VII. KEPUTUSAN PRODUKSI AKTUAL DAN OPTIMAL 7.1 Keputusan Produksi Aktual Keputusan produksi aktual adalah keputusan produksi yang sudah terjadi di P4S Nusa Indah. Produksi aktual di P4S Nusa Indah pada bulan desember 2011 hanya memproduksi 5000 log bibit siap panen berukuran 17 x 35 cm. Jika keuntungan per lognya sebesar Rp 744, maka keuntungan total yang diperoleh adalah hasil kali dari keuntungan per log yaitu Rp 744 dengan jumlah produksi sebanyak 5000 log, yaitu Rp 3.720.000. Pola produksi lainnya di P4S Nusa Indah adalah memproduksi bibit siap panen ukuran 20 x 30 cm. Keuntungan per lognya adalah Rp 726. Total keuntungan pada pola produksi ini yaitu Rp 2.904.000. 7.2 Keputusan Produksi Optimal Keputusan produksi yang optimal diperoleh dengan menggunakan LINDO. Keputusan produksi optimal ini menjadi pertimbangan terhadap aktivitas produksi aktual dalam rangka mencapai keuntungan yang maksimum sesuai dengan keterbatsan sumberdaya yang ada. Keputusan produksi optimal ini berkaitan dengan kombinasi produksi, keuntungan yang diperoleh, dan penggunaan sumberdaya. Selain itu juga berkaitan dengan perubahan keuntungan dan ketersediaan sumberdaya. 7.2.1. Analisis Pola Produksi dan Keuntungan Berdasarkan hasil olahan program LINDO diperoleh kombinasi jumlah produksi serta tingkat keuntungan yang optimal. Pada pola produksi pertama P4S Nusa Indah akan mencapai kondisi produksi yang optimal jika memproduksi bibit ukuran 17 x 35 cm sebanyak 5.760,5 log dan memproduksi jamur tiram putih sebanyak 199,5 log yang berasal dari bibit siap panen ukuran 18 x 35 cm. Untuk jamur tiram putih adalah 199,5 log, jika dikonversikan ke dalam kilogram yaitu dengan mengalikan jumlah produksi dan produktivitas per lognya yaitu 0,4 kg. 53
Jamur tiram putih yang dihasilkan adalah sebanyak 79,8 kg. Total keuntungan yang diperoleh adalah sebesar Rp 4.653.825. Kondisi aktual selama ini belum menghasilkan keuntungan yang optimal. Hal ini terlihat dari keuntungan yang diperoleh pada kondisi aktual yang lebih rendah dibandingkan dengan kondisi optimal. Pada kondisi aktual keuntungan yang diperoleh sebesar Rp 3.720.000 sedangkan kondisi optimal keuntungan yang diperoleh sebesar Rp 4.653.825. Selisih keuntungan adalah sebesar Rp 933.825. Dengan demikian perbedaan persentasenya adalah sebanyak 25,10 persen. Dalam hasil olahan LINDO terdapat beberapa jenis produk yang tidak diproduksi. Jika produk-produk tersebut tetap diproduksi maka akan mengurangi keuntungan P4S Nusa Indah sebesar nilai reduced cost. Untuk bibit siap panen ukuran 17 x 35 cm dan jamur tiram putih yang berasal dari bibit siap panen ukuran 18 x 35 cm tidak memiliki nilai reduced cost, karena dengan memproduksi produk ini dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan. Produksi yang akan mengurangi keuntungan paling besar adalah bibit siap panen ukuran 20 x 30 cm yaitu setiap memproduksi satu log bibit tersebut maka akan mengurangi keuntungan sebesar Rp 164,43. Nilai reduced cost untuk bibit siap panen ukuran 18 x 35 cm adalah sebesar Rp 139,43. Reduced cost yang paling kecil adalah jamur tiram putih yang berasal dari bibit siap panen ukuran 20 x 30 cm yaitu sebesar Rp 41, sedangkan untuk jamur yang berasal dari bibit siap panen ukuran 17 x 35 cm adalah sebesar