KAJIAN AKSESIBILTAS DIFABEL PADA KAMPUS I UNIVERSITAS TARUMANAGARA

dokumen-dokumen yang mirip
Penerapan Standar Fasilitas Parkir Untuk Difabel Di RSUD Pasar Minggu

BAB III LANDASAN TEORI. diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan

BAB II TINJAUAN OBJEK

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

Kajian Desain Sirkulasi Ruang Luar Dan Ruang Dalam Bagi Penyandang Cacat Pada Kawasan Bangunan Ciwalk ( Cihampelas Walk )

BAB 5 HASIL RANCANGAN

Terdapat 3 (tiga) metode dalam memarkir kendaraan, diantaranya adalah:

Laporan Monitoring. Aksesibilitas Lingkungan Fisik Balai Desa Plembutan. Sumiyati (Disabilitas)

IDENTIFIKASI DAN EVALUASI AKSESIBILITAS PENYANDANG DIFABEL DIPUSAT PERBELANJAAN GANDARIA CITY

KAJIAN REFERENSI. 1. Persyaratan Kenyamanan Ruang Gerak dalam Bangunan Gedung

AKSESIBILITAS BAGI PENYANDANG DISABILITAS PADA TERMINAL PURABAYA SURABAYA

BAB II KAJIAN TEORI 1.9 Kode Etik Arsitek dan Kaidah Tata Laku Profesi Arsitek Standar Etika 2.1 (Tata Laku)

Simposium Nasional RAPI XII FT UMS ISSN


AKSISIBILITAS LINGKUNGAN FISIK BAGI PENYANDANG CACAT

DISABILITAS DAN PENGURANGAN RESIKO BENCANA DI TEMPAT KERJA

Jurnal Ilmiah Teknik dan Informatika Vol. 2, No. 1, Februari 2017

Fasilitas Aksesibilitas Penyandang Disabilitas Tunadaksa di Stasiun KA Kota Baru Malang

Aksesibilitas Sarana dan Prasarana bagi Penyandang Tunadaksa di Universitas Brawijaya

BAB VI KONSEP RANCANGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Implementasi Aksesibilitas Pada Gedung Baru Perpustakaan UGM

Keywords: Accessible Design, circulation, public spaces, wheelchair users

KAJIAN AKSESIBILITAS KAUM DIFABEL PADA GEDUNG PASAR ACEH BERDASARKAN PERSEPSI MASYARAKAT, LANSIA DAN PENYANDANG CACAT

BAB III METODE PERANCANGAN. daksa yang dapat menerima segala umur dan kelas sosial, memudahkan

IDENTIFIKASI KENYAMANAN PEJALAN KAKI DI CITY WALK JALAN SLAMET RIYADI SURAKARTA

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Untuk menjawab tujuan dari penelitian tugas akhir ini. berdasarkan hasil analisis dari data yang diperoleh di lapangan

Capacity Building Workshop on Supporting Employability of Persons with Disability

Standar Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan Fasilitas Pelayanan Kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Penyandang Cacat di Jakarta Tahun 2008

REDESAIN SHELTER BUS TRANS JOGJA DENGAN PENDEKATAN ANTHROPOMETRI DAN AKSESIBILITAS

MANUAL DESAIN BANGUNAN AKSESIBEL

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SEMINAR DESAIN ARSITEKTUR

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN

BAB V Konsep. 5.1 Konsep Ide dasar

Evaluasi Fungsi Tangga Darurat pada Gedung-gedung di Universitas Negeri Semarang

BAB V HASIL RANCANGAN

1 dari 2 28/10/ :06

BAB V LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR

Aksesibilitas Bagi Difabel pada Bangunan Hotel di Kota Surakarta

KONSTRUKSI TANGGA. Minggu X

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. (sumber:kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) 2. Menurut pakar John C. Maxwell, difabel adalah

BALAI REHABILITASI SOSIAL BAGI DISABILITAS FISIK (TUNA NETRA, TUNA RUNGU WICARA, DAN TUNA DAKSA) DI SURAKARTA

PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT

BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. dengan lingkungannya yang baru.

JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5, No.2, (2016) ( X Print) G-179

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V KONSEP DASAR DAN PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR

BAB 2 LANDASAN TEORI

AKSESIBILITAS JEMBATAN PENYEBERANGAN ORANG (JPO) BAGI PENYANDANG DIFABEL DI KOTA BANDA ACEH MENURUT PERSEPSI MASYARAKAT

INTERIOR PERPUSTAKAAN TK DESIGNED BY. HOLME scompany

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada para pelanggan. Sedangkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu keadaan tidak bergerak dari suatu kendaraan yang tidak bersifat

Pokok-poko pikiran. Oleh : Wijang Wijanarko Yayasan Griya Mandiri

Manajemen Fasilitas Pejalan Kaki dan Penyeberang Jalan. 1. Pejalan kaki itu sendiri (berjalan dari tempat asal ke tujuan)

BAB VI HASIL PERANCANGAN. terdapat pada konsep perancangan Bab V yaitu, sesuai dengan tema Behaviour

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB III: TAHAP FINALISASI METODE PENELITIAN

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 30/PRT/M/2006 TENTANG PEDOMAN TEKNIS FASILITAS DAN AKSESIBILITAS PADA BANGUNAN GEDUNG DAN LINGKUNGAN

LAMPIRAN. : Hangat/putih, netral K. Lukisan pada umumnya dipasangkan di sepanjang dinding ruang pameran atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Diagram 1.1. Jumlah Penyadang Cacat Yogyakarta Sumber: Dinas Sosial Provinsi D.I. Yogyakarta,

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan kualitas dan daya tariknya kemudian berangsur-angsur akan berubah

BAB VI HASIL PERANCANGAN. apartemen sewa untuk keluarga baru yang merupakan output dari proses analisis

BAB I PENDAHULUAN. Kota-kota di Indonesia tengah mengalami perkembangan populasi yang sangat

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 11 TAHUN 2002 TENTANG PENYEDIAAN FASILITAS PADA BANGUNAN UMUM DAN LINGKUNGAN BAGI DIFABEL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1-1

Kendala Umum yang Dihadapi Penyandang Disabilitas dalam Mengakses Layanan Publik

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Tinjauan Objek Perancangan: Pusat Rehabilitasi Tuna Daksa

PERSYARATAN TEKNIS AKSESIBILITAS PADA BANGUNAN UMUM DAN LINGKUNGAN

ANALISIS PENINGKATAN FUNGSI BANGUNAN UMUM MELALUI UPAYA DESAIN ACCESSIBILITY

KAJIAN FASILITAS DAN AKSESIBILITAS BAGI DIFABEL PADA BANGUNAN PELAYANAN UMUM (STUDI KASUS KANTOR WALIKOTA BANDA ACEH)

Penerapan Manajemen Pelayanan Inklusif Abstrak

LAMPIRAN. Peta Curah Hujan Kabupaten Magelang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Rancangan Sirkulasi Pada Terminal Intermoda Bekasi Timur

BAB VI KONSEP. Gambar 6.2 Penempatan Akses Masuk Sumber : Gregorius,

semua Puskesmas memiliki aksesibilitas. mengenai anggaran untuk penyediaan aksesibilitas difable (penyandang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

PEMANFAATAN JEMBATAN PENYEBERANGAN ORANG DI KOTA MAKASSAR

BAB 4 PRINSIP-PRINSIP PERANCANGAN TAMAN LINGKUNGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2010). Aksesibilitas adalah konsep yang luas dan fleksibel. Kevin Lynch

BAB III: GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI

UNIVERSITAS INDONESIA AKSESIBILITAS SARANA PRASARANA TRANSPORTASI YANG RAMAH PENYANDANG DISABILITAS (STUDI KASUS TRANSJAKARTA) SKRIPSI

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMUDAHAN MANUVER PARKIR (STUDI KASUS UNIVERSITAS KRISTEN PETRA SURABAYA)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam kehidupan sehari-hari di daerah perkotaan, seringkali muncul

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pemilihan Kantor Pemerintahan Desa Merdikorejo Pengguna Bangunan Beserta Aktivitasnya

BAGIAN 6 EVALUASI PERANCANGAN

LAMPIRAN. Proposal Penelitian Studi Evaluasi Jalur Evakuasi Terhadap Keselamatan Karyawan Pada Wisma Barito Pasific

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

TABEL A1 SPESIFIKASI TEKNIS BANGUNAN GEDUNG PEMERINTAH/LEMBAGA KLASIFIKASI TINGGI/TERTINGGI NEGARA

BAB II KAJIAN TEORI. dari berbagai pustaka. Adapun topik yang akan dibahas adalah fasilitas pedestrian

Transkripsi:

