BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Analisis Cost Volume Profit a. Pengertian Analisis Cost Volume Profit Menurut Hansen & Mowen (2005:274) Analisis biaya-volume-laba (costvolume-profit analysis) merupakan suatu alat yang sangat berguna untuk perencanaan dan pengambilan keputusan. Sedangkan menurut Garrison, dkk (2006:322) Analisis biaya-volume-laba adalah satu dari beberapa alat yang berguna bagi manajer dalam memberikan perintah. Alat ini membantu manajemen suatu perusahaan untuk memahami hubungan timbal balik antara biaya, volume dan laba organisasi dengan memfokuskan pada interaksi antarlima lima elemen berikut: harga jual produk, volume atau tingkat aktivitas, biaya variabel per unit, total biaya tetap, dan bauran produk yang dijual. Menurut Garrison, dkk (2006:350), ada beberapa asumsi yang mendasari analisis cost volume profit yaitu: 1. Harga jual konstan. Harga jual produk atau jasa tidak berubah ketika volume berubah. 2. Biaya adalah linear dan dan dapat secara akurat dibagi menjadi elemen variable dan tetap. Elemen variable adalah konstan per unit dan elemen tetap adalah konstan secara total dalam rentang yang relevan. 3. Dalam perusahaan dengan berbagai produk, bauran penjualan adalah konstan. 4. Dalam perusahaan manufaktur, persediaan tidak berubah. Jumlah unit yang diproduksi sama dengan jumlah unit terjual.
Analisis cost volume profit memiliki manfaat yang sangat banyak bagi manajemen suatu perusahaan. Manfaat dari penggunaan analisis ini adalah untuk membuat kalkulasi perencanaan laba dan anggaran penjualan dari suatu perusahaan menjadi akurat. Dengan mengunakan analisis cost volume profit akan dapat diketahui berapa jumlah penjualan impas agar perusahaan tidak mengalami kerugian maupun untung, untuk mengetahui berapa jumlah penjualan yang harus dicapai untuk mencapai target laba tertentu, Analisis cost volume profit juga dapat digunakan untuk mengetahui seberapa besar penjualan yang dapat membuat penurunan sebelum mengalami kerugian, serta dapat digunakan untuk menentukan kombinasi penjualan dari setiap jenis ukuran yang diproduksi untuk mencapai target laba yang telah ditetapkan. b. Margin Kontribusi Margin kontribusi menurut Garrison, dkk (2006:324) adalah jumlah yang tersisa dari pendapatan dikurangi beban variabel. Margin kontribusi merupakan jumlah yang tersisa untuk menutup biaya tetap dan memberikan keuntungan. Margin kontribusi juga dapat disajikan dalam bentuk persentase. Hansen & Mowen (2005:280) menyatakan bahwa rasio margin kontribusi (contribution margin ratio) adalah bagian dari setiap dolar penjualan yang tersedia untuk menutup biaya tetap dan menghasilkan laba. Adapun rumus rasio margin kontribusi adalah: Margin Kontribusi Rasio Margin Kontribusi = Penjualan
contoh: Tabel 2.1 PT. CLADTEK INTERNATIONAL Laporan Laba Rugi Kontribusi Per 2006 Total Per Unit Persentase Penjualan Penjualan (400 unit) Rp 100.000 Rp 250 100% Beban variable 60.000 150 60% Margin kontribusi 40.000 Rp 100 40% Beban tetap 35.000 Laba besih Rp 5.000 Perhitungan rasio margin kontribusi adalah sebagai berikut: Margin Kontribusi Rp 40.000 Rasio Margin Kontribusi = = = 40% Penjualan Rp100.000 c. Analisis Titik Impas Menurut Garrison, dkk (2006:325) Titik impas adalah tingkat penjualan dimana laba adalah nol. Jadi dapat dikatakan bahwa titik impas merupakan titik di mana biaya dan pendapatan sama besarnnya sehingga tidak terjadi laba maupun rugi. Analisa terhadap titik impas ini digunakan untuk menentukan tingkat penjualan dan bauran produk yang diperlukan agar semua biaya yang terjadi dalam periode tersebut dapat tertutupi. Titik impas dapat dihitung dengan menggunakan metode persamaan (equation method) dan metode margin kontribusi (contribution method).
