BAB II DASAR TEORI 2.1 Tipe Jalur Pipa Bawah Laut

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV ANALISIS. = = = = tan θ

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SURVEI KONSTRUKSI PIPA BAWAH LAUT DI ANJUNGAN MINYAK LEPAS PANTAI

BAB III METODE DAN ANALISIS INSTALASI

ANALISIS MID-POINT TIE-IN PADA PIPA BAWAH LAUT

BAB III SURVEI KONSTRUKSI PIPA BAWAH LAUT DI ANJUNGAN MINYAK LEPAS PANTAI

METODE DAN ANALISIS INSTALASI PIPA BAWAH LAUT

Analisa Resiko Penggelaran Pipa Penyalur Bawah Laut Ø 6 inch

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI

METODE DAN ANALISIS INSTALASI

NAJA HIMAWAN

2.5 Persamaan Aliran Untuk Analisa Satu Dimensi Persamaan Kontinuitas Persamaan Energi Formula Headloss...

FULL DEVELOPMENT OF PIPELINE NETWORKING AT X FIELD

BAB IV DATA SISTEM PERPIPAAN HANGTUAH

Optimasi Konfigurasi Sudut Stinger dan Jarak antara Lay Barge dan Exit Point pada Instalasi Horizontal Directional Drilling

BAB III DATA DESAIN DAN HASIL INSPEKSI

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Ir. Imam Rochani, M,Sc. Prof. Ir. Soegiono

BAB III METODOLOGI 3.1 Diagram Alir Penyusunan Laporan Tugas Akhir

1 METODE DAN ANALISIS TIE IN

ABOVE WATER TIE IN DAN ANALISIS GLOBAL BUCKLING PADA PIPA BAWAH LAUT

BAB 4 ANALISIS. Gambar 4.1 Indikator Layar ROV (Sumber: Rozi, Fakhrul )

ANALISA STABILITAS SUBSEA CROSSING GAS PIPELINE DENGAN SUPPORT PIPA BERUPA CONCRETE MATTRESS DAN SLEEPER

Tugas Akhir (MO )

Perancangan Pipa Bawah Laut

BAB 3 DESKRIPSI KASUS

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISA BUCKLING PADA SAAT INSTALASI PIPA BAWAH LAUT: STUDI KASUS SALURAN PIPA BARU KARMILA - TITI MILIK CNOOC DI OFFSHORE SOUTH EAST SUMATERA

PIPELINE STRESS ANALYSIS PADA ONSHORE DESIGN JALUR PIPA BARU DARI CENTRAL PROCESSING AREA(CPA) JOB -PPEJ KE PALANG STATION DENGAN PENDEKATAN CAESAR

Pemodelan Near Field Scouring Pada Jalur Pipa Bawah Laut SSWJ PT. PGN

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) G-249

BAB I PENDAHULUAN. kini, misalnya industri gas dan pengilangan minyak. Salah satu cara untuk

BAB I PENDAHULUAN KE-2, KE-5, KE-6, KE-30, KE-23, KE-40, KE-32, KE-38A, PHE-38B, PHE-54,

BAB I PENDAHULUAN. Plant, Nuclear Plant, Geothermal Plant, Gas Plant, baik di On-Shore maupun di. Offshore, semuanya mempunyai dan membutuhkan Piping.

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: ( Print) G-189

OffPipe (Installation Analysis) Mata Kuliah pipa bawah laut

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

LOGO PERBANDINGAN ANALISA FREE SPAN MENGGUNAKAN DNV RP F-105 FREESPANING PIPELINE DENGAN DNV 1981 RULE FOR SUBMARINE PIPELINE

DESAIN DAN ANALISIS FREE SPAN PIPELINE

PERHITUNGAN GAYA LATERAL DAN MOMEN YANG BEKERJA PADA JACKET PLATFORM TERHADAP GELOMBANG AIRY DAN GELOMBANG STOKES

BAB III METODOLOGI. Adapun yang termasuk dalam tahap persiapan ini meliputi:

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum

BAB IV PEMBAHASAN Analisis Tekanan Isi Pipa

ANALISIS RISER INTERFERENCE KONFIGURASI STEEL CATENARY RISER AKIBAT PENGARUH GELOMBANG ACAK

ANALISIS RISER INTERFERENCE KONFIGURASI STEEL CATENARY RISER PADA LAUT DALAM

BAB III METODOLOGI. 3.1 Diagram Alir Penyusunan Laporan Tugas Akhir

Sistem Offloading Antara FPSO dan Tanker

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 4 ANALISIS PELAKSANAAN PERENCANAAN ALUR PELAYARAN

BAB I PENDAHULUAN. terciptanya suatu sistem pemipaan yang memiliki kualitas yang baik. dan efisien. Pada industri yang menggunakan pipa sebagai bagian

