Penentuan Cluster Pengembangan Agroindustri Pengolahan Minyak Kayu Putih di Kabupaten Buru

dokumen-dokumen yang mirip
Klaster Pengembangan Industri Berbasis Perkebunan dalam Pengembangan Wilayah di Provinsi Aceh

Faktor yang Berpengaruh dalam Pengembangan Ekonomi Lokal Berbasis Perikanan di Pulau Poteran

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No.2, (2015) ISSN: ( Print) C-133

Penentuan Alternatif Lokasi Pengembangan Kawasan Agroindustri Berbasis Komoditas Pertanian Unggulan di Kabupaten Lamongan

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

Volume 5 No. 1 Februari 2017 ISSN: IDENTIFIKASI LOKASI POTENSIAL PENGEMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN GULA MERAH LONTAR DI KABUPATEN JENEPONTO

Arahan Pengembangan Kawasan Sumbing Kabupaten Magelang sebagai Agropolitan

Identifikasi Potensi Agribisnis Bawang Merah di Kabupaten Nganjuk Untuk Meningkatkan Ekonomi Wilayah

Klaster Pengembangan Industri Berbasis Perkebunan dalam Pengembangan Wilayah di Provinsi Aceh

Kriteria Lokasi Industri Pengolahan Pisang di Kabupaten Lumajang

Lampiran 2 Tabel Rencana Sistem Perkotaan di Kabupaten Buru Tahun 2028 Pusat

Arahan Peningkatan Ekonomi Masyarakat Petani Jeruk Siam berdasarkan Perspektif Petani di Kec. Bangorejo Kab. Banyuwangi

PENGEMBANGAN KAWASAN ANDALAN PROBOLINGGO- PASURUAN-LUMAJANG MELALUI PENDEKATAN PENINGKATAN EFISIENSI

Keterkaitan Sektor Ekonomi di Provinsi Jawa Timur

Pengembangan Komoditas Unggulan Sektor Pertanian Tanaman Pangan di Kabupaten Karangasem Melalui Pendekatan Agribisnis

Penentuan Variabel Berpengaruh dalam Pengembangan Kawasan Strategis Ekonomi Pesisir Utara pada Bidang Perikanan di Kota Pasuruan

Penentuan Kawasan Agropolitan berdasarkan Komoditas Unggulan Tanaman Hortikultura di Kabupaten Malang

Pengembangan Daerah Tertinggal di Kabupaten Sampang

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut

Kriteria Pengembangan Kota Banjarbaru Sebagai Pusat Pemerintahan

Persebaran Spasial Produksi Emisi Karbon Dioksida (CO 2 ) dari Penggunaan Lahan Permukiman di Kawasan Perkotaan Gresik Bagian Timur

Faktor Penentu Pengembangan Industri Pengolahan Perikanan Di Kabupaten Sidoarjo melalui Pengembangan Ekonomi Lokal

Penentuan Tipologi Kesenjangan Wilayah di Kabupaten Lamongan Berdasarkan Aspek Ekonomi dan Sosial

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 1, (2016) ISSN: ( Print)

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Pengembangan Sentra Industri Kerajinan Kayu di Kecamatan Kepanjenkidul Blitar (Melalui Pendekatan Pengembangan Ekonomi Lokal)

Penentuan Prioritas Pengembangan KAPET DAS KAKAB Di Kabupaten Barito Selatan

ARAHAN PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT PETANI JERUK SIAM BERDASARKAN PERSPEKTIF PETANI DI KEC. BANGOREJO KAB. BANYUWANGI

Penilaian Tingkat Keberlanjutan Pembangunan di Kabupaten Bangkalan sebagai Daerah Tertinggal

Tipologi Kecamatan Tertinggal di Kabupaten Lombok Tengah

Penilaian Tingkat Keberlanjutan Kawasan Pantai Timur Surabaya sebagai Kawasan Konservasi Berkelanjutan

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pengendalian Konversi Lahan Pertanian Pangan Menjadi Non Pertanian Berdasarkan Preferensi Petani di Kecamatan Wongsorejo, Kabupaten Banyuwangi

IDENTIFIKASI KOMODITAS UNGGULAN DI KAWASAN AGROPOLITAN KABUPATEN PASAMAN

Clustering Permukiman Kumuh di Kawasan Pusat Kota Surabaya

PENGEMBANGAN INDUSTRI BERBASIS KOMODITAS UNGGULAN SUBSEKTOR PERKEBUNAN DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH DI PROVINSI ACEH