1) Metode Persamaan Metode persamaan menggunakan data-data dari laporan laba rugi yang disusun dengan format kontribusi. Format laba rugi dapat disajikan dengan persamaan sebagai berikut: Laba = (Penjualan Beban Variabel) - Beban Tetap Persamaan tersebut dapat diubah menjadi: Penjualan = Beban Variabel + Beban Tetap + Laba (Garrison, Noreen, Brewer, 2006:334) Berdasarkan contoh sebelumnya, maka titik impas dapat dihitung sebagai berikut: Penjualan = Beban Variabel + Beban Tetap + Laba X = 0,6X + Rp 35.000 + Rp 0 0,4X = Rp 35.000 X = Rp 87.500 di mana: X = Total penjualan 0,6 = Rasio beban variabel (beban variabel + penjualan) Rp 35.000 = Total beban tetap Titik impas dalam unit yang terjual adalah sebagai berikut: Rp 87.500/Rp 250 per unit = 350 unit. 2) Metode Margin Kontribusi Metode margin kontribusi pada dasarnya hanyalah versi jalan pintas dari metode persamaan yang telah dijelaskan. Pendekatan ini memusatkan pada ide bahwa setiap unit yang terjual memberikan margin kontribusi tertentu yang dapat
digunakan untuk menutupi biaya tetap. Untuk menentukan berapa unit yang harus dijual untuk mencapai titik impas, total biaya tetap dibagi dengan margin kontribusi per unit. Beban tetap Titik impasdalam unit yang terjual = Margin kontribusi per unit Beban tetap Titik impas dalam dolar penjualan = Rasio CM (Garrison, dkk, 2006:336) Dalam contoh di atas, perhitungan titik impas dengan mengguanakan metode margin kontribusi adalah sebagai berikut: Beban tetap Rp 35.000 Titik impas = = = Rp 87.500 Rasio CM 0,40 d. Analisis Target Laba Target laba juga dapat dihitung dengan menggunakan metode persamaan (equation method) dan metode margin kontribusi (contribution method). 1) Metode Persamaan Penjualan = Beban Variabel + Beban Tetap + Laba 2) Metode Margin Kontribusi Unit penjualan untuk mencapai target (Garrison, dkk, 2006:337) = Beban tetap + Target laba Margin kontribusi per unit
Berdasarkan contoh sebelumnya, misalkan target laba yang ingin dicapai perusahaan adalah Rp 40.000. Maka jumlah penjualan total yang harus dicapai adalah: Unit penjualan untuk mencapai target Rp 35.000 + Rp 40.000 = Rp100 per unit = 750 unit Jadi target laba dapat dicapai dengan menjual 750 unit per bulan, yang berarti dalam total penjualan berjumlah Rp 187.500 (Rp 250 per unit x 750 unit). e. Margin Keamanan Menurut Garrison, dkk (2006:338) Margin Keamanan (margin of safety) adalah kelebihan dari penjualan yang dianggarkan (aktual) di atas titik impas volume penjualan. Margin keamanan menjelaskan jumlah dimana penjualan dapat menurun sebelum kerugian mulai terjadi. Semakin tinggi margin keamanan, semakin rendah risiko untuk tidak balik modal. Formula perhitungannya adalah sebagai berikut: Margin Keamanan = Total Penjualan yang Dianggarkan Penjualan Titik Impas Margin keamanan juga dapat disajikan dalam bentuk persentase. Persentase ini didapat dengan membagi margin keamanan dalam dolar dengan total penjualan: Margin keamanan dalam dolar Persentase Margin Keamanan = Total anggaran penjualan (penjualan aktual)
Berdasarkan contoh di sebelumnya, margin keamanan pada PT. CLADTEK INTERNATIONAL adalah : Margin Keamanan = Total Penjualan yang Dianggarkan Penjualan Titik Impas = Rp 187.500 Rp 87.500 = Rp 100.000 atau 400 unit. Margin keamanan ini berarti bahwa pada penjualan saat ini dengan harga jual dan struktur biaya saat ini, penurunan penjualan sebesar Rp 100.000 akan memenuhi titik impas saja 2. Analisis Perilaku Biaya Hansen dan Mowen (2006:40) menyatakan biaya adalah kas atau nilai ekuivalen kas yang dikorbankan untuk mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan memberi manfaat saat ini atau di masa datang untuk organisasi. Dalam penggunaan analisis cost volume profit untuk menyusun dan menetapkan anggaran penjualan, sangat diperlukan pemahaman yang baik tentang pola prilaku biaya. Menurut Garrison, dkk (2006:256) Perilaku biaya (cost behavior) adalah bagaimana biaya akan bereaksi atau berubah dengan adanya perubahan tingkat aktivitas bisnis. Secara umum pola perilaku biaya ada 3 yaitu biaya tetap (fixed cost), biaya variabel (variable cost), dan biaya semivariabel (mixed cost).
