Amalia Fitri Andriani. Penulis Adalah Dosen Jurusan Biologi, Fakultas Saintek,UIN MMI Malang

dokumen-dokumen yang mirip
putri Anjarsari, S.Si., M.Pd

PENGARUH KETINGGIAN MEDIA DAN WAKTU INKUBASI TERHADAP BEBERAPA KARAKTERISTIK FISIK NATA DE SOYA

NATA DE COCO 1. PENDAHULUAN

NATA DE SOYA. a) Pemeliharaan Biakan Murni Acetobacter xylinum.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

EXPLOITING A BENEFIT OF COCONUT MILK SKIM IN COCONUT OIL PROCESS AS NATA DE COCO SUBSTRATE

khususnya dalam membantu melancarkan sistem pencernaan. Dengan kandungan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

PEMANFAATAN EKSTRAK KECAMBAH KACANG HIJAU SEBAGAI SUMBER NITROGEN ALTERNATIF DALAM PEMBUATAN NATA DE LERRY

BAB I PENDAHULUAN. asam asetat Acetobacter xylinum. Nata terbentuk dari aktivitas bakteri Acetobacter

Pemanfaatan Limbah Cair Produksi Pati Kasava Sebagai Substrat Pembuatan Nata De Cassava

PENGARUH LAMA FERMENTASI & JENIS SUMBER NITROGEN TERHADAP PRODUKTIVITAS & SIFAT FISIK NATA DE LONTAR

PEMBERDAYAAN IBU RUMAH TANGGA MELALUI PELATIHAN PEMBUATAN NATA DE LERI DI KELURAHAN BANYUMANIK SEMARANG

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH PENAMBAHAN GULA DAN AMONIUM SULFAT TERHADAP KUALITAS NATA DE SOYA

BAB III METODE PENELITIAN. selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8

BAB III METODE PENELITIAN

PENINGKATAN JIWA WIRAUSAHA SISWA SMA MELALUI PELATIHAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA PEMBUATAN NATA DE COCO

LAMPIRAN. di panaskan. dan selama 15 menit. dituangkan dalam tabung reaksi. didiamkan dalam posisi miring hingga beku. inkubator

Bahan baku utama yang digunakan adalah daging kelapa yang masih. segar dan belum banyak kehilangan kandungan air. Sedangkan bahan baku

Formulasi Media Tumbuh Acetobacter xylinum Dari Bahan Limbah Cair Tempe dan Air Kelapa Untuk Produksi Nata De Soyacoco

BAB III METODOLOGI. A.2. Bahan yang digunakan : A.2.1 Bahan untuk pembuatan Nata de Citrullus sebagai berikut: 1.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH PENAMBAHAN GULA DAN NITROGEN PADA PRODUKSI NATA DE COCO

BAB I PENDAHULUAN. Nata merupakan hasil fermentasi dari bakteri Acetobacter xylinum yang

NATA DE CACAO 1. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa merupakan komoditas penting bagi rakyat Indonesia dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. hijau atau tauge. Nata yang dihasilkan kemudian diuji ketebalan, diukur persen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB VI PEMBUATAN NATA DE BANANA MENGGUNAKAN Acetobacter sp.

BAB III METODE PENELITIAN. Preparasi selulosa bakterial dari limbah cair tahu dan sintesis kopolimer

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah RAL

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Kajian Variasi Kadar Glukosa Dan Derajat Keasaman (Ph) Pada Pembuatan Nata De Citrus Dari Jeruk Asam (Citrus Limon. L)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMANFAATAN LIMBAH CAIR TAPIOKA DAN EKSTRAK TAUGE SEBAGAI MEDIA PEMBUATAN NATA DE CASSAVA. Disusun Oleh :

BAB II. latin menjadi natare yang berarti terapung-apung (Susanti,2006). Nata termasuk

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN KERTAS DARI SELULOSA NATA BERBAHAN BAKU TAPIOKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012,

6 AgroinovasI Nata de Cassava sebagai Pangan Sehat

BAB III METODE PENELITIAN. dengan persoalan yang diteliti, yang bertujuan untuk meneliti pengaruh perlakuan

PROSIDING SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI DALAM AKSELERASI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS INDUSTRIAL PEDESAAN. Malang, 13 Desember 2005

BAB III METODE PENELITIAN. Subjek dalam penelitian ini adalah nata de ipomoea. Objek penelitian ini adalah daya adsorpsi direct red Teknis.