Tingkat Pelayanan Fasilitas Pendidikan Sekolah Menengah Tingkat Atas di Kabupaten Sidoarjo

Analisis Cluster dalam Mengidentifikasi Tipe Kawasan Berdasarkan Karakteristik Timbulan Sampah Rumah Tangga di Perkotaan Kabupaten Jember

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) 1

Penentuan Cluster Pengembangan Komoditas Unggulan Desa-Desa Tertinggal Di Kabupaten Bangkalan Berdasarkan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

BAB VI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN. 6.1 Konsep Pengembangan Kawasan Agropolitan

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak

Analisis Jaringan Sosial Pariwisata di Kampung Pesisir Bulak Surabaya

Pengembangan Kawasan Andalan Probolinggo- Pasuruan-Lumajang Melalui Pendekatan Peningkatan Efisiensi

agribisnis untuk mencapai kesejahteraan wilayah pedesaan (prospherity oriented) (Bappeda Kabupaten Lampung Barat, 2002). Lebih lanjut Bappeda

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Rumusan Insentif dan Disinsentif Pengendalian Konversi Lahan Pertanian di Kabupaten Gianyar

PENGEMBANGAN FASILITAS PENGOLAHAN SAMPAH DI KECAMATAN KELAPA DUA KABUPATEN TANGERANG

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Komoditas Unggulan Hortikultura di Kawasan Agropolitan Ngawasondat Kabupaten Kediri

disampaikan oleh: Dr. H. Asli Nuryadin Kepala BAPPEDA Kota Samarinda

I. PENDAHULUAN. Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian merupakan bagian integral

PENGEMBANGAN DAERAH TERTINGGAL (UNDERDEVELOPMENT REGION) DI KABUPATEN SAMPANG

3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1.1. VISI DAN MISI DINAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KOTA PRABUMULIH. pedoman dan tolak ukur kinerja dalam pelaksanaan setiap program dan

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ARAHAN PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT PETANI JERUK SIAM BERDASARKAN PERSPEKTIF PETANI

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

RANCANGAN RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN MALANG TAHUN 2012

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

Kriteria Pengembangan Desa Slopeng sebagai Desa Wisata di Kabupaten Sumenep

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS

Penentuan Kawasan Agropolitan berdasarkan Komoditas Unggulan Tanaman Hortikultura di Kabupaten Malang

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROV. SULAWESI TENGAH 2016

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

Arahan Peningkatan Daya Saing Daerah Kabupaten Kediri

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Arahan Optimalisasi RTH Publik Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta Utara

PEMERINTAH KABUPATEN BURU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BURU TAHUN

Rumusan Insentif dan Disinsentif Pengendalian Konversi Lahan Pertanian di Kabupaten Gianyar

BAB I PENDAHULUAN. besar dari pemerintah dikarenakan peranannya yang sangat penting dalam rangka

ARAHAN PENGEMBANGAN USAHATANI TANAMAN PANGAN BERBASIS AGRIBISNIS DI KECAMATAN TOROH, KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

Arahan Pengembangan Kawasan Prigi Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek Melalui Konsep Minapolitan

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI

Analisa Penetapan Harga Jual Unit Rumah di Perumahan Griya Agung Permata, Lamongan

TUGAS AKHIR PW Penentuan Kawasan Agroindustri Berbasis Komoditas Unggulan Sektor Pertanian Kabupaten Probolinggo

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan dan membangun pertanian. Kedudukan Indonesia sebagai negara

10 poin arah pengembangan tembakau dan industri hasil tembakau yang direncanakan sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pertanian di Indonesia mempunyai peranan yang cukup penting dalam

Bupati Murung Raya. Kata Pengantar

PENENTUAN PUSAT-PUSAT PERTUMBUHAN DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH

DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

Pengembangan Kawasan Andalan Probolinggo- Pasuruan-Lumajang Melalui Pendekatan Peningkatan Efisiensi

1 ^ PENDAHULUAN Latar Belakang ' Perumusan Model Pengentasan Kemiskinan Melalui Pemetaan Kelembagaan Ekonomi Berbasis Agribisnis

ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL

Daya Saing Kota-Kota Besar di Indonesia

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 2, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-139 Penentuan Cluster Pengembangan Agroindustri Pengolahan Minyak Kayu Putih di Kabupaten Buru Rizki Adriadi Ghiffari dan Eko Budi Santoso Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail: eko_budi@urplan.its.ac.id Abstrak Potensi komoditas kayu putih di Pulau Buru merupakan yang terbesar di Indonesia, namun pendapatan industri minyak kayu putih di pulau buru terus menurun dalam 5 tahun terakhir dan masih dikelola secara konvensional. Sehingga penentuan Cluster pengembangan agroindustri diperlukan untuk mengetahui wilayah potensial yang perlu ditingkatkan kinerja industrinya. Penelitian ini bertujuan menentukan Cluster Kabupaten Buru, yang dilakukan melalui penentuan faktorfaktor yang mempengaruhi pengembangan agroindustri pengolahan minyak kayu putih menggunakan analisis korelasi, dan menentukan Cluster menggunakan analisis Hierarcical Cluster. Hasil analisis menunjukkan teridentifikasinya faktorfaktor yang mempengaruhi pengembangan agroindustri pengolahan minyak kayu putih di Kabupaten Buru, yaitu jumlah industri rumah tangga (IRT), indeks aglomerasi, jumlah produksi, nilai investasi, jumlah tenaga kerja, potensi bahan baku, Jarak antara IRT dengan Permukiman, Jumlah Pengangguran, dan Pendapatan Rata-rata Pekerja, Jumlah Penduduk, Kepadatan Penduduk, Jumlah Penduduk Tamat SMA, tingkat pelayanan jalan, rasio kelompok pekerja, rasio lembaga pelatihan, dan rasio koperasi pekerja. Teridentifikasi juga 6 cluster pengembangan agroindustri pengolahan minyak kayu putih, dengan karakteristik yang berbeda-beda. Kata Kunci Agroindustri, Cluster Industri Pengolahan, Minyak Kayu Putih. A I. PENDAHULUAN GROINDUSTRI adalah kegiatan yang memanfaatkan hasil sektor primer (pertanian, perkebunan dan kehutanan) sebagai bahan baku, merancang dan menyediakan peralatan serta jasa untuk kegiatan tersebut [1]. Minyak kayu putih (MKP) merupakan salah satu produk agroindustri yang diproduksi di Kabupaten Buru. Pada umumnya, minyak ini digunakan di bidang farmasi dan pangan. Berdasarkan data dari Kementrian Kehutanan tahun 2008, kebutuhan minyak kayu putih di Indonesia cukup menjanjikan, yaitu mencapai 1.500 ton per tahun, padahal saat ini produksi minyak kayu putih Indonesia hanya 500 ton. Selanjutnya berdasarkan data Pemetaan Aset Areal Kayu Putih Pulau Buru tahun 2014 oleh Dinas Kehutanan Kabupaten Buru, daerah sentra produksi minyak kayu putih terbesar di Indonesia adalah di Kabupaten Buru, dengan total produksi sebesar 39% nasional dan potensi bahan baku sebesar 48% nasional. Namun, sebagian besar teknologi pengolahan yang digunakan oleh industri minyak kayu putih masih bersifat tradisional dan belum memenuhi SNI 06-3954-2006 mengenai Minyak Kayu Putih. Berdasarkan fakta-fakta tersebut, teridentifkasi bahwa potensi bahan baku kayu putih di Kabupaten Buru belum dimanfaatkan secara optimal. Minyak kayu putih yang seharusnya menjadi komoditas unggulan, belum menunjukkan perannya terhadap perekonomian masyarakat, hal ini juga di dukung oleh angka kemiskinan di Kabupaten Buru masih lebih tinggi dari rata-rata nasional. Kabupaten Buru oleh RTRW Kabupaten, telah diarahkan sebagai Kawasan agroindustri di Provinsi Maluku, dengan potensi pengolahan minyak kayu putih terbesar di Indonesia. Untuk itu, diperlukanlah penentuan Cluster agroindustri pengolahan minyak kayu putih untuk mencapai kapasitas produksi dan nilai tambah komoditas kayu putih yang optimal, serta berdampak pada perekonomian masyarakat di Kabupaten Buru. Hubungan antara pengembangan agroindustri di kawasan rural Kabupaten Buru (bukan perkotaan) dengan perekonomian masyarakat dan optimalisasi pengelolaan bahan baku adalah karena agroindustri memiliki prinsip-prinsip dasar, yaitu : memacu keunggulan kompetitif produk atau komoditas serta komparatif suatu wilayah, memacu peningkatan kemampuan sumber daya manusia dan menumbuhkan agroindustri yang sesuai dan mampu dilakukan di wilayah yang dikembangkan, memperluas wilayah sentrasentra agrobisnis komoditas unggulan yang nantinya akan berfungsi sebagai penyandang bahan baku yang berkelanjutan, memacu pertumbuhan agrobisnis wilayah dengan menghadirkan subsistem agrobisnis, dan menghadirkan berbagai sarana pendukung berkembangnya industri pedesaan [2]. Untuk mengidentifikasi kinerja agroindustri masing-masing wilayah, diperlukan faktor-faktor dependen, yakni: kapasitas produksi sebagai indikator utama kinerja agroindustri [3][4], nilai produksi untuk mengukur kinerja agroindustri kemitraan di tingkat daerah [5], dan pertumbuhan pendapatan sebagai ukuran kinerja agroindustri dari sisi perspektif keuangan [6][7]. Berdasarkan faktor-faktor inilah kemudian dapat ditentukan faktor-faktor lain (faktor independen) yang

