BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst,

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau

LEMBAGA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, PERLINDUNGAN HUKUM, ITIKAD BAIK, DAN AKIBAT HUKUM

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut

BAB I PENDAHULUAN. manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

BAB II PENGATURAN HUKUM PERJANJIAN SERTA PEMBIAYAAN KONSUMEN. terletak dalam buku III KUH Perdata. Suatu perikatan adalah suatu perhubungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II HUKUM PERJANJIAN SECARA UMUM. A. Pengertian Umum Tentang Perjanjian. kewajiban dalam lapangan harta kekayaan. Rumusan tersebut membawa

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN KOPERASI. Perikatan-Perikatan yang dilahirkan dari Kontrak atau Perjanjian,

Penerapan Klausula Baku Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

BAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU. A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. tentang Pembuktian dan Kadaluwarsa/Bewijs en Verjaring.

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSINYASI

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari manusia pasti saling membutuhkan satu sama lainnya. Oleh sebab itu diwajibkan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II LANDASAN TEORI

AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh:

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tidak ada dirumuskan dalam undang-undang, tetapi dirumuskan sedemikian rupa

PERIKATAN YANG BERSUMBER DARI PERJANJIAN 10/9/2013 BISNIS SYARIAH/WP/TM 6 1

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI. 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. pegawai yang tidak dapat bekerja lagi, untuk membiayai penghidupan

BAB I PENDAHULUAN. Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan adanya tujuan dan

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

KONTRAK KERJA KONSTRUKSI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. A. Pembiayaan Konsumen dan Dasar Hukumnya

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA. Hubungan kerja adalah hubungan antara seseorang buruh dengan seorang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan

BAB II LANDASAN TEORI

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

BAB II PERJANJIAN SECARA UMUM

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT. Pasal 1313 KUH Perdata berbunyi: Suatu perjanjian adalah suatu

BAB II ASPEK HUKUM TENTANG MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN PERJANJIAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JUAL BELI

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN DAN PENGEMBANG PERUMAHAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, PERJANJIAN JAMINAN DAN HAK TANGGUNGAN. 1. Pengertian Perjanjian Pada Umumnya

BAB II PERJANJIAN PENGANGKUTAN KERNEL KELAPA SAWIT

BAB II LANDASAN TEORI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313

BAB 2 PEMBAHASAN. Jual beli tanah..., Ni Wayan Nagining Sidianthi, FH UI, , halaman 17. Universitas Indonesia

BAB II TINJAUAN MENGENAI KONTRAK SECARA UMUM. Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris, yakni contract yang

TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, KREDIT DAN PERJANJIAN KREDIT, JAMINAN DAN DANA BERGULIR

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. A. Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian Jual Beli

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:

BAB II TENTANG PERJANJIAN. A. Pengertian Perjanjian dan Asas-Asas Hukum Perjanjian

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

BAB II PROSEDUR PERALIHAN HAK GUNA USAHA MELALUI PERIKATAN JUAL BELI SEKALIGUS ALIH FUNGSI PENGGUNAAN TANAH

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian perjanjian menurut Pasal 1313 KUHPerdata adalah :

BAB II PERJANJIAN DAN AKIBAT HUKUMNYA

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Pasal 1313 KUH Perdata berbunyi: Suatu perjanjian adalah suatu

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. Kata perjanjian berasal dari terjemahan overeenkomst dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PERJANJIAN KONSINYASI. dan perikatan itu merujuk pada dua hal yang berbeda, perikatan ialah suatu hal

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

BAB II LANDASAN TEORI. Koperasi secara etimologi berasal dari kata cooperation, terdiri dari kata

BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Terhadap Perjanjian Pada Umumnya. hukum perdata adalah sama penyebutannya secara berturut-turut seperti

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PERJANJIAN NOMINEE. Perjanjian sebagaimana didefinisikan oleh ketentuan pasal 1313

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. yang dari segi berasal dari kata kerja verbinden yang artinya mengikat.

pada Klinik Kesehatan Bersama di Jl.AR Hakim No.168 Medan. mengenai permasalahan yang telah dibahas penulis serta saran-saran atas

Transkripsi:

19 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian Pembiayaan Konsumen 2.1.1 Pengertian Perjanjian Pembiayaan konsumen Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum, Menurut Subekti, Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Menurut ketentuan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yaitu suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainya. Hubungan antara dua orang tersebut adalah suatu hubungan hukum dimana hak dan kewajiban diantara para pihak tersebut di jamin hukum. 117 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang perusahaan pembiayaan yang berbunyi : Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha di luar Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha Lembaga Pembiayaan. Pada pasal 1 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 tahun 2009 tentang lembaga Pembiayaan berbunyi : Lembaga pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal. Pasal 2 berbunyi : Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha yang khusus didirikan untuk melakukan sewa guna usaha, anjak piutang, pembiayaan konsumen dan atau usaha 17 Daeng Naja,2005, Hukum Kredit dan Bank Garansi, PT.Citra Aditya Bakti. Bandung. h.175.

