FUNGSI JALAN KOTA BOGOR SELATAN (Studi Kasus Ruas Jalan Bogor Selatan Zona B) KAJIAN PELAYANAN FUNGSI JALAN KOTA BOGOR SELATAN (Studi Kasus Ruas Jalan Bogor Selatan Zona B) Dede Sarwono Program Studi Teknik Sipi, Fakultas Teknik, Universitas Ibn Khaldun Bogor Jl.K.H. sholeh Iskandar

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KONSTRUKSI PERKERASAN LENTUR DAN PERKERASAN KAKU PADA PROYEK PEMBANGUNAN PASURUAN- PILANG KABUPATEN PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

PERBANDINGAN KONSTRUKSI PERKERASAN LENTUR DAN PERKERASAN KAKU PADA PROYEK PEMBANGUNAN PASURUAN- PILANG KABUPATEN PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR PERBANDINGAN KONSTRUKSI PERKERASAN LENTUR DAN PERKERASAN KAKU PADA PROYEK PEMBANGUNAN PASURUAN- PILANG KABUPATEN PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR Oleh : Andini Fauwziah Arifin Dosen Pembimbing : Sapto Budi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. meskipun mungkin terdapat perkembangan permanen yang sebentar-sebentar

II. TINJAUAN PUSTAKA. meskipun mungkin terdapat perkembangan permanen yang sebentar-sebentar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jalan Luar Kota Pengertian jalan luar kota menurut Manual Kapasitas jalan Indonesia (MKJI) 1997, merupakan segmen tanpa perkembangan yang menerus pada sisi manapun, meskipun mungkin

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERSETUJUAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERSETUJUAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL i LEMBAR PENGESAHAN ii LEMBAR PERSETUJUAN iii MOTTO iv KATA PENGANTAR v DAFTAR ISI vii DAFTAR TABEL x DAFTAR GAMBAR xiv DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN xvi ABSTRAK xix ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perkerasan jalan adalah bagian konstruksi jalan yang terdiri dari beberapa susunan atau lapisan, terletak pada suatu landasan atau tanah dasar yang diperuntukkan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. jalan, diperlukan pelapisan ulang (overlay) pada daerah - daerah yang mengalami

BAB III LANDASAN TEORI. jalan, diperlukan pelapisan ulang (overlay) pada daerah - daerah yang mengalami BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Perencanaan Tebal Perkerasan Dalam usaha melakukan pemeliharaan dan peningkatan pelayanan jalan, diperlukan pelapisan ulang (overlay) pada daerah daerah yang mengalami kerusakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lori, dan jalan kabel (Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lori, dan jalan kabel (Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hirarki Jalan Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas,

Lebih terperinci

PERENCANAAN JALAN DENGAN PERKERASAN KAKU MENGGUNAKAN METODE ANALISA KOMPONEN BINA MARGA (STUDI KASUS : KABUPATEN LAMPUNG TENGAH PROVINSI LAMPUNG)

PERENCANAAN JALAN DENGAN PERKERASAN KAKU MENGGUNAKAN METODE ANALISA KOMPONEN BINA MARGA (STUDI KASUS : KABUPATEN LAMPUNG TENGAH PROVINSI LAMPUNG) PERENCANAAN JALAN DENGAN PERKERASAN KAKU MENGGUNAKAN METODE ANALISA KOMPONEN BINA MARGA (STUDI KASUS : KABUPATEN LAMPUNG TENGAH PROVINSI LAMPUNG) Ida Hadijah a, Mohamad Harizalsyah b Jurusan Teknik Sipil,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. dalam perencanaan jalan, perlu dipertimbangkan beberapa faktor yang dapat