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 2, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-140 mempengaruhi pengembangan agroindustri pengolahan minyak kayu putih, sehingga dapat pula ditentukan pembagian peran wilayahnya (cluster industri pengolahan), dimana terdapat wilayah prioritas pengembangan dan wilayah pendukung. Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan pembagian Cluster pengembangan agroindustri pengolahan minyak kayu putih di Kabupaten Buru. Sasaran-sasaran untuk mencapai tujuan tersebut adalah menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan agroindustri pengolahan minyak kayu putih, dan pembagian Cluster wilayah potensial Kabupaten Buru A. Metode Analisis II. METODE PENELITIAN Untuk memperoleh Cluster pengembangan agroindustri pengolahan minyak kayu putih di Kabupaten Buru, dilakukan beberapa tahapan analisis sebagai berikut: 1. Penentuan faktor-faktor pengembangan agroindustri Dalam penelitian ini untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan agroindustri minyak kayu putih, menggunakan uji korelasi. Pada tahap ini, uji korelasi dilakukan pada seluruh variabel independen terhadap 3 variabel dependen, yakni jumlah industri rumah tangga, nilai produksi dan pertumbuhan pendapatan sektor pengolahan kayu putih. Uji korelasi dilakukan secara bivariat, karena tujuannya adalah mereduksi variabel-variabel yang tidak mempengaruhi penelitian, berdasarkan hubungannya dengan variabel dependen yang telah ditentukan. Berdasarkan skala pengukuran pada variabel yang diujikan, dalam penelitian ini digunakan korelasi Pearson. Hal ini dikarenakan sesuai dengan tujuannya untuk mengetahui hubungan antara variabel yang memiliki data berskala interval/rasio. 2. Penentuan Cluster wilayah pengembangan agroindustri Untuk merumuskan jumlah Cluster, digunakan analisis Hierarcical Cluster. Analisis ini digunakan untuk mengelompokkan wilayah berdasarkan kesamaan karakteristik di antara faktor-faktor yang mempengaruhi. Dengan demikian, ciri-ciri suatu Cluster yang baik yaitu mepunyai Homogenitas internal (within Cluster); yaitu kesamaan antar anggota dalam satu Cluster, dan Heterogenitas external (between Cluster) [8]; yaitu perbedaan antara Cluster yang satu dengan Cluster yang lain. Analisis Cluster bertujuan untuk mempermudah perumusan arahan pengembangan. III. HASIL DAN PEMBAHASAN Kabupaten Buru merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Maluku. Kabupaten Buru memiliki luas ±7.595,58 Km 2. Gambar. 1. Peta Sebaran Hutan Kayu Putih di Kabupaten Buru Kabupaten Buru terdiri atas 10 kecamatan dan 82 desa, namun dalam penelitian ini hanya digunakan 4 kecamatan dan 28 desa yang memiliki sebaran hutan kayu putih, termasuk ibukotanya yang terletak di Kecamatan Namlea. A. Analisa Faktor Pengembangan Agroindustri Penentuan faktor pengembangan agroindustri pengolahan minyak kayu putih, didasarkan pada variabel penelitian hasil temuan dari konsep agroindustri, pengembangan wilayah dan pengembangan ekonomi wilayah. Seluruh variabel tersebut diujikan terhadap 3 variabel dependen, sehingga tereduksi variabel-variabel yang tidak mempengaruhi pengembangan agroindustri pengolahan minyak kayu putih khususnya di Kabupaten Buru. Proses analisisnya yakni uji nilai signifikansi, uji nilai korelasi, dan interpretasi faktor-faktor pengembangan agroindustri. Selengkapnya yakni sebagai berikut: Uji nilai signifikansi Nilai signifikansi tiap variabel terhadap setiap variabel dependen. Nilai signifikansi merupakan acuan untuk mereduksi variabel-variabel yang tidak berpengaruh terhadap pengembangan agroindustri pengolahan minyak kayu putih, yakni jika nilai signifikansinya >0,05. Selanjutnya hanya digunakan variabel-variabel dengan nilai signifikansi < 0,05 pada beberapa atau seluruh variabel dependen. Selengkapnya ditampilkan pada tabel 1. Pada tabel tersebut, kolom atas menunjukkan: (1) nilai signifikansi terhadap kapasitas produksi, (2) nilai signifikansi terhadap nilai produksi, dan (3) nilai signifikansi terhadap pertumbuhan pendapatan. Uji nilai korelasi Selanjutnya untuk mengetahui kekuatan korelasi dan arah korelasi, ditinjau berdasarkan nilai korelasi setiap variabel yang mempengaruhi variabel dependen secara signifikan. yang berpengaruh positif terhadap pengembangan agroindustri ditunjukkan dengan nilai korelasi positif, sedangkan variabel yang menghambat pengembangan agroindustri ditunjukkan dengan nilai korelasi negatif. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 2.

