VITILIGO. Penyaji: dr.ramona Dumasari Lubis,SpKK NIP.132 308 599



dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. muda sampai coklat tua mengenai area yang terpajan sinar. pipi, dahi, daerah atas bibir, hidung, dan dagu. 2

PENYAKIT DARIER PADA ANAK

BAB I PENDAHULUAN. Vitiligo merupakan penyakit yang tidak hanya dapat menyebabkan gangguan

BAB I PENDAHULUAN. Yunani, melas yang berarti hitam. Melasma merupakan kelainan hiperpigmentasi didapat, berupa

BAB 1 PENDAHULUAN. contohnya wajah dan leher (Wolff et al., 2008). Lesi melasma ditandai oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hipopigmentasi berwarna putih susu berbatas tegas. Vitiligo mengenai sekitar 0,5-1% dari

BAB I PENDAHULUAN. gangguan baik fisik maupun psikis. Salah satu bercak putih pada kulit adalah vitiligo,

Hidrokinon dalam Kosmetik

MEKANISME KERJA WHITENING AGENT MAKALAH

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan wrinkle/kerutan kulit, kulit yang kasar, kulit kering,

LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit inflamasi kulit yang bersifat

Nama : Fitria Intan Beladina NIM: FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER 2012

FORM UNTUK JURNAL ONLINE. : Keberhasilan Terapi Tingtura Podofilin 25% Pada Pasien AIDS Dengan. Giant Condyloma Acuminatum

FORM UNTUK JURNAL ONLINE. : Dermoskopi Sebagai Teknik Pemeriksaan Diagnosis dan Evaluasi Lesi

LAPORAN PRAKTIKUM. Oleh : Ichda Nabiela Amiria Asykarie J Dosen Pembimbing : Drg. Nilasary Rochmanita FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

KRIM I M P EMU M TI T H I Bleaching Cream Dra. a N. az a liln i i n w i at a y t,m,. M S. i S. i,. A, p A t p

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. depigmentasi kulit berupa makula hipopigmentasi disebabkan karena hilangnya

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non

Kanker Kulit. Skin Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

BAB I PENDAHULUAN. berwarna coklat muda sampai coklat tua, dan mengenai daerah yang sering terpajan

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagian luar badan (kulit, rambut, kuku, bibir dan organ kelamin bagian luar), gigi

BAB I PENDAHULUAN. Kosmetik berasal dari kata Yunani kosmein artinya berhias. Kosmetik digunakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. proliferasi dan diferensiasi keratinosit yang abnormal, dengan gambaran klinis

PROSEDUR DIAGNOSIS KUSTA

BAB 2 DESKRIPSI SINGKAT PEMBESARAN GINGIVA. jaringan periodonsium yang dapat terlihat secara langsung sehingga mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemajuan tingkat ekonomi di Indonesia menyebabkan banyak

PTIRIASIS VERSIKOLOR

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian. atas. Akne biasanya timbul pada awal usia remaja.

BAB I PENDAHULUAN. jumlah paparannya berlebihan. Kerusakan kulit akibat paparan sinar matahari

Masalah Kulit Umum pada Bayi. Kulit bayi sangatlah lembut dan membutuhkan perawatan ekstra.

PERAN PRESSURE GARMENT DALAM PENCEGAHAN JARINGAN PARUT HIPERTROFIK PASCA LUKA BAKAR

BAB I PENDAHULUAN. Pasien dapat mengalami keluhan gatal, nyeri, dan atau penyakit kuku serta artritis

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Notoatmodjo(2011),pengetahuan mempunyai enam tingkatan,yaitu:

BAB 1 PENDAHULUAN. mukosa rongga mulut. Beberapa merupakan penyakit infeksius seperti sifilis,

BAB I PENDAHULUAN. ditutupi sisik tebal berwarna putih. Psoriasis sangat mengganggu kualitas hidup

Data untuk menunjang proyek Tugas Akhir ini didapat dari berbagai sumber, antara lain :

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kulit, membran mukosa maupun keduanya, secara histologi ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. punggung bagian atas. Jerawat terjadi karena pori-pori kulit. terbuka dan tersumbat dengan minyak, sel-sel kulit mati, infeksi

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYESUAIAN DIRI PADA PENDERITA VITILIGO

Yang paling sering : Itching (Pruritus) Ekimosis Dryness Lumps (Bengkak)