BAB 4 EVALUASI DAN ANALISA DATA

BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN

Bab 4 Pemodelan Sistem Perpipaan dan Analisis Tegangan

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

BAB. 1.1 Umum ANALISIS FREE SPAN PIPA BAWAH LAUT 1-1 BAB 1 PENDAHULUAN

III - 1 BAB III METODOLOGI BAB III METODOLOGI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANDHIKA HARIS NUGROHO NRP

Analisa Tegangan pada Pipa yang Memiliki Korosi Sumuran Berbentuk Limas dengan Variasi Kedalaman Korosi

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

PENDEKATAN NUMERIK KAJIAN RESIKO KEGAGALAN STRUKTUR SUBSEA PIPELINES PADA DAERAH FREE-SPAN

Analisa Pemasangan Ekspansi Loop Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline

TUGAS AKHIR. Analisa Kekuatan Sambungan Pipa Yang Menggunakan Expansion Joint Pada Sambungan Tegak Lurus

Rancang Bangun Sistem Chassis Kendaraan Pengais Garam

BAB I PENDAHULUAN. Di perairan laut Utara Jawa atau perairan sekitar Balikpapan, terdapat

Dosen Pembimbing: 1. Ir. Imam Rochani, M.Sc. 2. Ir. Handayanu, M.Sc., Ph.D.

B.1. Menjumlah Beberapa Gaya Sebidang Dengan Cara Grafis

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

TUGAS AKHIR PIPELINE STRESS ANALYSIS TERHADAP TEGANGAN IJIN PADA PIPA GAS ONSHORE DARI TIE-IN SUBAN#13 KE SUBAN#2 DENGAN PENDEKATAN CAESAR II

TIPE DERMAGA. Dari bentuk bangunannya, dermaga dibagi menjadi dua, yaitu

BAB 4 PENGUKURAN KONSTRUKSI ANJUNGAN MINYAK LEPAS PANTAI MENGGUNAKAN LASER SCANNER

RESPON DINAMIK SISTEM CONVENTIONAL BUOY MOORING DI SEKITAR PULAU PANJANG, BANTEN, JAWA BARAT

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: PENGARUH KICK OFF POINT TERHADAP PERENCANAAN LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR W, X, Y, Z

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Ketebalan pipa dapat berbeda-beda sesuai keadaan suatu sistem perpipaan.

PENGGANTIAN FLARE TIP DENGAN METODA CRANELESS

2.6. Pengaruh Pemecah Gelombang Sejajar Pantai / Krib (Offshore Breakwater) terhadap Perubahan Bentuk Garis Pantai Pada Pantai Pasir Buatan...

BAB IV ALTERNATIF PEMILIHAN BENTUK SALURAN PINTU AIR

Kata Kunci: Estimasi Scouring, variasi tipe tanah, instalasi pipa jalur Poleng-Gresik.

Tugas Akhir KL 40Z0 Penilaian Resiko Terhadap Pipa Bawah Laut Dengan Sistem Skoring BAB V PENUTUP

SPESIFIKASI PEKERJAAN SURVEI HIDROGRAFI Jurusan Survei dan Pemetaan UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI

Bab III METODOLOGI PENELITIAN. Diagram alur perhitungan struktur dermaga dan fasilitas

BAB III PERENCANAAN PERAIRAN PELABUHAN

BAB 4 ANALISIS. Gambar 4.1 Gambar Garis Jalur Rencana Pipa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1.Program Abandontment and Site Restoration (ASR)

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Bab I Pendahuluan Latar Belakang

III - 1 BAB III METODOLOGI

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Optimasi Konfigurasi Sudut Stinger dan Kedalaman Laut dengan Local Buckling Check

ANALISIS NUMERIK CATENARY MOORING TUNGGAL


BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KEKUATAN PIPA BAWAH LAUT TERHADAP KEMUNGKINAN KECELAKAAN AKIBAT TARIKAN JANGKAR KAPAL

RISK BASED UNDERWATER INSPECTION

Bab V Analisis Tegangan, Fleksibilitas, Global Buckling dan Elekstrostatik GRP Pipeline