KAJIAN AKSESIBILTAS DIFABEL PADA KAMPUS I UNIVERSITAS TARUMANAGARA Theresia Budi Jayanti 1 1 Jurusan Arsitektur, Universitas Tarumanagara, Jl. Let. Jend S. Parman No.1 Jakarta 11440 Email: threresiaj@ft.untar.ac.id ABSTRAK Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Umum dijelaskan aksesibilitas dapat dilihat dari kemudahan dan kelancaran dalam bergerak, berkaitan dengan sirkulasi, visual dan komponen setting. Difabel atau kata yang memiliki definisi Different Abled People adalah orang yang mempunyai suatu kekurangan sehingga menyebabkan nilai atau mutunya kurang baik atau kurang sempurna / tidak sempurnanya akibat kecelakaan atau lainnya yang menyebabkan keterbatasan pada dirinya secara fisik (Kamus Besar Bahasa Indonesia/KBBI). Kaum difabel memerlukan suatu lingkungan yang mampu mewadahi aktifitas/kegiatan serta sarana aksesibilitas yang memadai yang dapat memperlancar mobilitas mereka. Universitas Tarumanagara merupakan salah bangunan yang berfungsi sebagai pusat pendidikan dan telah memiliki banyak mahasiswa untuk menuntut ilmu. Tidak menutup kemungkinan kaum difable merupakan salah satu mahasiswa atau pegawai yang berada di lingkungan kampus Universitas Tarumanagara. Berdasarkan hal tersebut diatas, perlu dilakukan kajian aksesibilitas kaum difabel pada kampus Universitas Tarumanagara. Metode yang digunakan yaitu Penelitian terapan (applied research) melalui pendekatan deskriptif kualitatif. Untuk menganalisa data mengunakan metoda expose yaitu pemeriksaan terhadap data standar aksesibilitas (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 30/PRT/2006) dengan data yang ditemui di Kampus I Universitas Tarumanagara. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui aksesibilitas difable pada Kampus I universitas Tarumanagara apakah sudah sesuai dengan standar Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.30/PRT/M/2006. Kata kunci : aksesibiltas, difable, kampus I Universitas Tarumanagara 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Jhon Black mengatakan bahwa aksesibilitas merupakan suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan pencapaian lokasi dan hubungannya satu sama lain, mudah atau sulitnya lokasi tersebut dicapai melalui transportasi (Leksono dkk, 2010). Kevin Lynch mengatakan aksesibilitas adalah masalah waktu dan juga tergantung pada daya tarik dan identitas rute perjalanan (Talav Era, 2012). Sedangkan pengertian aksesibilitas menurut Undang-Undang No 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat Pasal 1 ayat menyatakan bahwa Aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan bagi penyandang cacat guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Aksesibilitas untuk kaum difable tidak terlepas dari penyedian fasilitas untuk mereka. Fasilitas yang baik adalah fasilitas yang dapat mewadahi seluruh lapisan masyarakat tanpa pengecualian. Fasilitas merupakan salah satu sektor penting untuk semua masyarakat terutama fasilitas di bangunan pendidikan. Di Indonesia, aksesibilitas di bangunan pendidikan masih saja tidak memperhatikan golongan kecil (misal: para difable) sehingga para difable cenderung terasing karena kesulitan dalam menjalankan aktivitas. Saat ini aksesibilitas bangunan pendidikan di Universitas Tarumanagara ARS-74

