KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB VII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. penelitian, sedangkan pada bagian implikasi penelitian disajikan beberapa saran

dilengkapi dengan alat bajak singkal dan alat garu sisir (Sitompul, 1998).

TINJAUAN PUSTAKA. Pengaturan Pola Tanam dan Tertib Tanam (P2T3) pola tanam bergilir, yaitu menanam tanaman secara bergilir beberapa jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dirasa baru oleh individu atau unit adopsi lain. Sifat dalam inovasi tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang sering muncul ketika pertama kali mengkaji inovasi adalah masalah

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. penelitian, sedangkan pada bagian implikasi penelitian disajikan beberapa saran

Modul 4 : Adopsi, Difusi dan Inovasi dalam Penyuluhan Peternakan

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana

VIII. POTENSI DAN KENDALA PENERAPAN KALENDER TANAM DALAM MENGANTISIPASI KEJADIAN IKLIM EKSTRIM

DIFUSI INOVASI. Agustina Bidarti Fakultas Pertanian Unsri

Perubahan Sosial Mutia Rahmi Pratiwi Pengantar Sosiologi UDINUS Semarang

a. Hakekat peradaban manusia Koentjaraningrat berpendapat bahwa kata peradaban diistilahkan dengan civilization, yang biasanya dipakai untuk menyebut

BAB I PENDAHULUAN. serta ketrampilan yang diperlukan oleh setiap orang. Dirumuskan dalam

BAB I PENDAHULUAN. fisik, psikis dan emosinya dalam suatu lingkungan sosial yang senantiasa

program yang sedang digulirkan oleh Badan Litbang Pertanian adalah Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi modal dasar pembangunan nasional disektor pertanian sebagai prioritas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rizki Panji Ramadana, 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diam, melainkan suatu proses yang tidak berhenti. Karena di dalam masyarakat

memasuki lingkungan yang lebih luas yakni lingkungan masyarakat. PENDAHULUAN A. Permasalahan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu proses untuk membina dan mengantarkan anak

LANDASAN SOSIOLOGIS. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi pendidikan meliputi empat bidang :

BAB II TINJAUAN TEORITIS

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Wonosari merupakan salah satu dari 7 kecamatan yang ada di

BAB I PENDAHULUAN. mendidik anak-anak bangsa untuk taat kepada hukum (Azizy, 2003: 3).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. memberi dampak positif dalam aspek kehidupan manusia.

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan esensi dari sebuah pendidikan. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan tingkat keberagaman yang tinggi. Baik keberagaman hayati

Kurikulum Berbasis TIK

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses kegiatan belajar mengajar merupakan suatu aktivitas yang bertujuan

I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem kerap muncul sebagai bentuk reformasi dari sistem sebelumnya.

PENDEKATAN ILMIAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM MADRASAH IBTIDAIYAH (Studi Analisis Desain Strategi Pendidikan Agama Islam)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Teori Adopsi dan Difusi Inovasi

KIP dan Perubahan Sikap

Model Mazmanian dan Sabatier

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tersebut mempunyai rasa percaya diri yang memadai. Rasa percaya diri (Self

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan temuan penelitian dan analisis hasil penelitian tentang

PENYULUHAN KEHUTANAN Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecepatan Adopsi I. PENDAHULUAN. merupakan usaha untuk mengubah pengetahuan, sikap, kebiasaan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Definisi-definisi Difusi adalah proses inovasi yang dikomunikasikan melalui saluran-saluran tertentu kepada anggota sistem sosial Komunikasi adalah se

BAB I PENDAHULUAN. prestasi belajar siswa dengan berbagai upaya. Salah satu upaya tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mempelajari pengetahuan berdasarkan fakta, fenomena alam, hasil pemikiran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi pada fisik maupun non-fisik, merupakan

dengan memberi tekanan dalam proses pembelajaran itu sendiri. Guru harus mampu menciptakan kondisi pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif,

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mengembangkan pengetahuan dan kepribadiannya. Pendidikan ini