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 2, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-141 Tabel 1. Nilai Signifikansi Penelitian Nilai Signifikansi (1) (2) (3) Keterangan Potensi Total Bahan Baku 0,03 0,04 0,00 Signifikan Rasio Kelompok Pekerja 0,00 0,00 0,01 Signifikan Jumlah Industri Rumah 0,00 0,00 0,42 Signifikan Tangga Indeks Aglomerasi 0,00 0,00 0,27 Signifikan Jarak antara IRT 0,00 0,00 0,90 Signifikan Permukiman Jumlah Produksi 0,00 0,00 0,60 Signifikan Nilai Investasi 0,00 0,00 0,72 Signifikan Jumlah Pengangguran 0,04 0,03 0,59 Signifikan Jumlah Tenaga Kerja 0,00 0,00 0,91 Signifikan Pendapatan Rata-rata Pekerja 0,00 0,00 0,85 Signifikan Jumlah Penduduk 0,23 0,24 0,02 Signifikan Kepadatan Penduduk 0,18 0,22 0,03 Signifikan Jumlah Penduduk Tamat SMA 0,36 0,39 0,01 Signifikan Tingkat Pelayanan Jalan 0,99 0,98 0,02 Signifikan Rasio Koperasi Pekerja 0,67 0,71 0,07 Signifikan Rasio Lembaga Pelatihan 0,37 0,41 0,02 Signifikan Tingkat Pelayanan Komunikasi 0,28 0,28 0,95 Tidak signifikan Fasilitas Kesehatan 0,22 0,17 0,30 Tidak signifikan Fasilitas Pendidikan 0,86 0,98 0,53 Tidak signifikan Pertumbuhan Penduduk 0,06 0,07 0,50 Tidak signifikan Potensi Bahan Baku di Ketinggian Optimum 0,70 0,87 0,10 Tidak signifikan Daya Dukung Lahan 0,73 0,72 0,21 Tidak signifikan Tabel 2. Nilai Korelasi Penelitian Nilai Korelasi Pengaruh (1) (2) (3) Potensi Total Bahan Baku 0,41 0,38 0,54 Rasio Kelompok Pekerja 0,90 0,89 0,46 Jumlah Industri Rumah Tangga 0,98 0,98 - Indeks Aglomerasi 0,93 0,93 - Jarak antara IRT -0,57-0,53 - Permukiman Jumlah Produksi 0,99 1,00 - Nilai Investasi 0,93 0,93 - Jumlah Pengangguran 0,39 0,40 - Jumlah Tenaga Kerja 0,95 0,40 - Pendapatan Rata-rata Pekerja 0,63 0,59 - Jumlah Penduduk - - -0,44 Kepadatan Penduduk - - -0,41 Jumlah Penduduk Tamat SMA - - -0,46 Tingkat Pelayanan Jalan - - 0,43 Rasio Koperasi Pekerja - - 0,45 Rasio Lembaga Pelatihan - - 0,45 Interpretasi faktor-faktor pengembangan agroindustri Ari hasil uji signifikansi dan uji korelasi, didapatkan faktor pengembangan agroindustri yang terpilih, yaitu Jumlah Industri, Indeks Aglomerasi, Jumlah Produksi Minyak Kayu Putih, Nilai Investasi, Jumlah Tenaga Kerja, Potensi Bahan Baku, Jumlah Pengangguran, Pendapatan Rata-rata Pekerja, Tingkat pelayanan jalan, Rasio Kelompok Pekerja, Rasio Lembaga Pelatihan, Rasio Koperasi Pekerja, Jumlah Penduduk, Kepadatan Penduduk, Jumlah Penduduk Tamat SMA, dan Jarak antara industri dengan Permukiman. Terdapat 12 faktor yang berpengaruh positif, sedangkan 4 faktor berpengaruh negatif terhadap pengembangan agroindustri. Sisanya terdapat 6 faktor yang tidak berpengaruh dan direduksi dari penelitian ini. Adapun hasil yang diperoleh dari analisis ini selengkapnya dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan Agroindustri Pengolahan Minyak Kayu Putih di Kabupaten Buru Pengaruh Jumlah Industri Rumah Tangga (IRT) Indeks Aglomerasi Jumlah Produksi Minyak Kayu Putih Nilai Investasi Industri Minyak Kayu Putih Jumlah Tenaga Kerja Potensi Bahan Baku Kayu Putih Jumlah Pengangguran Pendapatan Rata-rata Pekerja Tingkat pelayanan jalan Rasio Kelompok Pekerja Rasio Lembaga Pelatihan Rasio Koperasi Pekerja Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk Jumlah Penduduk Tamat SMA Jarak IRT dengan Permukiman B. Penentuan Cluster Pengembangan Penentuan Cluster dilakukan melalui Analisis Hierarcical Cluster didasarkan pada faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan agroindustri pengolahan minyak kayu putih yang telah lolos dari uji korelasi. Hasil analisis Cluster menghasilkan dendogram yang berisi banyak alternatif pembagian Cluster, yakni 3 Cluster, 4 Cluster, 5 Cluster dan 6 Cluster. Untuk menentukan jumlah Cluster yang ideal, dilakukan validasi. Sedangkan untuk interpretasi setiap Cluster menjadi Cluster pengembangan agroindustri, dilakukukan identifikasi karakteristik permasalahan di setiap Cluster. Dendogram dari hasil analisis Hierarcical Cluster ditampilkan pada gambar 2. Gambar 2. Dendogram Hasil Analisis Hierarcical Cluster