dirasa masih kurang memenuhi peraturan menteri PU No.30/ PRT/ M/ 2006. Hal ini dikarenakan masih banyak aksesibilitas terutama terhadap penggunaan fasilitas yang hanya diutamakan untuk manusia normal. Sebagai contoh, tactile yang berada di trotoir depan kampus 1 universitas Tarumanagara, tactile dalam kondisi rusak dan tidak dapat digunakan secara maksimal, ramp pada kampus 1 gedung komunikasi dengan ukuran 1/6 yang dapat digunakan oleh masyarakat normal tetapi tidak untuk kalangan lain, ramp seharusnya berukuran 1/12 jika ingin digunakan untuk semua orang. Lebar jalan saat menyebrangi gedung utama ke gedung parkiran di batasi oleh tiang-tiang dengan lebar 80 cm sehingga pengguna kursi roda akan mengalami kesulitan dalam mengaksesnya dan lagi berbagai ramp yang ada di bata merah berukan 1/5 lebar 120 yang hanya direncanakan untuk trolley bukan pengguna kursi roda. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui aksesibilitas difable pada Kampus I universitas Tarumanagara apakah sudah sesuai dengan standar Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.30/PRT/M/2006 Manfaat Sebagai rujukkan untuk meningkatkan kenyamanan dan keamanan aksesibilitas kaum difable pada kampus I Universitas Tarumanagara sehingga dapat mewadahi kegiatan setiap kalangan mahasiswa. Rumusan Masalah Bagaimanakah penilaian aksesibilitas di kampus I Universitas Tarumanagara dari sudut pandang kaum difabel? Batasan Penelitian Penelitian ini di batasi pada aksesibilitas pada Kampus I universitas Tarumanagara, terutama pada akses masuk, akses antar bangunan serta fasilitas yang ada (lift dan toilet). 2. KAJIAN PUSTAKA Difabel Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), difabel adalah suatu kekurangan yang menyebabkan nilai atau mutunya kurang baik atau kurang sempurna/tidak sempurnanya akibat kecelakaan atau lainnya yang menyebabkan keterbatasan pada dirinya secara fisik. Menurut Goldsmith (1984), difabel didefinisikan sebagai orang yang memiliki gangguan fisik dan tidak mampu untuk menggunakan fasilitas bangunan karena tidak tersedianya fasilitas pendukung bagi kemudahan mereka. Sedangkan WH, difabel adalah suatu kehilangan atau ketidaknormalan baik psikologis, fisiologis maupun kelainan struktur atau fungsi anatomis. WH merevisi konsep klasifikasi difabel International Classification of Impairment, Disability and Handicap menjadi International Classification of Functioning Disability and Health (ICF). Pada konsep ini impairment bukanlah satu-satunya faktor yang menjadi fokus dalam menilai keberfungsian kemampuan seseorang. Ada dua komponen utama yang perlu dipelajari dalam memahami masalah difable, yaitu: Functioning (keberfungsian), meliputi keberfungsian badan/anatomi dan struktur serta aktivitas dan partisipasi. ARS-75

Disability (ketidakmampuan), bagian pertama meliputi keberfungsian badan/anatomi dan struktur serta aktivitas dan partisipasi, sedangkan bagian kedia terdiri dari faktor-faktor kontekstual, seperti faktor lingkungan dan faktor-faktor yang sifatnya personal. Menurut konsep ini, masalah difabel timbul sebagai interaksi dari berbagai komponen-komponen tersebut. Keberfungsian secara fisik dan mental seseorang merupakan prasyarat baginya untuk dapat berpartisipasi dalam berbagai aktivitas. Namun cara ini juga direfleksikan dalam kehidupan sosial yang menyebabkan terhambatnya kaum difable mendapatkan kesempatan berpartisipasi secara sama dalam berbagai aktivitas dalam kehidupan masyarakat (Eva Kasim, 2004). Terdapat beberapa penggolongan pada orang cacat berdasarkan jenis atau klasifikasi dari cacat, yaitu: cacat fisik, cacat mata, cacat rungu wicara, cacat mental eks-psilotik, dan cacat mental retardasi. Batasan yang diambil dari penelitian ini adalah klasifikasi difabel terhadap cacat fisik. Cacat fisik pada umumnya merupakan masyarakat normal yang hanya hambatan terhadap pergerakan/ mobilitas. Menurut Selwyn Goldsmith, jenis-jenis kecacatan fisik terbagi menjadi 4 macam, yaitu : Ambulant Disabled, Semi ambulant wheelchair, Accompanied chairbound, Independent chairbound. rang dengan jenis kecacatan fisik yang telah dijelaskan tersebut, menggunakan alat bantu gerak berupa kursi roda, walker atau kruk. Aksesibilitas Aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan bagi penyandang cacat guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Asas aksesibilitas di Indonesia menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 30/PRT/M/2006 adalah : - Kemudahan, semua orang dapat mencapat semua tempat - Kegunaan, setiap orang dapat mempergunakan semua tempat - Keselamatan, setiap bangunan dan lingkungan harus memperhatikan keselamatan bagi semua orang. - Kemandirian, setiap orang harus dapat mencapai, masuk dan mempergunakan semua tempat tanpa bantuan dari orang lain. Peraturan Menteri PU 30/PRT/M/2006 A. Sirkulasi Ketentuan teknis sirkulasi berdasarkan PeraturanMenteri Pekerjaan Umum No.30/PRT/M/2006 dapat dilihat di bawah ini: Gambar 1. Maksimum pergerakan bagi pengguna kursi roda. (Sumber: Keputusan Menteri PU No. 468/KPTS/1998) ARS-76