KETERLAKSANAAN LAYANAN PEMBELAJARAN DALAM BIMBINGAN BELAJAR OLEH GURU KELAS BERDASARKAN TANGGAPAN SISWA DI SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

DUKUNGAN PENYULUH DI KELEMBAGAAN PETANI PADA PENGUATAN PERKEBUNAN KOPI RAKYAT

I. PENDAHULUAN. Kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dihadapkan kepada masalah sosial

BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PRIMA TANI OLEH PETANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANNYA

TINJAUAN PUSTAKA Remaja Karakteristik Remaja Kepribadian Remaja dalam Sudut Pandang Konsumen

I. PENGANTAR. Presiden Joko Widodo, yaitu 'meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing

PERBEDAAN MOTIVASI MENGEMBANGKAN KARIR ANTARA TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT PADA KARYAWAN. Skripsi

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah Bangsa yang heterogen, kita menyadari bahwa bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada saat ini telah menjadi kebutuhan yang sangat penting dalam

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Responden penelitian ini adalah para petani di Desa Poncowarno Kecamatan

Praktikum Perilaku Konsumen

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Statistik Kunjungan Wisatawan ke Indonesia Tahun Tahun

Keterlibatan siswa baik secara fisik maupun mental merupakan bentuk

Dampak Perubahan Sosial Budaya

BAB I PENDAHULUAN. memandang latar belakang maupun kondisi yang ada pada mereka. Meskipun

BAB I PENDAHULUAN. manusia -manusia pembangunan yang ber-pancasila serta untuk membentuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. nilai budaya, memberikan manfaat/benefit kepada masyarakat pengelola, dan

tersisih ", mengandung pengertian bahwa kaum gay pada akhirnya tetap

BAB I PENDAHULUAN. pendapat Suroso Prawiroharjo sebagaimana dikutip Raka Joni (1984 : 5), salah

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa dituntut kreatif, inovatif dan berperan aktif dalam berinteraksi

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan pilar utama bagi kemajuan bangsa dan negara.

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah bentuk dari proses pembelajaran manusia mengenai

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB V PENUTUP. khas minang di kota Padang dengan menguji hubungan antara entrepreneurial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari banyak pulau

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi perkembangan ini dan harus berfikiran lebih maju. Ciri-ciri

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. kesimpulan bahwa proses difusi, inovasi dan adopsi motor trail pada komunitas

BAB I PENDAHULUAN. dan pembangunan nasional sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas hidup

BAB I PENDAHULUAN. Akhlak sebagai potensi yang bersemayam dalam jiwa menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

BAB 1 PENDAHULUAN. pesat menyebabkan munculnya berbagai gejala sosial dan perubahan dalam. jawab dalam menghadapi tantangan di masa depan.

BAB II LANDASAN TEORI. A. Keterlaksanaan Pembelajaran Matematika

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan diperlukan pembangunan

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. A. Kesimpulan Kreativitas mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan

Transkripsi:

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS Kerangka Berpikir Paradigma Adopsi Inovasi Paradigma lama kebijakan pembangunan selama ini mengalami distorsi terhadap pluralitas bangsa dengan melakukan perencanaan program pembangunan dari atas (top down planning) dan menggunakan pola penyeragaman dalam strategi pembangunan masyarakat yang bersifat instruktif. Hal ini berlaku pada kegiatan penelitian dan transfer inovasi teknologi. Penyuluhan harus dilaksanakan sesuai dengan juklak dan juknisnya sehingga masyarakat hanya berperan sebagai obyek pembangunan. Usaha di atas secara teknis seringkali mengalami kegagalan. Transfer teknologi dari stasiun penelitian ke lahan petani seringkali hanya diadopsi sebagian atau bahkan tidak diadopsi sama sekali oleh petani. Para petani umumnya memiliki sumber daya yang terbatas, dengan kondisi sosio-ekonomi atau budaya yang berbeda dengan kondisi di stasiun percobaan inovasi teknologi. Pola pertanian ladang berpindah, menanam jenis umbi-umbian seperti ubi jalar (betatas), keladi, ubi kayu dan kini wortel adalah budaya pertanian masyarakat Papua Barat yang sulit diintroduksi dengan pola pertanian atau inovasi baru lainnya. Ubi jalar dan keladi, selain merupakan makanan pokok bagi masyarakat Papua Barat juga memiliki nilainilai yang dipercayai untuk kehidupan mereka. Introduksi tanaman pertanian yang baru seperti kentang, wortel, jagung, jeruk, buncis, bawang, kol, kacang tanah dilakukan oleh missi keagamaan dan Pemerintah, namun tidak jarang mendapat penolakan dari masyarakat setempat (Widjojo dan Yogaswara, 1995:93). Model difusi dan adopsi inovasi telah dikritik oleh Downs, Mohr dan Gonzales (Jahi, 1988:41) sebagai model yang sarat dengan nilai melalui asumsi bahwa inovasi tersebut baik dan adopsi ialah sesuatu yang dengan sendirinya diinginkan. Dalam hal ini pertanian bukan hanya sekadar mata pencaharian, melainkan cara hidup masyarakat. Kegiatan pertanian mengandung makna hubungan antara petani dengan tanahnya, dan dalam hubungan tersebut melibatkan kepercayaan dan cara hidup petani (Mead, 1960:179). Dipertegas oleh Gonzales (Jahi, 1988:43) bahwa penolakan suatu inovasi tidak selamanya boleh dianggap sebagai gejala keterbelakangan (konservatif), tetapi penolakan ini malah menunjukkan kekreatifan penduduk setempat. 64

Pola pertanian tersebut di atas yang kurang dipahami oleh peneliti dan penyuluh. Susanto (1985:13), Fujisaka (1993:271), Pretty (1995:320) menemukan penyebab para petani menolak teknologi inovasi adalah: (1) Teknologi yang direkomendasikan seringkali tidak menjawab masalah yang dihadapi petani sasaran; (2) Teknologi yang ditawarkan sulit diterapkan petani dan mungkin tidak lebih baik dibandingkan dengan teknologi lokal yang sudah ada; (3) Inovasi teknologi justru menciptakan masalah baru bagi petani karena kurang sesuai dengan kondisi sosial, ekonomi, norma budaya, pranata sosial dan kebiasaan masyarakat setempat; (4) Penerapan teknologi membutuhkan biaya tinggi sementara imbalan yang diperoleh kurang memadai; (5) Sistem dan strategi penyuluhan yang masih lemah sehingga tidak mampu menyampaikan pesan dengan tepat, tidak informatif dan tidak dimengerti; dan (6) Ketidak-pedulian petani terhadap tawaran teknologi baru, seringkali akibat pengalaman kurang baik di masa lalu dan telah merasa puas dengan apa yang dirasakan saat ini. Masyarakat Papua Barat, cepat atau lambat pasti mengalami perubahan dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern, yaitu perubahan yang terencana sehingga masyarakat tersebut meningkat kesejahteraannya. Berbagai studi tentang masyarakat dan pembangunan menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi yang sering disebut inovasi memiliki peran yang besar terhadap perubahan sosial budaya di masyarakat (ESCAP, 1984:3; Rogers, 1983:12). Namun demikian, teknologi sendiri tidak dapat merubah masyarakat tanpa peran serta lembaga-lembaga sosial budaya. Penerimaan inovasi menyangkut kesiapan, kebutuhan, dan manfaat inovasi tersebut bagi masyarakat setempat (Savitri, 1997:26-27). Pola Pengaruh dalam Keputusan Adopsi Inovasi Menurut Rogers (1983:164), proses pengambilan keputusan adopsi inovasi adalah suatu proses mental sejak seseorang individu atau organisasi mulai dari pertama kali menyadari adanya suatu inovasi, membentuk sikap terhadap inovasi tersebut, memutuskan untuk menolak atau menerima, mengimplementasikan suatu ide baru, dan membuat konfirmasi atas keputusannya menerima atau menolak inovasi. Mental itu sendiri, menurut Koentjaraningrat (2004:5-8), adalah salah satu wujud dari kebudayaan yang paling abstrak, namun dapat dilihat dari perilaku (wujud ke-2) dan karya (wujud ke-3) manusia itu sendiri. 65