a. Biaya Tetap Carter dan Usry (2006:58) mendefinisikan biaya tetap sebagai biaya yang secara total tidak berubah saat aktivitas bisnis meningkat dan menurun. Dengan kata lain, biaya tetap per unit semakin kecil seiring dengan bertambahnya aktivitas dalam rentang relevan. Biaya tetap akan konstan dan jumlah totalnya akan berubah bila produksi berubah atau produksi bertambah dan sebaliknya bila produksi turun maka biaya tetap per unitnya akan naik. Contoh biaya tetap adalah biaya depresiasi aktiva tetap, biaya asuransi, biaya sewa, gaji manajer pabrik, pajak properti, dan biaya tetap lainnya. Ilustrasi untuk biaya tetap disajikan pada contoh berikut: Biaya penyewaan mesin pemotong pada PT. CLADTEK INTERNATIONAL adalah biaya tetap, karena biaya tersebut akan tetap sebesar Rp.60.000 per tahun, tidak peduli berapa banyak potongan yang dihasilkan. Tabel 2.2 Daftar Biaya Sewa PT. CLADTEK INTERNATIONAL Sewa Mesin Unit yang Diproduksi Biaya per unit Rp 60.000 0 Rp - 60.000 60.000 1 60.000 120.000 0.5 60.000 180.000 0.33 60.000 240.000 0.25 Untuk melihat biaya tetap secara grafis dapat dilihat pada tabel berikut:
120000 Biaya 60000 0 60000 120000 180000 240000 Unit yang Diproduksi Gambar 2.1 : Grafik Biaya Tetap Biaya tetap dapat dibagi menjadi dua bagian. Untuk tujuan perencanaan, biaya tetap dipilah menjadi biaya yang telah ditentukan (committed) dan biaya yang dikeluarkan berdasarkan kebijakan manajemen (disretionary). Biaya tetap yang telah ditentukan (committed fixed cost) berkaitan dengan investasi fasilitas, peralatan dan struktur organisasi pokok dalam suatu perusahaan. Contoh biaya ini meliputi penyusutan gedung dan peralatan, pajak bangunan, asuransi, gaji manajemen puncak dan karyawan operasional. Terdapat dua faktor yang berkaitan dengan biaya tetap yang telah ditentukan yaitu: 1) Biaya ini sifatnya jangka panjang. Biaya-biaya ini merupakan committed fixed costs karena keputusan manajemen dalam jangka pendek tidak sanggup mengubah kembali biaya-biaya tersebut. 2) Biaya ini tidak dapat dikurangi menjadi nol meskipun pada jangka pendek tanpa mengganggu tungkat profitabilitas atau tujuan jangka panjang organisasi. Meskipun kegiatan operasi dihentikan, biaya ini tetap akan terjadi.
