BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. Ruang Lingkup Perseroan Terbatas 1. Pengertian Perseroan Terbatas (PT), dulu disebut juga Naamloze Vennootschaap (NV), adalah suatu persekutuan untuk menjalankan usaha yang memiliki modal terdiri dari saham-saham, yang pemiliknya memiliki bagian sebanyak saham yang dimilikinya. Modal terdiri dari saham-saham yang diperjual belikan, perubahan kepemilikan perusahaan dapat dilakukan tanpa perlu membubarkan perusahaan. Perseroan Terbatas merupakan badan usaha dan besarnya modal perseroan tercantum dalam Anggaran Dasar.Kekayaan perusahaan terpisah dari kekayaan pribadi pemilik perusahaan sehingga memiliki harta kekayaan sendiri.setiap orang dapat memiliki lebih dari satu saham yang menjadi bukti kepemilikan perusahaan.pemilik saham memiliki tanggung jawab yang terbatas, yaitu sebanyak saham yang dimiliki.kelebihan hutang perusahaan tidak menjadi tanggung jawab para pemegang saham apabila hutang tersebut melebihi kekayaan perusahaan.keuntungan yang didapat perusahaan dibagikan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan apabila perusahaan mendapatkan keuntungan. Pemilik saham akan memperoleh bagian keuntungan yang disebut dividen yang besarnya tergantung pada besar-kecilnya keuntungan yang diperoleh Perseroan Terbatas. 5

2 6 Modal tidak hanya berasal dari saham, melainkan juga berasal dari obligasi.keuntungan yang diperoleh para pemilik obligasi adalah mendapatkan bunga tetap tanpa menghiraukan untung atau rugi perseroan terbatas tersebut. 2. Dasar Hukum Perseroan Terbatas Para pengusaha membutuhkan suatu wadah untuk dapat bertindak melakukan perbuatan hukum dan bertransaksidalam melangsungkan suatu bisnis. Pemilihan jenis badan usaha ataupun badan hukum yang akan dijadikan sebagai sarana usaha tergantung pada keperluan para pendirinya. Sarana usaha yang paling populer digunakan adalah Perseroan Terbatas (PT), karena memiliki sifat, ciri khas dan keistimewaan yang tidak dimiliki oleh bentuk badan usaha lainnya, yaitu: 1 a. Merupakan bentuk persekutuan yang berbadan hukum b. Merupakan kumpulan modal/saham c. Memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan para perseronya d. Pemegang saham memiliki tanggung jawab yang terbatas e. Adanya pemisahan fungsi antara pemegang saham dan pengurus atau direksi f. Memiliki komisaris yang berfungsi sebagai pengawas 1 Dasar Hukum Perseroan Terbatas, Diakses pada Hari Sabtu, Tanggal 7 Januari 2012, pukul WIB

3 7 g. Kekuasaan tertinggi berada pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Dasar Hukum pembentukan Perseroan Terbatas, masing-masing sebagai berikut 2 : a. Perseroan Terbatas Tertutup (PT biasa) berdasarkan Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. b. Perseroan Terbatas Terbuka (PT go public) berdasarkan Undang-Undang Noomor 40 Tahun 2007 dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal. c. Perseroan TerbatasPenanam Modal dalam Negeriberdasarkan Undang-Undang Nomor25 Tahun 2007Tentang Penanaman Modal. d. Perseroan Terbatas Penanaman Modal Asing berdasarkan Undang-Undang Nomor25 Tahun 2007Tentang Penanaman Modal. e. Perseroan Terbatas(PERSERO) berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1968 Tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara juncto Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1998 Tentang Perusahaan Perseroan. 2 Ibid.

4 8 3. Pendirian Perseroan Terbatas a. Mekanisme Pendirian Perseroan Terbatas Mendirikan Perseroan Terbatas (PT) harus dengan menggunakan akta resmi ( akta yang dibuat oleh notaris) yang di dalamnya dicantumkan nama lain dari perseroan terbatas, modal, bidang usaha, alamat perusahaan dan lain-lain. Akta ini harus disahkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Beberapa syarat untuk mendapatkan izin dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagai berikut 3 : 1) Perseroan Terbatas tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan 2) Akta pendirian memenuhi syarat yang ditetapkan undang-undang 3) Paling sedikit modal yang ditempatkan dan disetor adalah 25% dari modal dasar. Pendaftaran Perseroan Terbatas sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatasharus didaftarkan ke Pengadilan Negeri setempat, tetapi setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995Tentang Perseroan Terbatas tersebut, maka akta pendirian perusahaan harus didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Perusahaan, selanjutnya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas kewajiban pendaftaran di Kantor Pendaftaran 3 Perseroan Terbatas, Diakses pada Hari Jum at, Tanggal 02 Desember 2011, pukul WIB

5 9 Perusahaan tersebut telah ditiadakan. Tahapan pengumuman pengumuman perusahaan yang telah didaftarkan dalam Berita Negara Republik Indonesia (BNRI) tetap berlaku, hanya yang pada saat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995tentang Perseroan Terbatas berlaku pengumuman tersebut merupakan kewajiban Direksi Perseroan Terbatas yang bersangkutan tetapi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas diubah menjadi kewenangan atau kewajiban Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.Perseroan telah sah sebagai badan hukum apabila tahap tersebut telah dilalui dan Perseroan Terbatas menjadi dirinya sendiri serta dapat melakukan perjanjian-perjanjian. Modal dasar perseroan adalah jumlah modal yang dicantumkan dalam akta pendirian perusahaan sampai jumlah maksimal bila seluruh saham dikeluarkan. Pada Perseroan Terbatas, selain modal dasar juga terdapat modal yang ditempatkan, modal yang disetorkan dan modal bayar. Modal yang ditempatkan merupakan jumlah yang disanggupi untuk dimasukkan, yang pada waktu pendiriannya merupakan jumlah yang disertakan oleh para Persero pendiri. Modal yang disetor merupakan modal yang dimasukkan dalam perusahaan, sedangkan modal bayar merupakan modal yang diwujudkan dalam jumlah uang.

6 10 b. Keuntungan Membentuk Perseroan Terbatas Keuntungan utama membentukperseroan Terbatas adalah 4 : 1) Kewajiban Terbatas Pemegang saham sebuah perusahaan tidak memiliki kewajiban untuk obligasi dan hutang perusahaan, tidak seperti partnership, akibatnya kehilangan yang terbatas tidak dapat melebihi jumlah yang dibayarkan terhadap saham.kewajiban terbatas tidak hanya mengijinkan perusahaan untuk melaksanakan dalam usaha yang berisiko, tetapi juga membentuk dasar untuk perdagangan di saham perusahaan. 2) Masa Hidup Pribadi Aset dan struktur perusahaan dapat melewati masa hidup dari pemegang sahamnya, pejabat atau direktur.masa hidup menyebabkan stabilitas modal, yang dapat menjadi investasi dalam proyek yang lebih besar dan dalam jangka waktu yang lebih panjang daripada aset perusahaan tetap dapat menjadi subyek disolusi dan penyebaran. 3) Efisiensi Manajemen Manajemen dan spesialisasi memungkinkan pengelolaan modal yang efisien sehingga memungkinkan untuk melakukan ekspansi.menempatkan orang yang tepat, efisiensi maksimum dari modal yang ada.tugas pokok dan fungsi antara pengelola dan pemilik perusahaan dapat terlihat ketika adanya pemisahan antara pengelola dan pemilik perusahaan. 4 Ibid.