Gambar 2. Lebar jarak pergerakan bagi Ambulant Disabled (Sumber: Universal Design, 2000) Tabel 1. Indikator Penilaian Sirkulasi Variabel Sub Variabel Keterangan Permukaan Jalan Stabil, kuat dan tahan cuaca Tekstur Lantai Halus dan Tidak Licin Sambungan atau gundukan Hindari atau tidak lebih dari 1,25 cm Derajat kemiringan Maksimum 2 Setiap jarak 900 cm diharuskan terdapat permukaan datar minimal 120 cm Area istirahat Dibagian tepi bangunan Sirkulasi Pencahayaan 50-150 lux, berdasarkan intensitas pemakaian Drainase Tegak lurus dengan arah jalur Mudah dibersihkan Perletakan lubang dijauhkan dari tepi jalur pedestrian Lebar Jalur Minimum 110 cm untuk jalur searah dan 180 cm untuk 2 arah Tepi Pengaman Setinggi maksimal 10 cm dan lebar 15 cm sepanjang jalur pedestrian. (Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.30/PRT/M/2006) Gambar 3. Gambaran Sirkulasi (Sumber: Keputusan Menteri PU No. 468/KPTS/1998) B. Ramp Ramp merupakan jalur sirkulasi yang memiliki bidang dengan kemiringan tertentu, sebagai alternatif bagi orang yang tidak dapatmenggunakan tangga. Ketentuan teknis ramp berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.30/PRT/M/2006 dibawah ini : ARS-77

Tabel 2. Indikator Penilaian Ramp Variabel Sub Variabel Keterangan Tekstur Lantai Bertekstur dan Tidak Licin Derajat kemiringan Interior Maksimum 7 Eksterior Maksimum 6 Panjang Jalur Maksimum 900 cm (7 ), sedangkan < 7 boleh lebih dari 900 cm Ramp Lebar Jalur Minimum 95 cm tanpa tepi pengaman Minimum 120 cm dengan tepi pengaman Permukaan datar Bebas dan datar Pada awalan atau akhiran panjang minimum 160 cm Tepi Pengaman Lebar 10 cm Pencahayaan Pencahayaan yang cukup Handrail Ketinggian 80-85 cm (Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.30/PRT/M/2006) Gambar 4. Gambaran Ramp (Sumber: Keputusan Menteri PU No. 468/KPTS/1998) C. Lift Lift merupakan alat mekanis elektris yang berfungsi untuk membantu pergerakan vertikaldi dalam bangunan. Lift juga dapat digunakansebagai alternatif alat sirkulasi vertikal selaintangga pagi penyandang disabilitas. Ketentuan teknis lift berdasarkan Peraturan MenteriPekerjaan Umum No.30/PRT/M/2006 dapat dilihat dibawah ini: ARS-78

Tabel 3. Indikator Penilaian Lift Variabel Sub Variabel Keterangan Jumlah Lift >5 lantai, minimal 1 lift Dimensi Lobby lift Lebar 185 cm dan panjang 110 cm Dimensi Lift Minimal 140 x 140 cm Pintu lift Memiliki indikator suara, peringatan 3x Lebar minimal 110 cm Lift Handrail Terdapat di ketiga sisi Ketinggian 80-85 cm Ketinggian minimal 90 cm Panel kontrol Lift Tombol teratas ketinggian minimal 120 cm dan maksimal 130 cm Dinding tahan benturan Memiliki ketinggian minimal 70 cm Tombol lift (di lobby lift) Ketinggian minimal 90 cm dan maksimal 130 cm dari lantai (Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.30/PRT/M/2006) Gambar 4. Dimensi Lift (Sumber: Keputusan Menteri PU No. 468/KPTS/1998) D. Toilet Ketentuan teknis toilet berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.30/PRT/M/2006 dapat dilihat dibawah ini : ARS-79

Tabel 4. Indikator Penilaian Toilet Variabel Sub Variabel Keterangan Simbol Sistem cetak timbul penyandang cacat pada pintu toilet bagian luar Ruang gerak Minimal 160 x 160 cm Ruang tunggu Minimal panjang 110 cm (depan pintu toilet) Minimal lebar 160 cm Pintu toilet Lebar minimal 160 cm Ketinggian tisu (dalam ruang toilet) 65cm dari lantai Ketinggian kertas tisu (luar ruang toilet) maksimum 120cm dari lantai Peletakan Ketinggian Handrail 85cm dari lantai dan panjang minimal Toilet kelengkapan toilet 45cm Ketinggian Kloset 45-50cm dari lantai Ketinggian pengering maksimum 120cm dari lantai Ketinggian countertop maksimum 85cm dengan lebar 61 cm Wastafel Memiliki ruang bebas dibawah wastafel minimal 25 cm dari lantai Jarak antar wastafel minimal 80 cm Ukuran panjang wastafel 50 cm Lantai Tidak Licin (Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.30/PRT/M/2006) Gambar 5. Sirkulasi entrance toilet (Sumber: Keputusan Menteri PU No. 468/KPTS/1998) Gambar 6. Kelengkapan toilet (Sumber: Keputusan Menteri PU No. 468/KPTS/1998) Gambar 7. Ruang gerak dalam toilet (Sumber: Keputusan Menteri PU No. 468/KPTS/1998) ARS-80