Proses keputusan untuk mengadopsi atau menolak sesuatu inovasi bukanlah suatu keputusan yang mendadak. Keputusan tersebut merupakan keputusan yang terjadi setelah melewati suatu proses yang panjang dan berbagai tahapan. Pengambilan keputusan adopsi inovasi oleh individu umumnya bersifat opsional atau pilihan. Proses pengambilan keputusan adopsi inovasi opsional oleh individu umumnya lebih singkat dibanding oleh kelompok atau suatu lembaga. Menurut Rogers (1983:211-232), pengambilan keputusan tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor: (1) Saluran komunikasi (interpersonal dan media massa); (2) Kondisi sebelumnya (cara lama, kebutuhan belajar, keinovatifan, norma dari sistem sosial); (3) Karakteristik unit pengadopsi (sosial, ekonomi, budaya; variabel kepribadian; perilaku komunikasi); (4) Karakteristik inovasi (keuntungan relatif, kesesuaian, kerumitan, kemungkinan dicoba, dan, kemudahan diamati). Pengaruh Kondisi Adopter terhadap Tahap Pengetahuan Adopsi Soedijanto (2004:3-4) mengatakan bahwa dahulu penyuluh pertanian menghadapi petani produsen tetapi sekarang menghadapi petani pengusaha (agribisnis) yang memiliki budaya berlainan dengan petani produsen. Penyuluh bukanlah proses transfer teknologi, tetapi proses pembelajaran dan pemberdayaan masyarakat. Menyuluh bukannya mengajar cara bertani melainkan mengajar petani. Penyuluhan pertanian adalah proses pembelajaran yaitu timbulnya proses belajar dari petani, bukan proses mengajar yang dilakukan oleh penyuluh. Dengan kata lain, diperlukan perubahan pola pendekatan baru dari yang bersifat menggurui (teaching) ke pola saling belajar bersama (learning) antara petani dengan intitusi penelitian dan pembangunan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Cornwall et al. (1994:98-117), yang mengatakan bahwa kunci penerapan pendekatan partisipatif pada berbagai konsteks haruslah pendekatan yang lebih strategis, lebih lentur dan lebih manusiawi. Proses adopsi inovasi menurut Gonzales (Jahi, 1988:38) adalah mengikuti hirarkhi efek belajar yaitu: Belajar Merasakan Bertindak. Kondisi adopter sebelum inovasi berlangsung, misalnya kebutuhan akan pengetahuan pertanian, nilai-nilai budaya, dan pengalaman penyuluhan yang pernah mereka terima akan mempengaruhi proses adopsi inovasi, yaitu pada tahap pengetahuan atau perkenalan suatu inovasi. Petani tidak akan mau belajar kalau tidak membutuhkan perubahan perilaku pada usaha taninya. Petani sebagai warga belajar membutuhkan pengetahuan, ketrampilan, sikap dan nilai-nilai yang akan merubah perilaku untuk memajukan usaha taninya, itulah yang 66