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Ketebalan dan Rendemen pada Nata

BAB I PENDAHULUAN. produk makanan yang digemari masyarakat. Selain karena tekstur nata yang

C. Prosedur Penelitian 1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dimaksudkan untuk mendapatkan yield nata de cassava yang optimal.

ANALISIS USAHA NATA DE COCO

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENENTUAN KONDISI OPTIMUM PEMBUATAN NATAA DE IPOMOEA DARI CAMPURAN KULIT UBI JALAR PUTIH DAN MERAH ( Ipomoea batatas ) MENGGUNAKAN Acetobacter xylinum

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. membantu pencernaan. Kandungan kalori yang rendah pada Nata de Coco

Fermentasi teh menggunakan campuran kultur campur bakteri dan khamir sehingga diperoleh cita rasa asam dan terbentuk lapisan nata Bahan lain

PEMBUATAN NATA DE RICE DARI AIR CUCIAN BERAS DALAM BEBERAPA KONSENTRASI DENGAN BAKTERI Acetobacter xylinum

Pengaruh Medium Perendam...(Senny W dan Hartiwi D) PENGARUH MEDIUM PERENDAM TERHADAP SIFAT MEKANIK, MORFOLOGI, DAN KINERJA MEMBRAN NATA DE COCO

PEMANFAATAN BUAH TOMAT SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN NATA DE TOMATO

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangannya, pembuatan nata de coco, telah menyebar ke

KUALITAS NATA DE CASSAVA LIMBAH CAIR TAPIOKA DENGAN PENAMBAHAN GULA PASIR DAN LAMA FERMENTASI YANG BERBEDA

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2013 di

PEMBUATAN NATA DE COCO DAR I BEBERAPA KONSENTRASI "SKIM" SANTAN DAN SUKROSA

BAB III METODE PENELITIAN. Minuman Disperindag dan SMA Negeri 6 Pekanbaru serta SMA Negeri 11

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN NATA DE CITRULLUS

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang populasi bakteri dan keberadaan bakteri gram pada

3 Percobaan. 3.1 Bahan Penelitian. 3.2 Peralatan

BAB III METODE PENELITIAN. Chlorella sp. tiap perlakuan. Data di analisa menggunakan statistik One Way

BAB I PEMBUATAN NATA DE COCO MENGGUNAKAN Acetobacter xylinum

FERMENTASI NATA DARI SARI BUAH KURMA (Phoenix dactylifera) TERHADAP BEBERAPA VARIASI KONSENTRASI STARTER Acetobacter xylinum.

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan kemampuan Bacillus mycoides dalam memfermentasi onggok untuk

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB I. PENDAHULUAN. Tanaman jambu mete (Anacardium occidentale) adalah sejenis tanaman dari

BAB IV HASIL PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

BAB III METODE PENELITIAN. eksperimen. Penelitian eksperimen adalah metode penelitian yang digunakan

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan

ABSTRAK PENGARUH KONSENTRASI ZA TERHADAP KUALITAS NATA DE BANANA BERBAHAN DASAR KULIT PISANG KEPO

Kata kunci: nata de cassava, sukrosa, ekstrak kecambah

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-November 2012 di

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009

ABSTRAK PENGARUH KONSENTRASI ZWAVELZURE AMONIAK ( ZA ) TERHADAP KUALITAS NATA DE COCO

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Desember 2014 Mei 2015 di. Laboratorium Mikrobiologi FMIPA Universitas Lampung.

VARIASI PENAMBAHAN SUSU SKIM TERHADAP MUTU COCOGHURT MENGGUNAKAN Enterococcus faecalis UP 11 YANG DIISOLASI DARI TEMPOYAK. Riau.