20 kartu kredit Lembaga pembiayaan adalah suatu badan usaha diluar bank atau lembaga pembiayaan bukan bank yang secara khusus didirikan untuk melakukan fungsi dan tugas sebagai kegiatan usahanya membiayai orang atau perusahaan pihak lainnya. 18 Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan pasal 1 angka 9 menyebutkan bahwa Lembaga Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundangundangan mengenai lembaga pembiayaan. Pembiayaan konsumen merupakan salah satu lembaga pembiayaan yang dilakukan oleh suatu perusahaan finansial (consumer finance company). Perusahaan pembiayaan konsumen adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan sistem pembayaran angsuran atau berkala oleh konsumen. 19 Barang yang menjadi obyek pembiayaan konsumen umumnya adalah barang-barang seperti, alat-alat elektronik, sepeda motor, komputer dan alat-alat kepentingan rumah tangga yang menjadi kebutuhan konsumen. Besarnya pembiayaan yang diberikan kepada konsumen umumnya relatif kecil, sehingga kandungan risiko yang mesti harus dipikul oleh perusahaan pembiayaan konsumen juga relatif kecil. Menurut Abdulkadir Muhammad menyatakan Bahwa : Pembiayaan konsumen adalah kredit yang diberikan kepada konsumen guna pembelian barangbarang konsumsi dan jasa-jasa seperti yang di bedakan dari pinjaman yang digunakan untuk tujuan produktif atau dagang. Kredit yang demikian itu dapat 18 Ahmad Muliadi, Op.cit. h 4. 19 Ibid.h.110.

21 mengandung resiko yang lebih besar dari kredit dagang biasa, maka dari itu diberikan kredit yang lebih tinggi. Perjanjian pembiayaan konsumen (consumer Finance Agreement) merupakan dokumen hukum utama yang dibuat secara sah dengan memenuhi syarat-syarat sebagaimana ditetapkan dalam pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) antara pihak perusahaan pembiayaan dengan pihak konsumen, yang mana akibat hukum perjanjian yang dibuat secara sah maka akan berlaku sebagai undang-undang bagi pihak-pihak, yaitu perusahaan pembiayaan konsumen dengan konsumen (pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata(KUHPerdata). Jadi perjanjian pembiayaan konsumen adalah suatu perjanjian antara pihak perusahaan pembiayaan dengan pihak konsumen yang dalam perjanjian ini sepakat mengikatkan diri untuk membuat suatu perjanjian yang telah memenuhi ketentuan dalam pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). 2.1.2 Para Pihak Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen - Perusahaan pembiayaan konsumen adalah badan usaha di luar Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha Lembaga Pembiayaan. - Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. 20 - Supplier (penjual) adalah penjual, yaitu perusahaan atau pihak-pihak yang menjual atau menyediakan barang-barang yang dibutuhkan konsumen dalam rangka pembiayaan konsumen. Barang-barang yang dijual atau disediakan 20.Zulham, Op.cit.h 14.

22 oleh supplier (pemasok) merupakan barang-barang konsumsi, seperti kendaraan bermotor, barang-barang elektronik, komputer, Kebutuhan rumah tangga. Pembayaran atas harga barang-barang yang dibutuhkan konsumen tersebut dilakukan oleh perusahaan pembiayaan konsumen kepada pemasok (supplier) 1.1.3 Syarat sah Perjanjian Pembiayaan Konsumen Perjanjian berisi syarat-syarat tertentu. Berdasarkan pada syarat-syarat itu perjanjian dapat dipenuhi atau dilaksanakan oleh pihak-pihak karena dari syaratsyarat itulah dapat diketahui hak dan kewajiban pihak-pihak dan cara melaksanakannya. Syarat-syarat itu biasanya terdiri atas syarat pokok yang berupa hak dan kewajiban pokok, misalnya, mengenai barang serta harganya, dan juga syarat pelengkap atau tambahan, misalnya, mengenai cara pembayarannya, cara penyerahannya dan lain-lainya. Jika semua unsur ini dihubungkan dengan ketentuan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) tentang syarat-syarat perjanjian pembiayaan konsumen yang sah, yaitu: a. Sepakat dari mereka yang mengikatkan dirinya b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan c. Suatu hal tertentu d. Suatu sebab yang halal. 21 Keempat syarat itu dapat di golongkan kedalam 2 (dua), yaitu syarat 1 dan 2 adalah syarat subyektif karena menyangkut subyek atau orang. Sedangkan syarat 3 dan 4 adalah syarat obyektif karena menyangkut obyek atau bendanya. 21 Abdulkadir Muhammad, Op.cit. h.293.