disebut kebutuhan belajar. Aspek pengetahuan disebut pula sebagai aspek kognitif karena untuk mengembangkan kemampuan daya nalar peserta pelajar. Aspek sikap disebut pula aspek afektif karena untuk mengembangkan sikap, budi pekerti dan ahlak sesuai dengan norma-norma, keyakinan dan kepercayaan yang berlaku atau diajarkan oleh agama, adat istiadat peserta belajar. Aspek keterampilan yang disebut pula dengan aspek psikomotorik, yaitu aspek untuk mengembangkan ketrampilan, gerak jasmani atau keahlian tertentu yang sifatnya dapat diamati secara empiris. Kebutuhan belajar dalam proses adopsi inovasi dipengaruhi oleh karakteristik dari adopter itu sendiri. Karateristik terdiri dari kondisi sosial dan ekonomi, kepribadian, dan perilaku komunikasinya. Petani yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi, berempati, dan akses informasi yang besar akan lebih cepat mengadopsi inovasi. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa inovasi teknologi yang diperkenalkan kepada masyarakat sering terjadi penolakan. Hal ini menurut Spicer (Pono, 1990:8) dapat disebabkan adanya ketidaksesuaian dengan keadaan sosial budaya setempat. Terdapat kesenjangan nilai atau sistem. Timbul ketakutan bahwa masuknya teknologi baru tersebut akan memasukkan nilai-nilai asing yang memiliki standar nilai yang berbeda dan tujuan yang berbeda. Dijelaskan oleh Krober dan Kluckhon (Pono, 1990:9) bahwa kebudayaan adalah cara hidup yang diikuti oleh komunitas termasuk semua prosedur kemasyarakatan yang sudah terpola. Kebudayaan dari suatu suku bangsa merupakan kumpulan dari kepercayaan dan prosedur yang terpola pula. Sesuai dengan wujud kedua dari kebudayaan menurut Koentjaraningrat (2004:5-8), yaitu aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat. Wujud ini sering disebut sistem sosial, mengenai kelakuan berpola dari manusia itu sendiri. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia-manusia yang berinteraksi, berhubungan serta bergaul satu dengan yang lain, yang dari detik ke detik, dari hari ke hari, dan dari tahun ke tahun selalu mengikuti pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Tiga wujud kebudayaan (1) abstrak (ide, gagasan, nilai, norma, pengetahuan, peraturan dsb.); (2) sistem sosial; dan (3) benda-benda hasil karya, dalam kenyataan kehidupan masyarakat tidak terpisah satu dengan yang lain. Kebudayaan ideal dan adat istiadat mengatur dan memberi arah kepada perbuatan dan karya manusia. Baik pikiran-pikiran dan ide-ide, maupun perbuatan dan karya manusia, menghasilkan benda-benda kebudayaan fisiknya. Sebaliknya, kebudayaan fisik itu membentuk suatu lingkungan hidup tertentu yang makin lama makin menjauhkan manusia dari lingkungan 67

alamiahnya, sehingga mempengaruhi pula pola-pola perbuatannya, bahkan juga mempengaruhi cara berpikirnya. Nilai-nilai budaya yang dianggap penting karena merupakan aset budaya yang dapat dipakai untuk menunjang pembangunan menurut Koentjaraningrat (2004:34-36) adalah: (1) Nilai budaya yang berorientasi ke masa depan; (2) Nilai budaya yang berhasrat untuk mengeksplorasi lingkungan alam; (3) Nilai budaya yang menilai tinggi hasil dari karya manusia, dan (4) Nilai budaya tentang pandangan terhadap sesama manusia. Pola pengaruh antara kebutuhan belajar, nilai-nilai budaya, dan sikap adopter terhadap penyuluhan selama ini dengan adopsi inovasi tahap pengetahuan terlihat pada Gambar 1. Kondisi Adopter Kebutuhan belajar Nilai-nilai budaya Sikap terhadap penyuluhan Tahap pengetahuan Karakteristik Adopter Sosial ekonomi Kepribadian (Sistem nilai) Perilaku komunikasi Gambar 1. Pengaruh Kondisi dan Karakteristik Adopter terhadap Tahap Pengetahuan Adopsi Inovasi Pengaruh Faktor-faktor Kekuatan Masyarakat dalam Adopsi Inovasi Faktor-faktor kekuatan masyarakat petani dalam penelitian ini akan dijadikan peubahpeubah independen yang mempengaruhi proses adopsi inovasi (variabel dependen). Terdapat tiga jenis kekuatan dalam masyarakat yaitu: (1) Kekuatan pendorong, (2) Kekuatan bertahan, dan (3) Kekuatan pengganggu. Kekuatan pendorong adalah nilai-nilai sosial budaya dalam bentuk instrumen yang akan mendorong kemajuan suatu individu, kelompok dan masyarakat. Termasuk dalam nilai-nilai sosial budaya yang mendorong dalam penelitian ini adalah: (1) Empati, (2) Rasionalitas, (3) Sikap mau ambil risiko, (4) Optimis, (5) Keinovatifan, dan (6) Sikap terhadap perubahan. 68