Analisa Integritas Pipa Milik Joint Operation Body Saat Instalasi

BAB III PENGAMBILAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Transkripsi:

BAB II DASAR TEORI Dalam konstruksi pipa bawah laut di anjungan minyak lepas pantai, harus ditentukan terlebih dahulu berbagai prosedur mengenai pekerjaan konstruksi, pekerjaan survei konstruksi, peralatan (maintenance) yang akan digunakan dari kontraktor, subkontraktor, dengan mengacu pada prosedur yang telah diberikan pihak pemilik tender (owner) yang kesemuanya dituangkan dalam spesifikasi teknis konstruksi. Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teknis pelaksanaan konstruksi pipa bawah laut secara jelas terperinci yang merupakan output data dari peralatan survei dan navigasi yang digunakan. 2.1 Tipe Jalur Pipa Bawah Laut Jalur pipa bawah laut pertama kali dibangun di Amerika pada tahun 1859 untuk menyalurkan crude oil (Wolbert, 1952). Seiring perkembangan zaman setelah 50 tahun pengoperasian pipa bawah laut secara praktis, industri perminyakan telah membuktikan bahwa penggunaan pipa bawah laut jauh lebih ekonomis karena mampu menyalurkan crude oil, gas alam, dan campuran produknya dengan skala besar daripada dengan menggunakan rel dan truk pengangkut karena mampu memberikan kuantitas yang besar secara teratur dan berkesinambungan. Transportasi fluida minyak dengan pipa dapat berkesinambungan dan dapat dipercaya. Pipa bawah laut dapat diklasifikasikan berdasarkan : 1. Jalur aliran untuk menyalurkan minyak dan atau gas dari sumur minyak bawah laut ke manifold bawah laut. 2. Jalur aliran untuk menyalurkan minyak dan atau gas dari manifolds bawah laut ke platform (fasilitas produksi). 3. Jalur aliran untuk menyalurkan minyak dan atau gas antar platform. 4. Mengalirkan minyak dan atau gas dari platform ke pantai. 5. Jalur aliran yang menyalurkan air atau bahan kimia dari platform, melalui injection manifold bawah laut ke injection wellhead. 6

Berikut merupakan klasifikasi tipe jalur pipa bawah laut berdasarkan kelima kategori diatas disertai dengan gambar : (1) Flowlines (meliputi spools dan jumpers) digunakan untuk menghubungkan subsea wellhead ke manifolds atau platforms. (2) Water injection dan Gas lift lines, sama dengan flowlines tetapi jalurnya berlawanan arah. (3) Inter-fields pipelines, mengangkut fluida (yang diproses/tidak diproses) antara manifolds dan platforms. (4) Export (Trunk) pipelines, mengangkut produk hidrokarbon yang sudah diproses dari platforms ke shore based terminal atau offshore loading facility. Gambar 2.1 Klasifikasi pipa bawah laut [Dr. Boyun Guo et al, 2005] 2.2 Perencanaan Jalur Pipa Bawah Laut Perencanaan/desain jalur pipa bawah laut terdiri dari 3 tahap : 1. Conceptual engineering 2. Preliminary engineering 3. Detail engineering 7

Desain jalur pipa bawah laut sangat memperhatikan ukuran pipa (diameter dan ketebalan dinding pipa) dan bahan material yang dipilih yang didasarkan analisis stress, stabilitas hydrodynamic, span, thermal insulation, korosi dan stabilitas coating, serta spesifikasi pipa riser. Berikut merupakan jenis pipa yang dikonstruksi berjenis pipa minyak bumi Steel X60 berdiameter 18 : Gambar 2.2 Pipa minyak bumi bawah laut Steel X60 18 Data-data yang mempengaruhi perencanaan/desain jalur pipa bawah laut adalah sebagai berikut : 1. Reservoir performance 2. Komposisi air dan fluida 3. PVT (pressure, volume, temperature) properties fluida 4. Konsentrasi pasir 5. Distribusi partikel air 6. Data survei geoteknik 7. Data meteorologi dan oseanografi 2.3 Operasionalisasi Kapal Survei dan Konstruksi Sebelum proses konstruksi dimulai, terlebih dahulu armada-armada vessel yang akan digunakan dimobilisasi menuju ke lokasi, antara lain laying vessel (Mariam 281 laying barge), AHT tug boat, cargo barge, seatruck, dan fuel and water loading vessel. 8