7 11 c. Kelemahan Perseroan Terbatas Perizinan dan organisasi untuk mendirikan sebuah Perseroan Terbatas tidaklah mudah, selain faktor biaya yang tidak sedikit, Perseroan Terbatas juga membutuhkan Akta Notaris dan izin khusus untuk usaha tertentu. Besarnya perusahaan menentukan biaya pengorganisasian akan keluar sangat besar. Beberapa kerumitan dan kendala yang terjadi dalam tingkat personelakan dilalui. Hubungan antar perorangan juga lebih formal dan berkesan kaku. 4. Bentuk Perseroan Terbatas a. Perseroan Terbatas Terbuka Perseroan Terbatas Terbuka (PT Tbk) adalah Perseroan Terbatas yang menjual sahamnya kepada masyarakat melalui pasar modal (go public).saham ditawarkan kepada umum, diperjual belikan melalui bursa saham dan setiap orang berhak untuk membeli saham perusahaan tersebut. b. Perseroan Terbatas Tertutup Perseroan Terbatas Tertutup adalah Perseroan Terbatas yang modalnya berasal dari kalangan tertentu, misalnya pemegang saham hanya dari kerabat dan keluarga saja atau kalangan terbatas dan tidak dijual kepada umum. c. Perseroan Terbatas Kosong Perseroan terbatas kosong adalah perseroan yang sudah ada izin usaha dan izin lainnya tapi tidak ada kegiatannya. 5 5 Ibid.

8 12 B. Ruang Lingkup Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain dan pihak lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. 6 Hubungan hukum yang menerbitkan perikatan itu, bersumber pada apa yang disebut dengan perjanjian atau sumber lainnya, yaitu undang-undang. Hubungan antara perikatan dengan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber terpenting yag melahirkan perikatan, karena perjanjian merupakan perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua pihak, sedangkan perikatan lahir dari undang-undang dibuat tanpa kehendak dari para pihak yang bersangkutan. Suatu pengertian yang abstrak disebut dengan perikatan, sedangkan perjanjian adalah suatu hal yang konkrit atau merupakan suatu peristiwa. Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan, bahwa : Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan hukum dengan mana seorang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Maksudnya bahwa suatu perjanjian adalah suatu recht handeling artinya suatu perbuatan yang oleh orang-orang bersangkutan ditujukan agar timbul akibat hukum.suatu perjanjian adalah hubungan timbal balik 6 Subekti, Hukum Perjanjian, Cet. XII, Intermasa, Jakarta, 1990, hlm. 1.

9 13 atau bilateral, maksudnya suatu pihak yang memperoleh hak-hak dari perjanjian itu juga menerima kewajiban-kewajiban yang merupakan konsekuensi dari hak-hak yang diperolehnya. Para sarjana Hukum Perdata pada umumnya berpendapat bahwa definisi perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan di atas adalah tidak lengkap dan pula terlalu luas. 7 Tidak lengkap karena yang dirumuskan itu hanya mengenai perjanjian sepihak saja.definisi itu dikatakan terlalu luas karena dapat mencakup perbuatan di lapangan hukum keluarga, seperti janji kawin, yang merupakan perjanjian juga, tetapi sifatnya berbeda dengan perjanjian yang diatur di dalam KUH Perdata Buku III. Perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata Buku III kriterianya dapat dinilai secara materil, dengan kata lain dapat dinilai dengan uang. Wirjono Prodjdikoro mengatakan bahwa 8 : Perjanjian adalah suatu perbuatan hukum mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak, dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap tidak berjanji untuk melakukan suatu hal atau tidak melakukan suatu hal, sedangkan pihak yang lain berhak untuk menuntut pelaksanaan janji tersebut. Menurut M.Yahya Harahap, perjanjian mengandung suatu pengertian yang memberikan sesuatu hak pada suatu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi 9. Subekti mengatakan perjanjian adalah suatu 7 Mariam Daus Badrulzaman dkk, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata tentang Persetujuan Tertentu, Sumur, Bandung, 1991, hlm M.Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986, hlm. 20.

10 14 peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melakukan sesuatu hal. 10 Berdasarkan hal tersebut, perjanjian mengandung kata sepakat yang diadakan antara dua orang atau lebih untuk melakukan sesuatu hal tertentu.perjanjian merupakan suatu ketentuan antara mereka untuk melaksanakan prestasi. Kaitanperjanjian sebagai hukum yang hanya berfungsi melengkapi saja, ketentuan-ketentuan perjanjian yang terdapat di dalam KUH Perdata akan dikesampingkan apabila dalam suatu perjanjian para pihak telah membuat pengaturannya sendiri. Pasal 1338 KUH Perdata menegaskan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Pasal 1320 KUH Perdata, yang menegaskan bahwa untuk sahnya suatu perjanjian, maka diperlukan empat syarat, yaitu 11 : a. Sepakat mereka yang mengikatkan diri; b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian; c. Suatu hal tertentu; d. Sesuatu sebab yang halal. Perjanjian baru dapat dikatakan sah jika telah dipenuhi semua ketentuan yang telah diatur dalam undang-undang tersebut di atas.pernyataan sepakat mereka yang mengikatkan diri dan kecakapan untuk membuat suatu perjanjian digolongkan ke dalam syarat subjektif atau syarat mengenai orang yang melakukan perjanjian, sedangkan tentang suatu hal tertentu dan sebab yang halal digolongkan ke dalam 10 Subekti, Op.Cit, hlm Subekti, dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Cet. 39, Pradnya Paramita, Jakarta, 2008, hlm. 339.