Rp 50,57 (Tabel 14). Tabel 14. Nilai Reduced Cost dari Produk yang Dihasilkan P4S Nusa Indah No Jenis Produk (Log) Reduced cost (Rp/log) 1 Bibit siap panen ukuran 17 x 35 cm 0 2 Bibit siap panen ukuran 18 x 35 cm 139,43 3 Bibit siap panen ukuran 20 x 30 cm 164,43 4 Jamur tiram putih dari Bibit siap panen 17 x 35 cm 50,57 5 Jamur tiram putih dari Bibit siap panen 18 x 35 cm 0 6 Jamur tiram putih dari Bibit siap panen 18 x 30 cm 41,00 Pada pola produksi kedua, kondisi optimal dicapai dengan menghasilkan bibit siap panen ukuran 20 x 30 cm sebanyak 4.788,5 log dan jamur tiram putih 54
yang berasal dari bibit siap panen ukuran 18 x 35 cm sebanyak 211,5 log. Total keuntungan yang diperoleh adalah Rp 3.866.466. kondisi aktual pola kedua hanya memproduksi bibit siap panen ukuran 20 x 30 cm sebanyak 4.000 log dengan total keuntungan Rp 2.904.000. Perbedaan antara kondisi aktual dan optimal sebesar Rp 962.466, yaitu 33,14 persen. Jika jamur tiram putih yang berasal dari bibit siap panen ukuran 17 x 35 cm diproduksi maka akan mengurangi keuntungan sebesar Rp 78,32 per lognya. Penambahan produksi jamur tiram putih yang berasal dari bibit siap panen ukuran 20 x 30 cm, hanya akan mengurangi keuntungan sebesar Rp 41 per lognya. 7.2.2. Analisis Penggunaan Sumberdaya Analisis penggunaan sumberdaya menunjukkan penggunaan sumberdaya yang optimal dalam kegiatan jamur tiram putih. Slack/surplus menunjukkan langka tidaknya sumberdaya yang menjadi kendala. Jika nilai slack/surplusnya nol maka sumberdaya tersebut habis terpakai dalam kegiatan produksi atau disebut juga sebagai kendala pembatas atau kendala aktif. Kendala pembatas ini menunjukkan bahwa jika penggunaannya ditambah sebesar satu satuan maka keuntungannya akan meningkat sebesar dual price. Nilai dual price dari sumberdaya yang langka akan lebih besar dari nol. Nilai ini disebut juga sebagai harga bayangan (shadow price) dari sumberdaya tersebut. Setiap perubahan satu satuan sumberdaya akan menyebabkan perubahan nilai tujuan sebesar shadow pricenya. Sumberdaya yang nilai slack/surplusnya lebih besar dari nol berarti bahwa sumberdaya tersebut berlebih/ tidak habis terpakai. Jika sebaliknya, maka nilai dual pricenya menjadi nol. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan satu satuan sumberdaya, maka tidak akan menghasilkan tambahan keuntungan. Sebagian besar sumberdaya yang tersedia masih berlebih, yaitu lahan, serbuk kayu, modal untuk pembelian dedak dan plastik. Pada pola produksi pertama, lahan untuk pembibitan terpakai sebesar 78,91 m² dan untuk budidaya sebesar 2,87 m². Serbuk kayu yang digunakan 55
sebanyak 324 karung. Modal yang digunakan untuk pembelian dedak dan plastik sebanyak Rp 1.799.202. Pada pola produksi kedua, lahan untuk pembibitan terpakai sebesar 77,75 m² dan untuk budidaya sebesar 3,05 m². Serbuk kayu yang digunakan sebanyak 325 karung. Modal yang digunakan untuk pembelian dedak dan plastik sebanyak Rp 1.875.770. Pada pola produksi pertama dan kedua sumberdaya yang digunakan oleh P4S Nusa Indah masih berlebih, kecuali bibit dan tenaga kerja. Hal ini terlihat dari hasil olahan LINDO yang menunjukkan bahwa hanya nilai slack/surplusnya yang bernilai nol. Pada pola produksi pertama setiap penambahan satu paket bibit maka akan meningkatkan keuntungan sebesar Rp 33.640,79, sedangkan pada pola produksi kedua akan meningkatkan keuntungan sebesar Rp 26.192,97. Penambahan jam kerja selama satu jam maka akan meningkatkan keuntungan sebesar dual pricenya yakni Rp 593,20 pada pola produksi pertama, sedangkan pada pola produksi kedua akan meningkatkan keuntungan sebesar Rp 695,49. 