3. METDLGI Metoda penelitian yang digunakan yaitu penelitian deskriptif kualitatif, dimana penelitian yang datanya berupa lisan atau deskripsi dari objek yang diamati peneliti. Data primer pada penelitian ini merupakan hasil pengamatan langsung di lapangan dan mendokumentasikan fasilitas yang berkaitan dengan aksesibilitas difabel pada Kampus I Universitas Tarumanagara. Sarana/ fasilitas berupa sirkulasi, ramp dan toilet. Data sekunder berupa data yang diperoleh dari studi literatur berupa standar ketentuan (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.30/PRT/M/2006) dan beberapa jurnal yang berkaitan dengan aksesibilitas difabel. Metode expose digunakan dalam menganalisa kajian aksesibilitas difabel pada Kampus I universitas Tarumanagara, yaitu dengan pemeriksaan data dilapangan dengan data standar aksesibilitas (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.30/PRT/M/2006). 4. PEMBAHASAN Sirkulasi Kemudian berlanjut ke area penyebrangan menuju plaza gedung M, penyebrangan dibatasi oleh tiang-tiang setinggi 100 cm dengan jarak antar tiang 80 cm. Keberadaan tiang mengganggu aksesbilitas difabel dengan kursi roda yang memiliki lebar minimal 75 cm (selisih jarak terlalu kecil) kurang nyaman bagi pengguna kursi roda. Gambar 8. Pembahasan Mengenai Sirkulasi (Sumber: Hasil bservasi, 2016) Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.30/PRT/M/2006 kebutuhan lebar minimum untuk pengguna kursi roda adalah 110 cm. Tiang-tiang eksisting dapat diangkat dan disesuaikan dengan kebutuhan jarak yang diperlukan. Namun apabila harus diangkat dan dikembalikan secara berulang menjadi kegiatan yang tidak efisien, dan mempersulit penyandang difabel. Pada plaza gedung M bidang dasar berupa paving block dengan ukuran 20x20cm. Terdapat penurunan bidang setinggi 60 cm (dibahas lebih jelas pada bagian ramp). Sepanjang sirkulasi banyak paving block yang rusak dan tidak terawat sehingga membuat pengguna kursi roda menjadi tidak nyaman saat melaluinya. Tidak adanya selasar (berkanopi) mengharuskan pengguna (difabel maupun non difabel) melalui selasar samping saat hujan agar tidak kehujanan. Hal ini mempersulit pengguna prasarana khususnya difabel karena memutar sirkulasinya menjadi lebih jauh. Pintu masuk gedung teknik dengan lebar 185 cm memenuhi ukuran standar bagi pengguna kursi roda namun jika ada dua kursi roda melalui pintu dengan arah berlawanan ukuran pintu tidak ARS-81