2.3.1 Laying Vessel Laying vessel yang digunakan dalam proses konstruksi pipa bawah laut di anjungan minyak lepas pantai ini menggunakan tipe S-lay barge karena kedalaman maksimum jalur pipa bawah laut yang akan dipasang sekitar 30 m, dengan nama MARIAM 281 lay barge. Barge yang berukuran 85.34 m x 27.45 m dan mempunyai 6 welding station tersebut berbendera Singapura yang dibuat pada tahun 2004 oleh Labroy Shipbuilding & Engineering Pte.Ltd. Berkut gambar Mariam 281 laying barge : Gambar 2.3 Sketsa Mariam 281 laying barge (tampak atas dan samping) Mariam 281 laying barge mempunyai spesifikasi sebagai berikut : Mempunyai 6 station untuk proses penyambungan pipa Mempunyai 6 davit untuk mengangkat pipa abandon pada saat tie-in Meletakkan pipa secara S-shape catenary Menggunakan 8 jangkar dalam pergerakannya Jangkar yang bernomor ganjil berada di sebelah portside Jangkar yang bernomor genap berada di sebelah starboard side Meletakkan pipa secara fleksibel melalui stinger Mempunyai draft 1.8 m Mempunyai 1 unit crane barge Mempunyai tensionmeter (dipasang pada stern) untuk mendeteksi tension pipa pada stinger sepanjang firing line. Muster Point (MP) berada diantara anchor winch dan crew container sebelah portside. 9

Gambar 2.4 Mariam 281 laying barge (Keterangan lebih lengkap lihat pada lampiran) 2.3.2 Anchor Handling Tug (AHT) Boat AHT Tug Boat yang digunakan dalam anchor handling ada tiga kapal yaitu : MV Dalini yang berbendera Singapura, Laurence Funafutti yang berbendera Perancis, dan Oil Serve Alpha yang berbendera Singapura. Dari ketiga kapal laut tersebut hanya Laurence Funafutti yang digunakan pada kedalaman laut yang dangkal. Berikut merupakan gambar AHT boat MV Dalini dan O.S Alpha : Gambar 2.5 Anchor Handling Tug Boat (MV Dalini dan Oil Serve Alpha) 10

2.3.3 Survey Boat Jenis survey boat yang digunakan adalah seatruck dengan kapasitas penumpang maksimum sebelas orang yang dilengkapi dengan sistem survei untuk keperluan survei batimetri. Gambar 2.6 Survey boat yang digunakan dalam survei batimetri 2.3.4 Support Vessel Vessel pendukung yang digunakan dalam proses instalasi concrete pipe di platform adalah SinBee II yang dalam pergerakannya menggunakan 4 jangkar dan mempunyai 1 unit crane barge. Gambar 2.7 SinBee II Support Vessel 11

2.4 Konstruksi Pipa Bawah Laut di Anjungan Minyak Lepas Pantai Dalam perencanaan konstruksi pipa bawah laut dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : material yang akan diangkut (minyak bumi, gas alam, air, atau buangan limbah), panjang jalur pipa, dan lingkungan (jalur pipa rencana antar kota/negara, di darat/di laut, pada iklim hangat/iklim dingin). Prosedur secara umum dalam perencanaan dan proses konstruksi pipa bawah laut (pipa minyak bumi dan gas alam bawah laut), meliputi beberapa tahap sebagai berikut : Tahap 1 : Perencanaan awal Tahap 2 : Pemilihan jalur Tahap 3 : Pembebasan lahan (right of way) Tahap 4 : Pengumpulan data (soil borings, soil test dan data lainnya) Tahap 5 : Pendesainan jalur pipa Tahap 6 : Legal permit Tahap 7 : Proses konstruksi (secara umum) Persiapan right of way Stringing Ditching dan Trenching Boring Tunneling River crossing Welding, coating, and wrapping Pipe laying Backfill & restoration of land Pada tahap 7 (proses konstruksi), tahapan pekerjaan boring, tunneling, backfill & restoration of land tidak dilakukan pada instalasi bawah laut dan hanya dilakukan pada konstruksi pipa darat. Secara garis besar proses konstruksi pipa bawah laut di anjungan minyak lepas pantai dengan bantuan laying vessel dijelaskan menurut diagram berikut : 12