Biaya tetap kebijakan (disretionary fixed cost) merupakan biaya yang disebabkan oleh keputusan tahunan yang dibuat oleh manajemen untuk membelanjakan biaya tetap tertentu. Contoh biaya tetap kebijakan adalah iklan, riset, hubungan masyarakat, program pengembangan manajemen. Karakteristik yang terpenting dari biaya tetap kebijakan adalah bahwa manajemen tidak terpaku pada keputusan yang berkaitan dengan biaya tersebut. Mereka masih dapat melakukan penyesuaian dari tahun ke tahun atau mungkin dalam waktu kurang dari satu tahun karena kondisi memang menuntut modifikasi keputusan manajemen. b. Biaya Variabel Carter dan Usry (2006:59) mendefinisikan biaya variabel sebagai biaya yang secara total meningkat secara proporsional terhadap peningkatan dalam aktivitas dan menurun secara proporsional terhadap penurunan aktivitas. Biaya variabel per unit jumlahnya akan tetap pada saat terjadi perubahan tingkat aktivitas. Aktivitas tersebut dapat diwujudkan dengan berbagai bentuk, seperti unit yang dihasilkan, unit yang dijual, jam mesin yang dioperasikan, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, biaya variabel menunjukkan jumlah per unit yang relatif konstan dengan berubahnya aktivitas dalam rentang yang relevan. Contoh biaya variabel adalah biaya bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, dan komisi penjualan. Ilustrasi untuk biaya variabel dapat dilihat pada contoh berikut: PT. CLADTEK INTERNATIONAL menggunakan biaya listrik sebagai biaya variabel
untuk memproduksi suatu produk. Biaya listrik akan berperilaku berbeda dengan biaya sewa mesin pemotong. Listrik dikonsumsi hanya jika output diproduksi, dan ketika lebih banyak output diproduksi maka lebih banyak listrik digunakan. Semakin banyak unit yang diproduksi, total biaya listrik meningkat secara proporsional. Daftar biaya variabel dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2.3 Daftar Biaya Variabel PT. CLADTEK INTERNATIONAL Biaya Listrik Unit yang Diproduksi Biaya per unit Rp 0 0 Rp 0 12.000 60.000 0.2 24.000 120.000 0.2 36.000 180.000 0.2 48.000 240.000 0.2 Untuk melihat biaya tetap secara grafis dapat dilihat pada tabel berikut:
60000 48000 Biaya 36000 24000 12000 0 60000 120000 180000 240000 Unit yang diproduksi Gambar 2.2 : Grafik Biaya Variabel Beberapa biaya variabel berperilaku sebagai biaya variabel sejati (true variable) atau varibel proporsional (proportionately variable) dan memiliki pola bertahap (step-variable). 1) Biaya variabel sejati (true variable) Bahan langsung dianggap sebagai biaya variabel sejati karena jumlah yang digunakan selama satu periode akan memiliki proporsi langsung dengan tingkat aktivitas produksi. Lebih jauh lagi, bahan langsung yang dibeli tetapi tidak digunakan dapat disimpan di gudang dan digunakan lagi pada periode mendatang. 2) Biaya variabel bertahap (step-variable) Upah tenaga kerja pemeliharaan biasanya dianggap variabel tetapi biaya tenaga kerja ini tidak memiliki perilaku yang sama dengan biaya bahan langsung. Tidak seperti biaya bahan langsung, waktu kerja bagi tenaga pemeliharaan biasanya ditentukan dalam bentuk borongan tidak dapat disimpan dan digunakan
pada periode mendatang. Selain itu, jam kerja pemeliharaan yang tidak dimanfaatkan tidak dapat disimpan dan digunakan pada periode mendatang. Contoh : Tabel 2.4 Daftar Biaya Penjualan PT. CLADTEK INTERNATIONAL Unit yang Terjual Biaya Variabel Penjualan Biaya Tetap Penjualan Total Biaya Penjualan Biaya Penjualan per unit 40.000 20.000 30.000 50.000 1,25 80.000 40.000 30.000 70.000 0,88 120.000 60.000 30.000 90.000 0,75 160.000 80.000 30.000 110.000 0,69 200.000 100.000 30.000 130.000 0,68 Untuk melihat biaya tetap secara grafis dapat dilihat pada tabel berikut Gambar 2.3 : Grafik Biaya Semivariabel
