PENEMUAN HUKUM. Shidarta

dokumen-dokumen yang mirip
MAKALAH PENEMUAN HUKUM. Oleh: Shidarta

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat itu sendiri, untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam hal ini

BAB. V PENEMUAN, PENAFSIRAN DAN PEMBENTUKAN HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENALARAN HUKUM. Prof.Dr. Khudzaifah Dimyati, SH., M.Hum. 2008

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid),

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim Dalam Proses Peradilan Pidana

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan yang buruk, yang akan membimbing, dan mengarahkan. jawab atas semua tindakan yang dilakukannya.

Prof. Dr. R.M. Sudikno Mertokusumo, S.H.

NOMOR : 89 / PID / 2011 / PT-MDN.

P U T U S A N. Nomor : 708/PID/2014/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN. perubahan dalam masyarakat Indonesia yang kemudian dikenal sebagai krisis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ASPEK HUKUM DALAM SISTEM MANAJEMEN MUTU KONSTRUKSI

Abstrak. Kata kunci: Peninjauan Kembali, Kehkilafan /Kekeliranan Nyata, Penipuan. Abstract. Keywords:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum

P U T U S A N NOMOR : 270/PID/2013/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Umur/ Tgl Lahir : 33 tahun/ 29 Februari 1979

P U T U S A N Nomor :146/Pid/2012/PT-MDN.

P U T U S A N. Nomor : 376/PID/2012/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENGADILAN TINGGI MEDAN

PENDAHULUAN. Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap pemeriksaan penyidikan dan atau penuntutan. 1

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara hukum berdasarkan Undang Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

P U T U S A N. Nomor : 467/PID/2014/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Menyikapi Problematika Metodis dalam Penelitian Disiplin Hukum

P U T U S A N. Nomor : 227/PID/2014/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

TINDAK PIDANA PENIPUAN MENGGUNAKAN BILYET GIRO (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Gresik Putusan No: 246/Pid.B/2014/PN.Gsk)

P U T U S A N. Nomor : 254/PID/2013/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Struktur Ilmu Pengetahuan Modern & Cara Memperoleh Pengetahuan Ilmiah: Penalaran (Scientific Reasoning) Kamis, 21 Mei 2015

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENGADILAN TINGGI MEDAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Oleh Prihatin Effendi ABSTRAK. a. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan. Meskipun pengaturan tentang kejahatan di Indonesia sudah sangat

TINJAUAN HUKUM PIDANA MENGENAI TINDAK PIDANA PENIPUAN

I. PENDAHULUAN. tidak sesuai dengan perundang-undangan. Sebagai suatu kenyataan sosial,

P U T U S A N NOMOR : 80/PID/2013/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA.

MATERI KULIAH PENGANTAR ILMU HUKUM MATCH DAY 21 PENEMUAN HUKUM (BAGIAN 3)

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

BAB IV. A. Analisis Pertimbangan Hakim Terhadap Tindak Pidana Penipuan yang. Berkedok Lowongan Pekerjaan (Studi Direktori Putusan Pengadilan Negeri

Umur / Tgl. Lahir : 57 tahun / 16 Agustus : Guru / Kepala Sekolah SD.

PENGADILAN TINGGI MEDAN

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

P U T U S A N NOMOR:784/PID/2015/PT.MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA : DIAN OCTO PRATAMA LUMBANTOBING;

A. Penerapan Bantuan Hukum terhadap Anggota Kepolisian yang. Perkembangan masyarakat, menuntut kebutuhan kepastian akan

P U T U S A N NOMOR : 61/PID/2015/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Kajian yuridis terhadap tindak pidana pembunuhan disertai pemerkosaan yang dilakukan oleh anak ( studi kasus di Pengadilan Negeri Surakarta )

Pengantar Ilmu Hukum Materi Sumber Hukum. Disampaikan oleh : Fully Handayani Ridwan

P U T U S A N NOMOR : 631/PID/2013/PT- MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Umur/Tgl lahir : 30 Tahun /30 Januari 1982

P U T U S A N NOMOR : 494 / PID / 2013 / PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

METODE PENELITIAN. penelitian guna dapat mengolah dan menyimpulkan data serta memecahkan suatu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan

PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM INDONESIA. Abstrak

P U T U S A N. Nomor : 529/PID/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 491/PID/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk

P U T U S A N NO : 415/PID/2013/PT.MDN.- DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara

P U T U S A N NOMOR : 92 / PID / 2011 / PT-MDN

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

P U T U S A N. Nomor : 630/PID/2013/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Umur/Tanggal Lahir : 50 tahun/27 Desember 1962;

2/24/2011

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

METODE PENELITIAN HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari

P U T U S A N Nomor : 661/PID/2012/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 235/PID/2013/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGADILAN TINGGI MEDAN

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

BAB I PENDAHULUAN. pemeliharaan dan pendidikan menjadi hak dan kewajiban orang tua.