BAB III METODE PENELITIAN. laboratorium jurusan pendidikan biologi Universitas Negeri Gorontalo. Penelitian

MATERI DAN METODE. Pekanbaru. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai September

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini sudah dilaksanakan dari bulan Februari sampai bulan Juli 2013 di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Statistik pada tahun 2011 produksi tanaman singkong di Indonesia

LAMPIRAN C DOKUMENTASI

Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang

IV. Hasil dan Pembahasan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dimulai dari bulan April 2010 sampai dengan bulan Januari

PEMANFAATAN TETES TEBU (MOLASES) DAN UREA SEBAGAI SUMBER KARBON DAN NITROGEN DALAM PRODUKSI ALGINAT YANG DIHASILKAN OLEH BAKTERI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Siti Nur Lathifah, 2013

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan September 2010 di

PENGARUH PENAMBAHAN GLISEROL TERHADAP KUALITAS BIOPLASTIK DARI AIR CUCIAN BERAS

Transkripsi:

Viabilitas Dan Produktivitas Selulosa (1-6) El-Hayah Vol. 1, No.1 September 2009 VIABILITAS DAN PRODUKTIVITAS SELULOSA DARI INOKULUM KERING Acetobacter xylinum DENGAN SUBSTRAT PEMBAWA BERUPA SERBUK KELAPA PARUT DAN SERBUK AMPAS KELAPA PARUT Amalia Fitri Andriani Penulis Adalah Dosen Jurusan Biologi, Fakultas Saintek,UIN MMI Malang ABSTRAK Inokulum nata yang berisi kultur Acetobacter xylinum, pada umumnya tersedia dalam bentuk agar slant atau bentuk kultur cair dalam medium air kelapa. Bentuk inokulum tersebut membutuhkan perlakuan khusus dan mahal. Seiring dengan penigkatan kebutuhan inokulum nata de coco, maka bentuk inokulum dikembangkan agar lebih praktis, mudah perlakuannya, penyimpanan dan aman dalam transportasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemungkinan penyediaan inokulum kering nata de coco dengan substrat pembawa berupa serbuk kelapa parut dan serbuk ampas kelapa parut. Inokulum kering dibuat dengan menginokulasikan kultur cair A. xylinum ke dalam serbuk kelapa parut kering dan serbuk ampas kelapa parut kering kemudian dilakukan pengeringan dengan inkubator dengan suhu 30 o C dan 40 o C. Inokulum dalam bentuk serbuk kering dengan substrat pembawa berupa serbuk kelapa parut dan serbuk ampas kelapa parut dapat dibuat dengan pengeringan suhu 30 o C selama 30 jam dengan perbandingan substrat pembawa : inokulum cair sebanyak 1:2. Inokulum kering dengan substrat pembawa berupa serbuk kelapa parut memiliki kadar air 3,25 %, vabilitas 1,0 x 10 7 sel/g dan produktivitas selulosa 5,55 g/l. Inokulum kering dengan substrat pembawa berupa serbuk ampas kelapa memiliki kadar air 2,98 %, viabilitas 4,2 x 10 5 sel/g dan produktivitas selulosanya sebasar 4,92 g/l. Produktivitas selulosa inokulum kering tersebut setara dengan 80% produktivitas selulosa hasil inokulum cair dari isolat A. xylinum asal. Kata kunci : nata de coco, inokulum kering, Acetobacter xylinum, selulosa bakteri, substrat pembawa PENDAHULUAN Di Indonesia selulosa bakteri pada umumnya dimanfaatkan dalam industri makanan yang dikenal dalam istilah nata, antara lain nata de coco karena menggunakan air kelapa sebagai substrat fermentasinya. Nata de coco merupakan lapisan selulosa yang terbentuk pada permukaan air kelapa yang dihasilkan dari proses fermentasi oleh bakteri Acetobacter xylinum. Kandungan gula (dalam bentuk glukosa) yang terdapat dalam air kelapa diubah menjadi lapisan selulosa ekstraseluler oleh bakteri tersebut (Fardiaz, 1992 ; Sudirjo, 1996). Perkembangan penelitian terhadap selulosa bakteri menghasilkan pemanfaatan selulosa bakteri yang lebih luas. Saat ini selulosa bakteri selain sebagai produk makanan, juga merupakan salah satu sumber alternatif penyediaan selulosa yang dapat memenuhi kebutuhan selulosa untuk aplikasi diberbagai bidang industri seperti pembuatan kertas, membrane akustik, obat-obatan dan kosmetik (Serafica, 1997). Terdapat beberapa genera bakteri yang diketahui dapat mesintesis selulosa namun hanya spesies dari Acetobacter yang dapat memproduksi selulosa dalam jumlah yang cukup untuk kepentingan komersial. Selulosa bakteri dapat dihasilkan antara lain oleh A. xylinum, A. pasteurianus dan A. acetigenus yang ditumbuhkan pada medium kultur yang mengandung sumber karbon dan nitrogen (Fardiaz, 1992 ; Sudirjo, 1996). Pengembangan disain bioreaktor dan produksi yang ekonomis, harga bahan baku substrat dan tenaga kerja yang murah serta aplikasi produk yang bernilai tinggi akan menentukan masa depan industri selulosa bakteri (Serafica, 1997). Produksi selulosa bakteri dari nata de coco yang memanfaatkan limbah berupa air kelapa sebagai substrat fermentasi memiliki biaya produksi yang relatif lebih murah dan penggunaan tenaga kerja berbiaya rendah. Di Indonesia, produksi nata de coco yang dikerjakan baik oleh industri rumah tangga maupun industry berskala besar pada umumnya menggunakan inokulum (starter) dalam bentuk cair. Inokulum tersebut membutuhkan pemeliharaan selama penyimpanan. Pada saat akan digunakan diperlukan beberapa tahapan persiapan untuk menjadi inokulum siap pakai. Pemeliharaan inokulum dengan pemindahan kultur yang berulang-ulang dapat menyebabkan penurunan kemampuan produktivitas inokulum (Parton dan Willis, 1990). Inokulum (starter) bakteri A. xylinum untuk nata de coco yang tersedia di Indonesia pada umumnya disimpan dan dijual dalam bentuk kultur 1