1. STRABISMUS (MATA JULING)

BAB 1 PENDAHULUAN. Psoriasis adalah salah satu penyakit kulit termasuk dalam kelompok

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Penampilan bagi remaja dan dewasa muda merupakan salah satu faktor

FORM UNTUK JURNAL ONLINE. : Does Dimenhydrinate Suppress Skin Prick Test (SPT) Response? A. Preliminary Study of Histamine Skin Test

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Sebagai pelindung utama tubuh dari kerusakan fisika, kimia dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kondisi ekonomi menengah kebawah. Skabies disebabkan oleh parasit Sarcoptes

Kanker Servix. Tentu anda sudah tak asing lagi dengan istilah kanker servik (Cervical Cancer), atau kanker pada leher rahim.

BAB I PENDAHULUAN. yaitu radiasi UV-A ( nm), radiasi UV-B ( nm), dan radiasi UV-C

BAB I PENDAHULUAN. kandungan bahan tertentu. Faktor intrinsik diantaranya adalah penurunan

BAB 3 BEDAH KRIO. ganas maupun jinak dengan mengaplikasikan suatu unsur dingin. 14

I. PENDAHULUAN. World Health Organization Quality of Life (WHOQOL) mendefinisikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. kronik yang sering ditemukan (Kurniati, 2003). Biasanya terjadi di daerah yang

BAB II. Penuaan Dini pada Wanita Jepang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Leukemia. Leukemia / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

BAB I PENDAHULUAN. fibrovaskuler menyerupai sayap, merupakan lipatan dari konjungtiva yang

Obat Luka Diabetes Pada Penanganan Komplikasi Diabetes

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL

BAB 1 PENDAHULUAN. kulit, membran mukosa maupun keduanya, secara histologi ditandai dengan

Pola Lekemia Limfoblastika akut di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK-USU/RS. Dr. Pirngadi Medan

merupakan campuran dari beragam senyawa kimia, beberapa terbuat dari sumbersumber alami dan kebanyakan dari bahan sintetis (BPOM RI, 2003).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. akibat proses tersebut maka tampak skuama, eritema dan indurasi. 7

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit autoimun kronis yang mengakibatkan

BAB II. Vitiligo pertama kali dikenal sejak lebih dari 3000 tahun yang lalu dari tulisantulisan

Bagi pria, kewaspadaan juga harus diterapkan karena kanker payudara bisa menyerang

BAB I PENDAHULUAN. mulut, yang dapat disebabkan oleh trauma maupun tindakan bedah. Proses

Limfoma. Lymphoma / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

BAB I PENDAHULUAN. pleomorfik, komedo, papul, pustul, dan nodul. (Zaenglein dkk, 2008).

ABSTRAK PROFIL PIODERMA PADA ANAK USIA 0-14 TAHUN DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PERIODE JUNI JUNI 2016

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh berbagai faktor dengan gambaran klinis yang khas

BAB I PENDAHULUAN. Dermatitis Kontak Alergika (DKA) merupakan suatu penyakit keradangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. vitiligo berasal dari periode Aushooryan (2200 sebelum masehi) dalam bahasa Iran

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

MODUL PROBLEM BASED LEARNING KELAS REGULER SISTEM INDRA KHUSUS

BAB 2 DEFINISI, ETIOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. memperlakukan penuaan seperti penyakit sehingga dapat dicegah, dihindari dan

Diabetes tipe 1- Gejala, penyebab, dan pengobatannya

Bahan Pemutih (Bleaching Agent)

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara adalah keganasan yang terjadi pada sel-sel yang terdapat

GAMBARAN HISTOPATOLOGIS PEMPHIGUS VULGARIS

FORM UNTUK JURNAL ONLINE. : Pemeriksaan Penunjang Laboratorium Pada Infeksi Jamur Subkutan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan suatu organ yang berada pada seluruh permukaan luar

BAB I PENDAHULUAN. timbul yang disertai rasa gatal pada kulit. Kelainan ini terutama terjadi pada masa

Awal Kanker Rongga Mulut; Jangan Sepelekan Sariawan

BAB I PENDAHULUAN. dermatitis atopik. White Dermographism pertama kali dideskripsikan oleh Marey

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

VITILIGO Penyaji: dr.ramona Dumasari Lubis,SpKK NIP.132 308 599 DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2008 1