PENGADILAN TINGGI MEDAN

Oleh : Didit Susilo Guntono NIM. S BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara hukum, hal ini telah dinyatakan dalam

P U T U S A N Nomor : 156 / PID B / 2013 /PN. BJ.

PENGADILAN TINGGI MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

Oleh : Lia Aulia Fachrial, M.Si

P U T U S A N. Nomor : 19/PID/2016/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. : Pegawai Honor RSUD Porsea;

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

P U T U S A N Nomor : 339/PID/2011/PT-Mdn.

Transkripsi:

PENEMUAN HUKUM Shidarta Medan, 5 Mei 2011

Pemisahan (Baik-Buruk) Kesamaan Perlakuan Kepribadian Persekutuan Kewibawaan

Pemisahan (Baik-Buruk) Kesamaan Perlakuan Kepribadian Persekutuan Hak sebagai seorang: -MANUSIA - warga penduduk - warga negara - anak - perempuan - buruh - konsumen - dll. Kewibawaan Diterima baik oleh: 2. institusi profesi 3. komunitas keilmuan 4. masyarakat luas 5. para pihak Hak sebagai kelompok: -- masy. internasional - - negara -- bangsa -- komunitas agama -- komunitas adat -- serikat buruh - asosiasi profesi dll.

Norma hukum ditetapkan secara top-down menjadi hukum positif diterapkan secara rasional rasional Norma hukum positif direvisi (ditetapkan kembali) rasional Peristiwa konkret A Peristiwa konkret B Peristiwa konkret C empiri A empiri B Pengalaman dari waktu ke waktu adalah penentu nilai kebaikan suatu norma hukum positif empiri C

Norma hukum ditetapkan secara top-down menjadi hukum positif Context of Justification I Norma hukum positif direvisi (ditetapkan kembali) diterapkan secara rasional rasional rasional Peristiwa konkret A Peristiwa konkret B Peristiwa konkret C empiri A empiri B Pengalaman dari waktu ke waktu adalah penentu nilai kebaikan suatu norma hukum positif empiri C Context of Discovery II

Asumsi fungsi law as social order hukum positif X Het recht hinkt achter de feiten aan. Peristiwa konkret A Peristiwa konkret B Peristiwa konkret C empiri A empiri B empiri C

Asumsi fungsi: law as a tool of social engineering hukum positif X Peristiwa konkret A Peristiwa konkret B Peristiwa konkret C empiri A empiri B empiri C

Asumsi fungsi law as social order hukum positif X Het recht hinkt achter de feiten aan. Peristiwa konkret A Peristiwa konkret B Peristiwa konkret C empiri A empiri B empiri C

Asumsi fungsi: law as a tool of social engineering hukum positif X Peristiwa konkret A Peristiwa konkret B Peristiwa konkret C empiri A empiri B empiri C

Langkah-Langkah Penalaran dalam Penemuan Hukum untuk menghasilkan suatu putusan konkret Sumber HUKUM Putusan

Nilai/Asas UU Kontrak Traktat Putusan Yurisprudensi Kebiasaan Garis Normatif-Imperatif Garis Normatif-Koordinatif Garis Persuasif

Nilai/Asas Normatif-Imperatif Normatif-Koordinatif Normatif-Persuasif UU Kontrak Traktat Putusan Doktrin Kebiasaan Autonomic Legislation Yurisprudensi epi

Langkah-langkah PH 5 4 3 2 Apply the structure Research the facts Synthezise the rules 1 Analyze the sources Identify the Source of law Kenneth J. Vandevelde A specific person s rights & duties

Kenneth J. Vandevelde: Five separate steps: Identify the applicable sources of law, usually statutes and judicial decisions; Analyze these sources of law to determine the applicable rules of law and the policies underlying those rules. Synthesize the applicable rules of law into a coherent structure in which the more specific rules are grouped under the more general ones; Research the available facts; and Apply the structure of rules to the facts to ascertain the rights or duties created by the facts, using the policies underlying the rules to resolve difficult cases.