11 15 syarat objektif atau benda yang dijadikan objek perjanjian.hal-hal tersebut merupakan unsur-unsur penting dalam mengadakan perjanjian. 2. Syarat-syarat Sahnya Perjanjian a. Kesepakatan Mereka yang Mengikatkan Diri Sepakat maksudnya adalah bahwa dua belah pihak yang mengadakan perjanjian, dengan kata lain para pihak saling menghendaki sesuatu secara timbale balik, adanya kemauan atas kesesuaian kehendak oleh kedua belah pihak yang membuat perjanjian, jadi tidak boleh hanya karena kemauan satu pihak saja, ataupun terjadinya kesepakatan oleh karena tekanan salah satu pihak yang mengakibatkan adanya cacat bagi perwujudan kehendak. Kesepakatan itu artinya tidak ada paksaan, tekanan dari pihak manapun, betul-betul atas kemauan sukarela pihak-pihak. Berpedoman kepada ketentuan Pasal 1321 KUH Perdata bahwa tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena: 1) Kekhilafan atau Kekeliruan (Dwaling) Unsur kekhilafan/ kekeliruan dibagi dalam dua bagian, yakni kekhilafan mengenai orangnya dinamakan error in persona.kekhilafan barangnya dinamakan error in substansia.mengenai kekhilafan/kekeliruan yang dapat dibatalkan, harus mengenai intisari pokok perjanjian.mengenai objek atau prestasi yang dikehendaki.kekhilafan/kekeliruan mengenai orangnya tidak menyebabkan perjanjian dapat batal (Pasal 1322 KUH Perdata). 2) Pemerasan/ Paksaan (Dwang)

12 16 Paksaan ( dwang) terjadi jika seseorang memberikan persetujuannya karena takut pada suatu ancaman.paksaan tersebut harus benar-benar menimbulkan suatu ketakutan bagi yang menerima paksaan, misalnya seseorang akan dianiaya atau akan dibuka rahasianya jika tidak menyetujui suatu perjanjian (Pasal 1324 KUH Perdata). 3) Penipuan (Bedrog) Mengenai pengertian penipuan ( bedrog) ini terjadi apabila menggunakan perbuatan secara muslihat sehingga pada pihak lain menimbulkan suatu gambaran yang tidak jelas dan benar mengenai suatu hal. Muslihat-muslihat tersebut harus kompleks keberadaannya agar dapat dikatakan terjadinya suatu penipuan. Subekti mengatakan penipuan ( bedrog) terjadi apabila suatu pihak dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar, disertai dengan kelicikan-kelicikan, sehingga pihak lain terbujuk karenanya untuk memberi perizinan. 12 Suatu penipuan adalah apabila ada keterangan-keterangan yang tidak benar (palsu) disertai dengan kelicikan-kelicikan atau tipu muslihat dan harus ada rangkaian kebohongan-kebohongan yang mengakibatkan orang menjadi percaya, dalam hal ini pihak tersebut bertindak secara aktif untuk menjerumuskan seseorang, misalnya, perbuatan memperjualbelikan sebuah 12 Subekti,Op.cit, hlm. 135.

13 17 rumah yang bukan merupakan hak miliknya dengan memalsukan surat-suratnya. 13 b. Kecakapan Para Pihak Pembuat Perjanjian Subjek untuk melakukan perjanjian harus cakap (bekwaam) merupakan syarat umum untuk melakukan perbuatan hukum secara sah, yaitu harus sudah dewasa, sehat akal pikiran dan tidak dilarang oleh suatu peraturan perundang-undangan untuk melakukan suatu perbuatan tertentu.subjek hukum terbagi dua, yaitu manusia dan badan hukum. Menurut Pasal 1329 KUH Perdata : Setiap orang adalah cakap untuk mebuat perikatan, jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan cakap. Berdasarakan ketentuan pasal tersebut, semua orang dianggap mampu atau cakap untuk mengikatkan diri dalam suatu persetujuan.hal ini memberikan kebebasan bagi setiap orang untuk melakukan perbuatan hukum yang dinyatakan oleh undangundang. Rasa keadilan memang benar-benar perlu apabila orang yang membuat perjanjian yang nantinya akan terikat oleh perjanjian yang dibuatnya harus benar-benar mempunyai kemampuan untuk menginsyafi segala tanggung jawab yang bakal dipikulnya karena perbuatan itu. 14 Orang yang membuat perjanjian itu berarti mempertaruhkan kekayaannya, sehingga sudah 13 Achmad Iksan, Hukum Perdata IB, Pembimbing Masa, Jakarta, 1969, hlm Subekti, Op.cit, hlm. 13.

14 18 seharusnya orang itu sungguh-sungguh berhak berbuat bebas terhadap harta kekayaannya, jika dipandang dari ketertiban umum. 15 Tegasnya syarat kecakapan untuk membuat perjanjian mengandung kesadaran untuk melindungi baik bagi dirinya maupun dalam hubungannya dengan keselamatan keluarganya. c. Suatu Hal Tertentu Suatu hal tertentu dalam perjanjian adalah barang yang menjadi objek suatu perjanjian. Menurut Pasal 1333 KUH Perdata: Barang yang menjadi objek suatu perjanjian harus tertentu, setidak-tidaknya harus ditentukan jenisnya, sedangkan jumlahnya tidak perlu ditentukan asalkan saja kemudian dapat dihitung atau ditentukan. Pasal 1332 KUH Perdata mengatakan bahwa hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja dapat menjadi pokok persetujuan.barang-barang di luar perdagangan tidak dapat menjadi objek perjanjian, misalnya, barang-barang yang dipergunakan untuk keperluan orang banyak, seperti jalan umum, pelabuhan umum, gedung-gedung umum dan udara. Perjanjian yang objeknya tidak tertentu atau jenisnya tidak tertentu maka dengan sendirinya perjanjian itu tidak sah.objek atau jenis objek merupakan syarat yang mengikat dalam perjanjian. 15 Achmad Iksan, Op.cit, hlm. 13.

15 19 d. Suatu Sebab yang Halal Pengertian sebab pada syarat keeempat untuk sahnya perjanjian tiadalain daripada isi perjanjian, jadi dalam hal ini harus dihilangkan salah sangka bahwa maksud sebab itu di sini adalah suatu sebab yang menyebabkan seseorang membuat perjanjian tersebut. Bukan hal ini yang dimaksud oleh undang-undang dengan sebab yang halal. Sesuatu yang menyebabkan seseorang membuat suatu perjanjian atau dorongan jiwa untuk membuat suatu perjanjian pada asasnya tidak dihiraukan oleh undang-undang.undangundang hanya menghiraukan tindakan orang-orang dalam masyarakat.sebab atau causa yang dimaksud dari sesuatu perjanjian adalah isi perjanjian itu sendiri. Definisi halal atau yang diperkenankan oleh undangundang menurut Pasal 1337 KUH Perdata adalah persetujuan yang tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Perjanjian batal demi hukum atau perjanjian itu dianggap tidak pernah ada akibat hukum terhadap perjanjian bercausa tidak halal,oleh karena itu tidak ada dasar untuk menuntut pemenuhan perjanjian di muka hakim. Syarat sahnya suatu perjanjian dibedakan antara : 1) Syarat Objektif Bahwa di dalam syarat objektif tidak dipenuhi maka perjanjian itu batal demi hukum, yang artinya dari semula dianggap tidak pernah dilahirkan