3. Analisis Biaya Semivariabel Carter dan Usry (2006:60) mendefinisikan biaya semivariabel sebagai biaya yang memperlihatkan baik karakteristik-karakteristik dari biaya tetap maupun biaya variabel. Biaya semivariabel merupakan biaya yang mengandung unsur biaya variabel dan juga unsur biaya tetap. Biaya semivariabel terjadi karena hubungan jumlah biaya dengan basis aktivitas atau fungsi biaya memiliki unsur yang tetap dan unsur yang variabel terhadap perubahan volume aktivitas. Sebagian dari biaya semivariabel berubah seiring dengan volume aktivitas dan sebagian lagi berperilaku tetap selama periode tertentu. Contoh biaya semivariabel adalah biaya listrik, air, telepon, dan biaya pemeliharaan. Dalam penerapan analisis cost volume profit, biaya semivariabel harus dapat dibagi ke dalam biaya tetap dan biaya variabel. Hal ini menjadi asumsi utama yang harus dipenuhi dalam penerapan analisis cost volume profit. Beberapa metode yang dapat digunakan untuk memisahkan biaya semivariabel ke dalam unsur biaya tetap dan biaya variabel adalah High-low Method, Scattergraph Method, Least Squares Regression Method, Stand by Cost Method. a. High-low Method Garrison, dkk (2006:279) menyatakan bahwa: Analisis biaya semivariabel dengan menggunakan metode tinggi rendah (high-low method) dimulai dengan mengidentifikasikan periode dengan tingkat aktivitas yang paling rendah dan yang paling tinggi. Perbedaan biaya pada kedua biaya tersebut dibagi dengan perubahan aktivitas antara kedua periode ekstrem tersebut untuk memperkirakan biaya variabel per unit aktivitas.
Ilustrasi untuk pemisahan biaya semivariabel dengan menggunakan highlow method dapat dilihat pada contoh berikut: Tabel 2.5 Daftar Biaya Pemeliharaan PT. CLADTEK INTERNATIONAL Bulan Tingkat Aktivitas : Mesin Januari 5.600 Februari 7.100 Maret 5.000 April 6.500 Mei 7.300 Juni 8.000 Juli 6.200 Biaya Pemeliharaan $ 7.900 $ 8.500 $ 7.400 $ 8.200 $ 9.100 $ 9.800 $ 7.800 Dengan menggunakan high-low method, pertama diidentifikasikan periode dengan aktivitas terendah dan tertinggi yang dalam hal ini adalah bulan Juni dan Maret. Kemudian data biaya dan aktivitas dari kedua periode tersebut digunakan untuk memperkirakan komponen biaya variabel dan biaya tetap sebagai berikut: Mesin Biaya Pemeliharaan Tingkat aktivitas tertinggi (Juni) Tingkat aktivitas terendah (Maret) 8.000 5.000 $ 9.800 7.400 Perubahan 3.000 $ 2.400 Biaya variabel = Perubahan biaya Perubahan aktivitas $2.400 = 3.000 = 0,80 per mesin Biaya tetap = Total biaya - Elemen biaya variabel = $9.800 ($0,8 x 8.000) = $3.400
Biaya pemeliharaan dapat disajikan dengan persamaan linear berikut: Y = 3.400 + $ 0.8 X Total biaya Pemeliharaan Total perawatan mesin b. Scattergraph Method Carter dan Usry (2006:65) mengatakan bahwa metode scattergraph dapat digunakan untuk menganalisis perilaku biaya. Dalam metode ini, biaya yang dianalisis disebut biaya variabel dependen dan diplot di garis vertikal atau yang disebut sumbu y. Metode ini lebih akurat dibandingkan dengan high-low method karena metode ini memperhitungkan semua data biaya yang tersedia, bukan hanya dua titik data. Metode ini memungkinkan inspeksi data secara visual untuk menentukan apakah biaya tersebut tampak terkait dengan aktivitas itu dan apakah hubungannya mendekati linear. Dengan menggunakan contoh sebelumnya, scattergraph biaya pemeliharaan dengan tingkat aktivitas mesin disajikan pada grafik berikut:
Gambar 2.4 : Grafik Analisis Biaya Metode Scattergraph c. Least Squares Regression Method Menurut Garrison, dkk (2006:282) Metode regresi kuadrat terkecil (leastsquares regression) adalah metode yang memisahkan biaya semivariabel menjadi komponen biaya tetap dan biaya variabel dengan menggunakan seluruh data. Metode ini merupakan metode yang paling akurat dibandingkan dengan metode lainnya karena metode ini menggunakan perhitungan matematis. Metode least-squares regression untuk membuat estimasi hubungan linier didasarkan pada persamaan linier: Y = a + bx Rumus berikut ini digunakan untuk menghitung nilai titik potong pada sumbu x (a) dan kemiringan (b) yang meminimkan kuadrat residual.