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 2, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-142 Validasi penentuan jumlah Cluster Alternatif jumlah Cluster divalidasi dengan menguji nilai standar deviasi harus <1 dan nilai rata-rata setiap variabel harus berbeda pada setiap Cluster. Tujuannya untuk memastikan ciri Cluster, yakni Homogenitas Internal dan Heterogenitas Eksternal. Proses validasi dilakukan sebanyak 4 kali terasi hingga akhirnya disimpulkan terbentuknya 6 Cluster pengembangan agroindustri karena nilai standar deviasi seluruh faktor pada 6 Cluster di iterasi ke-4 adalah <1, dan tidak memiliki nilai rata-rata faktor yang sama. Selengkapnya nilai standar deviasi pada iterasi ke-4 dengan alternatif pembagian 6 Cluster ditampilkan pada tabel 4. Tabel 4. Nilai Standar Deviasi Faktor-faktor pada Iterasi Terakhir Pembagian Cluster Pengembangan Faktor Pengembangan Cluster I II III IV V VI Jumlah IRT 0,0 0,1 0,4 0,8 0,0 0,0 Indeks Aglomerasi 0,0 0,1 0,7 0,7 0,0 0,0 Jumlah Produksi 0,0 0,1 0,3 0,6 0,0 0,0 Nilai Investasi 0,0 0,1 0,3 0,6 0,0 0,0 Jumlah Tenaga Kerja 0,0 0,1 0,3 0,6 0,0 0,0 Bahan Baku 0,6 0,1 0,7 0,7 0,0 0,0 Jarak IRT - Permukiman 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 Jumlah Pengangguran 0,0 0,2 0,7 0,9 0,0 0,0 Pendapatan Pekerja 0,0 0,6 0,4 0,2 0,0 0,0 Jumlah Penduduk 0,2 0,0 0,2 0,2 0,0 0,0 Kepadatan Penduduk 0,4 0,2 0,7 0,3 0,0 0,0 Jumlah Penduduk Tamat SMA 0,2 0,1 0,1 0,1 0,0 0,0 Tingkat Pelayanan Jalan 0,7 0,1 0,4 0,1 0,0 0,0 Rasio Kelompok Pekerja 0,0 0,3 0,7 0,2 0,0 0,0 Rasio Lembaga Pelatihan 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 Rasio Koperasi Pekerja 0,0 0,2 0,1 0,1 0,0 0,0 Gambar 3. Peta Pembagian Cluster Pengembangan Agroindustri Berdasarkan dendogram dan hasil validasi jumlah Cluster, dapat di interpretasikan desa-desa yang tergabung pada setiap Cluster pengembangan. Cluster I terdiri atas 13 desa, yakni Desa Waelihang, Waprea, Hatawano, Namsina, Siahoni, Wanareja, Waekerta, Waetele, Waeura, Gogorea, Sanleko, Waekasar, dan Waenetat; Cluster II terdiri atas 2 desa, yakni Desa Lamahang dan Waplau; Cluster III terdiri atas 6 desa, yakni Desa Waemiting, Samalagi, Lala, Jamilu, Batuboy, dan Savana Jaya; Cluster IV terdiri atas 5 desa, yakni Desa Ubung, Sawa, Jikumerasa, Waepotih, dan Karang Jaya. Sementara itu Cluster V dan Cluster VI masing-masing hanya terdiri dari 1 desa, yakni Waeperang dan Namlea. Selengkapnya desa-desa yang tergabung pada setiap Cluster ditampilkan pada gambar 3. Identifikasi Karakteristik Setiap Cluster Pengembangan Selanjutnya dilakukan interpretasi hasil analisis dengan mengidentifikasi permasalahan yang terjadi