Analyze the sources Synthesize the rules Sources of Law 2 3 Structure of Law Konsep Vandevelde 1 Identify the sources of law Apply the structure to the facts 5 Decision Bukankah seharusnya riset fakta sudah dimulai di sini? 4 Research the facts Fakta dimatangkan sepanjang proses pembuktian di persidangan

Langkah-langkah itu dapat lebih disistematisasi sebagai berikut: Sumber Hukum c Struktur aturan b d X a e Alternatif Alternatif Alternatif f Putusan akhir Y struktur kasus Shidarta, 2004

Menurut J.A. Pontier, penelitian psikologis empiris menunjukkan adanya 2 pendekatan penalaran hakim: a. antisipasi-skematik b. penalaran regresif Sumber Hukum c Struktur aturan b d X a e Alternatif Alternatif Alternatif f Putusan akhir Y struktur kasus Shidarta, 2004

Penalaran regresif dapat terjadi, seperti Sumber Hukum Struktur aturan Pendekatan* modulisasi (fakta konsep) konsep) Pendekatan tipologisasi (konsep fakta) Alternatif X Y struktur kasus Alternatif Alternatif Putusan akhir * Nono Makarim, dalam biografi Busyro

Bagaimana menemukan hukumnya? Sumber Hukum Moral law Rational law Empirical law

Idealisme Intuisionisme Keadilan z 1 z 2 z 3 ASPEK Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis dalam Penalaran Hukum Sumbu y zona 45 atas z 7 z 8 Sumbu z z 9 Dualisme Rasionalisme z 10 Kepastian z 11 z 12 z 13 Zona 45 bawah Sumbu x z 17 z 18 z 19 Materialisme Empirisme Kemanfaatan

Atas dasar ini, kita dapat memetakan minimal 6 aliran pemikiran dalam hukum: 1 2 3 4 Moralitas berupa asas kebenarankeadilan Undang-undang Undang-undang Kebiasaan Doktrinal-deduktif Doktrinal-deduktif Doktrinal-deduktif, diikuti nondoktrinalinduktif Doktrinal-deduktif sekaligus nondoktrinal-induktif Keadilan Kepastian Kepastian diikuti kemanfaatan Keadilan sekaligus kemanfaatan Universal Partikular-nasional Partikular-nasional Makro-Partikular 5 Putusan hakim Doktrinal-deduktif sekaligus nondoktrinal-induktif Kepastian sekaligus kemanfaatan Kasusistik 6 Kasus faktual Nondoktrial-induktif Kemanfaatan Mikro-Kasuistik

1. Aliran Hukum Kodrat Ontologis: Hukum = asas kebenaran dan keadilan Epistemologis: Doktrinal-deduktif (dari premis normatif self-evident) Aksiologis: Keadilan TOP-DOWN satu arah

2. Positivisme Hukum Ontologis: Hukum = norma-norma positif dalam sistem perundang-undangan Epistemologis: Doktrinal-deduktif Aksiologis: Kepastian TOP-DOWN satu arah

3. Utilitarianisme Ontologis: Hukum = norma-norma positif dalam sistem perundang-undangan Epistemologis: Doktrinal-deduktif diikuti Nondoktrinal-induktif Aksiologis: Kepastian diikuti Kemanfaatan TOP-DOWN diikuti BOTTOM-UP

4. Mazhab Sejarah Ontologis: Hukum = pola perilaku yang terlembagakan Epistemologis: Nondoktrinal-induktif Internalisasi doktrinal-deduktif * (pendekatan struktural/makro) Aksiologis: Kemanfaatan, keadilan (simultan) TOP-DOWN dan BOTTOM UP (simultan) * Koreksi Shidarta, 2003

5. [American] Sociological Jurisprudence Ontologis: Hukum = putusan hakim in-concreto Epistemologis: Nondoktrinal-induktif Doktrinal-deduktif Aksiologis: Kemanfaatan, kepastian (simultan) TOP-DOWN dan BOTTOM UP (simultan)

6. Realisme Hukum Ontologis: Hukum = manifestasi makna-makna simbolik para pelaku sosial Epistemologis: Nondoktrinal-induktif (pendekatan interaksional/ mikro) Aksiologis: Kemanfaatan BOTTOM-UP (satu arah)