n b = ( xy ( x)( y ) 2 n( x ) ( x) 2 a = ( y) b( x) n di mana : X = Tingkat aktivitas (variabel independen) Y = Total biaya semivariabel (variabel dependen) a = Total biaya tetap (titik potong pada sumbu vertikal ) b = Biaya variabel per unit aktivitas (kemiringan) n = Jumlah pengamatan = Jumlah seluruh n Selain dengan metode manual, metode least-squares regression juga dapat dihitung dengan dengan program komputer seperti Microsoft Excel. Dengan menggunakan contoh sebelumnya, pemisahan biaya semivariabel dengan menggunakan least-squares regression method dapat dihitung dengan menggunakan program Microsoft Excel pada komputer. Titik potong atau nilai a dapat dihitung dengan mengguanakan fungsi INTERCEPT, kemiringan atau nilai b dihitung dengan menggunakan fungsi SLOPE, dan nilai R2 dihitung dengan fungsi RSQ. Tabel 2.6 Daftar Biaya Pemeliharaan PT. CLADTEK INTERNATIONAL Bulan Tingkat Aktivitas : Mesin Januari 5.600 Februari 7.100 Maret 5.000 April 6.500 Mei 7.300 Juni 8.000 Juli 6.200 Biaya Pemeliharaan $ 7.900 $ 8.500 $ 7.400 $ 8.200 $ 9.100 $ 9.800 $ 7.800
Titik Potong $ 3,431 Kemiringan $ 0,759 R2 0,90 Berdasarkan perhitungan dengan Excel, biaya pemeliharaan tetap sebesar $3.431 per bulan dan biaya variable $0,759 per mesin per hari. Dengan demikian rumusnya dapat disajikan sebagai berikut: Y = a + bx Y = $ 3.431 + $ 0,759X d. Stand by Cost Method Metode biaya bersiap (stand by cost method) atau metode biaya berjaga adalah metode pemisahan biaya tetap dan biaya variabel dengan cara menghitung besarnya biaya pada keadaan perusahaan atau pabrik ditutup untuk sementara tetapi dalam keadaan siap berproduksi. Besarnya biaya pada keadaan perusahaan ditutup untuk sementara disebut biaya bersiap dan dianggap sebagai total biaya tetap. Setelah total biaya tetap diketahui, langkah berikutnya adalah menentukan besarnya biaya variabel. contoh: Tabel 2.7 Daftar Biaya Listrik PT. CLADTEK INTERNATIONAL Bulan Jam Mesin Biaya Listrik N X y Januari 1.400 30.880 Februari 1.600 33.920 Maret 1.200 28.000 April 1.800 37.360 Mei 2.400 46.000
Juni 2.000 40.400 Juli 1.800 37.720 Agustus 2.400 45.040 September 2.600 49.000 Oktober 3.000 55.000 November 2.200 43.000 Desember 1.600 33.680 Total 24.000 480.000 Misalkan pada saat kegiatan pabrik dihentikan sementara dalam jangka waktu satu bulan besarnya biaya bersiap Rp 15.000, maka biaya ini adalah total biaya tetap per bulan atau a. Besarnya biaya variabel rata-rata per bulan adalah: Y Rp 480.000 Y = = = = Rp 40.000 n 12 X 24.000 X = = = 2.000 n 12 Y a Rp 40.000 - Rp15.000 b = = = Rp12,5 X 2000 Jadi anggaran fleksibel adalah : Per bulan: Y= a + bx = Rp 15.000 + Rp 12,5 X Per tahun: Y = a (12) + bx = Rp 180.000 + Rp 12,5 X 4. Anggaran Penjualan Menurut Hansen & Mowen (2006:358) Anggaran penjualan (sales budget) adalah projeksi yang disetujui oleh komite anggaran, yang menjelaskan penjualan yang diharapkan dalam satuan unit dan uang. Oleh karena anggaran penjualan adalah dasar bagi semua anggaran operasional lainnya dan sebagian besar dari