23 a. Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri Sepakat maksudnya adalah bahwa kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian saling menghendaki sesuatu yang secara timbal balik, adanya kemauan atas kesesuaian kehendak oleh kedua belah pihak yang membuat perjanjian. Kesesuaian disini adalah pernyataannya, jadi tidak boleh hanya karena kemauan satu pihak saja, ataupun terjadinya kesepakatan karena tekanan salah satu pihak yang mengakibatkan adanya cacat bagi perwujudan kehendak. Kesepakatan itu artinya tidak ada paksaan dan tekanan dari pihak manapun. Perjanjian itu benarbenar atas kemauan sukarela pihak- pihak. Hal ini berpedoman dengan ketentuan Pasal 1321 KUH Perdata bahwa tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena: 1) Kekhilafan atau kekeliruan (dwaling) 2) Pemerasan atau paksaan (dwang) 3) Penipuan (bedrug). Unsur kekhilafan atau kekeliruan dibagi dalam dua bagian yakni, kekhilafan mengenai orangnya dinamakan error in persona. Dan kekhilafan mengenai barangnya dinamakan error in substantia. Mengenai kekhilafan atau kekeliruan yang dapat dibatalkan harus mengenai inti sari pokok perjanjian. 22 Jadi harus mengenai objek atau prestasi yang dikehendaki. Sedangkan kekhilafan atau kekeliruan mengenai orangnya tidak menyebabkan perjanjian dapat batal (Pasal 1322 KUH Perdata). Paksaan (dwang) terjadi jika seseorang memberikan persetujuannya karena ia takut pada suatu ancaman. Dalam hal ini paksaan tersebut harus benar-benar menimbulkan suatu ketakutan bagi yang menerima paksaan, misalnya ia akan dianiaya atau akan dibuka rahasianya jika ia tidak 22 Salim, 2004,Perkembangan Hukum Kontrak Innominat, Jakarta : SinarGrafika, h.23.

24 menyetujui suatu perjanjian Pasal 1324 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Mengenai pengertian penipuan (bedrug) ini terjadi apabila menggunakan perbuatan secara muslihat sehingga pada pihak lain menimbulkan suatu gambaran yang tidak jelas dan benar mengenai suatu hal. Untuk mengatakan bahwa telah terjadi suatu penipuan maka harus ada kompleks dari muslihat-muslihat itu. 23 b. Kecakapan para pihak membuat perjanjian Suatu penipuan adalah apabila ada keterangan-keterangan yang tidak benar (palsu) disertai dengan kelicikan-kelicikan atau tipu muslihat dan harus ada rangkaian kebohongan-kebohongan yang mengakibatkan orang menjadi percaya, dalam hal ini pihak tersebut bertindak secara aktif untuk menjerumuskan seseorang. Misalnya perbuatan memperjual belikan sebuah rumah yang bukan merupakan hak miliknya dengan memalsukan surat-suratnya. Subjek yang melakukan perjanjian harus cakap (bekwaam) merupakan syarat umum untuk melakukan perbuatan hukum secara sah, yaitu harus sudah dewasa, sehat akal pikiran dan tidak dilarang oleh suatu peraturan perundang-undangan untuk melakukan perbuatan tertentu. Orang yang cakap dan berwewenang untuk melakukan perbuatan hukum adalah orang yang sudah dewasa. Ukuran kedewasaan adalah telah berumur 21 (dua puluh satu) tahun dan atau sudah kawin. Adapun orang yang tidak berwenang untuk melakukan perbuatan hukum : 1) Anak dibawah umur 2) Orang yang di taruh di bawah pengampunan 3) Isteri. 24 23 Ibid. 24 Ibid,h. 24.