7.2.3. Analisis Perubahan Keuntungan dan Ketersediaan Sumberdaya Hasil Olahan optimal memberikan dua analisis lainnya, yaitu analisis perubahan keuntungan dan analisis perubahan ketersediaan sumberdaya. Masingmasing analisis ini menunjukkan peningkatan yang diperbolehkan (allowable increase) dan penurunan yang diperbolehkan (allowable decrease) yang akan berpengaruh terhadap keputusan produksi. 7.2.3.1. Analisis Perubahan Keuntungan Analisis perubahan keuntungan menunjukkan selang perubahan keuntungan (koefisien fungsi tujuan) tanpa mempengaruhi nilai optimal variabel keputusan. Keuntungan dari masing-masing produk dapat ditingkatkan atau diturunkan sebesar batas-batas peningkatan atau penurunan yang tergambar dari objective coefficient ranges hasil olahan LINDO. Peningkatan atau penurunan koefisien ini tanpa batas jika infinity. 56
Untuk produk yang tidak diproduksi penurunan keuntungan per lognya tidak terbatas, tetapi peningkatannya terbatas. Pada pola produksi pertama produk yang paling peka adalah jamur tiram putih yang berasal dari bibit siap panen ukuran 20 x 30 cm dan yang berasal dari bibit siap panen ukuran 17 x 35 cm. Batas peningkatan keuntungan yang diperbolehkan masing-masing adalah Rp 41 dan Rp 50,57. Batas peningkatan keuntungan untuk bibit siap panen ukuran 18 x 35 cm, 20 x 30 cm, dan 17 x 35 cm masing-masing adalah Rp 139,43, Rp 164,43, dan Rp 249,13. Penurunan yang diperbolehkan adalah jamur yang berasal dari bibit siap panen ukuran 18 x 35 cm dan bibit siap panen ukuran 17 x 35 cm masing-masing sebanyak Rp 41 dan Rp 115,90. Untuk produk yang tidak diproduksi pada pola produksi kedua penurunan keuntungan per lognya tidak terbatas. Penurunan yang diperbolehkan adalah jamur yang berasal dari bibit siap panen ukuran 18 x 35 cm dan bibit siap panen ukuran 20 x 30 cm masing-masing sebanyak Rp 41 dan Rp 578,27. Peningkatan keuntungan bibit siap panen ukuran 17 x 35 cm dan 18 x 35 cm tidak terbatas. Namun peningkatan keuntungan yang paling peka adalah jamur yang berasal bibit siap panen ukuran 20 x 30 cm yaitu Rp 41. Peningkatan keuntungan jamur yang berasal dari bibit ukuran 17 x 35 cm sebanyak Rp 78,32. Peningkatan keuntungan bibit siap panen ukuran 20 x 30 cm dan jamur yang berasal dari bibit ukuran 18 x 35 cm masing-masing adalah Rp 464,14 dan Rp 7.218,03. 7.2.3.2. Analisis Perubahan Ketersediaan Sumberdaya Analisis perubahan ketersediaan sumberdaya menunjukkan selang perubahan ketersediaan sumberdaya dan batasan produksi yang mempengaruhi kombinasi produksi optimal dan tidak mengubah dual price. Jika ketersediaan sumberdaya dan maupun perubahan permintaan masih berada di dalam selang peningkatan dan penurunan yang diperbolehkan, maka dual pricenya tetap. Jika sumberdaya merupakan kendala pembatas, maka sumberdaya tersebut memiliki peningkatan dan penurunan yang terbatas. Sebaliknya jika sumber daya tersebut bukan merupakan kendala pembatas, maka akan memiliki peningkatan yang tidak terbatas dan penurunan sebesar nilai slack/surplusnya. 57