mencukupi kebutuhan aksesibilitas dari dua kursi roda tersebut (standar sirkulasi 1 kursi roda = 110 cm, 2 kursi roda = 2x110=220cm ). Penggunaan lift pada bagian belakang gedung teknik lebih nyaman bagi pengguna kursi roda daripada lift bagian depan karena ukuran lift yang lebih luas dan pintu lift yang lebih lebar. Akses menuju lift bagian belakang melalui selasar. Selasar dengan jarak kolom ke kolom 150 cm dapat dilalui pengguna kursi roda dengan nyaman namun tidak dapat dilalui 2 kursi roda sekaligus. Variabe l Sirkulas i Sub Variabel Tabel 5. Penilaian Sirkulasi Keterangan Kampus I Permukaan Jalan Stabil, kuat dan tahan cuaca Tekstur Lantai berlubang Sambungan atau Ada yang lebih dari 1,25 cm gundukan Derajat kemiringan Lebih dari 2 Area istirahat Tidak ada Pencahayaan Sesuai karena terbuka Mudah dibersihkan Drainase Perletakan lubang dijauhkan dari tepi jalur pedestrian Lebar Jalur Ada beberapa jalur yang kurang dari standar minimum 110 cm Tepi Pengaman Tidak ada (Sumber: Hasil Analisis, 2016) Ramp Kampus 1 Universitas Tarumanagara memiliki total 11 ramp jika dihitung dari gedung utama sampai ke gedung teknik. Ramp pertama yang bakal di temui adalah ramp yang berada digedung utama (gambar 9), ramp ini berukuran 1/6 dan tidak memiliki handrail, ramp ini dikatakan memenuhi standar jika digunakan untuk nondifable tetapi jika di sesuaikan dengan peraturan PU 30/PRT/M/2006 seharusnya ramp yang bisa digunakan untuk semua kalangan itu berukuran 1/12 sehingga ramp yang ini akan sulit jika digunakan untuk difable selain ramp yang curam, ramp ini juga tidak dilengkapi dengan hand rail. Ramp yang selanjutnya terdapat di jalan antara gedung utama dengan gedung M (gambar 10), sebenarnya jika diperhatikan dengan seksama ramp ini terbentuk karena adanya perbedaan kontur, tetapi setelah diukur ternyata ukuran ramp ini berukuran 1/11. Permukaan lantai bertekstur dan tidak licin. Ramp menuju gedung teknik (gambar 11) menggunakan material paving block jadi permukaan tidak licin, lebar nya 150cm jadi bisa di lalui oleh sebuah kursi roda yang memiliki lebar 75cm. Ramp yang menuju gedung kedokteran pada gambar 11 memakai material keramik yang maintainancenya kurang sehingga ada kerammik yang pecah membuat jalur akses terganggu, ukuran ramp 1/5 dan tidak dilengkapi handrail termasuk ramp yang curam dan tidak bisa di pakai ARS-82

oleh difable berdasarkan observasi yang dilakukan ramp ini digunakan untuk trolley barang demikian sama halnya dengan ramp pada gambar 13 Gambar Lokasi penempatan Ramp (Sumber: Hasil bservasi, 2016) Tabel 6. Penilaian Ramp VARIABEL SUB VARIABEL KETERANGAN Kampus I Ramp Tekstur : Gbr 9 dan 12 Tekstur: Gbr 10,11,13 Keterangan perbandingan ramp Gbr 9,11,12,13 Gambar 11 Licin, tidak bertekstur Kasar, bertekstur Tinggi/lebar 1/6, 1/8,1/4, 1/5 (tidak sesuai standar minimal) 1/12 (sesuai standar minimal) Lebar: Gbr 9,10,11,13 Lebar: Gbr 12 150cm, 5m, 150cm, 120cm 100 cm Bordes: Gambar 9, 10, 11 Bordes: Gambar 12, 13 Sesuai standar Terlalu sempit, didepan ada halangan Tepi pengaman Ramp Yang ada tidak mempunyai tipe pengaman Handrail Semua Tidak ada (Sumber: Hasil Analisis, 2016) Lift Total lift di gedung teknik ada 5, tiga lift didepan pintu masuk gedung teknik (Blok L) dan 2 lift lgi terdapat didekat ruang lab teknik sipil (Blok K). Lift yang berada di pintu masuk Blok L memiliki lebar 85cm dengan dimensi (150x150 cm) dalam lift dengan ketinggian pencet tombol (90-120 cm) didalm lift tidak dilengkapi hand railing Lift Blok K berdimensi 210x225 cm dengan ketinggian tombol pencet (90-120 cm) dan lebar masuk 120cm yang didalamnya tidak ARS-83

