III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah konsumen perantara daging domba dalam hal ini rumah makan sate domba yang sudah memiliki tempat atau bangunan permanen yang berada di Kota Bandung, Jawa Barat. Rumah makan yang dimaksud yaitu yang menyediakan sate domba, tongseng dan gulai. Namun pada penelitian ini hanya difokuskan pada salah satu hidangan yaitu sate domba. Objek tersebut akan menjadi faktor pengarah bagi penentuan kualitas daging domba yang diinginkan konsumen. Definisi konsumen perantara adalah pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat barang dan/atau jasa untuk diproduksi (produsen) menjadi barang /jasa lain atau untuk memperdagangkannya (distributor), dengan tujuan komersial. Konsumen perantara dapat juga disebut sebagai pelaku usaha (UU No 8 Tahun 1999). 3.2 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode sensus. Sensus adalah cara pengumpulan data di mana semua elemen populasi diselidiki satu per satu. (Usman dan Akbar, 2009). 3.2.1 Penentuan Lokasi Penelitian Lokasi penelitian di Kota Bandung tepatnya di beberapa rumah makan yang hanya menyediakan sate domba. Pengertian rumah makan menurut SK Menteri Pariwisata tahun 2008 adalah segala jenis usaha yang menyajikan hidangan kepada 18
19 masyarakat dan menyediakan tempat untuk menikmati hidangan tersebut serta menetapkan tarif tertentu untuk makanan dan pelayanannya. Penentuan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive). Dasar pertimbangan memilih lokasi penelitian tersebut karena Kota Bandung merupakan kota besar yang merupakan tempat strategis untuk mengembangkan bisnis kuliner, misalnya rumah makan sate domba, sehingga banyak restoran yang menjajakan menu sate domba sebagai menu utama. 3.2.2 Penentuan Responden Kota Bandung terbagi menjadi 8 wilayah besaran sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah kota Bandung 2011-2031 yaitu wilayah Bojonegara, Cibeunying, Tegalega, Karees, Arcamanik, Ujung Berung, Kordon dan Gedebage. Dari sebaran wilayah tersebut terdapat total 40 rumah makan sate domba. Setelah melakukan oberservasi awal, 40 rumah makan yang khusus menyediakan sate domba tersebut ada beberapa rumah makan yang memang mempunyai cabang dan tersebar di masing-masing wilayah, sehingga perlu diseleksi lagi menjadi 32 rumah makan sate yang akan dijadikan responden penelitian. Selanjutnya dari 32 rumah makan sate tersebut satu rumah makan sedang melakukan renovasi selama beberapa bulan maka responden yang diambil menjadi 31 dan akan diteliti dengan menggunakan metode sensus. 3.2.3 Jenis dan Teknik Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan dan wawancara menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) dengan para konsumen perantara daging domba. Data sekunder diperoleh dari instansi-instansi yang terkait, studi
20 pustaka, dan literatur-literatur yang relevan dengan penelitian. Teknik pengumpulan data sebagai berikut : 1. Wawancara, ialah tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langsung. Kuesioner sebagai media untuk mengambil data yang diajukan kepada responden akan menjadi data primer. 2. Observasi, yaitu teknik pengamatan dan pencatatan yang sistemastis terhadap gejala-gejala yang diteliti, sehingga didapatkan petunjuk mengenai objek yang akan diteliti. 3. Dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data yang diperoleh dengan cara mengambil melalui dokumen-dokumen atau literatur yang sudah ada sehingga didapatkan data sekunder. 