Amalia Fitri Andriani pada agar miring atau kultur cair dengan medium air kelapa. Penanganan dan pemeliharaan inokulum tersebut relatif sulit dan mahal. Inokulum bakteri A. xylinum dalam bentuk yang lebih praktis dan relatif lebih mudah ditangani dalam produksi nata serta mudah dalam penyimpanan dan transportasi belum tersedia (Waspodo et.al., 2000). Salah satu alternatif yang dapat ditempuh untuk kemudahan produksi tanpa menurunkan kualitas dan kuantitas nata maupun selulosa bakteri yang dihasilkan adalah dengan penyediaan inokulum dalam bentuk serbuk kering. Inokulum tersebut dibuat dari inokulum dalam kultur cair yang dicampur dengan substrat pembawa lalu dilakukan proses pengeringan sehingga diperoleh inokulum dalam bentuk serbuk kering. Substrat pembawa yang akan digunakan berasal dariolahan buah kelapa yaitu serbuk kelapa parut kering dan serbuk ampas kelapa parut. Penggunaan produk olahan tersebut dapat meningkatkan nilai ekonomi dan pemanfaatan produksi kelapa di Indonesia yang memiliki areal perkebunan kelapa paling luas (Palungkun, 2004). BAHAN DAN CARA KERJA Bahan Bahan yang digunakan adalah inokulum Acetobacter xylinum dalam bentuk agar miring. Medium pemeliharaan, enumerasi dan produksi yaitu medium dari air kelapa, (NH 4 ) 2 HPO 4 0,1% (b/v), gula pasir 10%(b/v) dan asam asetat glasial. Bahan sebagai substrat pembawa adalah serbuk kelapa dan ampas yang diolah dari endosperm kelapa tua. Bahan untuk mencuci lapisan selulosa adalah larutan NaOH 2% (b/v). Cara kerja Pembuatan medium air kelapa (modifikasi dari Waspodo et al.,2000). Sebanyak 1 liter air kelapa disaring menggunakan kain saring kemudian direbus hingga hampir mendidih. Rebusan air kelapa yang telah agak dingin kemudian ditambahi 10% (b/v) Sukrosa dan (NH 4 ) 2 HPO 4 0,1% (b/v). Setelah suhu medium sama dengan suhu ruang maka ditambahkan asam asetat glacial untuk menyesuaikan ph medium hingga mencapai ph 5. Pembuatan substrat pembawa berupa serbuk kelapa dan serbuk ampas kelapa (Palungkun, 2004) Pembuatan substrat pembawa dimulai dengan memisahkan kelapa dari testanya. Kelapa bagian endospermnya dibelah kemudian dikukus selama 15 menit. Kelapa diparut dengan alat parut manual. Serbuk kelapa dibuat dengan mengeringkan hasil parutan didalam oven dengan suhu 70 0 C Selama 1,5 jam kemudian dibender selama 1 menit. Cara yang sama dilakukan untuk membuat serbuk ampas kelapa namun sebelum dikeringkan hasil parutan terlebih dahulu ditambah air sebanyak dua kali berat hasil parutan lalu diperas santannya. Dalam penelitian ini serbuk kelapa parut dan serbuk ampas kelapa digunakan sebagai substrat pengikat dan disebut substrat pembawa. Pembuatan inokulum kering Pembuatan inokulum dimulai dengan optimasi suhu inkubasi kemudian dilanjutkan dengan optimasi perbandingan substrat pembawa dengan inokulum cair (modifikasi dari Waspodo et al., 2000). Serbuk kelapa parut atau serbuk ampas kelapa diinokulasi dengan kultur cair, kemudian diinkubasi selama 12 jam di dalam inkubator dengan suhu 30 0 C dan 40 0 C. Tabel 1 : Perbandingan substrat pembawa dengan inokulum cair : Perbandingan Serbuk Kelapa atau Serbuk Ampas Kelapa (g) Inokulum Cair (ml) 1:1 5 5 1:2 5 10 2:1 5 2,5 Wadah inokulum selama proses pengeringan berupa kotak berukuran 10 x 5x 2,5 cm yang dilapisi aluminium foil dan ditutup dengan kertas. Setelah proses pengeringan, inokulum dengan masing-masing perlakuan diuji viabilitas dan produktivitas selulosanya serta diukur kadar airnya. Perlakuan suhu dan formula perbandingan dengan hasil yang terbaik digunakan untuk optimasi waktu pengeringan. Pengujian viabilitas inokulum Viabilitas inokulum diuji dengan cara menumbuhkan inokulum pada media padat melalui pengenceran bertingkat untuk melihat populasi bakteri tersebut dengan cara menghitung jumlah sel yang hidup. Pengujian produktivitas selulosa Inokulum kering juga diuji untuk mengetahui produktivitas selulosanya. Inokulum kering sebanyak 10% (b/v) diinokulasikan ke dalam medium cair dan diinkubasi pada suhu 28⁰C selama 7 hari. Pemanenan dilakukan untuk mengetahui produktivitas nata yang dihasilkan. Lapisan nata yang hasil panen kemudian dicuci dan direndam dengan NaOH 2%. Setelah itu dilakukan 2