PENDAHULUAN Asal mula istilah vitiligo tidak diketahui. Pada pertengahan abad ke- 16, Hieronymous Mercurialis menduga istilah vitiligo berasal dari bahasa Latin yaitu kata vitium atau vitellum yang artinya cacat. 1 Vitiligo merupakan kelainan depigmentasi yang didapat disebabkan tidak adanya melanosit pada epidermis, membran mukosa, mata maupun bulbus dari rambut. Karakteristik lesi berupa makula ataupun bercak depigmentasi yang berbatas tegas dan biasanya asimptomatik. Kelainan ini cenderung progresif dan jarang mengalami regresi spontan. 1,2,3,4 Vitiligo dapat mengenai semua usia, namun biasanya lebih sering pada usia 10-30 tahun. 1,2,4,5,6 Pengobatan vitiligo mempunyai banyak pilihan dan bersifat individual. Repigmentasi biasanya membutuhkan jangka waktu yang lama sehingga membutuhkan kesabaran penderita, orang tua maupun dokter yang merawatnya. 1,2,3,4,5,6 EPIDEMIOLOGI Insiden terjadinya vitiligo berkisar 1-2% populasi dunia, dimana 30% penderita mempunyai riwayat keluarga. Perkembangan awal dari lesi, sekitar 25% penderita dijumpai pada usia dibawah 10 tahun, 50% terjadi sebelum usia 23 tahun dan kurang dari 10% terjadi pada usia lebih dari 42 tahun. Walaupun vitiligo relatif jarang dijumpai pada bayi tetapi kongenital vitiligo pernah dilaporkan dan kadang-kadang didiagnosa sebagai piebaldism. 1,2 Pada banyak penelitian, vitiligo lebih banyak dijumpai pada wanita (dewasa) dibandingkan pada laki-laki (dewasa) yaitu 2-3 : 1. Sedangkan penelitian vitiligo pada anak-anak, dijumpai perbandingan yang hampir sama pada ke dua jenis kelamin. Kemungkinan hal ini disebabkan wanita (dewasa) lebih memberikan perhatian terhadap penyakitnya dibandingkan laki-laki (dewasa), sehingga lebih banyak mendapat pengobatan. 1,2 2

ETIOLOGI Pada vitiligo, penyebab hilangnya melanosit pada epidermis belum diketahui dengan pasti. Diduga merupakan penyakit herediter yang diturunkan secara autosomal dominan. 1,3,4 PATOGENESIS Patogenesis vitiligo belum dapat dijelaskan dengan pasti. Ada beberapa hipotesis yang dikemukakan yaitu : 1. Autoimmune hipotesis Merupakan teori yang banyak diterima, dimana immune sistem tubuh akan menghancurkan melanosit. Pada vitiligo dapat dijumpai autoantibodi terhadap antigen sistem melanogenik yang disebut autoantibodi anti melanosit, yang bersifat toksik terhadap melanosit dan menghambat pembentukan melanin. 2. Neurogenik hipotesis Beberapa bahan yang lepas dari ujung syaraf perifer pada kulit seperti Neuropeptide-Y, merupakan bahan toksik terhadap melanosit dan dapat menghambat proses melanogenesis. Kemungkinan Neuropeptide-Y memegang peranan dalam patogenesis vitiligo melalui mekanisme neuroimmunity atau neuronal terhadap melanosit. 3. Self- destruct teori oleh Lerner Mekanisme pertahanan yang tidak sempurna pada sintesis melanin di dalam melanosit, menyebabkan menumpuknya bahan toksik (campuran phenolik) yang menghancurkan melanosit. Hipotesis ini berdasarkan pengaruh bahan toksik yang dihasilkan oleh campuran kimia (phenol) terhadap fungsi melanosit. 4. Autocytotoxic hipotesis Berdasarkan observasi, sewaktu terjadinya sintesis melanin, terbentuk bahan kimia yang bersifat cytotoxic terhadap citoplasma dari sel sehingga menyebabkan timbulnya kerusakan struktur yang penting seperti mitochondria. 5. Genetik hipotesis Vitiligo diperkirakan dapat diturunkan secara khromosom autosomal. Cacat genetik ini menyebabkan dijumpainya melanosit yang abnormal dan mudah 3