3.3. Operasionalisasi Variabel Operasionalisasi variabel adalah penjelasan mengenai variabel-variabel yang terlibat dalam penelitian yang dimaksud sehubungan dengan model analisis yang digunakan (Paturochman, 2005). Variabel yang dianalisis dalam penelitian ini yaitu atribut dan loyalitas konsumen yang dipertimbangkan konsumen yang diartikan sebagai pilihan suka atau tidak suka oleh seseorang terhadap suatu barang atau jasa yang dikonsumsi. Atribut dan loyalitas konsumen yang digunakan untuk mengukur preferensi daging domba adalah sebagai berikut : 1. Tekstur dan keempukan daging adalah salah satu faktor yang menentukan kualitas daging. Tekstur otot daging domba jantan umumnya memiliki tekstur yang lebih kasar dari domba betina. Menurut Badan Standarisasi Nasional 2008 Tekstur daging dikelompokan menjadi 3 kelas yaitu kelas 1, 2 dan 3. Skor = 3 untuk daging domba halus dan empuk, skor = 2 untuk
21 daging domba sedang dan empuk, dan skor = 1 untuk daging domba kasar dan alot. 2. Harga daging domba adalah nilai karkas domba yang dinyatakan dengan uang (rupiah) per kg. Harga daging domba yang berada di pasaran saat ini mencapai ± 85.000/kg. skor = 3 untuk harga lebih dari kisaran Rp 85.000 - Rp 95.000/ kg, skor = 2 untuk harga Rp 75.000 Rp 85.000/kg, skor = 1 untuk harga kurang dari Rp 75.000/kg. 3. Kebersihan daging domba adalah tidak terdapatnya kotoran atau noda pada daging domba atau daging yang terbebas dari kontaminan yang dapat menurunkan kualitas. Skor = 3 apabila daging domba bersih tidak terdapat noda atau bulu yang menempel, skor = 2 apabila daging domba sedikit kotor dan terdapat sedikit noda atau bulu yang menempel, skor = 1 apabila daging domba terdapat banyak noda dan bulu yang menempel. 4. Warna daging adalah salah satu faktor yang menentukan kualitas daging domba. Menurut Badan Standarisasi nasional Warna daging 2008 juga dikelompokan berdasarkan mutu daging tersebut yaitu mutu 1,2 dan 3. Skor = 3 diberikan pada daging domba yang berwarna merah terang khas daging, skor = 2 diberikan pada daging yang berwarna merah agak gelap khas daging, dan skor = 1 diberikan pada domba yang berwarna merah gelap. 5. Kemasan daging domba merupakan aspek penting yang akan mempengaruhi kualitas daging, Pengemasan yang terkontrol dan higienis akan mempengaruhi kualitas daging pada saat didistribusikan (Soekarto, 1990). Skor = 3 diberikan apabila daging dikemas dengan plastik berwarna putih dan baru, skor = 2 apabila daging dikemas dengan plastik warna hitam
22 dan masih baru, dan skor = 1 diberikan pada daging dikemas dengan plastik hitam bekas. 6. Kandungan lemak daging adalah kandungan minyak yang ada pada daging yang berpengaruh pada keempukan (Soeparno, 2005). Skor = 3 untuk perlemakan berwarna putih, skor = 2 untuk perlemakan berwarna putih berwarna putih kekuningan, dan skor = 1 diberikan untuk perlemakan berwarna kuning. 7. Aroma atau bau pada daging merupakan salah satu indikator pengujian organoleptik daging ( Soeparno, 2005). Skor = 3 diberikan pada daging dengan aroma spesifik domba, skor = 2 diberikan pada daging dengan aroma spesifik agak anyir, skor = 1 diberikan pada daging dengan aroma spesifik anyir. 8. Bagian tubuh adalah jenis daging yang dibagi menjadi beberapa bagian tubuh sesuai potongan karkas, menurut Soeparno pada tahun 2005 daging terbagi menjadi beberapa bagian yaitu bahu (shoulder, termasuk leher), rib (rusuk) atau rack, paha depan (shank) atau shin dan dada (breast) yang termasuk pada karkas bagian depan (fore-saddle), dan paha (leg, termasuk sirloin, loin dan flank). yang termasuk sadel belakang (hind-sadlle). Skor = 3 diberikan untuk bagian daging paha (Sirloin, loin dan flank), skor = 2 diberikan untuk bagian daging paha depan (Shin dan breast), skor = 1 diberikan untuk bagian daging bahu (shoulder, rib dan rack). 9. Switcher merupakan konsumen yang selalu berpindah-pindah produk atau tidak konsisten dalam melakukan pembelian suatu produk. Perhitungan yang digunakan adalah dengan membagi jumlah persentase jawaban kadang-kadang dan sering dengan jumlah responden dikali 100 %.