Sebaliknya kekuatan bertahan adalah nilai-nilai sosial budaya yang mempertahankan sesuatu yang ada dalam kehidupan masyarakat. Biasanya, kekuatan ini dicerminkan oleh rasa menentang setiap inovasi baru atau inovasi tertentu yang diduga akan menimbulkan perubahan terhadap sesuatu yang selama ini telah dimiliki dan dipertahankan, atau disebut nilai-nilai sosial budaya terbelakang. Termasuk dalam nilai-nilai sosial budaya yang bertahan dalam penelitian ini adalah antitesis dari nilai-nilai sosial budaya maju seperti: (1) Antipati, (2) Emosional, (3) Sikap tidak mau ambil risiko, (4) Pesimis, (5) Pasif, dan (6) Konservatif. Faktor kekuatan pengganggu dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang menghambat kecepatan proses adopsi dan difusi inovasi. Rogers (1983), menyatakan atribut atau ciri-ciri inovasi yang mengganggu proses adopsi inovasi adalah: (1) Keuntungan relatif, (2) Kesesuaian, (3) Kerumitan, (4) Bisa dicoba, (5) Mudah diamati, dan (6) Ketersediaan alat atau bahan inovasi tersebut di lingkungan petani. Atribut inovasi akan berpengaruh terhadap tahap persuasif adopsi inovasi. Ketiga kekuatan (pendorong, bertahan, dan pengganggu) tersebut berkembang dalam aktivitas keseharian pada suku pedalaman Arfak seperti kegiatan bercocok tanam ubi-ubian, sebagai mata pencaharian utama dan bahan makanan pokok masyarakat pedalaman di Papua Barat. Bertani dengan cara menggunakan pengetahuan dan teknologi yang mereka miliki secara turun temurun adalah ciri masyarakat yang tinggal di pedalaman yang jauh akses dari dataran rendah atau perkotaan. Saluran komunikasi sangat berperan dalam proses adopsi inovasi tersebut, mulai dari tahap pengetahuan sampai dengan tahap adopsi. Penelitian ini akan dilihat ketiga faktor kekuatan sosial budaya dalam aktivitas bercocok tanam ubi jalar. Hasil pengamatan nilai-nilai sosial budaya melalui pengukuran (skor) akan memperoleh nilai-nilai budaya yang perlu dikembangkan yaitu nilai-nilai budaya yang esensial dan pelengkap (Gambar 2). 69