16 20 perjanjian.tujuan yang mengadakan perikatan semula adalah gagal, maka dari itu tidak ada suatu alasan bagi pihak untuk menuntut di muka hakim. 2) Syarat Subjektif Syarat subjektifitu tidak dipenuhi, perjanjian bukan batal demi hukum tetapi salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta perjanjian itu dibatalkan.pihak yang berhak meminta pembatalan adalah yang merasa dirinya tertipu oleh suatu hal. Berdasarkan keempat syarat sahnya perjanjian di atas tidak ada diberikan suatu formalitas yang tertentu di samping kata sepakat para pihak mengenai hal-hal pokok perjanjian tersebut, tetapi ada pengecualiannya terhadap undang-undang yang dibutuhkan bahwa formalitas tersebut untuk beberapa perjanjian baru dapat berlaku dengan suatu formalitas tertentu yang dinamakan perjanjian formal, misalnya perjanjian perdamaian harus dilakukan secara tertulis. 3. Asas-asas Hukum Perjanjian Asas hukum adalah suatu pikiran yang bersifat umum dan abstrak yang melatarbelakangi hukum positif,dengan demikian asas hukum tersebut tidak tertuang dalam hukum yang konkrit. Pengertian tersebut dapat ditarik dari pendapat Sudikno Mertokusumo, yang memberi penjelasan sebagai berikut: Sudikno Mertokusumo, Yogyakarta, 1986, hlm. 33. Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty,

17 21 Pengertian asas hukum atau prinsip hukum bukanlah peraturan hukum konkrit, melainkan merupakan pikiran dasar yang umum sifatnya atau merupakan latar belakang dari peraturan yang konkrit yang terdapat dalam dan di belakang setiap sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat dikemukakan dengan mencari sifat-sifat umum dalam peraturan konkrit terebut. Asas-asas hukum yang terdapat dalam hukum perjanjian adalah: a. Asas Konsensualisme Konsensualisme berasal dari perkataan lainconsensusyang berarti sepakat. Asas konsensualisme berarti bahwa suatu perjanjian pada dasarnya telah dilahirkan sejak tercapainya kesepakatan.asas ini dapat disimpulkan dari Pasal 1320 KUH Perdata yang menentukan untuk syarat sahnya suatu perjanjian memerlukan sepakat mereka yang mengikatkan diri. Pada pasal tersebut tidak disebutkan adanya formalitas tertentu di samping kesepakatan yang telah tercapai, sehingga dapat disimpulkan bahwa perjanjian sudah sah apabila telah ada kesepakatan para pihak mengenai hal-hal yang pokok.terhadap asas konsesualisme ini terdapat pengecualian yaitu untuk beberapa perjanjian, undang-undang mensyaratkan adanya formalitas tertentu.hal ini berarti selain kesepakatan yang telah dicapai oleh para pihak, perjanjian harus pula diwujudkan dalam bentuk tertulis atau akta.perjanjian semacam ini misalnya perjanjian penghibahan, perjanjian kerja, perjanjian perdamaian, perjanjian asuransi, perjanjian mendirikan perusahaan dan sebagainya.

18 22 b. Asas Kebebasan Berkontrak Menurut asas ini, hukum perjanjian memberikan kebebasan pada setiap orang untuk membuat perjanjian apapun, dengan ketentuan tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum.asas ini diberikan oleh Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.berdasarkankata-kata yang terdapat dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, dapat disimpulkan bahwa setiap orang atau masyarakat bebas untuk mengadakan suatu perjanjian yang berisi apa saja, baik mengenai bentuknya maupun objeknya dan jenis perjanjian tersebut. Asas kebebasan berkontrak ini merupakan konsekuensi dari dianutnya sistem terbuka dalam hukum perjanjian apapun baik yang telah diatur secara khusus dalam KUH Perdata maupun yang belum diatur dalam KUH Perdata atau peraturan- peraturan lainnya. Konsekuensi lain dari sistem terbuka maka hukum perjanjian mempunyai sifat sebagai hukum pelengkap. Hal ini berarti bahwa masyarakat selain bebas membuat isi perjanjian apapun, masyarakat pada umumnya juga diperbolehkan untuk mengesampingkan atau tidak mempergunakan peraturan-peraturan yang terdapat dalam bagian khusus Buku III KUH Perdata, dengan kata lain para pihak dapat membuat ketentuan-ketentuan yang

19 23 akanberlaku di antara mereka. Undang-undang hanya melengkapi saja apabila ada hal-hal yang belum diatur di antara para pihak. Seringkali didapati bahwa dalam membuat suatu perjanjian, para pihak tersebut tidak mengatur secara tuntas segala kemungkinan yang akan terjadi. hukum perjanjian disebut juga sebagai hukum pelengkap, karena dapat dipergunakan untuk melengkapi perjanjian-perjanjian yang tidak lengkap tersebut. c. Asas Pacta Sunt Sevanda Asas ini juga disebut sebagai asas pengikatnya suatu perjanjian, yang berarti pada pihak yang membuat perjanjian itu terikat pada kesepakatan dalam perjanjian yang telah mereka perbuat.perjanjian yang diperbuat secara sah berlaku seperti berlakunya undang-undang bagi para pihak yang membuatnya.asas pacta sunt servanda ini terdapat dalam ketentuan Pasal 1338 ayat (1) dan ayat (2) KUH Perdata. Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdatamenyatakan, bahwa : Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Pasal 1338 ayat (2) KUH Perdata menyatakan, bahwa : Perjanjian-perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.

20 24 Berdasarkan Pasal 1338 ayat (1) dan ayat (2) pada kalimat berlaku sebagai undang-undang dan tak dapat ditarik kembali berarti bahwa perjanjian mengikat para pihak yang membuatnya, bahkan perjanjian tersebut tidak dapat ditarik kembali tanpa persetujuan dari pihak lawannya, jadi para pihak harus mentaati apa yang telah disepakati bersama. Pelanggaran terhadap isi perjanjian oleh salah satu pihak menyebabkan pihak lain dapat mengajukan tuntutan atas dasar wanprestasi dari pihak lawan. Asas ini berarti siapa berjanji harus menepatinya atau siapa yang berhutang harus membayarnya. d. Asas Itikad Baik Asas itikad baik (de goedetrow) berkaitan dengan pelaksanaan suatu perjanjian.asas itikad baik ini, terdapat dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata : Persetujuan-persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik. Itikad baik dapat dibedakan dalam pengertian subjektif dan objektif.itikad baik dalam segi subjektif, berarti kejujuran.hal ini berhubungan erat dengan sikap batin seseorang pada saat membuat perjanjian.artinya sikap batin seseorang pada saat dimulainya suatu perjanjian itu seharusnya dapat membayangkan telah dipenuhinya syarat-syarat yang diperlukan. Itikad baik dalam segi objektif, berarti kepatuhan, yang berhubungan dengan pelaksanaan perjanjian atau