mengalami trauma, sehingga menghalangi pertumbuhan dan diferensiasi dari melanosit. 1,2,3,4,6 KLASIFIKASI Lesi pada vitiligo dapat diklasifikasikan berdasarkan perluasan dan distribusi pada kulit. Secara luas vitiligo dapat dibagi atas : 1. Tipe lokalisata Fokal : terdapat satu atau beberapa makula depigmentasi pada beberapa lokasi yang tersebar. Segmental : terdapat satu atau beberapa makula depigmentasi yang lokalisasinya unilateral pada satu areal tubuh. Sering dijumpai pada anak-anak. Mukosal : makula depigmentasi hanya terdapat pada membran mukosa. 2. Tipe generalisata Merupakan tipe yang sering dijumpai, berupa makula depigmentasi yang distribusinya tersebar luas pada seluruh permukaan kulit. Pola yang sering dijumpai yaitu bilateral dan simetris. Acrofacial : makula depigmentasi yang terdapat pada distal ekstremitas dan wajah. Vulgaris : makula depigmentasi yang menyebar. Campuran : acrofacial dan vulgaris atau segmental dan acrofasial dan atau vulgaris. 3. Tipe universalis : proses depigmentasi yang luas mengenai hampir seluruh tubuh dan hanya menyisakan sedikit daerah yang mempunyai pigmentasi yang normal. Tipe ini jarang ditemukan. 1,2,3,4,5 FAKTOR PENCETUS Ada beberapa faktor pencetus terjadinya vitiligo yaitu : Trauma Vitiligo sering timbul pada tempat yang sering mengalami trauma disebut Koebner Phenomen (Isomorphic respon). Sinar matahari 4

Pada kulit yang terbakar / terpapar sinar matahari dapat terjadi vitiligo. Emosi dan stress Sekitar 40% penderita vitiligo, mengalami emosi dan stress lebih kurang 6 bulan sebelum timbul atau berkembangnya lesi vitiligo. 1,3,5 GAMBARAN KLINIS Lesi vitiligo biasanya asimptomatik dimana tidak dijumpai rasa gatal dan sakit, walaupun penderita dapat juga mengeluhkan terjadinya luka bakar akibat sinar matahari pada daerah yang mengalami depigmentasi. 5 Karakteristik lesi pada vitiligo yaitu berupa makula atau bercak putih seperti susu, berdiameter beberapa mm - cm dan berbentuk oval - bundar. Lesi biasanya berbatas tegas dengan pinggir yang hiperpigmentasi dan lesi lebih mudah dilihat pada penderita yang berkulit gelap atau agak kecoklatan. 1,2,3,4,5,6 Lokasi depigmentasi paling sering dijumpai pada wajah, leher dan kulit kepala dan daerah yang sering mendapat trauma seperti ekstensor dari lengan, bagian ventral dari pergelangan tangan, bagian dorsal dari tangan dan digital phalanges. Vitiligo juga dapat dijumpai pada bibir, genitalia, gingival, areola dan puting susu. 1,2,3,4,5,6,7 Depigmentasi dapat juga mengenai rambut pada kulit kepala dimana rambut menjadi berwarna abu-abu ataupun putih, yang pada awalnya hanya melibatkan sebagian kecil dari rambut. Perubahan warna tersebut dapat juga terjadi pada rambut alis mata, bulu mata, pubis dan axilla. 1,2,3,6 Dapat juga ditemukan variasi bentuk klinis vitiligo yaitu : Trichrome vitiligo : vitiligo dengan lesi yang berwarna coklat muda Quadrichrome vitiligo : adanya makula peri-follicular atau batas hiperpigmentasi yang terlihat pada proses repigmentasi vitiligo. Inflammatory vitiligo : lesi eritematosa dengan tepi yang meninggi. 4,7. GAMBARAN HISTOPATOLOGIS Pada lesi yang mengalami depigmentasi, dilakukan biopsi pada pinggir lesi dan dilakukan pemeriksaan menggunakan mikroskop cahaya. Hasilnya menunjukkan hilangnya sebagian atau seluruh sel melanosit pada epidermis 5