Pada pola produksi pertama lahan, serbuk kayu, dan modal untuk pembelian dedak dan plastik memiliki batas peningkatan yang tidak terbatas, namun batas penurunannya adalah terbatas sebesar nilai slack/surplus nya. Nilai penurunan yang diperbolehkan untuk lahan pembibitan 18,39 m², untuk lahan budidaya sebesar 130,73 m², serbuk kayu 75,96 karung, modal untuk pembelian dedak dan plastik Rp 44.798 (Lampiran 9). Bibit dan tenaga kerja memiliki batas penurunan ketersedian masingmasing adalah 14 paket dan 320 jam. Batas peningkatan ketersediaannya masingmasing adalah 3 paket dan 1.016,25 jam. Batas Peningkatan penjualan bibit siap panen ukuran 17 x 35 cm adalah 760,5 log, sedangkan batas peningkatan untuk penjualan jamur tiram yang berasal dari bibit 18 x 35 cm adalah 199,5 log (Lampiran 9). Pada pola produksi kedua nilai penurunan yang diperbolehkan untuk lahan pembibitan 19,55 m², untuk lahan budidaya sebesar 130,55 m², serbuk kayu 75 karung, modal untuk pembelian dedak dan plastik Rp 866.230 (Lampiran 9). Bibit dan tenaga kerja memiliki batas penurunan ketersedian masingmasing adalah 17 paket dan 340 jam. Batas peningkatan ketersediaannya masingmasing adalah 28 paket dan 1.267,50 jam. Batas Peningkatan penjualan bibit siap panen ukuran 20 x 30 cm adalah 788,5 log, sedangkan batas peningkatan untuk penjualan jamur tiram yang berasal dari bibit 18 x 35 cm adalah 211,5 log (Lampiran 9). 7.2.4. Analisis Post Optimalitas Analisis post optimalitas dilakukan untuk mencari kemungkinankemungkinan dan besarnya perubahan pada solusi optimal atau nilai dual jika terjadi perubahan pada koefisien nilai fungsi tujuan dan nilai ruas kanan kendala di luar batas perubahan yang diperbolehkan dalam solusi optimal sebelumnya. P4S Nusa Indah berencana untuk meningkatkan harga jual bibit siap panen ukuran 20 x 30 cm menjadi Rp 2.250 per log. Hal ini dilakukan karena menurut penilaian P4S Nusa Indah bahwa penjualan bibit siap panen ukuran 20 x 30 cm ini kurang menguntungkan. Peningkatan harga jual bibit siap panen ukuran 20 x 30 cm menjadi Rp 2.250 berada diluar selang batas peningkatan yang diperbolehkan, 58
sehingga perlu dilakukan analisis optimalisasi yang baru. Untuk harga jual jamur tiram putih cenderung meningkat sehingga tidak dilakukan post optimalitas akibat perubahan harga jual jamur tiram putih. Biaya yang dikeluarkan baik untuk pembibitan maupun budidaya berdasarkan pengalaman P4S Nusa Indah, rata-rata meningkat sebesar 30 persen. Peningkatan biaya ini akan mengurangi keuntungan per lognya sehingga koefisien fungsi tujuan menjadi menurun. Tabel 15. Keuntungan setelah Perubahan dan Keuntungan Minimum pada Pola Produksi Pertama No Produk Keuntungan setelah Peningkatan Biaya dan Harga Jual Keuntungan Minimum (Rp/log) Keterangan terhadap Sensitivitas Awal Bibit 20 x 30 cm (Rp/log) 1. Bibit 17x35cm 427,0 628,1 Di luar batas 2. Bibit 18x35cm 375,0 Infinity Di dalam batas 3. Bibit 20x30cm 594,0 Infinity Di dalam batas 4. Jamur 17x35cm 1.249,0 Infinity Di dalam batas 5. Jamur 18x35cm 1.337,6 1.803 Di luar batas 6. Jamur 20x30cm 1.324,0 Infinity Di dalam batas Tabel 15 menunjukkan bahwa peningkatan biaya dan peningkatan harga jual