21 25 pemenuhan prestasi dan cara melaksanakan hak dan kewajiban haruslah mengindahkan norma-norma kepatuhan dan kesusilaan. 4. Wanprestasi Pihak-pihak yang bertemu saling mengungkapkan janjinya masing-masing dan sepakat untuk mengikatkan diri satu sama lain dalam perikatan untuk melaksanakan sesuatu. Pelaksanaan sesuatu itu merupakan sebuah prestasi, yaitu yang dapat berupa: a. Menyerahkan suatu barang (penjual menyerahkan barangnya kepada pembeli dan pembeli menyerahkan uangnya kepada penjual). b. Berbuat sesuatu (karyawan melaksanakan pekerjaan dan perusahaan membayar upahnya). c. Tidak berbuat sesuatu (karyawan tidak bekerja di tempat lain selain di perusahaan tempatnya sekarang bekerja). Debitur tidak dapat melaksanakan prestasi-prestasi tersebut yang merupakan kewajibannya, maka perjanjian itu dapat dikatakan cacat atau katakanlah prestasi yang buruk.wanprestasi merupakan suatu prestasi yang buruk, yaitu para pihak tidak melaksanakan kewajibannya sesuai isi perjanjian.wanpestasi dapat terjadi baik karena kelalaian maupun kesengajaan. Wanprestasi seorang debitur yang lalai terhadap janjinya dapat berupa:

22 26 a. Tidak melaksanakan apa yang disanggupi akan dilakukannya. b. Melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sesuasi dengan janjinya. c. Melaksanakan apa yang dijanjikannya tapi terlambat. d. Melakukan suatu perbuatan yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan. Pada saat membuat surat perjanjian telah ditentukan suatu waktu tertentu sebagai tanggal pelaksanaan hak dan kewajiban (tanggal penyerahan barang dan tanggal pembayaran). Lewatnya waktu tersebut tetapi hak dan kewajiban belum dilaksanakan, maka sudah dapat dikatakan terjadi wanrestasi.waktu terjadinya wanprestasi sulit ditentukan ketika di dalam perjanjian tidak disebutkan kapan suatu hak dan kewajiban harus sudah dilaksanakan.bentuk prestasi yang berupa tidak berbuat sesuatu mudah sekali ditentukan waktu terjadinya wanprestasi, yaitu pada saat debitur melaksanakan suatu perbuatan yang tidak diperbolehkan itu. Suatu hak dan kewajiban tidak disebutkan dalam suatu perjanjian, maka kesulitan menentukan waktu terjadinya wanprestasi akan ditemukan dalam bentuk prestasi menyerahkan barang atau melaksanan suatu perbuatan. Permasalahan ini tidak jelas kapan suatu perbuatan itu harus dilakasanakan, atau suatu barang itu harus diserahkan. Keadaan semacam ini, menurut Hukum Perdata,

23 27 penentuan wanprestasi didasarkan pada surat peringatan dari debitur kepada kreditur yang biasanya dalam bentuk somasi (teguran). Kreditur meminta kepada debitur agar melaksanakan kewajibannya pada suatu waktu tertentu yang telah ditentukan oleh kreditur sendiri dalam surat peringatannya. Lewatnya jangka waktu seperti yang dimaksud dalam surat peringatan, sementara debitur belum melakasanakan kewajibannya, maka pada saat itulah dapat dikatakan telah terjadi wanprestasi.debitur yang wanprestasi kepadanya dapat dijatuhkan sanksi, yaitu berupa membayar kerugian yang dialami kreditur, pembatalan perjanjian, peralihan resiko, dan membayar biaya perkara bila sampai diperkarakan secara hukum di pengadilan. 17 C. Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak Dalam Suatu Perjanjian 1. Para Pihak Dalam Perjanjian Perjanjian merupakan bentuk dari perikatan dimana dua pihak mengikatkan diri untuk berbuat, memberikan sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu yang dituangkan dalam suatuzperjanjian baik secara lisan maupun secara tertulis.perjanjian selalu menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pelaku yang terlibat di dalamnya.konsekuensi dari tidak terpenuhinya hak dan kewajiban tersebut dapat berupa batal atau kebatalan terhadap perjanjian tersebut dan bahkan memungkinkan menimbulkan konsekuensi penggantian kerugian atas 17 Wanprestasi, Diakses pada Hari Sabtu, Tanggal 31 Desember Pukul WIB

24 28 segala bentuk kerugian yang timbul akibat tidak terpenuhinya prestasi yang diperjanjikan. Para pihak dalam suatu perjanjian membuat perjanjian dengan pengaturan tersendiri.pengaturan itu meliputi tanggung jawab dari para pihak yang harus dipenuhi sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat. 2. Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak Dalam Suatu Perjanjian Perlindungan hukum bagi para pihak dalam suatu perjanjian dilindungi oleh KUH Perdata.Suatu perjanjian harus sesuai dengan Pasal 1313 KUH Perdata, karena perjanjian merupakan ikatan anatara pemberi tugas dan penerima tugas.perjanjian harus sesuai dengan syarat-syarah sah perjanjian, agar tidak terjadi perselisihan diantara para pihak yang terikat didalam suatu perjanjian pada saat pelaksanaan perjanjian.perselisihan dalam suatu perjanjian dapat diselesaikan melalui pengadilan (litigasi) atau non litigasi, bergantung pada hasil kesepakatan para pihak pada saat membuat suatu perjanjian.

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN A.Pengertian Perjanjian Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum, 19 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian Pembiayaan Konsumen 2.1.1 Pengertian Perjanjian Pembiayaan konsumen Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, PERLINDUNGAN HUKUM, ITIKAD BAIK, DAN AKIBAT HUKUM

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, PERLINDUNGAN HUKUM, ITIKAD BAIK, DAN AKIBAT HUKUM BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, PERLINDUNGAN HUKUM, ITIKAD BAIK, DAN AKIBAT HUKUM 2.1 Pengertian Perjanjian 2.1.1 Definisi Perjanjian Pengertian perjanjian pada umumnya, ada berbagai macam pendapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau kepentingan-kepentingan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Manusia di dalam memenuhi

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015 PEMBERLAKUAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK MENURUT HUKUM PERDATA TERHADAP PELAKSANAANNYA DALAM PRAKTEK 1 Oleh : Suryono Suwikromo 2 A. Latar Belakang Didalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan selalu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI A. Pengertian Perjanjian Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya 36 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya Perjanjan memiliki definisi yang berbeda-beda menurut pendapat para ahli yang satu dengan

Lebih terperinci

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A.Pengertian perjanjian pada umumnya a.1 Pengertian pada umumnya istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah Overeenkomst

Lebih terperinci

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 25 BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian

Lebih terperinci

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUHPerdata: Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Oleh: Nama

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi 142 PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT Deny Slamet Pribadi Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda ABSTRAK Dalam perjanjian keagenan

Lebih terperinci

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana ketentuan hukum mengenai pembuatan suatu kontrak

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11 BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA A. Pengertian Perjanjian Jual Beli Menurut Black s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata: BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Umum Perjanjian Kerja 1. Pengertian Perjanjian Kerja Dengan telah disahkannya undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUKK) maka keberadaan perjanjian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut 1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Ekspedisi Perjanjian ekspedisi adalah perjanjian timbal balik antara ekspeditur dengan pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut yang

Lebih terperinci

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN Rosdalina Bukido 1 Abstrak Perjanjian memiliki peran yang sangat penting dalam hubungan keperdataan. Sebab dengan adanya perjanjian tersebut akan menjadi jaminan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Perjanjian Pada Umumnya 1. Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian Pengertian perjanjian di dalam Buku III KUH Perdata diatur di dalam Pasal 1313 KUH Perdata,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. tentang Pembuktian dan Kadaluwarsa/Bewijs en Verjaring.