di setiap Cluster dengan membandingkan nilai rata-rata variabel di suatu Cluster terhadap nilai rata-rata variabel di seluruh wilayah penelitian. Hasil analisisnya dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 5. Identifikasi Karakteristik Cluster Pengembangan Cluster Cluster Cluster I II III Nilai Rata-rata Jumlah Industri Rumah Tangga 0 2 6 15 Indeks Aglomerasi 0,00 0,42 2,39 4,37 Jumlah Produksi (Kg.000) 0 2 6 25 Nilai Investasi (Rp.000.000) 0 2 6 33 Jumlah Tenaga Kerja (Jiwa) 0 13 39 142 Potensi Bahan Baku (Kg.000) 31 133 54 74 Jarak Industri - Permukiman (Km) - 3,75 0,67 1,95 Jumlah Pengangguran (Jiwa) 16 23 14 22 Pendapatan Pekerja (Rp.000/bln) - 1.197 1.172 1.326 Jumlah Penduduk (Jiwa) 1.379 1.725 1.238 3.849 Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km 2 ) 13,4 25,1 20,7 35,3 Penduduk Tamat SMA (Jiwa) 258 265 227 1310 Tingkat Pelayanan Jalan (m/ha) 5,70 11,94 4,00 12,32 Rasio Kelompok Pekerja 0,000 0,135 0,015 0,030 Rasio Lembaga Pelatihan 0,000 0,000 0,000 0,002 Rasio Koperasi Pekerja 0,000 0,050 0,032 0,059 Cluster Cluster Cluster Nilai IV V VI Rata-rata Jumlah Industri Rumah Tangga 21 48 10 15 Indeks Aglomerasi 6,32 16,43 0,68 4,37 Jumlah Produksi (Kg.000) 31 84 29 25 Nilai Investasi (Rp.000.000) 33 84 7 33 Jumlah Tenaga Kerja (Jiwa) 173 460 168 142 Potensi Bahan Baku (Kg.000) 45 157 22 74 Jarak Industri - Permukiman (Km) 1,76 2,31 1,25 1,95 Jumlah Pengangguran (Jiwa) 28 25 25 22 Pendapatan Pekerja (Rp.000/bln) 1.335 1.350 1.575 1.326 Jumlah Penduduk (Jiwa) 1.972 1.913 14.869 3.849 Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km 2 ) 23,5 20,0 109,1 35,3 Penduduk Tamat SMA (Jiwa) 329 267 6517 1310 Tingkat Pelayanan Jalan (m/ha) 2,52 10,07 39,70 12,32 Rasio Kelompok Pekerja 0,012 0,010 0,010 0,030 Rasio Lembaga Pelatihan 0,000 0,000 0,010 0,002 Rasio Koperasi Pekerja 0,004 0,000 0,270 0,059 Karakteristik kelemahan setiap Cluster pengembangan ditunjukkan oleh nilai variabel. Simbol ( ) menunjukkan bahwa variabel tersebut di Cluster tersebut kondisinya lemah, begitupun sebaliknya untuk simbol ( ) yang menunjukkan kekuatan/potensi setiap Cluster pengembangan. Terdapat 6 jenis karakteristik wilayah pengembangan agroindustri pengolahan minyak kayu putih di Kabupaten Buru, yakni Cluster I yang tidak memiliki industri; Cluster II yang hanya sedikit memiliki industri padahal potensi bahan baku melimpah; Cluster III industri rumah tangga sedikit, bahwa baku sedikit; Cluster IV industri rumah tangga banyak, namun bahan baku sedikit; Cluster V industri rumah tangga banyak, bahan baku melimpah; dan Cluster VI terjadi defisit bahan baku, namun kualitas SDM dan infrastruktur paling baik