dan pada batas melanosit tampak dendrit yang besar dan panjang. Pemeriksaan dapat juga dikonfirmasikan dengan menggunakan pewarnaan histokimia yaitu pewarnaan dopa untuk tyrosinase yang merupakan enzim khusus untuk melanosit dan pewarnaan Fontana-Mason untuk melanin. Pada pemeriksaan elektron mikroskop, dijumpai jumlah sel-sel langerhans meningkat pada daerah basal epidermis dibandingkan pada daerah tengah epidermis. 1,3,4,5,6,8 DIAGNOSIS Menegakkan diagnosa vitiligo pada umumnya berdasarkan gambaran klinis yang khas yaitu adanya lesi depigmentasi berupa makula atau bercak bewarna putih, berbatas tegas dengan pinggir yang hiperpigmentasi dan mempunyai distribusi yang khas. Penderita vitiligo dengan kulit yang terang (putih), agak sulit membedakan lesi vitiligo dengan kulit normal disekitarnya, untuk keadaan ini dapat digunakan lampu wood yang memberikan hasil yaitu makula yang amelanosit akan tampak putih berkilau. Pemeriksaan histopatologi, juga diperlukan untuk menetapkan diagnosis dan membedakan vitiligo dari penyakit depigmentasi yang lain. 1,2,3,4,5,6 DIAGNOSIS BANDING Beberapa penyakit yang mempunyai gambaran lesi seperti vitiligo yaitu : 1. Tinea versicolor Lesi berupa bercak hipopigmentasi dengan skuama pada permukaanya. Lesi biasanya terdapat pada punggung atas dan dada yang dapat meluas ke leher dan lengan. Dengan pemeriksaan potassium hydroxide (KOH) menunjukan adanya hypa dan spora. 1,2,3,4 2. Pityriasis alba Lesi berupa bercak hipopigmentasi dan dijumpai adanya skuama. Lesi biasanya terdapat pada pipi, lengan dan paha bagian atas. Biasanya terdapat pada penderita dermatitis atopik. 1,2,3,4 6

3. Tuberous sclerosis Berupa makula hipopigmentasi yang berbentuk ash-leaf. Pada umumnya terlihat sejak lahir atau masa bayi, dengan lokasi didaerah punggung dan ekstremitas. 1,2,3,4 4. Piebaldism Merupakan penyakit genetik yang diturunkan secara dominan autosomal. yang timbul sejak lahir atau segera setelah lahir, dimana tidak dijumpainya melanosit pada kulit dan rambut. Lokasi lesi selalu pada permukaan tubuh bagian ventral dan rambut bagian depan sering berwarna putih, kemudian bercak depigmentasi dapat meluas hingga ke dahi. Perkembangan lesi depigmentasi biasanya stabil. Riwayat keluarga selalu dijumpai pada penyakit ini. 1,2,3,4 5. Albinism Merupakan kelainan genetik yang sering terdeteksi pada saat lahir. Dijumpai adanya melanosit tetapi mengalami mutasi atau tidak mampu mensintesis melanin. Dapat mengenai seluruh permukaan kulit, rambut maupun mata. Penderita akan menderita kelainan pada mata seperti nystagmus, strabismus dan berkurangnya ketajaman penglihatan. 1,2,3,4 6. Lupus erythematosus Pada tipe sistemik maupun cutaneous, dapat dijumpai bercak depigmentasi dengan pinggir hiperpigmentasi. Kadang-kadang dijumpai plak berwarna merah dan bersisik. Penderita mempunyai riwayat penyakit yaitu terdapat lesi inflamasi yang dicetuskan oleh sinar matahari. Lokasi sering pada daerah yang terpapar sinar matahari seperti wajah, kulit kepala dan lengan. Pemeriksaan biopsi dan antinuclear antibodi (ANA) dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosa. 1,2,3,4,5 7. Nevus depigmentosus Merupakan bercak hipopigmentasi yang besar, dijumpai pada semua umur, tidak mengalami depigmentasi dan biasanya tidak berkembang. Pada pemeriksaan histologi dijumpai melanosit dan melanin tetapi dengan jumlah sel dan pigmen yang berkurang dibandingkan pada kulit yang normal. 1,2,3,4 7