WELDING (PENGELASAN) Dilakukan di Stasiun 1,2,3 semi otomatis WELDING INSPECTION Dilakukan di Stasiun 4 Non-destructive test (NDT) Aktivitas x-ray COATING Dilakukan di Stasiun 5 Field joint coating antar segmen pipa bawah laut WRAPPING Dilakukan di Stasiun 5 Dilakukan secara manual oleh operator FOAM FILLING Dilakukan di Stasiun 6 Dilakukan secara manual oleh operator PELETAKAN PIPA Sistem belakang atau samping Sistem stinger & davit Diagram 2.1 Tahapan konstruksi pipa bawah laut diatas laying vessel [Geocean field engineer, 2007] Tahap terakhir dalam proses konstruksi pipa bawah laut adalah tahap peletakan pipa. Pemilihan metode yang digunakan dalam proses peletakan pipa bawah laut bergantung pada beberapa hal, yaitu : Diameter dan ketebalan pipa Yield stress material pipa Resiko buckling dan buckle propagation Panjang pipa Sifat dari protective coating Kecepatan pergerakan dalam peletakan pipa (laying speed) Ketersediaan peralatan 13

Biaya mobilisasi dan demobilisasi armada serta peralatan Antisipasi cuaca terburuk kedalaman air dan profil arus laut kondisi morfologi dasar laut dan tipe sedimen Metode peletakkan pipa yang digunakan dalam konstruksi pipa bawah laut di anjungan minyak lepas pantai ini bertipe S-lay barge dengan ketentuan : Digunakan untuk pipa berukuran besar. Kedalaman air maksimum ± 600 m. Welding activity dilakukan dengan posisi pipa secara horizontal secara firing line. Proses peletakan pipa bawah laut pada stern secara S-shape catenary sampai menuju touchdown point (TDP). Dilengkapi dengan rollers dari mulai station 1 sampai menuju stinger untuk mengontrol over bending. Barge yg digunakan dapat meletakkan pipa hingga yang mempunyai diameter 60 (150 cm). Gambar 2.8 Metode S-lay barge [Dr. Boyun Guo et al, 2005] 2.5 Proses Konstruksi Jalur Pipa Bawah Laut Sebelum konstruksi dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan perencanaanperencanaan mengenai pergerakan laying vessel dan konstruksi pipa bawah laut per jalur pipa bawah laut rencana. 14

Pergerakan laying vessel diawasi oleh rekanan sehingga dalam anchor handling dan pergerakannya, surveyor akan merumuskan skenario dengan keputusan berada pada marine captain. Skenario tersebut meliputi : anchor job, posisi push pull, barge towing, posisi side walking, dan posisi tie-in. Skenario-skenario tersebut disajikan melalui peta navigasi pergerakan laying vessel dalam format digital (.dwg), meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut : 2.5.1 Anchor Job Pada kegiatan anchor job, harus memperhatikan bahaya-bahaya potensial terhadap pipa-pipa bawah laut yang telah terpasang sebelumnya (existing). Anchor job harus mengacu pada ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan UNCLOS mengenai prosedur penempatan jangkar terhadap pipa-pipa bawah laut di dasar laut, yaitu mengenai zona aman dalam penempatan jangkar berjarak minimum 200 meter dari pipa-pipa bawah laut existing untuk crowded area dan minimum 300 meter untuk open sea. Skenario anchor job tersebut divisualisasikan melalui peta-peta koordinat anchor intended dari Mariam 281 laying barge sepanjang jalur pipa bawah laut rencana. 2.5.2 Posisi Push Pull Merupakan posisi laying vessel pada zona dengan kedalaman laut minimun (dangkal) yang masih dapat dijangkau oleh draft laying vessel. Dalam posisi ini, dilakukan penyambungan pipa bawah laut dengan pangkal awal pulling head bergerak menuju onshore (MCOT landing point) dimana pulling head wire akan ditarik dengan bantuan back hoe (berada di onshore) sepanjang jalur pipa bawah laut rencana yang dimulai dari pipe joint #41 pada titik touchdown point (TDP) sekitar KP 9.725. Raiser tank MCOT Pipa bergerak ke arah pantai (MCOT Landing Point) Stinger Arah pergerakkan pipa Gambar 2.9 Posisi push pull dan kondisi pulling head di MCOT [Dokumentasi proyek, 2007] 15