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. dalam perencanaan jalan, perlu dipertimbangkan beberapa faktor yang dapat BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Perkerasan Jalan Raya Kelancaran arus lalu lintas sangat tergantung dari kondisi jalan yang ada, semakin baik kondisi jalan maka akan semakin lancar arus lalu lintas. Untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perkerasan jalan adalah bagian konstruksi jalan yang terdiri dari beberapa susunan atau lapisan, terletak pada suatu landasan atau tanah dasar yang diperuntukkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peraturan Perundang undangan dibidang LLAJ. pelosok wilayah daratan, untuk menunjang pemerataan, pertumbuhan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peraturan Perundang undangan dibidang LLAJ. pelosok wilayah daratan, untuk menunjang pemerataan, pertumbuhan dan 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peraturan Perundang undangan dibidang LLAJ Undang undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan yaitu pasal 3 yang berisi: Transportasi jalan diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Sebelum tahun 1920-an, desain perkerasan pada dasarnya adalah penentuan ketebalan bahan berlapis yang akan memberikan kekuatan dan perlindungan untuk tanah dasar

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Data Hotel Malioboro. yang menampung sebanyak 12 unit kendaraan mobil penumpang. Luas lahan. B. Data Geometri Jalan

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Data Hotel Malioboro. yang menampung sebanyak 12 unit kendaraan mobil penumpang. Luas lahan. B. Data Geometri Jalan 29 BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Data Hotel Malioboro Hotel direncanakan memliki kamar sebanyak 30 unit dan fasilitas parkir yang menampung sebanyak 12 unit kendaraan mobil penumpang. Luas lahan sekitar

Lebih terperinci

PERENCANAAN JEMBATAN LAYANG UNTUK PERTEMUAN JALAN MAYOR ALIANYANG DENGAN JALAN SOEKARNO-HATTA KABUPATEN KUBU RAYA

PERENCANAAN JEMBATAN LAYANG UNTUK PERTEMUAN JALAN MAYOR ALIANYANG DENGAN JALAN SOEKARNO-HATTA KABUPATEN KUBU RAYA Restu RiaRestiana 1), Teddy Ariyadi 2), Siti Mayuni 2) Abstrak Pada pertemuan dua jalan arteri primer diharapkan tidak terjadi hambatan arus lalu lintas, dimana kendaraan dapat bergerak bebas. Jalan Soekarno-Hatta

Lebih terperinci

BAB III PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

BAB III PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN BAB III PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN Dalam perencanaan geometrik jalan terdapat beberapa parameter perencanaan yang akan dibicarakan dalam bab ini, seperti kendaraan rencana, kecepatan rencana,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 KINERJA RUAS JALAN Kinerja ruas jalan menggunakan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997 yang meliputi volume lalu lintas, kapasitas jalan, kecepatan arus bebas, dan derajat

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS JALAN TERHADAP KEMACETAN

ANALISIS KAPASITAS JALAN TERHADAP KEMACETAN ANALISIS KAPASITAS JALAN TERHADAP KEMACETAN (Studi kasus Jalan Karapitan) PROPOSAL PENELITIAN Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat akademis dalam menempuh program Sarjana (S-1) Oleh RIZKY ARIEF RAMADHAN

Lebih terperinci

SKRIPSI PERBANDINGAN PERHITUNGAN PERKERASAN LENTUR DAN KAKU, DAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN (STUDI KASUS BANGKALAN-SOCAH)

SKRIPSI PERBANDINGAN PERHITUNGAN PERKERASAN LENTUR DAN KAKU, DAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN (STUDI KASUS BANGKALAN-SOCAH) SKRIPSI PERBANDINGAN PERHITUNGAN PERKERASAN LENTUR DAN KAKU, DAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN (STUDI KASUS BANGKALAN-SOCAH) Disusun oleh : M A R S O N O NIM. 03109021 PROGAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perkerasan jalan adalah bagian konstruksi jalan yang terdiri dari beberapa susunan atau lapisan, terletak pada suatu landasan atau tanah dasar yang diperuntukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Perkembangan Teknologi Jalan Raya

BAB I PENDAHULUAN Perkembangan Teknologi Jalan Raya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Perkembangan Teknologi Jalan Raya Sejarah perkembangan jalan dimulai dengan sejarah manusia itu sendiri yang selalu berhasrat untuk mencari kebutuhan hidup dan berkomunikasi dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi dan Klasifikasi Jalan Menurut Peraturan Pemerintah (UU No. 22 Tahun 2009) Jalan adalah seluruh bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Potongan Melintang Jalan