25 Subjek hukum terbagi dua, yaitu manusia dan badan hukum. Menurut Pasal 1329 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang berbunyi : setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan, jika ia oleh undangundang tidak dinyatakan tidak cakap. Jadi menurut ketentuan pasal ini, semua orang dianggap mampu atau cakap untuk mengikatkan diri untuk melakukan suatu perbuatan hukum yang dinyatakan oleh undang-undang. Dilihat dari sudut rasa keadilan memang benarbenar perlu bahwa orang yang membuat perjanjian yang nantinya akan terikat oleh perjanjian yang dibuatnya itu harus benar-benar mempunyai kemampuan untuk menjalankan segala tanggung jawab yang bakal dipikulnya karena perbuatan itu. Apabila dilihat dari sudut ketertiban umum, maka oleh karena orang yang membuat perjanjian itu berarti mempertaruhkan kekayaannya, sehingga sudah seharusnya orang itu sungguh-sungguh berhak berbuat bebas terhadap harta kekayaannya. Tegasnya syarat kecakapan untuk membuat perjanjian mengandung kesadaran untuk melindungi hak bagi dirinya maupun dalam hubungannya dengan keselamatan keluarganya. 25 c. Terhadap Suatu hal tertentu Suatu hal tertentu dalam perjanjian adalah barang yang menjadi objek suatu perjanjian. Menurut Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang berbunyi : barang yang menjadi objek suatu perjanjian harus tertentu, setidak-tidaknya harus ditentukan jenisnya sedangkan jumlahnya tidak perlu ditentukan asalkan saja kemudian dapat ditentukan atau diperhitungkan 25 Ibid. h. 26.

26 Dalam Pasal 1332 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dikatakan bahwa : hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja dapat menjadi objek perjanjian. Dengan demikian barang-barang yang diluar diperdagangkan tidak dapat menjadi objek perjanjian. d. Suatu sebab yang halal Objek atau jenis objek merupakan syarat yang mengikat dalam perjanjian. Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) tidak dijelaskan pengertian orzaak(causa yang halal). Mengenai sebab yang halal ditetapkan dalam pasal 1335 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yaitu persetujuan tanpa sebab atau yang telah dibuat karena suatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan hukum. Di dalam Pasal 1337 Kitab Undang-Undang Hukum perdata (KUH Perdata) hanya disebutkan kausa yang terlarang. Suatu sebab adalah terlarang apabila bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Sebab yang halal inilah yang menjadi tujuan para pihak yang membuat perjanjian. Jadi, selama perjanjian pembiayaan konsumen tersebut memenuhi 4 (empat) syarat di atas, maka walaupun tidak dalam bentuk tertulis, perjanjian Pembiayaan Konsumen tersebut sah mengikat kedua pihak. 26 Berdasarkan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) berbunyi : semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Perjanjian tersebut tidak dapat ditarik kembali kecuali 26 Riduan Syahrani,1992, Seluk Beluk Dan Asas-Asas Hukum Perdata, Bandung,Alumni, h. 219.

27 ada kesepakatan dari kedua belah pihak dan para pihak harus melaksanakan perjanjian tersebut dengan iktikad baik. Keempat syarat tersebut selanjutnya dalam doktrin ilmu hukum yang berkembang digolongkan kedalam : a. Syarat Subyektif, menyangkut subyek (Pihak) yang mengadakan perjanjian. b. Syarat obyektif,menyangkut obyek dari perjanjian. Syarat subyektif mencakup adanya unsur kesepakatan secara bebas dari para pihak yang berjanji dan kecakapan dari pihak-pihak yang melaksanakan perjanjian. Maka berarti bahwa kedua belah pihak haruslah mempunyai kebebasan kehendak. Mengenai hal ini terdapat beberapa ajaran : a. Teori kehendak mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak pihak penerima dinyatakan. b. Teori pengiriman mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak yang dinyatakan itu dikirim oleh pihak yang menerima tawaran. c. Teori pengetahuan mengajarkan bahwa pihak yang menawarkan seharusnya sudah mengetahui tawaran yang diterima. d. Teori kepercayaan mengajarkan bahwa kesepakatan itu terjadi pada saat pernyataan kehendak dianggap layak dan dapat diterima oleh pihak yang menawar. 27 Sedangkan syarat obyektif tentang barang suatu perjanjian haruslah mempunyai obyek berupa benda yang sekarang ada dan nanti akan ada, yaitu : 1. Barang itu adalah barang yang dapat diperdagangkan. 27 Mariam Darus Badrulzaman, Sultan Remi Sjahdeini, dkk, 2001, Kompilasi Hukum perikatan dalam rangka memperingati memasuki masa Purna bakti Usia 70 tahun. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 21.

28 2. Barang-barang yang dipergunakan untuk kepentingan umum tidak dapat dijadikan obyek perjanjian. 3. Dapat ditentukan jenisnya. 4. Barang-barang yang akan datang, berdasarkan pasal 1332 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata). 5. Obyek Perjanjian Berdasarkan Pasal 1333 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata). 6. Barang yang akan ada berdasarkan pasal 1334 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata). 28 28 Ibid, h. 80.