Selama posisi push pull tersebut, Mariam 281 barge mendrop jangkar no.7 dan 8 di MCOT (onshore) masing-masing dengan panjang wire 1641.003 ft dan 1571.351 ft. Koordinat-koordinat anchor deployed Mariam 281 barge disajikan menurut tabel sebagai berikut : Tabel 2.1 Koordinat-koordinat jangkar Mariam 281 barge posisi push pull Posisi Jangkar X (fte) Y (ftn) P1 1566748 1626269 Portside P3 1567383 1626049 P5 1568942 1626163 P7 1570825.5 1626560.2 S2 1566732 1627707 Starboard side S4 1567242 1627727 S6 1569541 1627337 S8 1570710.3 1627392.1 2.5.3 Barge Towing Barge towing dilakukan dengan mobilisasi dan demobilisasi barge yang dilakukan dengan kapal towing, meliputi rute-rute barge dari dermaga (jetty) ke posisi jalur konstruksi pipa bawah laut rencana maupun sebaliknya. Proses pengawasan navigasi rute barge diserahkan sepenuhnya pada kapten kapal yang bersangkutan dengan tetap dipandu oleh surveyor dalam hal pemilihan rute barge yang paling aman, yang dipandu melalui perangkat lunak Trimble HYDROpro. Kapal towing yang digunakan yaitu MV Dalini dan Oil Serve Alpha dari laut lepas menuju muara sungai maupun sebaliknya dan kapal-kapal towing kecil yang mereposisikan barge saat berada di muara sungai dari dan menuju jetty (mobilisasi dan demobilisasi). Gambar 2.10 Rute navigasi Mariam 281 barge menuju posisi push pull [www.googleearth.com, 2007] 16

2.5.4 Posisi Side Walking Merupakan skenario pergerakan Mariam 281 barge saat berada pada jalur pipa bawah laut di sekitar WLP-A platform. Dalam hal ini, Mariam barge harus berbelok berlawanan arah jalur pipa bawah laut rencana dan mereposisikan kembali pada jalur abandon pipe untuk mengambil kembali abandon pulling head yang telah diletakkan di dasar laut untuk selanjutnya disambungkan dengan pipa riser (dengan sistem davit) dengan jalur menuju WLP-A platform. Koordinat-koordinat anchor deployed Mariam disajikan menurut tabel sebagai berikut : Tabel 2.2 Koordinat-koordinat jangkar Mariam 281 barge posisi side walking Posisi Jangkar X (fte) Y (ftn) P1 1541053 1632649 Portside P3 1540129 1633493 P5 1539951 1633832 P7 1537824 1633968 S2 1539998 1629930 Starboard side S4 1537969 1629781 S6 1536364 1632148 S8 1536546 1632439 2.5.5 Posisi Tie-in Merupakan posisi laying vessel pada saat penyambungan abandon pipe dengan sistem davit. Dalam lingkup laut dangkal, posisi ini meliputi posisi tie-in terhadap dua segmen pipa (dua abandon pipe) dan posisi tie-in pada saat pemasangan pipa riser dengan jalur menuju WLP-A platform. Pada saat posisi tie-in di antara dua segmen pipa pada koordinat 1540564 fte ; 1630571 ftn, dilakukan kegiatan welding lengkap seperti halnya pada saat penyambungan pipa di setiap stasiun-stasiun laying vessel, hanya saja dalam hal ini kegiatan welding akan dilakukan pada platform tambahan (external platform) pada sisi starboard dari laying vessel. Sedangkan pada saat posisi tie-in di sekitar WLP-A platform, dilakukan penyambungan pipa riser terhadap satu abandon pipe. Semua posisi tie-in diatas memakai sistem davit dimana abandon pipe dan pipa riser dihubungkan ke setiap davit (Mariam 281 laying barge mempunyai enam davit) melalui choker sling. 17

Gambar 2.11 Posisi tie-in dengan sistem davit [Dokumentasi proyek, 2007] Pada posisi tie-in tersebut, Mariam barge menggunakan delapan jangkar untuk stabilitas barge dengan koordinat-koordinat jangkar disajikan menurut tabel berikut : Tabel 2.3 Koordinat-koordinat jangkar Mariam 281 barge posisi tie-in Posisi Jangkar X (fte) Y (ftn) P1 1538244 1630565 Portside P3 1538513 1629447 P5 1540018 1628392 P7 1541603 1628751 S2 1539527 1632099 Starboard side S4 1540878 1632605 S6 1542274 1631532 S8 1542830 1630237 2.5.6 Instalasi Pipa Riser di WLP-A Platform Desain instalasi pipa riser di platform akan berbeda antara pipa gas dan pipa minyak bawah laut. Perbedaan ini meliputi pertimbangan lamanya ketahanan operasional material konstruksi terhadap faktor hidrodinamik seperti gelombang laut, arus laut dan angin serta faktor internal dari pipa bawah laut tersebut seperti ketahanan terhadap suhu, berat submersible, tekanan luar, dan pipeline expansion (functional load). Instalasi segmen pipa riser terhadap pipa abandon yang dilakukan di WLP-A platform dilakukan dengan sistem laying side menggunakan davit-davit laying barge dengan prosedur desain dijelaskan menurut diagram sebagai berikut : 18