Kekuatan Pendorong (+) Empati Rasionalitas Sikap mau ambil risiko Optimis Keinovatifan Kekuatan Bertahan (-) Antipati Irasionalitas Sikap tdk mau ambil resiko Pesimis Pasif Nilai Budaya Esensial Pelengkap Sikap positif terhadap perubahan Kekuatan Pengganggu (+/-) Keuntungan relatif Konservatif Adopsi Inovasi Kesesuaian Kerumitan Kemungkinan dicoba Ketersediaan Kemudahan diamati Gambar 2. Pengaruh Faktor-faktor Kekuatan (Sosial Budaya) terhadap Adopsi Inovasi Kegagalan oleh pengetahuan dan teknologi modern selama ini, telah kembali melirik keberadaan pengetahuan lokal. Muncul suatu pandangan baru yang lebih mengarah ke usaha serius untuk menyuarakan norma, nilai dan pengetahuan ekologi petani, serta strategi petani dalam menghadapi permasalahannya. Adanya usaha perpaduan, saling melengkapi antara pengetahuan teknologi lokal dengan modern menghasilkan beberapa peluang yaitu (1) Sistem pengetahuan lokal dan pengetahuan ilmiah saling melengkapi; (2) Kedua sistem pengetahuan tersebut selaras, menggunakan istilah berbeda untuk hal yang sama; (3) Dua pandangan tersebut saling bertentangan, ini merupakan tantangan yang akan diteliti dalam penelitian ini; dan (4) Pengetahuan lokal tersebut dapat disempurnakan dan dilengkapi dengan gagasan pengetahuan modern. Keterpaduan inilah menghasilkan teknologi tepat guna bagi petani lokal. Cara ini umumnya mempunyai tingkat keberhasilan yang lebih tinggi daripada memberikan rekomendasi dalam bentuk satuan paket teknologi. Terlepas dari ditolaknya paket teknologi tersebut, ternyata para petani juga tertarik pada bagian tertentu dari paket teknologi. Ketertarikan tersebut akan dilanjutkan dengan uji coba dan jika hasilnya seperti yang diharapkan barulah diadopsi (Chambers, 1988:181-190; 70

Fujisaka, 1993:137-152). Para petani seringkali memodifikasi inovasi anjuran tersebut untuk disesuaikan dengan keperluan dan keterbatasan mereka. Upaya untuk memecahkan permasalahan di tingkat petani, banyak ahli menganjurkan suatu penelitian dan pendekatan pembangunan alternatif untuk memperkuat kemampuan uji coba petani (Clarke, 1991:217; den Biggelaar, 1991:25; Anderson dan Sinclair, 1993:345; Ruddell et al., 1997:200). Kebutuhan Belajar (X1): Pengetahuan Ketrampilan Sikap mental Orientasi Nilai Budaya (X2): Hakikat hidup Hakikat karya manusia Persepsi manusia terhadap waktu Pandangan manusia thdp alam Hakikat hubungan manusia dgn sesamanya Tahap Pengetahuan (Y1) Saluran Komunikasi (X6): Interpersonal Mdi Tahap Persuasif (Y2) Tahap Keputusan (Adopsi) (Y3) Sikap terhadap Penyuluhan (X3): Materi Metode Kehadiran Karakteristik Petani (X4): Sosial ekonomi Individu/Sistem nilai Komunikasi Atribut Inovasi (X5): Keuntungan relatif Kesesuaian Kerumitan Kemungkinan dicoba Kemudahan diamati Kemudahan diperoleh Gambar 3. Kerangka Berpikir dan Hubungan saling Pengaruh Peubah Penelitian Berdasarkan uraian di atas, maka faktor perilaku budaya masyarakat Papua Barat atau khususnya Suku Pedalaman Arfak sangat berperan dalam proses adopsi inovasi. Lebih jelas kerangka berpikir dan pengaruh antar peubah dalam penelitian ini tampak pada Gambar 3. Hipotesis Penelitian Penelitian ini selain mengungkap informasi yang bersifat kuantitatif melalui pengujian hipotesis, juga tidak kurang pentingnya informasi yang bersifat kualitatif tentang pengetahuan dan teknologi lokal sebagai peubah penunjang dalam mengungkap fenomena- 71

fenomena pengaruh sosial budaya dalam penelitian. Beberapa hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: (1) Terdapat hubungan yang nyata saling mempengaruhi antara kebutuhan belajar, nilainilai budaya, sikap terhadap penyuluhan, dan karakteristik masyarakat petani Arfak terhadap tahap pengetahuan adopsi inovasi; (2) Atribut inovasi yang diterima masyarakat petani Arfak secara nyata berpengaruh terhadap tahap persuasif adopsi inovasi; (3) Saluran komunikasi inovasi yang dimiliki masyarakat petani Arfak secara nyata berpengaruh terhadap tahapan adopsi inovasi (tahap pengetahuan, tahap persuasif, dan tahap keputusan). 72