PENATALAKSANAAN Prinsip pengobatan vitiligo adalah pembentukan cadangan baru melanosit, dimana diharapkan melanosit baru yang terbentuk akan tumbuh kedalam kulit yang mengalami depigmentasi. 1,4 Pengobatan vitiligo membutuhkan waktu, dimana sel baru yang terbentuk akan mengalami proliferasi dan kemudian bermigrasi ke dalam kulit yang mengalami depigmentasi, sehingga untuk melihat respon pengobatan dibutuhkan waktu minimal 3 bulan. 1,4 Metode pengobatan vitiligo dapat dibagi atas : 1. Pengobatan secara umum yaitu : Memberikan keterangan mengenai penyakit, pengobatan yang diberikan dan menjelaskan perkembangan penyakit selanjutnya kepada penderita maupun orang tua. 1,2,5 Penggunaan tabir surya (SPF15-30) pada daerah yang terpapar sinar matahari. Melanosit merupakan pelindung alami terhadap sinar matahari yang tidak dijumpai pada penderita vitiligo. Penggunaan tabir surya mempunyai beberapa alasan yaitu : Kulit yang mengalami depigmentasi lebih rentan terhadap sinar matahari (sunburn) dan dapat mengakibatkan timbulnya kanker kulit. Trauma yang diakibatkan sinar matahari (sunburn) selanjutnya dapat memperluas daerah depigmentasi (Koebner phenomen). Pengaruh sinar matahari dapat mengakibatkan daerah kulit yang normal menjadi lebih gelap. Dianjurkan menghindari aktivitas diluar rumah pada tengah hari dan menggunakan tabir surya yang dapat melindungi dari sinar UVA dan UVB. 1,2,3,5,6 Camouflage Cosmetik Tujuan penggunaan kosmetik yaitu menyamarkankan bercak putih sehingga tidak terlalu kelihatan. Yang biasa digunakan adalah Covermark dan Dermablend. 1,3,5,6 8

2. Repigmentasi vitiligo, dapat dilakukan dengan berbagai cara dan melihat usia dari penderita yaitu : A. Usia dibawah 12 tahun. Topikal steroid Penggunaan steroid diharapkan dapat meningkatkan mekanisme pertahanan terhadap autodestruksi melanosit dan menekan proses immunologis. Topikal steroid merupakan bentuk pengobatan yang paling mudah. Steroid yang aman digunakan pada anak adalah yang potensinya rendah. Respon pengobatan dilihat minimal 3 bulan. Penggunaan topikal steroid yang berpotensi kuat dalam jangka waktu lama, dapat menimbulkan efek samping yaitu terjadinya atrofi pada kulit, telangectasi. 1,2,3,4,5,6,7 Topikal Tacrolimus Berdasarkan penelitian, topikal Tacrolimus 0,1% dapat digunakan sebagai alternatif pengobatan vitiligo pada anak. Tacrolimus adalah makrolid lakton yang diisolasi dari hasil fermentasi Streptomyces tsukubaensis. Merupakan suatu immunosupressor yang poten dan selektif. Mekanisme kerja berdasarkan inhibisi kalsineurin yang menyebabkan supresi dari aktivasi sel T dan inhibisi pelepasan sitokin. Berdasarkan penelitian, penggunaan topikal tacrolimus 0,1% memberikan hasil yang baik pada daerah wajah dan memiliki efek samping yang lebih minimal dibandingkan dengan topikal steroid poten yaitu adanya rasa panas atau terbakar dan rasa gatal, namun biasanya menghilang setelah beberapa hari pengobatan. 9,10 Topikal PUVA Diindikasikan pada anak yang berusia lebih dari 10 tahun dengan vitiligo tipe lokalisata atau pada lesi yang luasnya kurang dari 20% permukaan tubuh. Digunakan cream atau solution Methoxsalen (8- Methoxypsoralen, Oxsoralen) dengan konsentrasi 0,1 0,3 %. Dioleskan 15-30 menit sebelum pemaparan pada lesi yang depigmentasi. Pemaparan menggunakan UV-A dengan dosis awal 0,12 joule dan pada pemaparan berikutnya dosis dapat ditingkatkan sebanyak 0,12 joule sampai terjadi eritema yang ringan. Pemaparan dapat juga menggunakan sinar matahari. Lamanya pemaparan pada awal pengobatan selama 5 menit pada 9