terdapat hand railing. Semua lift yang berada di gedung teknik tidak dilengkapi dengan indicator suara sehingga tidak ada nya peringatan jika pintu akan ditutup atau telah sampai di lantai berapa kkemudian sensor pintu lift tidak begitu peka sehingga lift akan mendadak tertutup meski dilalui orang. Tabel 7. Penilaian Lift VARIABEL SUB VARIABEL KETERANGAN PEMENUHAN Jumlah Lift Blok L Jumlah Lift Blok K 3 2 Dimensi lift Blok L : 150 x 150 cm Blok K : 210 x 225 cm LIFT Pintu lift Blok L : 85 cm Blok K : 120 cm Handrail Tidak ada Ketinggian Panel control lift Minimal : 100 cm Maksimal : 130 cm Dinding tahan benturan Tidak ada Tombol lift ( di lobby) 90 120 cm Sumber: Hasil Analisis, 2016 Toilet Salah satu contoh yang diambil adalah toilet terletak di Lt.7 blok L, yang terdiri dari toilet wanita dan toilet pria. Pintu masuk toilet mempunyai lebar 70 cm dengan peil naik dan turun sebesar 10 cm. Dengan ukuran 70 cm dan peil yang tidak disertai dengan fasilitas penunjang seperti ramp, menyulitkan difable untuk masuk ke dalam toilet karena ukuran yang dibuat tidak sesuai standar difable yaitu 90 cm dengan ramp. Saat memasuki toilet, didapati bahwa ruang gerak untuk mencuci tangan dan pergi ke toilet wanita sebesar 120cm, toilet pria 100 cm. Hal ini dapat menyebabkan pembenturan sirkulasi kegiatan dan tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.30/PRT/M/2006 yang menyatakan bahwa ruang sirkulasi difable minimum haruslah 160cm. Pada area wastafel, ketinggian dari lantai adalah 76cm. Dengan ketinggian tersebut, difable kursi roda ataupun orang normal masi dapat menggunakan dengan leluasa apabila ditambah 4 cm ARS-84

sesuai dengan standar (80 cm). Namun, jarak antar wastafel kurang mewadahi difable karena dibutuhkannya ruang gerak untuk difable yang lebih luas. Bila disesuaikan dengan standar, jarak antar wastafel yang ideal untuk difable adalah 80 cm sehingga ruang gerak tidak bertabrakan Gambar 16. Kondisi Toilet dan Wastafel di Blok L (Sumber: Hasil bservasi, 2016) Tabel 8. Penilaian Toilet VARIABEL SUB VARIABEL KETERANGAN PEMENUHAN Wastafel A dan B Ketinggian dari lantai 76 cm Jarak antar wastafel 40 cm Panjang wastafel 150 cm TILET Ruang Gerak A : 120 cm B : 100 cm A : 65 cm Pintu masuk bilik toilet B : 65 cm Handrail Tidak ada Pintu masuk toilet A : 70 cm B : 70 cm Ramp Tidak ada Ukuran bilik A : 150 x 100 cm B : 150 x 100 cm Sumber: Hasil Analisis, 2016 KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisa diatas, maka hasil persentase pemenuhan kriteria/ persyaratan berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.30/PRT/M/2006 dapat dilihat pada tabel 15. Tabel 15 : Hasil persentase pemenuhan fasilitas aksesibilitas pada Kampus I Universitas Tarumanagara, terhadap standar ketentuan. Sarana Variabel Variabel yang Total yang tidak Variabel memenuhi memenuhi Sirkulasi 10 3 7 Ramp 10 4 6 ARS-85

Lift 11 8 3 Toilet 12 1 11 Total 43 16 27 Presentase 100% 37% 63% (Sumber: Hasil Analisis, 2016) Hasil pada tabel menunjukan hanya 37% dari fasilitas aksesibiltas di Kampus I Universitas Tarumanagara yang memenuhi kriteria/ persyaratan berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.30/PRT/M/2006, sedangkan 67% lainnya belum sesuai standar. Sehingga dapat dikatakan fasilitas aksesibiltas di Kampus I Universitas Tarumanagara masih belum berstandar Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.30/PRT/M/2006. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan Terimakasih kepada Kevin Sukhayanto, Hei Sofyani, Deanna (mahasiswa Jurusan Arsitektur Universitas Tarumanaga); atas keterlibatan dalam observasi dan pengolahan data di mata kuliah Studi Dasar Arsitektur II. DAFTAR PUSTAKA Beall, Jo. 1997. A City for All. Zed Books, New Jersey Catanese J Anthony.1992. Urban Planning. Erlangga. Goldsmith, Selwyn, 1984. Designing for the Disabled. Riba, London. Lynch, Kevin. 1960. Image of the City. MIT Press, United State. Peraturan: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 468/KPTS/1998 Tentang Aksesibilitas Pada Bangunan Publik Dan Lingkungan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/ PRT/ 2006 Bab II Persyaratan Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas Idris, Ivana. 2015. Difabel terhadap Bangunan Publik Studi Kasus Sun Plaza. Studi Perencanaan Lingkungan Binaan 2. Kasim, Eva. 2004. Tinjau Kembali Rehabilitasi Penyandang Cacat. World Congress International Rehabilitation. Tesis: Lubis, Hendra Arif K.H, 2008. Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus: Lapangan Merdeka. Tesis. Sekolah Pascasarjana Teknik Arsitektur Universitas Sumatera Utara. ARS-86