Diagram 2.2 Prosedur instalasi pipa riser [Dr Boyun Guo et al, 2005] Segmen pipa riser yang dikonstruksi secara garis besar dapat dijelaskan menurut gambar sebagai berikut : Gambar 2.12 Model instalasi pipa riser di WLP-A platform [Dr Boyun Guo et al, 2005] 19

Berikut menggambarkan suasana pada saat instalasi pipa riser di WLP-A platform : Gambar 2.13 Instalasi pipa riser di WLP-A platform [Dokumentasi proyek, 2007] 2.6 Analisis Hitungan Dalam Survei Konstruksi Selama kegiatan survei konstruksi berlangsung, dilakukan proses pemanduan pergerakan vessel dan laying barge (TDP monitoring) dengan melakukan analisis hitungan terhadap kemiringan dasar laut (gradien), analisis hitungan peletakan pipa, analisis hitungan terhadap distribusi jalur pipa bawah laut aktual dan analisis hitungan penentuan sudut belok segmen jalur pipa bawah laut rencana. 2.6.1 Analisis Hitungan Kemiringan Dasar Laut (Slope/Gradien) Dalam perhitungan nilai kemiringan dasar laut (gradien), parameter yang tersedia dari data hasil pemeruman (sounding) adalah nilai titik dalam ruang (x,y,z) yang merupakan nilai domain dari bidang pernukaan (dasar laut). Misalkan : Titik A (x a, y a, z a ) dan B (x b, y b, y b ) terletak pada suatu permukaan (yang mewakili morfologi dasar laut), maka kedudukan titik A dan B pada sistem koordinat kartesian tiga dimensi dapat diilustrasikan menurut sketsa sebagai berikut : 20

Gambar 2.14 Sketsa kedudukan titik A dan B pada suatu bidang permukaan Dalam pendekatan dalam dua dimensi, vektor r r 0 dengan titik sekutu (x, y) dan (x 0, y 0 ) dapat dirumuskan dalam persamaan bidang tangen pada permukaan sebagai berikut : r r 0 = i (x x 0 ) + j (y y 0 ), dapat ditulis dalam bentuk A = ia+jb maka kemiringan dasar laut (gradien) akan dapat dihitung dengan syarat nilainya terdefinisi untuk nilai a dan b 0 : x x0 y y0 a b atau y y x x 0 0 b a = tan θ...(1) dimana nilai a b = tan θ merupakan nilai kemiringan dasar laut (slope/gradien) Untuk pendekatan secara tiga dimensi, persamaan (1) diatas juga berlaku pada titik A (x a, y a, z a ) dan B (x b, y b, y b ) pada keadaan z z 0 = c dengan syarat a, b, c 0 menurut persamaan bidang tangen pada permukaan sebagai berikut : x x0 y y0 z z0 r r 0 = i (x x 0 ) + j (y y 0 ) + k (z z 0 ) atau a b c maka persamaan umum bidang tangen pada permukaan yang didapat adalah : a(x-x 0 ) + b(y-y 0 ) + c(z-z 0 ) = 0...(2) 21

2.6.2 Analisis Hitungan Peletakan Pipa Kendala dalam peletakan pipa bawah laut (laying problem) yang selama ini menjadi hambatan dan perlu diperhatikan dalam setiap pekerjaan konstruksi pipa bawah laut dapat dijelaskan menurut sketsa berikut : Permukaan air Engsel (Hinge) Pipa bawah laut Dasar laut Gambar 2.15 Permasalahan peletakan pipa bawah laut [Rienstra, 1987] Dari sketsa diatas dapat dijelaskan permasalahan peletakan pipa yang dihadapi sebagai berikut : Hubungan antara gaya equilibrium ( ) yang merupakan momen bending dari radius curvature dari pipa bawah laut, fungsi yields stress pipa (s), dan sudut yang dibentuk antara horizon dan tangent dari koordinat lokal s merupakan bentuk nondimensional menurut persamaan sebagai berikut : (ε/μ) 2 ψ ss = sin (ψ) (μs λ) cos (ψ)...(3) 2 Sepanjang interval [0,1], dimana : LQ / H, V / H, dan EIQ 2 = H 3 Keterangan : (s) H EI Q L V = Gaya equilibrium = Fungsi yields stress pipa bawah laut = Tension dengan arah horizontal = Flexural rigidity (stiffened catenary) = Berat pipa / unit panjang = Panjang pipa bebas (free pipe length) = Gaya reaksi dengan arah ke bawah (berimpit dengan garis gaya berat) 22