pengobatan berikutnya dapat ditambahkan 5 menit dan maksimum selama 15-30 menit. Pengobatan diberikan satu atau dua kali seminggu tetapi tidak dalam 2 hari berturut- turut. Setelah selesai pemaparan, daerah tersebut dicuci dengan sabun dan dioleskan tabir surya. Efek samping yang dapat timbul adalah photoaging, reaksi phototoxic dan penggunaan yang lama dapat meningkatkan timbulnya resiko kanker kulit. Respon pengobatan dilihat selama 3-6 bulan. 1,2,3,4,5,6,7 B. Usia lebih dari12 tahun (remaja) SISTEMIK PUVA Indikasi penggunaan sistemik psoralen dengan pemaparan UV-A yaitu pada vitiligo tipe generalisata. Obat yang digunakan yaitu Methoxsalen (8- MOP, Oxsoralen), bekerja dengan cara menghambat mitosis yaitu dengan berikatan secara kovalen pada dasar pyrimidin dari DNA yang difotoaktivasi dengan UV-A. Dosis yang diberikan 0,2-0,4 mg/kg BB/ oral, diminum 2 jam sebelum pemaparan. Pemaparan menggunakan UV-A yang berspektrum 320-400 nm. Dosis awal pemberian UV-A yaitu 4 joule. Pada setiap pengobatan dosis UV-A dapat ditingkatkan 2-3 joule sehingga lesi yang depigmentasi akan berubah menjadi merah jambu muda. Dosis tersebut akan dipertahankan pada level yang konstan pada kunjungan yang berikutnya, sehingga terjadi repigmentasi pada kulit. Pemaparan dapat juga menggunakan sinar matahari. Lamanya pemaparan pada awal pengobatan selama 5 menit, pada pengobatan berikutnya dapat ditambahkan 5 menit sehingga dicapai eritema ringan dan maksimum selama 30 menit. Terapi ini biasanya diberikan satu atau dua kali seminggu tetapi tidak dilakukan 2 hari berturut-turut. Efek samping yang dapat timbul yaitu mual, muntah, sakit kepala, kulit terbakar dan meningkatnya resiko terjadinya kanker kulit. Penderita yang mendapat pengobatan dengan psoralen secara sistemik, sebaiknya sewaktu dilakukan pemaparan menggunakan kacamata pelindung terhadap sinar matahari hingga sore hari, untuk menghindari terjadinya toksisitas pada mata. Terapi dilanjutkan minimum 3 bulan untuk menilai respon pengobatan. 1,2,3,4,5,6,7 10

TERAPI BEDAH Pasien dengan area vitiligo yang tidak luas dan aktivitasnya stabil, dapat dilakukan transplantasi secara bedah yaitu : 1. Autologous skin graft Sering dilakukan pada pasien dengan bercak depigmentasi yang tidak luas. Tekhnik ini menggunakan jaringan graft yang berasal dari pasien itu sendiri dengan pigmen yang normal, yang kemudian akan dipindahkan ke area depigmentasi pada tubuh pasien itu sendiri. Repigmentasi akan menyebar dalam waktu 4-6 minggu setelah dilakukan graft. Komplikasi yang dapat terjadi pada tempat donor dan resipien yaitu infeksi, parut, cobblestone appearance ataupun dijumpainya bercak-bercak pigmentasi atau tidak terjadi samasekali repigmentasi. 1,2,3,4,5 2. Suction blister Prosedur tekhnik ini yaitu dibentuknya bula pada kulit yang pigmentasinya normal mengunakan vakum suction dengan tekanan 150 Hg ataupun menggunakan alat pembekuan. Kemudian atap bula yang terbentuk dipotong dan dipindahkan pada daerah depigmentasi. Komplikasi tekhnik ini adalah timbulnya jaringan parut, cobble stone appearance ataupun terjadi repigmentasi yang tidak sempurna. Tetapi dengan tekhnik ini, resiko timbulnya jaringan parut lebih sedikit dibandingkan prosedur graft yang lain. 1,2,4 DEPIGMENTATION Terapi ini merupakan pilihan pada pasien yang gagal terapi PUVA atau pada vitiligo yang luas dimana melibatkan lebih dari 50% area permukaan tubuh atau mendekati vitligo tipe universalis. Pengobatan ini menggunakan bahan pemutih seperti 20% monobenzyl ether dari hydroquinone (Benzoquin 20%), yang dioleskan pada daerah yang normal (dijumpai adanya melanosit). Dilakukan sekali atau dua kali sehari. Efek samping yang utama adalah timbulnya iritasi lokal pada kulit berupa kemerahan ataupun timbul rasa gatal. Oleh karena itu dilakukan test pengolesan hanya pada satu lengan bawah yang dioleskan sehari sekali. Apabila dalam 2 minggu tidak terjadi iritasi selanjutnya cream dapat dioleskan sehari dua kali. Kemudian setelah 2 minggu pengolesan tidak terjadi iritasi maka cream tersebut dapat dioleskan 11