23 10. Habitual Buyer merupakan konsumen yang membeli produk karena faktor kebiasaan. Perhitungan yang digunakan adalah dengan membagi jumlah persentase jawaban kadang-kadang dan biasa dengan jumlah responden dikali 100 %. 11. Satisfied Buyer merupakan konsumen yang mengalami rasa puas akan produk yang dikonsumsinya. Perhitungan yang digunakan adalah dengan membagi jumlah persentase jawaban netral dan puas dengan jumlah responden dikali 100 %. 12. Likes The Brand merupakan konsumen yang sungguh-sungguh dalam menyukai suatu produk. Perhitungan yang digunakan adalah dengan membagi jumlah persentase jawaban netral dan suka dengan jumlah responden dikali 100 %. 13. Commited Buyer merupakan konsumen yang setia pada produk yang dikonsumsinya. Perhitungan yang digunakan adalah dengan membagi jumlah jawaban kadang-kadang dan sering dengan jumlah responden dikali 100 %. 3.4. Model Analisis 3.4.1. Pengujian Atribut dengan Metode Perhitungan Persentase Metode persentase digunakan sesuai dengan metode penelitian ini yaitu metode sensus, metode ini digunakan untuk menentukan atribut apa saja yang akan dijadikan pertimbangan konsumen perantara atau atribut apa saja yang dianggap valid. Metode persentase dapat dilakukan untuk menentukan atribut-atribut yang dinilai tidak sah atau tidak valid berdasarkan persentase jawaban yang diberikan dari dua pilihan yaitu ya tidak. Jawaban ya dari responden akan diberikan nilai 1 sedangkan jawaban tidak akan diberikan nilai 0 (Simamora, 2004).
24 Berdasarkan hasil metode sensus maka dapat diasumsikan Jawaban ya yang melebihi persentase 50 % maka atribut tersebut dianggap valid atau dipertimbangkan oleh konsumen perantara. Setelah didapatkan atribut-atribut yang valid maka akan dijadikan suatu variabel dalam penelitian ini. 3.4.2. Pengujian Tingkat Loyalitas dengan Piramida Loyalitas Tingkat loyalitas konsumen dapat dianalisis dengan menggunakan piramida loyalitas konsumen dengan beberapa tingkatan yaitu Switcher, Satisfied Buyer, Habitual Buyer, Liking the Brand, dan Commited Buyer (Aaker dalam Simamora, 2001). 1. Switcher/ Price Buyer (Konsumen yang berpindah-pindah) Konsumen pada tingkatan ini adalah konsumen yang memiliki keinginan membeli dikarenakan harga produk yang murah. Konsumen sering disebut tidak loyal atau Konsumen pada tingkatan ini dikatakan sebagai pelanggan yang berada di tingkatan paling dasar. Tabel 1. Pengukuran Loyalitas Konsumen Switcher Jawaban Komponen Perhitungan Switcher X F f.x Tidak Pernah 1 Kadang-kadang 2 Sering 3 Total Keterangan :
25 X = bobot masing-masing jawaban f = jumlah responden yang menjawab % = persentase responden yang menjawab ketiga respon Skala loyalitas = Total f.x Total f Switcher = jawaban responden kadang kadang+sering Total responden 100 % 2. Habitual Buyer (Konsumen Berdasarkan Kebiasaaan) Konsumen habitual buyer merupakan konsumen yang sudah merasa puas akan produk yang dibelinya atau mereka tidak mengalami ketidakpuasan dalam produk yang dibelinya. Konsumen ini biasanya disebut konsumen yang membeli produk karena kebiasaaan. Pada tingkatan ini pada dasarnya tidak didapati alasan yang cukup untuk menciptakan keinginan untuk membeli merek produk yang lain atau berpindah merek terutama jika peralihan tersebut memerlukan usaha, biaya maupun sebagai pengorbanan lain. Kesimpulannya adalah pembeli ini membeli suatu merek didasarkan atas kebiasaan merek selama ini. Tabel 2. Pengukuran Loyalitas Konsumen Habitual Buyer Jawaban Komponen Perhitungan Habitual Buyer X F f.x Tidak Biasa 1 Kadang-kadang 2 Biasa 3 Total