METODE penemuan hukum

Metode penemuan hukum METODE INTERPRETASI Gramatikal (objektif) Otentik Teleologis (sosiologis) Sistematis (logis) Historis (subjektif) Komparatif Futuristis (antisipatif) ==================== Restriktif Ekstensif METODE KONSTRUKSI Argumentum per analogiam Argumentum a contrario Argumentum a fortiori Penghalusan (penyempitan) hukum

Sudikno Mertokusumo (2010) menyatakan eksposisi sama dengan metode konstruksi. Pandangan ini tidak tepat, karena eksposisi adalah lebih ke teknis merumuskan penemuan hukum itu sehingga bisa dimengerti (orang lain). Metode EKSPOSISI VERBAL NONVERBAL PRINSIPAL MELENGKAPI REPRESENTASI diterapkan untuk kata-kata individual diterapkan dengan cara mencari sinonim dll. diterapkan untuk kata-kata lain

Metode Interpretasi Saya masih menggunakan satu konsep hukum yang sama

Metode Interpretasi Saya masih menggunakan satu konsep hukum yang sama

Metode Konstruksi Saya sudah pindah ke konsep hukum lain

Metode Konstruksi Saya mungkin dapat menemukan satu konsep yang mendekati, tetapi TIDAK dapat saya gunakan!

Metode Konstruksi Saya sudah mengkreasikan satu konsep hukum lain

Contoh: Pasal 378 KUHP: 2. Barangsiapa 3. dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain 4. secara melawan hukum 5. dengan memakai nama palsu atau keadaan palsu, dengan tipu muslihat, atau rangkaian kebohongan, 6. menggerakkan orang lain 7. untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang, diancam, karena PENIPUAN, dengan pidana penjara paling lama empat tahun. Subjek norma Modus perilaku Objek norma Kondisi norma : semua orang : larangan : - memiliki maksud menguntungkan diri sendiri/orang lain secara melawan hukum - memakai nama palsu, keadaan palsu, tipu muslihat/ rangkaian kebohongan - menggerakkan orang lain menyerahkan barang - meminta diberikan/dihapuskan utang : (mengikuti berlakunya asas teritorial, dll.)

Bagaimana dilakukan? Unsur 1 Barangsiapa Unsur 2 Unsur 3 Unsur 4 Unsur 5 Unsur 6 dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau keadaan palsu, dengan tipu muslihat, atau rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang,

Kasus Putusan Hakim Bismar Siregar DESKRIPSI: Seorang pria yang sudah berkeluarga bernama MERTUA RAJA SIDABUTAR (perkerjaan kontraktor) berpacaran dengan seorang gadis di bawah umur bernama KATARINA Br. SIAHAAN. Selama masa pacaran, Mertua berjanji (ada bukti surat ybs) akan segera mengawini Katarina. Tertarik pada janji ini, Katarina bersedia menyerahkan kegadisannya kepada Mertua. Namun, Mertua melanggar janji ini, sehingga pihak Katarina melapor ke polisi. Kasus ini diproses secara pidana, sampai akhirnya diadili di PN Medan. Jaksa menuntut terdakwa melanggar pasal-pasal berikut secara kumulatif: 1. Pasal 293 KUHP jo Pasal 5 ayat (3) UU Drt 1951: (perbuatan cabul dengan anak di bawah umur) 2. Pasal 378 KUHP (penipuan) 3. Pasal 335 KUHP (perbuatan tidak menyenangkan) PUTUSAN PENGADILAN NEGERI MEDAN (No. 571/KS/1980/PN Mdn, tanggal 5 Maret 1980): Terdakwa MERTUA terbukti sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan cabul dengan perempuan yang bukan isterinya. Terdakwa dihukum 3 bulan penjara, tetapi tidak akan dijalankan dengan masa percobaan 6 bulan. JAKSA melakukan banding. Putusan PENGADILAN TINGGI MEDAN (No. 144/PID/1983/PT Mdn) dengan Ketua Majelis Bismar Siregar next slide