Gambar 4.1 Potongan Melintang Jalan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Geometrik Jalan Jalan Arif Rahman Hakim merupakan jalan kolektor primer yang merupakan salah satu jalan menuju pusat Kota Gororntalo. Segmen yang menjadi objek

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI 17 BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Kondisi Lalu Lintas Situasi lalu lintas untuk tahun yang dianalisa ditentukan menurut arus jam rencana, atau lalu lintas harian rerata tahunan (LHRT) dengan faktor yang sesuai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Berdasarkan pada penelitian penulis yang berjudul Perbandingan Tebal Perkerasan Lentur Metode Manual Desain Perkerasan 2013 dengan Metode AASHTO 1993 (Studi Kasus: Jalur JLS Ruas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendahuluan Jenis perkerasan jalan, dapat berupa Perkerasan lentur (flexible pavement), Perkeraaan kaku (rigid pavement), dan Perkerasan Komposit, yang menggabungkan perkerasan

Lebih terperinci

5/11/2012. Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University. Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Source:. Gambar Situasi Skala 1:1000

5/11/2012. Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University. Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Source:. Gambar Situasi Skala 1:1000 Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Gambar Situasi Skala 1:1000 Penentuan Trace Jalan Penentuan Koordinat PI & PV Perencanaan Alinyemen Vertikal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari bahan khusus yang mempunyai kualitas yang lebih baik dan dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari bahan khusus yang mempunyai kualitas yang lebih baik dan dapat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Perkerasan Tanah saja biasanya tidak cukup dan menahan deformasi akibat beban roda berulang, untuk itu perlu adanya lapisan tambahan yang terletak antara tanah dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi Penelitian terletak di Kotamadya Denpasar yaitu ruas jalan

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi Penelitian terletak di Kotamadya Denpasar yaitu ruas jalan III-1 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Lokasi Penelitian terletak di Kotamadya Denpasar yaitu ruas jalan Waturenggong dengan panjang ±1212m yang merupakan masuk dalam kategori tipe jalan perkotaan

Lebih terperinci

PENGANTAR TRANSPORTASI

PENGANTAR TRANSPORTASI PENGANTAR TRANSPORTASI KINERJA PELAYANAN TRANSPORTASI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 KARAKTERISTIK ARUS LALU LINTAS FASILITAS ARUS TERGANGGU

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Jalan memiliki syarat umum yaitu dari segi konstruksi harus kuat, awet dan kedap. Supardi 1)

1. PENDAHULUAN. Jalan memiliki syarat umum yaitu dari segi konstruksi harus kuat, awet dan kedap. Supardi 1) EVALUASI KERUSAKAN JALAN PADA PERKERASAN RIGID DENGAN MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA (STUDI KASUS RUAS JALAN SEI DURIAN RASAU JAYA km 21 + 700 S.D. km 24 + 700) Supardi 1) Abstrak Jalan Sei Durian Rasau

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal ruas

II. TINJAUAN PUSTAKA. berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal ruas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Lalu Lintas Jalan R.A Kartini Jalan R.A Kartini adalah jalan satu arah di wilayah Bandar Lampung yang berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal

Lebih terperinci

STUDI PERBANDINGAN ARUS LALU LINTAS SATU ARAH DAN DUA ARAH PADA RUAS JALAN PURNAWARMAN, BANDUNG FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL

STUDI PERBANDINGAN ARUS LALU LINTAS SATU ARAH DAN DUA ARAH PADA RUAS JALAN PURNAWARMAN, BANDUNG FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL STUDI PERBANDINGAN ARUS LALU LINTAS SATU ARAH DAN DUA ARAH PADA RUAS JALAN PURNAWARMAN, BANDUNG Ochy Octavianus Nrp : 0121086 Pembimbing : Tan Lie Ing, ST., MT. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan tanah pada umumnya tidak mampu menahan beban kendaraan

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan tanah pada umumnya tidak mampu menahan beban kendaraan BAB I PENDAHULUAN 1.1 UMUM Permukaan tanah pada umumnya tidak mampu menahan beban kendaraan diatasnya sehingga diperlukan suatu konstruksi yang dapat menahan dan mendistribusikan beban lalu lintas yang