Viabilitas Dan Produktivitas Selulosa (1-6) El-Hayah Vol. 1, No.1 September 2009 pengurangan kadar air dengan menarik air dari lapisan nata menggunakan penyaring Buchner yang terhubung dengan pompa vakum. Lapisan nata selanjutnya dikeringkan dengan menggunakan oven 60-70⁰C selama 24 jam. Lapisan nata kering ditimbang untuk mengetahui berat kering seluosa dalam perhitungan produktivitas selulosa hasil inokulum kering. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Optimasi suhu pengeringan inokulum Pengeringan inokulum dilakukan pada suhu 30 o C dan 40 o C. Suhu tersebut diacu dari penelitian Waspodo et.al. (2000). Suhu tersebut masih berada pada rentang suhu yang memungkinkan A. xylinum tetap bertahan hidup meskipun tidak mengalami peningkatan pertumbuhan (Lapuz et.al., 1967). Hasil optimasi pengeringan pada suhu 30 o C selama 12 jam menunjukkan rata-rata viabilitas sel inokulum sebesar 1,87 x 10 7 sel/g, rata-rata produktivitas nata 410,93 g/l dan produktivitas selulosa 3,85 g/l untuk substrat pembawa berupa serbuk kelapa parut kering. Pada inokulum dengan 3