pada tempat dimana saja pada tubuh. Bahan ini bersifat cytotoxic terhadap melanosit dan menghancurkan melanosit. Depigmentasi bersifat permanen dan irreversible. Kulit penderita akan menjadi albinoid dan membutuhkan tabir surya. 1,4,7 TATTOO (MIKROPIGMENTATION) Tattoo merupakan pigmen yang ditanamkan dengan menggunakan peralatan khusus yang bersifat permanen. Tekhnik ini memberikan respon yang terbaik pada daerah bibir dan pada orang yang berkulit gelap. Efek sampingnya yaitu dapat terjadi herpes simplex labialis. 1, 2,4,5, PROGNOSIS Perkembangan penyakit vitiligo sukar untuk diramalkan, dimana perkembangan dari lesi depigmentasi dapat menetap, meluas ataupun terjadinya repigmentasi. Biasanya perkembangan penyakit dari semua tipe vitiligo bertahap, dan bercak depigmentasi akan menetap seumur hidup kecuali diberi pengobatan. Sering diawali dengan perkembangan yang cepat dari lesi depigmentasi dalam beberapa bulan kemudian progresifitas lesi depigmentasi akan berhenti dalam beberapa bulan dan menetap dalam beberapa tahun. Repigmentasi spontan terjadi pada 10-20% pasien tetapi hasilnya jarang memuaskan secara kosmetik. 1,7 KESIMPULAN Vitiligo merupakan kelainan depigmentasi didapat yang disebabkan hilangnya melanosit pada epidermis, membran mukosa, mata dan rambut. Penyebab hilangnya melanosit belum diketahui dengan pasti dan banyak hipotesis yang mencoba untuk menjelaskannya. Vitiligo terbanyak dijumpai pada usia 10-30 tahun, walaupun pada bayi vitiligo jarang dijumpai tetapi kongenital vitiligo pernah dilaporkan. Gambaran klinis berupa makula atau bercak putih seperti susu, berbatas tegas, pinggir yang hiperpigmentasi, asimptomatik dan mempunyai distribusi lesi yang tertentu. Pemeriksaan menggunakan lampu wood, biopsi, pewarnaan khusus untuk melanosit dan melanin, dapat membantu menegakkan diagnosa vitiligo. Pengobatan pada 12

vitiligo sangat individual dan memiliki banyak pilihan sehingga membutuhkan kecermatan dalam memilih pengobatan dan terjadinya repigmentasi membutuhkan waktu yang lama, sehingga diperlukan kesabaran penderita, orang tua maupun dokter yang merawatnya. DAFTAR PUSTAKA 1. Lamerson C, Nordlund J J. Vitiligo. In : Harper J, Oranje A, Prose N, editor.textbook of Pediatric Dermatology. Vol 1, Blackwell Science, 2000 ; 880-88. 2. Hann S K. Vitiligo. http://www.emedicne.com/ Oct 9, 2001. 3. Hurwitz S. Disorders of Pigmentation : Vitiligo. In : Clinical Peditric Dermatology (A textbook of skin disorder of childhood and adolescence). 2 nd ed, Saunders Company, 1993 ; 458-465. 4. Boissy R E, Nordlund J J. Vitiligo. In : Cutaneous Medicine And Surgery. Vol 2, W.B. Saunders Company, 1996 ; 1210-16. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Fleischer A B, Feldman S R. Vitiligo. In : 20 Common Problems In Dermatology. McGraw-Hill, 2000 ; 277 86. Berhrman R E, Kliegman R M. Vitiligo. In : Nelson Textbook of Pediatrics, 16 th ed, W.B. Saunders Company, 2000 ; 1988. Vitiligo. In : Handbook of Dermatology & Venereology. http://www.hkmj.org.hk/skin/vitiligo.htm. Lever W F. Pigmentary disorders : Vitiligo. In : Histopathology of the skin. 6 th ed, J.B. Lippincott Company, 1983 : 441-42. Vitiligo. http://www.skinsite.com/info vitiligo.htm. Lepe V, Moncada B. A double - blind Randomized Trial of 0,1% Tacrolimus vs 0,05% Clobetasol for the Treatment of Childhood Vitiligo. In : Archives of Dermatology, vol 139, May, 2003. 13

14