Lebih terperinci

I LANGKAH D : PERILAKU LALU-LINTAS Derajat Kejenuhan Kecepatan Dan Waktu Tempuh Iringan (peleton)

I LANGKAH D : PERILAKU LALU-LINTAS Derajat Kejenuhan Kecepatan Dan Waktu Tempuh Iringan (peleton) BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Prosedur Perhitungan Jalan Luar Kota Untuk menentukan kinerja jalan luar kota, digunakan prosedur MKJI (Manual Kapasitas Jalan Indonesia) 1997 sesuai bagan alir berikut ini;

Lebih terperinci

PERENCANAAN ULANG DENGAN MENGGUNAKAN PERKERASAN KAKU RUAS JALAN PONCO- JATIROGO STA STA KABUPATEN TUBAN PROVINSI JAWA TIMUR

PERENCANAAN ULANG DENGAN MENGGUNAKAN PERKERASAN KAKU RUAS JALAN PONCO- JATIROGO STA STA KABUPATEN TUBAN PROVINSI JAWA TIMUR TUGAS AKHIR PERENCANAAN ULANG DENGAN MENGGUNAKAN PERKERASAN KAKU RUAS JALAN PONCO- JATIROGO STA 143+600 STA 148+600 KABUPATEN TUBAN PROVINSI JAWA TIMUR ARIES RACHMAD RAMADHAN NRP. 3110.040.509 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

BAB V VERIFIKASI PROGRAM

BAB V VERIFIKASI PROGRAM 49 BAB V VERIFIKASI PROGRAM 5.1 Pembahasan Jenis perkerasan jalan yang dikenal ada 2 (dua), yaitu perkerasan lentur (flexible pavement) dan perkerasan kaku (rigid pavement). Sesuai tujuan dari penelitian

Lebih terperinci

Studi Pengaruh Pengurangan Tebal Perkerasan Kaku Terhadap Umur Rencana Menggunakan Metode AASHTO 1993

Studi Pengaruh Pengurangan Tebal Perkerasan Kaku Terhadap Umur Rencana Menggunakan Metode AASHTO 1993 Rekaracana Teknik Sipil Itenas No.x Vol.xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Januari 2015 Studi Pengaruh Pengurangan Tebal Perkerasan Kaku Terhadap Umur Rencana Menggunakan Metode AASHTO 1993 PRATAMA,

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA II - 1 BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Perkerasan Kaku (Rigid Pavement) 2.1.1. Pengertian, Jenis dan Sifat Perkerasan Kaku Perkerasan kaku atau perkerasan beton semen adalah suatu konstruksi (perkerasan) dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Jalan raya adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas,

Lebih terperinci

DAFTAR ISTILAH. lingkungan). Rasio arus lalu lintas (smp/jam) terhadap kapasitas. (1) Kecepatan rata-rata teoritis (km/jam) lalu lintas. lewat.

DAFTAR ISTILAH. lingkungan). Rasio arus lalu lintas (smp/jam) terhadap kapasitas. (1) Kecepatan rata-rata teoritis (km/jam) lalu lintas. lewat. DAFTAR ISTILAH Ukuran Kinerja C Kapasitas (smp/jam) Arus lalu lintas (stabil) maksimum yang dapat dipertahankan pada kondisi tertentu (geometri, distribusi arah, komposisi lalu lintas dan faktor lingkungan).

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Umum 2.2 Dasar Teori Oglesby, C.H Hicks, R.G

BAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Umum 2.2 Dasar Teori Oglesby, C.H Hicks, R.G 9 BAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Umum Perkerasan jalan adalah konstruksi yang dibangun diatas lapisan tanah dasar (subgrade), yang berfungsi untuk menopang beban lalu-lintas. Jenis konstruksi perkerasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008), Evaluasi adalah penilaian. pelayanan adalah kemampuan ruas jalan dan/atau persimpangan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008), Evaluasi adalah penilaian. pelayanan adalah kemampuan ruas jalan dan/atau persimpangan untuk 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Menurut Ahmad a.k muda dalam kamus saku bahasa Indonesia edisi terbaru (2008), Evaluasi adalah penilaian. Menurut Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 14 Tahun

Lebih terperinci