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 2, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-143 diantara Cluster lainnya. Hampir seluruh Cluster memiliki kelemahan pada rasio kelompok pekerja, lembaga pelatihan dan koperasi pekerja, artinya ketersediaan lembaga penunjang SDM di wilayah penelitian masih minim. IV. KESIMPULAN Terdapat 6 Cluster pengembangan agroindustri pengolahan minyak kayu putih di kabupaten buru dengan Karakteristik sebagai berikut: Cluster I belum memiliki industri pengolahan minyak kayu putih, Cluster II dan III sudah memiliki industri dalam skala kecil, Cluster IV, V dan VI telah berkembang cukup baik industrinya. Cluster IV, V dan VI dapat dijadikan prioritas Kabupaten Buru karena kinerja industrinya paling baik dan merupakan wilayah yang paling potensial. Desa-desa yang tergabung adalah Desa Ubung, Sawa, Jikumerasa, Waepotih, Karang Jaya, Waeperang dan Namlea. Perlu dilakukan peningkatan peran lembaga pelatihan (BLK), agar pekerja di sektor pengolahan minyak kayu putih dapat mempelajari dan menerapkan teknologi terbaru dalam pengolahan minyak kayu putih, agar kinerja agroindustri menajdi lebih optimal dan efisien. Diperlukan juga lembaga pendidikan formal (SMK) yang fokus pada pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, untuk mengatasi rendahnya minat masyarakat berpendidikan tinggi untuk mengolah minyak kayu putih. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis R.A.G mengucapkan terima kasih kepada Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota atas ilmu yang diberikan dari tahun 2011-2015. Penulis juga diperkenankan menyampaikan ucapan terima kasih kepada Pemerintah Kabupaten Buru atas bantuan data primer dan sekunder dalam penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA [1] Austin, J.E, Agroindustrial Project Analysis, The John Hopkins university Press, London (1981) [2] Wibowo. R. dan Santoso, Industri Pangan, Alternatif Utama Pendorong Keterkaitan Optimal Industri Pertanian dan Pedesaan, PJP II Universitas Brawijaya, Malang (1997) [3] Prasetya, H. dan Fitri Lukiastuti, Manajemen Operasi Agroindustri, Media Pressindo, Yogyakarta (2009) [4] Handoko, Dasar-dasar Manajemen Produksi dan Operasi, BPFE, Yogyakarta (1984) [5] Syukri, M, Tahapan Investasi Agribisnis, STIPER, Kutai Timur (2009) [6] Gaspersz, Vincent, Sistem Manajemen Kinerja Terintegrasi: Balanced scorecard dengan Six Sigma untuk Organisasi Bisnis dan Pemerintah, Gramedia Pusaka Utama, Jakarta (2003) [7] Sulistiowati, Menik, Evaluasi Kinerja Agroindustri Teh PT Mitra Kerinci dengan Metode Balanced Scorecard, Institut Pertanian Bogor, Bogor (2008) [8] Ken. 2009. Clustering Analysis, Part II: K-Means Clustering.