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. tentang Pembuktian dan Kadaluwarsa/Bewijs en Verjaring. 28 BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian diatur dalam Buku III KUH Perdata sebagai bagian dari KUH Perdata yang terdiri dari IV buku. Buku

Lebih terperinci

TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK

TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK Sularto MHBK UGM PERISTILAHAN Kontrak sama dengan perjanjian obligatoir Kontrak sama dengan perjanjian tertulis Perjanjian tertulis sama dengan akta Jadi antara istilah kontrak,

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti 17 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN 2.1 Pengertian Perjanjian Pengangkutan Istilah pengangkutan belum didefinisikan dalam peraturan perundangundangan, namun banyak sarjana yang mengemukakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI. 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI. 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli Sebelum membahas tentang pengertian dan pengaturan juali beli, terlebih dahulu perlu dipahami tentang

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Dalam istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu, banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan A. Pengertian Perjanjian Jual Beli BAB II PERJANJIAN JUAL BELI Jual beli termasuk dalam kelompok perjanjian bernama, artinya undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan pengaturan secara

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA Perjanjian jual beli diatur dalam Pasal 1457-1540 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Dalam Pasal 1457 KUH Perdata pengertian jual beli adalah suatu persetujuan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata 23 BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM A. Pengertian Pinjam Meminjam Perjanjian Pinjam Meminjam menurut Bab XIII Buku III KUH Pedata mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata

Lebih terperinci

Common Law Contract Agreement Agree Pact Covenant Treaty. Civil Law (Indonesia) Kontrak Sewa Perjanjian Persetujuan Perikatan

Common Law Contract Agreement Agree Pact Covenant Treaty. Civil Law (Indonesia) Kontrak Sewa Perjanjian Persetujuan Perikatan Common Law Contract Agreement Agree Pact Covenant Treaty Civil Law (Indonesia) Kontrak Sewa Perjanjian Persetujuan Perikatan 2 Prof. Subekti Perikatan hubungan hukum antara 2 pihak/lebih, dimana satu pihak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak, yang isinya adalah hak dan kewajiban, suatu hak untuk menuntut sesuatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Definisi perjanjian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun KUHD sendiri tidaklah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun KUHD sendiri tidaklah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perusahaan adalah suatu pengertian ekonomi yang banyak dipakai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun KUHD sendiri tidaklah memberikan penafsiran maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Listrik merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting. Sejak adanya listrik manusia mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam berbagai bidang, yang menonjol adalah

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang

Lebih terperinci

Asas asas perjanjian

Asas asas perjanjian Hukum Perikatan RH Asas asas perjanjian Asas hukum menurut sudikno mertokusumo Pikiran dasar yang melatar belakangi pembentukan hukum positif. Asas hukum tersebut pada umumnya tertuang di dalam peraturan

Lebih terperinci

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor Menurut sistem terbuka yang mengenal adanya asas kebebasan berkontrak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. ketentuan Buku III Kitab Undang Undang Hukum Perdata, dengan menyatakan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. ketentuan Buku III Kitab Undang Undang Hukum Perdata, dengan menyatakan 17 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Pada Umumnya Ketentuan Pasal 1233 Kitab Undang Undang Hukum Perdata mengawali ketentuan Buku III Kitab Undang Undang Hukum Perdata, dengan menyatakan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas. BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA A. Tinjauan Umum tentang Jual Beli 1. Pengertian Jual Beli Sebelum membahas mengenai aturan jual beli saham dalam perseroan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI TENTANG PERJANJIAN PADA UMUMNYA DAN PERJANJIAN UTANG PIUTANG

BAB II KAJIAN TEORI TENTANG PERJANJIAN PADA UMUMNYA DAN PERJANJIAN UTANG PIUTANG BAB II KAJIAN TEORI TENTANG PERJANJIAN PADA UMUMNYA DAN PERJANJIAN UTANG PIUTANG A. Perjanjian Pada Umumnya 1. Pengertian Perjanjian Pengertian perjanjian menurut pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sampai sekarang pembuatan segala macam jenis perjanjian, baik perjanjian khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman pada KUH Perdata,

Lebih terperinci

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM.

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM. HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM. PERIKATAN & PERJANJIAN Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang berdasarkan mana yang satu berhak menuntut hal dari

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Akibat Hukum dari Wanprestasi yang Timbul dari Perjanjian Kredit Nomor 047/PK-UKM/GAR/11 Berdasarkan Buku III KUHPERDATA Dihubungkan dengan Putusan Pengadilan Nomor

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yaitu Verbintenis untuk perikatan, dan Overeenkomst untuk perjanjian.

II. TINJAUAN PUSTAKA. yaitu Verbintenis untuk perikatan, dan Overeenkomst untuk perjanjian. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pada kenyataannya masih banyak orang yang dikacaukan oleh adanya istilah perikatan dan perjanjian. Masing-masing sebagai

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh:

AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh: AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh: Abuyazid Bustomi, SH, MH. 1 ABSTRAK Secara umum perjanjian adalah

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU. A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian

BAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU. A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian BAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian Menurut pasal 1313 KUHPerdata: Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau

Lebih terperinci

Tanggung Jawab Penjual/ Pelaku Usaha Dalam Transaksi Jual Beli Terhadap Kelebihan Pembayaran Menurut Peraturan Perundang Undangan Di Indonesia.

Tanggung Jawab Penjual/ Pelaku Usaha Dalam Transaksi Jual Beli Terhadap Kelebihan Pembayaran Menurut Peraturan Perundang Undangan Di Indonesia. Tanggung Jawab Penjual/ Pelaku Usaha Dalam Transaksi Jual Beli Terhadap Kelebihan Pembayaran Menurut Peraturan Perundang Undangan Di Indonesia Oleh : Lili Naili Hidayah 1 ABSTRAK Setiap perbuatan yang

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan adanya tujuan dan

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan adanya tujuan dan BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Pengertian Perjanjian Hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya selalu terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

HUKUM PERJANJIAN. Aspek Hukum dalam Ekonomi Hal. 1

HUKUM PERJANJIAN. Aspek Hukum dalam Ekonomi Hal. 1 HUKUM PERJANJIAN Ditinjau dari Hukum Privat A. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain/lebih (Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan, oleh karena itu dapat dikatakan hukum tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu alat transportasi yang banyak dibutuhkan oleh manusia adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini menjadi salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan itu berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu

Lebih terperinci

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 B A B II TINJAUAN PUSTAKA A. Perseroan Terbatas 1. Dasar Hukum Perseroan Terbatas Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT),