Amalia Fitri Andriani substrat pembawa berupa ampas kelapa parut kering, rata-rata viabilitas sel inokulum sebesar 4,87 x 10 7 sel/g, rata-rata produktivitas nata 412,64 g/l dan produktivitas selulosa 4,44 g/l. pada suhu 40 o C, rata-rata viabilitas sel 5,21 x 10 6 sel/g untuk serbuk kelapa parut dan 1,67 x 10 6 sel/g untuk serbuk ampas kelapa parut. Inokulum hasil pengeringan pada suhu 40 o C masih memiliki viabilitas namun mengalami kehilangan kemampuan dalam menghasilkan selulosa. Kemampuan kondisi tersebut dapat diakibatkan karena adanya perubahan ekspresi fenotipik sel A. xylinum sebagai repson terhadap kondisi lingkungan yitu pengeringan suhu 40 o C. Menurut Serafica (1997), galur A. xylinum memiliki kecenderungan untuk mudah mengalami perubahan ekspresi fenotipik menjadi sel-sel yang tidak memproduksi selulosa (Cel - ). Seluruh sampel fermentasi yang menggunakan inokulum tersebut tidak menghasilkan nata. Optimasi pada suhu 30 o C menghasilkan inokulum yang viabel dan masih memiliki kemampuan dalam memproduksi selulosa karena kemungkinan sel-sel A. xylinum tidak berpengaruh kondisinya akibat pengeringan pada suhu 30 o C tersebut. Pada optimisasi perbandingan substrat pembawa berupa serbuk kelapa parut kering dan serbuk ampas kelapa parut kering, inokulum yang dihasilkan masih memiliki viabilitas dan tingkat produktivitas selulosa. Viabilitas sel yang diperoleh dari substrat serbuk kelapa parut kering diperoleh dari perbandingan substrat pembawa dan inokulum cair 1:2 yaitu 2,4 x 10 7 sel/g dengan kadar air inokulum yang dihasilkan juga paling tinggi yaitu 8,99%. Viabilitas sel yang diperoleh dari substrat serbuk ampas kelapa parut kering juga diperoleh dari perbandingan substat pembawa dan inokulum cair 1:2 yaitu 1,0 x 10 8 sel/g dengan kadar air inokulum yang dihasilkan juga paling tinggi yaitu 8,35%. Meskipun viabilitas inokulum dari setiap perlakuan relatif sama, namun kemampuan sel dalam memproduksi selulosa mengalami perbedaan yang cukup besar. Hal tersebut menunjukkan bahwa meskipun sel bersifat viabel, namun sel dapat kehilangan kemampuan dalam memproduksi selulosa. Faktor lingkungan yang kurang mendukung aktivitas sel (kadar air yang rendah), diperkirakan dapat mempengaruhi kemampuan produksi selulosa. Hal tersebut dapat terlihat pada hasil perlakuan perbandingan substrat pembawa berupa serbuk kelapa kering dan inokulum cair 2:1 yang memiliki kadar air 1,26% dan produksi selulosa terendah (1,72 g/l). Begitu pula dengan hasil perlakuan perbandingan substrat pembawa berupa serbuk ampas kelapa kering dan inokulum cair 2:1 yang memiliki kadar air 0,85 % dan produksi selulosa terendah (3,27 g/l). B.Optimasi waktu pengeringan 4