Kasus Putusan Hakim Bismar Siregar Unsur krusial pelanggaran atas Pasal 378 KUHP yang ingin ditetapkan oleh Bismar Siregar: 1. dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain ada bukti surat yang memuat rayuan/janji terdakwa. 4. secara melawan hukum terpidana sudah beristeri, agamanya (Kristen) melarang perbuatan seperti itu. dengan memakai nama palsu atau martabat (hoednigheid) palsu, dengan tipu muslihat, atau rangkaian kebohongan keadaan palsu terbukti dengan telah dipenuhinya unsur no.1 dan 2 di atas. 8. menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya BARANG ini diartikan secara luas. KEGADISAN* yang melekat pada diri korban dapat dikategorikan sebagai BARANG. Terdakwa dipidana melakukan PENIPUAN dengan pidana penjara 3 tahun * Juga disebut dalam putusan bahwa dalam bahasa Tapanuli, kemaluan ini disebut bonda yang tidak lain bermakna sama dengan benda (barang).

PERHATIKAN! Dalam pertimbangan putusan hakim, TIDAK HANYA unsur tindak pidana yang bermasalah * itu saja yang perlu diuraikan. Semua unsur harus diuraikan satu demi satu. Pada hakikatnya hakim juga membuat silogisme setiap kali ia membuat uraian unsur demi unsur tadi (sekalipun tidak secara eksplisit dicantumkan). Khusus untuk uraian unsur yang dilakukan penemuan hukum, argumentasi harus dijelaskan secara mendalam dan komprehensif. *) Pengertian bermasalah di sini dalam arti masih perlu dilakukan langkah-langkah penemuan hukum tersendiri.

Bagaimana dilakukan? Unsur 1 Barangsiapa Unsur 2 Unsur 3 Unsur 4 Unsur 5 dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau keadaan palsu, dengan tipu muslihat, atau rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain Unsur 6 untuk menyerahkan BARANG sesuatu kepadanya,

FILSAFAT Filsafat Hukum Ilmu Bahasa ILMU FORMAL Logika Teori Hukum Ilmu-ilmu empiris hukum* ILMU EMPIRIS Dogmatika Hukum * Menggantikan istilah: ilmu-ilmu hukum empiris ILMU PRAKTIS Shidarta, 2003

HUBUNGAN FUNGSIONAL ANTAR-DISIPLIN untuk membantu kognisi hakim hukum material pem- buktian hukum acara Ilmu Hukum (dogmatis) HTN HAN ilmu per-uu politik sintak- tika semio- tika seman- tika Pragtika Ilmu Bahasa dialek- tika Logika Ilmu lain (berobjekkan hukum) seja- rah sosio- logi psiko- logi antro- pologi Shidarta, 2003 reto- rika

Pemisahan (Baik-Buruk) Kesamaan Perlakuan Kepribadian Persekutuan Kewibawaan Dimensi kognisi tadi bertemu dengan dimensi afeksi

Argumentasi hukum Ada satu atau beberapa unsur yang tidak dapat langsung diterapkan, namun harus diberikan pemaknaan tertentu. P.Mayor P. Minor Konklusi Segala organ [termasuk] yang melekat pada tubuh seseorang adalah BARANG menurut ketentuan Pasal 378 KUHP. Kegadisan adalah organ yang melekat pada tubuh seseorang. KEGADISAN adalah BARANG menurut ketentuan Pasal 378 KUHP.

Argumentasi hukum Pada akhirnya, setelah semua unsur-unsur diuraikan, maka akan ditemukan silogisme yang utuh, yang menunjukkan semua unsur terkait dengan Pasal 378 KUHP telah terpenuhi. P.Mayor P. Minor Konklusi Semua orang yang bermaksud menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum dengan keadaan palsu menggerakkan orang lain menyerahkan barang ADALAH pelaku penipuan menurut Pasal 378 KUHP. Mertua Raja Sidabutar adalah orang yang bermaksud menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum dengan keadaan palsu menggerakkan orang lain [Katarina Br. Siahaan] menyerahkan barang [kegadisannya]. Mertua Raja Sidabutar adalah pelaku penipuan menurut Pasal 378 KUHP.

Apa inti dari penemuan hukum itu? Segala organ [termasuk] yang melekat pada tubuh seseorang adalah BARANG menurut ketentuan Pasal 378 KUHP. EKSPLISIT: Dalam bahasa Tapanuli, kemaluan ini disebut bonda yang tidak lain bermakna sama dengan benda (barang). Apakah dapat diterima sebagai putusan yang berwibawa? Jawabannya ditentukan oleh: 2. institusi profesi 3. komunitas keilmuan 4. masyarakat luas 5. para pihak