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN SECARA UMUM A. Pengertian Perjanjian dan Jenis-Jenis Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Untuk membuat suatu perjanjian hendaknya kita lebih dulu memahami arti dari perjanjian tersebut.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pegawai yang tidak dapat bekerja lagi, untuk membiayai penghidupan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pegawai yang tidak dapat bekerja lagi, untuk membiayai penghidupan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pensiun dan Program Pensiun 1. Pengertian Pensiun Pensiun adalah suatu penghasilan yang diterima setiap bulan oleh seorang bekas pegawai yang tidak dapat bekerja lagi, untuk membiayai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum BAB I PENDAHULUAN Hukum perjanjian adalah bagian dari Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum Perdata, karena Hukum Perdata banyak mengandung

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian dan Syarat Sah Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa hukum antara para pihak yang melakukan perjanjian.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berjudul Perihal Perikatan (Verbintenis), yang mempunyai arti lebih luas

BAB II LANDASAN TEORI. berjudul Perihal Perikatan (Verbintenis), yang mempunyai arti lebih luas BAB II LANDASAN TEORI A. RUANG LINGKUP PERJANJIAN 1. Pengertian Perjanjian Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) berjudul Perihal Perikatan (Verbintenis), yang mempunyai arti lebih luas

Lebih terperinci

BAB II BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS. pemegang sahamnya untuk mengalihkan perusahaannya kepada setiap orang

BAB II BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS. pemegang sahamnya untuk mengalihkan perusahaannya kepada setiap orang BAB II BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS A. Defenisi Perseroan Terbatas Perseroan Terbatas (PT) merupakan bentuk usaha kegiatan ekonomi yang paling disukai saat ini, di samping karena pertanggungjawabannya

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Wanprestasi 1. Pengertian Wanprestasi Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disanggupi akan dilakukannya, melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak

BAB I PENDAHULUAN. disanggupi akan dilakukannya, melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Pasal 1234 KHUPerdata yang dimaksud dengan prestasi adalah seseorang yang menyerahkan sesuatu, melakukan sesuatu, dan tidak melakukan sesuatu, sebaiknya dianggap

Lebih terperinci

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan Perikatan dalam bahasa Belanda disebut ver bintenis. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. Berbagai kepustakaan Indonesia menggunakan istilah overeenkomst dan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. Berbagai kepustakaan Indonesia menggunakan istilah overeenkomst dan BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Berbagai kepustakaan Indonesia menggunakan istilah overeenkomst dan verbintenis sebagai tejemahan istilah perjanjian maupun persetujuan.

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. bantuan dari orang lain. Untuk itu diperlukan suatu perangkat hukum demi

BAB III TINJAUAN TEORITIS. bantuan dari orang lain. Untuk itu diperlukan suatu perangkat hukum demi BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Perjanjian Dalam menjalankan bisnis pada dasarnya manusia tidak bisa melakukannya dengan sendiri, tetapi harus dilakukan secara bersama atau dengan mendapat bantuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tidak ada dirumuskan dalam undang-undang, tetapi dirumuskan sedemikian rupa

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tidak ada dirumuskan dalam undang-undang, tetapi dirumuskan sedemikian rupa 16 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Hukum Perikatan Pada Umumnya 1. Pengertian Perikatan Hukum perikatan diatur dalam buku III KUH Perdata. Definisi perikatan tidak ada dirumuskan dalam undang-undang,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teori 2.1.1. Pengertian Perjanjian dan Wanprestasi Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH

Lebih terperinci

BAB II HUKUM PERJANJIAN SECARA UMUM. A. Pengertian Umum Tentang Perjanjian. kewajiban dalam lapangan harta kekayaan. Rumusan tersebut membawa

BAB II HUKUM PERJANJIAN SECARA UMUM. A. Pengertian Umum Tentang Perjanjian. kewajiban dalam lapangan harta kekayaan. Rumusan tersebut membawa BAB II HUKUM PERJANJIAN SECARA UMUM A. Pengertian Umum Tentang Perjanjian Sebelum penulis menguraikan apa itu perjanjian, ada baiknya jika penulis membicarakan dulu apa yang dimaksud dengan perikatan.

Lebih terperinci

A. Pengertian dan Akibat Hukum Dari Suatu Perjanjian Pada Umumnya. lain dalam memenuhi kebutuhan hidup. Hubungan ini tentunya tidak selamanya dengan

A. Pengertian dan Akibat Hukum Dari Suatu Perjanjian Pada Umumnya. lain dalam memenuhi kebutuhan hidup. Hubungan ini tentunya tidak selamanya dengan A. Pengertian dan Akibat Hukum Dari Suatu Perjanjian Pada Umumnya Kehidupan manusia tidak dapat terlepas dari hubungan kausal dengan manusia lain dalam memenuhi kebutuhan hidup. Hubungan ini tentunya tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JUAL BELI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JUAL BELI 15 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JUAL BELI A. Pengertian Jual Beli Sebelum membahas pengertian jual beli, ada baiknya mengetahui pengertian perjanjian secara umum terlebih dahulu. Perjanjian adalah hal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak untuk menuntut sesuatu

Lebih terperinci

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI A. Perseroan Terbatas sebagai Badan Hukum Dewasa ini Perseroan Terbatas merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN 21 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian dan Jenis-jenis Perjanjian Definisi perjanjian telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) Pasal 1313, yaitu bahwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perseroan Terbatas (PT), dulu disebut juga Naamloze Vennootschaap (NV) 1, adalah suatu persekutuan untuk menjalankan usaha yang memiliki modal terdiri dari Saham,

Lebih terperinci

BAB II KONTRAK PENGADAAN BARANG. A. Pengertian Kontrak Menurut KUHPerdata Didalam perundang-undangan tidak disebutkan secara tegas pengertian

BAB II KONTRAK PENGADAAN BARANG. A. Pengertian Kontrak Menurut KUHPerdata Didalam perundang-undangan tidak disebutkan secara tegas pengertian BAB II KONTRAK PENGADAAN BARANG A. Pengertian Kontrak Menurut KUHPerdata Didalam perundang-undangan tidak disebutkan secara tegas pengertian kontrak, tetapi menurut Para pakar hukum bahwa kontrak adalah

Lebih terperinci

BAB IV KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM PERJANJIAN BERDASARKAN BUKU III BURGERLIJKE WETBOEK

BAB IV KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM PERJANJIAN BERDASARKAN BUKU III BURGERLIJKE WETBOEK BAB IV KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM PERJANJIAN BERDASARKAN BUKU III BURGERLIJKE WETBOEK A. Kekuatan Hukum Memorandum Of Understanding dalam Perjanjian Berdasarkan Buku III Burgerlijke

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Masalah perjanjian itu sebenarnya merupakan adanya ikatan antara dua belah pihak atau antara 2 (dua)

Lebih terperinci

KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) ( )

KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) ( ) PENGERTIAN PERJANJIAN KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) (166010200111038) FANNY LANDRIANI ROSSA (02) (166010200111039) ARLITA SHINTA LARASATI (12) (166010200111050) ARUM DEWI AZIZAH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, PERJANJIAN BAKU DAN KREDIT BANK Pengertian Perjanjian dan Dasar Hukumnya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, PERJANJIAN BAKU DAN KREDIT BANK Pengertian Perjanjian dan Dasar Hukumnya 16 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, PERJANJIAN BAKU DAN KREDIT BANK 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian dan Dasar Hukumnya Dalam bahasa Belanda, perjanjian disebut juga overeenkomst dan

Lebih terperinci

BAB II FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA TUNTUTAN PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN BANGUN BAGI DI KOTA BANDA ACEH

BAB II FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA TUNTUTAN PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN BANGUN BAGI DI KOTA BANDA ACEH BAB II FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA TUNTUTAN PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN BANGUN BAGI DI KOTA BANDA ACEH A. Pengertian Perjanjian dan Perjanjian Bangun Bagi Hukum perjanjian merupakan bagian dari hukum perikatan,

Lebih terperinci

BAB II ASPEK HUKUM TENTANG MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN PERJANJIAN

BAB II ASPEK HUKUM TENTANG MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN PERJANJIAN BAB II ASPEK HUKUM TENTANG MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN PERJANJIAN A. Dasar Hukum Memorandum Of Understanding Berdasarkan Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 alinea keempat yang berbunyi : Kemudian daripada

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata berbunyi: Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana 1 (satu) orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap 1 (satu) orang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Koperasi secara etimologi berasal dari kata cooperation, terdiri dari kata

BAB II LANDASAN TEORI. Koperasi secara etimologi berasal dari kata cooperation, terdiri dari kata BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1. Pengertian Koperasi Koperasi secara etimologi berasal dari kata cooperation, terdiri dari kata co yang artinya bersama dan operation yang artinya bekerja

Lebih terperinci

PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH TIDAK SERTA MERTA DAPAT MEMUTUSKAN HUBUNGAN SEWA MENYEWA ANTARA PEMILIK DAN PENYEWA RUMAH

PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH TIDAK SERTA MERTA DAPAT MEMUTUSKAN HUBUNGAN SEWA MENYEWA ANTARA PEMILIK DAN PENYEWA RUMAH PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH TIDAK SERTA MERTA DAPAT MEMUTUSKAN HUBUNGAN SEWA MENYEWA ANTARA PEMILIK DAN PENYEWA RUMAH Oleh : Gostan Adri Harahap, SH. M. Hum. Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Labuhanbatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum adalah kehendak untuk bersikap adil (recht ist wille zur gerechttigkeit).

BAB I PENDAHULUAN. hukum adalah kehendak untuk bersikap adil (recht ist wille zur gerechttigkeit). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Mochtar Kusumaatmadja mengatakan

Lebih terperinci

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa... 473 Kewajiban pihak yang satu adalah menyerahkan barangnya untuk dinikmati oleh pihak yang lain, sedangkan kewajiban pihak yang terakhir ini adalah membayar harga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pada saat ini dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi maka hubungan antar manusia menjadi hampir tanpa batas, karena pada dasarnya manusia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun selalu hidup bersama serta berkelompok. Sejak dahulu kala pada diri manusia terdapat hasrat untuk berkumpul

Lebih terperinci

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS CACAT TERSEMBUNYI PADA OBJEK PERJANJIAN JUAL BELI MOBIL YANG MEMBERIKAN FASILITAS GARANSI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK WETBOEK JUNCTO

Lebih terperinci

BAB II PROSEDUR PERALIHAN HAK GUNA USAHA MELALUI PERIKATAN JUAL BELI SEKALIGUS ALIH FUNGSI PENGGUNAAN TANAH

BAB II PROSEDUR PERALIHAN HAK GUNA USAHA MELALUI PERIKATAN JUAL BELI SEKALIGUS ALIH FUNGSI PENGGUNAAN TANAH BAB II PROSEDUR PERALIHAN HAK GUNA USAHA MELALUI PERIKATAN JUAL BELI SEKALIGUS ALIH FUNGSI PENGGUNAAN TANAH A. Pengaturan tentang Perikatan Jual Beli Pasal 1233 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (selanjutnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Pada Umumnya 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan yang berasal dari perjanjian dikehendaki

Lebih terperinci

HUKUM JASA KONSTRUKSI

HUKUM JASA KONSTRUKSI HUKUM JASA KONSTRUKSI A. LATAR BELAKANG Konstruksi merupakan suatu kegiatan yang melibatkan/ menyangkut berbagai aspek kehidupan masyarakat Kegiatan konstruksi : Risiko tinggi (tidak pasti, mahal, berbahaya)

Lebih terperinci

Dokumen Perjanjian Asuransi

Dokumen Perjanjian Asuransi 1 Dokumen Perjanjian Asuransi Pada prinsipnya setiap perbuatan hukum yang dilakukan para pihak dalam perjanjian asuransi perlu dilandasi dokumen perjanjian. Dari dokumen tersebut akan dapat diketahui berbagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. Kata perjanjian berasal dari terjemahan overeenkomst dan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. Kata perjanjian berasal dari terjemahan overeenkomst dan BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Kata perjanjian berasal dari terjemahan overeenkomst dan verbintenis, yang diterjemahkan dengan menggunakan istilah perjanjian maupun persetujuan.

Lebih terperinci

PERIKATAN YANG BERSUMBER DARI PERJANJIAN 10/9/2013 BISNIS SYARIAH/WP/TM 6 1

PERIKATAN YANG BERSUMBER DARI PERJANJIAN 10/9/2013 BISNIS SYARIAH/WP/TM 6 1 PERIKATAN YANG BERSUMBER DARI PERJANJIAN 10/9/2013 BISNIS SYARIAH/WP/TM 6 1 Sumber Perikatan Perikatan 1233 Perjanjian 1313 Perbuatan manusia 1353 Undang-Undang 1352 Ditentukan UU Perbuatan Menurut Hukum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT. Perjanjian kredit merupakan salah satu jenis perjanjian yang segala

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT. Perjanjian kredit merupakan salah satu jenis perjanjian yang segala BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT A. Perjanjian Kredit Perjanjian kredit merupakan salah satu jenis perjanjian yang segala ketentuan umumnya didasarkan pada ajaran umum hukum perikatan yang terdapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN/PERIKATAN. Perjanjian berasal dari terjemahan overeenkomst yang diterjemahkan

BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN/PERIKATAN. Perjanjian berasal dari terjemahan overeenkomst yang diterjemahkan BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN/PERIKATAN A. Pengertian Perjanjian/Perikatan Perjanjian berasal dari terjemahan overeenkomst yang diterjemahkan dengan menggunakan istilah perjanjian maupun persetujuan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengaturan yang segera dari hukum itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri, perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. pengaturan yang segera dari hukum itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri, perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Salah satu tantangan terbesar bagi hukum di Indonesia adalah terus berkembangnya perubahan di dalam masyarakat yang membutuhkan perhatian dan pengaturan

Lebih terperinci