Viabilitas Dan Produktivitas Selulosa (1-6) El-Hayah Vol. 1, No.1 September 2009 Pengeringan inokumum pada suhu 30⁰C dengan perbandingan substrat pembawa dengan inokulum cair 1:2 dioptimasi waktunya yaitu pada 18, 24 dan 30 jam. Hasil optimasi tersebut menunjukkan bahwa waktu pengeringan 30 jam menghasilkan inokulum kering yang paling baik. Inokulum dengan substrat pembawa berupa serbuk kelapa parut memiliki kadar air rendah yaitu 3,25 % dengan vabilitas sel 1,0 x 10 7 sel/g dan produktivitas selulosa 5,55 g/l. Sedangkan inokulum dengan substrat pembawa berupa serbuk ampas kelapa memiliki kadar air 2,98 %, viabilitas 4,2 x 10 5 sel/g dan produktivitas selulosanya sebasar 4,92 g/l. Produktivitas selulosa inokulum kering tersebut hanya mengalami penurunan sebesar 9,7 % dan 20 % dari produktivitas selulosa hasil inokulum cair dari isolat A. xylinum asal yaitu 6,15 g/l. Salah satu hal yang diduga sebagai zat yang berpengaruh dalam pembentukan selulosa adalah kandungan minyak yang terdapat pada serbuk kelapa parut kering. Serbuk kelapa parut kering memiliki kadar minyak sekitar 65% dari total beratnya (Palungkun, 2004). Sedangkan serbuk ampas kelapa parut kering memiliki kadar minyak yang lebih rendah karena kandungan minyak sudah banyak hilang pada saat pengambilan santannya. Kandungan minyak yang terkandung dalam serbuk tidak akan terlarut dalam air dan akan berada pada permukaan medium cair fermentasi. Hal tersebut kemungkinan dapat berpengaruh terhadap kontak sel-sel A. xylinum dengan udara di permukaan medium fermentasi. KESIMPULAN 1. Inokulum dalam bentuk serbuk kering dengan substrat pembawa berupa serbuk kelapa parut dan serbuk ampas kelapa parut dapat dibuat dengan pengeringan suhu 30 o C selama 30 jam dengan perbandingan substrat pembawa : inokulum cair sebesar 1 : 2. 2. Inokulum kering dengan substrat pembawa berupa serbuk kelapa parut memiliki kadar air 3,25 %, vabilitas 1,0 x 10 7 sel/g dan produktivitas selulosa 5,55 g/l. 3. Inokulum kering dengan substrat pembawa berupa serbuk ampas kelapa parut memiliki kadar air 2,98 %, viabilitas 4,2 x 10 5 sel/g dan produktivitas selulosanya sebasar 4,92 g/l. 4. Produktivitas selulosa inokulum kering tersebut setara dengan 80% produktivitas selulosa hasil inokulum cair dari isolat A. xylinum asal. DAFTAR PUSTAKA Fardiaz, S. 1992. Teknologi Pengawetan Kulktur Nata Untuk Pengembangan Industri Nata Dari Berbagai Limbah Pertanian. Fakultas Teknologi Pangan IPB, Bogor : xi + 66 hlm. Lapuz, M.M., Gallardo, E.G.& Palo, M.A.,1967. The Nata Organism-Cultural Requirements, characteristics and Identity. Philippine Jurnal Of Sience. 96 (2) : 91-111. Parton C.& P. Willis. 1990. Strain Preservation, Inoculum Preparation and Inoculum Development. Press Oxford University Press Palungkun, R., 2004, Aneka Produk Olahan Kelapa, Penebar Swadaya, Jakarta Serafica, G. C., 1997. Production Of Bacterial Cellulose Using a Rotating Disk Film 5

Amalia Fitri Andriani Bioreactor by Acetobacter xylinum, PhD Thesis, Rensselaer Polytechnic institute Sudirjo, S. T., 1996. Selulosa Bakteri Sebagai Alternatif Sumber Serat. Berita selulosa 32 (3): 20-25. Waspodo, P.,A. Budiono & N. Sujono. 2000. Viability of dried starters of Acetobacter xylinum and their yields of bacterial cellulose. Dalam : 2000. Proceding of The Second International Workshop on Green Polymers. Bandung Bogor : 348-351 6