anggaran keuangan, maka anggaran penjualan yang seakurat mungkin sangatlah penting. Pada dasarnya anggaran penjualan ini akhirnya akan menggambarkan berapa revenue yang diterima sebagai akibat dilakukannya penjualan-penjualan pada periode yang akan datang. Anggaran penjualan ini meliputi data: a. Jenis produk yang dijual b. Volume produk yang dijual c. Harga produk per satuan d. Wilayah pemasaran Anggaran penjualan akan menjadi dasar untuk penyusunan anggarananggaran lainnya. Dengan kata lain anggaran-anggaran lainnya disusun dengan terlebih dahulu memperhatikan rencana kegiatan penjualan. Perusahaan tidak boleh begitu saja menyusun rencana produksinya. Apabila tidak diperhitungkan, maka kemungkinan sebagian besar produk tidak dapat terjual. Dalam pelaksanaannya, penyusunan anggaran penjualan ini agak sulit dilakukan, karena harus mempertimbangkan beberapa faktor pembatas, seperti kemampuan menjual yang dimiliki perusahaan. Akibatnya penyusunan anggaran penjualan memerlukan teknik forecasting (peramalan) yang tepat, yang membuat estimasi kegiatan masa depan, dengan mendasarkan diri pada pengamalanpengamalan masa lalu. Tentu saja perlu diperhatikan pula kemungkinan terjadinya perubahan-perubahan di masa yang akan datang seperti: a. Perubahan selera konsumen b. Perubahan tingkat harga
c. Penemuan-penemuan baru (kemajuan teknologi) Kesalahan penyusunan anggaran penjualan akan berakibat anggarananggaran lain juga ikut mengalami kesalahan-kesalahan yang akhirnya merugikan perusahaan. Oleh karena itu anggaran penjualan harus disusun oleh manajemen perusahaan dengan akurat. Anggaran penjualan juga dapat disusun dengan menggunakan alat bantu analisis cost volume profit. Analisis cost volume profit akan menguraikan parameter analisis impas (break even point), target laba, dan margin keamanan (margin of safety). Dengan analisis ini anggaran penjualan dapat disusun dengan mengetahui berapa jumlah penjualan pada titik impas atau jumlah penjualan dimana perusahaan tidak mengalami kerugian maupun keuntungan, jumlah dimana penjualan dapat menurun sebelum kerugian mulai terjadi, dan berapa jumlah penjualan yang harus dicapai untuk mencapai target laba yang telah ditetapkan manajemen perusahaan. Dengan demikian anggaran penjualan dapat disusun secara akurat dan terperinci. B. Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian yang membahas mengenai analisis cost volume profit pernah dilakukan oleh Purba pada tahun 2007 dengan judul Analisis Cost Volume Profit (CVP) Sebagai Alat Perencanaan Laba pada PT Gold Coin Indonesia. Yang menjadi objek penelitian pada penelitian tersebut adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang industri pakan ternak. Tujuan penelitian tersebut adalah untuk melihat bagaimana penerapan analisis cost volume profit sebagai alat
perencanaan laba dengan menggunakan parameter analisis titik impas, target laba, margin keamanan, dan bauran penjualan pada PT Gold Coin Indonesia. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa perencanaan laba lebih terprinci dibandingkan perencanaan laba konvensional dan komposisi bauran produk juga dapat lebih sederhana dan ringkas dengan menggunakan analisis cost volume profit. C. Kerangka Konseptual Kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat digambarkan melalui bagan alur berikut yang disertai dengan penjelasan kualitatif. Gambar 2.5 Kerangka Konseptual Penelitian
Keterangan Bagan : Hubungan dari harga jual produk, biaya variabel, dan biaya tetap pada PT. CLADTEK INTERNATIONAL dapat diterapkan Anallisis Cost Volume Profit (CVP). Analisis cost volume profit akan menguraikan jumlah penjualan pada titik impas (Break Even Point), jumlah penjualan untuk mencapai target laba, serta margin pengaman penjualan (Margin of Safety). Dengan memperhatikan parameter titik impas, dan jumlah penjualan untuk mencapai target laba tersebut, maka dapat disusun anggaran penjualan.