bibit siap panen ukuran 20 x 30 cm mengakibatkan penurunan keuntungan yang diperoleh. Bibit siap panen ukuran 18 x 35 cm dan 20 x 30 cm serta jamur tiram putih yang berasal dari bibit 17 x 35 cm dan 20 x 30 cm keuntungan minimumnya tidak terbatas sehingga masih berada dalam batas yang diperbolehkan solusi optimal awal. Untuk bibit siap panen ukuran 17 x 35 cm dan jamur tiram yang berasal dari bibit 18 x 35 cm berada di luar batas yang diperbolehkan. Keuntungan bibit siap panen ukuran 17 x 35 cm dan jamur tiram yang berasal dari bibit 18 x 35 cm setelah perubahan masing-masing adalah Rp 427 dan Rp 1.337,6 lebih kecil dari keuntungan minimum yaitu Rp 628,1 dan Rp 1.803. dengan demikian perlu dilakukan analisis post optmalitasnya. Berdasarkan analisis post optimal pada pola produksi pertama, maka diperoleh kombinasi produksi yang seharusnya dilakukan adalah perusahaan memproduksi bibit siap panen ukuran 17 x 35 cm sebanyak 5.760,5 log dan jamur tiram putih yang berasal dari bibit siap panen ukuran 18 x 35 cm sebanyak 199,5 log. Total keuntungan yang diperoleh menurun menjadi Rp 2.734.662. Total 59
keuntungan aktual Rp 3.720.000. Perbedaan keuntungan dengan kondisi aktual adalah Rp 985.338. Perbedaan persentase sebesar 26,49 persen. Jika dibandingkan dengan solusi sebelumnya yang menghasilkan keuntungan sebesar Rp 4.653.825. Perbedaannya sebesar Rp 1.919.163 yaitu sebesar 41,24 persen. Tabel 16. Keuntungan setelah Perubahan dan Keuntungan Minimum pada Pola Produksi Kedua No Produk Keuntungan setelah peningkatan biaya dan harga jual bibit Keuntungan minimum (Rp/log) Keterangan terhadap sensitivitas awal 20 x 30 cm (Rp/log) 1. Bibit 17x35cm 427,0 Infinity Di dalam batas 2. Bibit 18x35cm 375,0 Infinity Di dalam batas 3. Bibit 20x30cm 594,0 147,73 Di dalam batas 4. Jamur 17x35cm 1.249,0 Infinity Di dalam batas 5. Jamur 18x35cm 1.337,6 1.803 Di luar batas 6. Jamur 20x30cm 1.324,0 Infinity Di dalam batas Tabel 16 menunjukkan bahwa peningkatan biaya dan peningkatan harga jual bibit siap panen ukuran 20 x 30 cm mengakibatkan penurunan keuntungan yang diperoleh. Bibit siap panen ukuran 17 x 35 cm dan 18 x 35 cm serta jamur tiram putih yang berasal dari bibit 17 x 35 cm dan 20 x 30 cm keuntungan minimumnya tidak terbatas sehingga masih berada dalam batas yang diperbolehkan solusi optimal awal. Untuk bibit siap panen ukuran 20 x 30 cm masih berada dalam batas. Jamur tiram yang berasal dari bibit 18 x 35 cm berada di luar batas yang diperbolehkan. Keuntungan bibit siap panen ukuran 17 x 35 cm yaitu Rp 594 lebih besar dari Rp 147,73. Jamur tiram yang berasal dari bibit 18 x 35 cm setelah perubahan 1.337,6 lebih kecil dari keuntungan minimum yaitu Rp Rp 1.803. Dengan demikian perlu dilakukan analisis post optmalitasnya. Berdasarkan analisis post optimal pada pola produksi kedua, maka diperoleh kombinasi produksi yang seharusnya dilakukan adalah perusahaan memproduksi bibit siap panen ukuran 20 x 30 cm sebanyak 4788,5 log dan jamur tiram putih yang berasal dari bibit siap panen ukuran 18 x 35 cm sebanyak 211,5 log. Total keuntungan yang diperoleh meningkat menjadi Rp 3.135.738. Total keuntungan aktual Rp 2.904.000. Perbedaan keuntungan dengan kondisi aktual 60