26 Keterangan : x = bobot masing-masing jawaban f = jumlah responden yang menjawab % = persentase responden yang menjawab ketiga respon Skala loyalitas = Total f.x Total f Habitual Buyer = jawaban responden kadang kadang+biasa Total responden 100 % 3. Satisfied Buyer (Konsumen Berdasarkan Tingkat Kepuasan) Konsumen pada tingkatan ini adalah konsumen yang puas dengan produk yang dikonsumsi. Konsumen ini kemungkinan memindahkan pembeliannya ke produk lain dengan menanggung biaya peralihan yang terkait waktu, uang, resiko, kinerja yang melekat dengan tindakan mereka untuk beralih ke produk yang lain. Tabel 3. Pengukuran Loyalitas Konsumen Satisfied Buyer Jawaban Komponen Perhitungan Satisfied Buyer X F f.x Tidak Puas 1 Netral 2 Puas 3 Total Keterangan : x = bobot masing-masing jawaban f = jumlah responden yang menjawab % = persentase responden yang menjawab ketiga respon
27 Skala loyalitas = Total f.x Total f Satisfied Buyer = jawaban responden Netral+Puas Total responden 100 % 4. Liking the Brand (Konsumen Berdasarkan Tingkat Kesukaan) Konsumen pada tingkatan ini adalah konsumen yang sungguh-sungguh dalam menyukai merek suatu produk. Rasa suka yang timbul dalam konsumen ini biasanya didasari oleh rangkaian pengalaman dari pembelian sebelumnya ataupun disebabkan oleh perceived quality yang tinggi. Meskipun demikian rasa suka merupakan rasa yang sulit diidentifikasi atau dikategorikan sebagai sesuatu yang spesifik. Tabel 4. Pengukuran Loyalitas Konsumen Likes the Brand Jawaban Komponen Perhitungan Likes The Brand X F f.x Tidak Suka 1 Netral 2 Suka 3 Total Keterangan : X = bobot masing-masing jawaban f = jumlah responden yang menjawab % = persentase responden yang menjawab ketiga respon Skala loyalitas = Total f.x Total f
28 Liking the Brand = jawaban responden Netral+suka Total responden 100 % 5. Commited Buyer (Konsumen Yang Setia) Konsumen pada tingkatan ini adalah konsumen yang setia pada produk yang dikonsumsinya. Konsumen pada tingkatan ini sudah merasa bangga akan produk yang dikonsumsinya bahkan produk tersebut menjadi sangat penting bagi pelanggan dipandang dari segi fungsi produk tersebut. Konsumen bahkan menyarankan orang lain untuk menggunakan produk tersebut. Tabel 5. Pengukuran Loyalitas Konsumen Commited Buyer Jawaban Komponen Perhitungan Commited Buyer X F f.x Tidak Pernah 1 Kadang-kadang 2 Sering 3 Total Keterangan : x = bobot masing-masing jawaban f = jumlah responden yang menjawab % = persentase responden yang menjawab ketiga respon Skala loyalitas = Total f.x Total f Commited Buyer = jawaban responden kadang kadang+sering Total responden 100 %
29 Interval skala loyalitas konsumen diatas adalah : Interval = Nilai Tertinggi Nilai terendah Banyaknya Kelas = 3 1 3 = 0,66 Rentang skala kemudian akan dikelompokan berdasarkan interval yang diketahui, maka akan didapatkan penilaian responden. Adapun rentang skala tersebut adalah : 1,00 1,66 = Rendah 1,67 2,34 = Sedang 2,35 3,00 = Tinggi Hasil penentuan tingkatan loyalitas konsumen kemudian akan ditampilkan dan dikelompokkan ke dalam piramida loyalitas konsumen yang akan menjadi indikator tingkatan loyalitas konsumen perantara daging domba.