Permasalahan peletakan pipa bawah laut terjadi pada kondisi : ψ (0) = 0, ψ s (0) = 0, ψ s (1) = μ/r, d = d sh + r cos (ψ(1)) r cos (Ф)...(4) Sehingga untuk penyelesaian masalahnya harus tercapai syarat-syarat sebagai berikut: ψ (0) = 0, ψ s (0) = 0, ψ s (1) = 0, d = d sh + r cos (γ) r cos (Ф) (c rγ + rф) sin (γ)...(5) γ = arctan (μ λ) dimana : Keterangan : R = Radius stinger 1 D = L 0 r = RQ/H, d = DQ/H, d sh = D sh Q/H, c = CQ/H sin( ( s)) ds = Kedalaman ujung stinger (pipe end) terhadap dasar laut D sh = Tinggi engsel stinger (stinger hinge) terhadap dasar laut Ф = Sudut engsel stinger C γ = Panjang pipa bawah laut (diukur dengan acuan dari titik engsel stinger) = Sudut pipa bawah laut (pipeline angle) Hubungan persamaan yang sangat penting adalah pengintegralan dari persamaan (1), yang menunjukkan elastic free bending energy density, serta persamaan eksplisit yang dapat diturunkan dari hubungan d dan ψ (1) : 1 (ε/μ) 2 = 1 cos(ψ(1)) (μ λ) sin(ψ(1)) + d...(6) 2 Pada praktisnya di lapangan, offshore surveyor hanya akan menganalisis pengaruh faktor kedalaman laut terhadap kemiringan stinger pada saat peletakan pipa di dasar laut, menurut persamaan matematis sebagai berikut : Kedalaman TDP Stinger cos( 90 ) Kedalaman θ = arc sin...(7) TDP Stinger dimana θ merupakan sudut yang dibentuk antara engsel stinger terhadap MSL 23

2.6.3 Analisis Hitungan Distribusi Jalur Pipa Bawah Laut Hasil plotting distribusi koordinat jalur pipa bawah laut berdasarkan pergerakan barge pada titik touchdown point (TDP) akan menghasilkan distribusi koordinat yang patah -patah atau zig-zag. Oleh karena itu dalam proses penggambaran di AutoCAD agar distribusinya lebih smoothing dilakukan perhitungan penentuan titik tengah antara dua koordinat atau lebih (prinsip penentuan titik tengah pada suatu vektor), dapat diilustrasikan meurut grafik sebagai berikut : Grafik 2.1 Prinsip penentuan nilai titik tengah antara 2 vektor y 3 ( 3 x, y 3 ) y 2 ( 2 x, y 2 ) y 1 ( 1 x, y 1 ) x 1 x 2 x 3 Titik Tengah = X 2 ) ( Y, 2 ( X 1 2 1 Y2 )...(8) dimana : (X 1,Y 1 ) = koordinat pipe joint 1, (X 2,Y 2 ) = koordinat pipe joint 2 Setelah didapatkan nilai-nilai titik tengah maka dihubungkan satu sama lain dengan garis sehingga hasil polyline yang didapatkan akan lebih smoothing dari keadaan semula. Prinsip penentuan nilai titik tengah antara 2 vektor ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan hasil penggambaran distribusi jalur pipa bawah laut aktual yang lebih smoothing agar lebih estetis. 2.6.4 Analisis Hitungan Penentuan Sudut Belok Segmen Jalur Pipa Bawah Laut Rencana Nilai sudut belok pada segmen jalur pipa bawah laut rencana didasarkan pada spesifikasi natural bending yang diijinkan oleh field engineer dimana dalam setiap pendesainan jalur pipa bawah laut natural bending yang diijinkan (maksimum) adalah sebesar 1000 m (1 km). Nilai sudut belok tersebut dapat didekati dengan nilai sudut jurusan rata-rata ( ) antara titik-titik sampel sepanjang segmen belok dengan acuan terhadap arah utara sebenarnya (sumbu-y) atau sebesar - 90 dengan acuan terhadap sumbu-x dalam sistem koordinat kartesian dua dimensi. 24