adalah Rp 231.738. Perbedaan persentase sebesar 7,98 persen. Jika dibandingkan dengan solusi sebelumnya yang menghasilkan keuntungan sebesar Rp 3.866.466. keuntungannya menurun sebesar Rp 730.728 yaitu sebesar 18,90 persen. Berdasarkan hasil optimalisasi maka sebaiknya P4S Nusa Indah melakukan kombinasi produksi yang optimal meskipun ada permintaan terhadap bibit siap panen ukuran 20 x 30 cm. Produksi optimal tersebut yaitu menghasilkan bibit siap panen ukuran 17 x 35 cm sebanyak 5.223 log dan jamur tiram yang berasal dari bibit siap panen ukuran 18 x 35 cm sebanyak 647 log. Jika harga jual bibit siap panen ukuran 20 x 30 cm dinaikkan menjadi Rp 2.250, maka perusahaan memproduksi bibit siap panen ukuran 20 x 30 cm sebanyak 4.291 log dan jamur tiram yang berasal dari bibit siap panen ukuran 18 x 35 cm sebanyak 647 log. Berdasarkan hasil analisis optimalisasi dapat diketahui bahwa lebih menguntungkan mengusahakan usaha bibit siap panen ukuran 17 x 35 cm, dibandingkan dengan bibit siap panen yang lain dan budidaya jamur tiram putih. Hal ini terlihat dari produksi bibit siap panen ukuran 17 x 35 cm yang lebih tinggi dibandingkan dengan produksi jamur tiram dan bibit siap panen lainnya. Sebaiknya perusahaan meningkatkan ketersediaan bibit dan menambah tenaga kerja untuk memperluas usaha. Ketersediaan bibit dan tenaga kerja dapat dilakukan dengan cara meningkatkan modal melalui kerja sama dengan pihak lain. Hal ini dilakukan agar peluang tingginya permintaan dapat dimanfaatkan oleh P4S Nusa Indah. Perusahaan sebaiknya mempertimbangkan harga jual bibit siap panen, karena harga jual bibit siap panen tidak mengalami perubahan sejak tahun 2008. Dengan peningkatan harga jual bibit diharapkan dapat meningkatkan pendapatan perusahaan. Pada pola produksi pertama, agar kombinasi produksi tetap sama, maka harga jual bibit siap panen ukuran 17 x 35 cm boleh ditingkatkan sebesar Rp 249,13, bibit siap panen ukuran 18 x 35 cm sebesar Rp 139,43, dan bibit siap panen ukuran 20 x 30 cm sebesar Rp 164,43. Pada pola produksi kedua, agar 61
kombinasi produksi tetap sama, maka harga jual bibit siap panen ukuran 17 x 35 cm boleh ditingkatkan sebesar Rp 464,14. Harga jual jamur tiram putih, tidak dapat ditingkatkan oleh perusahaan, karena harga jual ini ditentukan oleh pasar. Produksi jamur tiram yang dilakukan harus efisien, karena analisis optimalisasi menunjukkan bahwa harga jual jamur tiram putih yang berasal dari bibit ukuran 18 x 35 cm hanya boleh turun harga jualnya sebesar Rp 41 per log baik pada pola produksi pertama maupun kedua. Efisiensi dapat dilakukan dengan cara meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan penggunaan sumberdaya atau input sesuai dengan komposisi. Peningkatan biaya sebesar 30 persen akan menurunkan keuntungan yang diperoleh. Pada pola produksi pertama peningkatan biaya mengakibatkan keuntungan yang diperoleh menurun sebesar 26,49 persen dari kondisi aktual. Pada pola produksi kedua peningkatan biaya menurunkan keuntungan yang diperoleh, tetapi karena ada peningkatan harga jual bibit siap panen ukuran 20 x 30 cm maka keuntungan masih meningkat sebesar 7,98 persen dari kondisi aktual. Dengan demikian, jika terjadi peningkatan biaya, sebaiknya harga jual bibit siap panen pun di tingkatkan, hal ini agar P4S Nusa Indah tetap memperoleh keuntungan. 62