3. METODE PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
3. METODE PENELITIAN

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian laju pertumbuhan dan produksi lamun Cymodocea rotundata

Lampiran 1. Gambar Lembar Pengamatan yang digunakan (Mckenzie & Yoshida 2009)

KEPADATAN DAN BIOMASSA LAMUN Thalassia hemprichii PADA BERBAGAI RASIO C:N:P SEDIMEN DI PERAIRAN PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember 2013.

Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN

Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini berlokasi di habitat lamun Pulau Sapudi, Kabupaten

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

AHMAD WIRA MUNAWAR KHOTIB SKRIPSI

3. METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta lokasi penelitian dan pengambilan sampel di Pulau Pramuka

Gambar 3. Peta lokasi penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Gorontalo Utara, yang meliputi 4 stasiun penelitian yaitu:

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif. Penentuan

3. METODE PENELITIAN

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif, dengan teknik penentuan lokasi

BAB III METODE PENELITIAN. Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo pada bulan September-Oktober 2012.

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. dilakukan secara langsung dengan menggunakan metode eksploratif pada setiap

BAB III METODE PENELITIAN

STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN (Seagrass) DI PERAIRAN PANTAI KAMPUNG ISENEBUAI DAN YARIARI DISTRIK RUMBERPON KABUPATEN TELUK WONDAMA

3. METODE PENELITIAN

Rekayasa Teknologi Transplantasi Lamun pada Jenis Enhalus acoroides dan Thallassia hemprichii di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

RIESNA APRAMILDA SKRIPSI

3. METODOLOGI PENELITAN

II. METODE PENELITIAN

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lamun ( Seagrass Deskripsi Lamun

DO = ml sampel. ml titran x Normalitas thiosulfat x 8 x (ml botol BOD ml reagen terpakai ) ml botol BOD

BIOMASSA LAMUN DI PERAIRAN DESA BERAKIT KECAMATAN TELUK SEBONG KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU

II. METODE PENELITIAN

BAB 2 BAHAN DAN METODE

MATERI DAN METODE PENELITIAN

LAMUN DI PULAU PRAMUKA DAN KELAPA DUA, KEPULAUAN SERIBU, PROVINSI DKI JAKARTA

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN. Keterangan : Peta Lokasi Danau Lido. Danau Lido. Inset. 0 km 40 km 6 40' 42" ' 47" Gambar 2. Peta lokasi Danau Lido, Bogor

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Pengambilan Data Metode Pengumpulan Data Vegetasi :

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kecamatan Anggrek, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo. Peta lokasi

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan kegiatan penelitian ini berlangsung selama 2 bulan dihitung

III. METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Taman Nasional Baluran, Jawa Timur dan dilakasanakan pada 28 September

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 200 TAHUN 2004 TENTANG KRITERIA BAKU KERUSAKAN DAN PEDOMAN PENENTUAN STATUS PADANG LAMUN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

ASOSIASI GASTROPODA DI EKOSISTEM PADANG LAMUN PERAIRAN PULAU LEPAR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG. Oleh : Indra Ambalika Syari C

Fluktuasi Biomassa Lamun di Pulau Barranglompo Makassar

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Pengambilan

Gambar 5. Peta Lokasi Penelitian

Kerapatan dan Keanekaragaman Jenis Lamun di Desa Ponelo, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara

BAB III METODE PENELITIAN. Pengambilan data sampel menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau

Gambar 2. Peta lokasi pengamatan.

METODE PENELITIAN. 07 o 20 0,6576 LS 19 o 13 48,4356 BT Kober, Kec. Purwokerto Barat Bantarsoka, Kec. Purwokerto Barat

II. METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di hutan mangrove pesisir Desa Durian dan Desa Batu

PROPOSAL PRAKTIK KERJA LAPANGAN BALAI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA

BAB III METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. A. Materi, Waktu dan Lokasi Penelitian. 1. Materi. 2. Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB 2 BAHAN DAN METODA

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Spesifikasi Alat dan Bahan

3. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pusat Studi Ilmu Kelautan IPB,

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN

Keanekaragaman Lamun di Perairan Sekitar Pulau Dudepo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara

Lampiran 1. Bagan Alir Uji Fitokimia. a. Uji Alkaloid

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1.1. Materi Penelitian Bahan

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahasa Gorontalo yaitu Atiolo yang diartikan dalam bahasa Indonesia yakni

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lamun Deskripsi lamun

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian tingkat kesesuaian lahan dilakukan di Teluk Cikunyinyi,

III. METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di perairan Pulau Penjaliran Timur, Kepulauan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Juli 2014 untuk

PETUNJUK MONITORING LAMUN DI KABETE

Transkripsi:

3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-Oktober 2009 dalam kawasan rehabilitasi PKSPL-IPB di Pulau Harapan, Kepulauan Seribu, Jakarta (Gambar 3). Lokasi pengamatan atau Line Transect terdiri atas, LT 1 berada pada titik 05 39' 23,2'' LS - 106 34' 52,7'' BT, LT 2 berada pada 05 39' 23,5'' LS - 106 34' 54'' BT dan LT 3 berada pada 05 39' 23,6'' LS - 106 34' 54,7'' BT. Gambar 3. Peta lokasi penelitian Pulau Harapan 3.2. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang dipergunakan dalam pengukuran parameter fisika, kimia, biologi maupun selama proses transplantasi dan pada saat pengamatan dalam penelitian ini selengkapnya disajikan pada Tabel 1 berikut ini.

20 Tablel 1. Parameter, alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian Parameter Alat dan Bahan Satuan Keterangan Suhu Termometer ºC Insitu Salinitas Hand Refraktrometer PSU Lab. Produktivitas Lingkungan. MSP Substrat (C-organik) Oksigen Terlarut Kantong plastik, corer (Paralon), saringan, Botol DO, Erlenmeyer, larutan pereaksi(mncl 2, NaOH/KI, H 2 SO 4, Na 2 S 2 O 3, amilum), gelas ukur, pipet, aquades % Lab. Tanah (Metode Wakley & Black in Taurusman 2007) mg/l Kecerahan Secchi disk % Insitu Kedalaman Tongkat berskala atau m Insitu Perairan meteran jahit ph Kertas indikator ph - Insitu (ph stick) Posisi Stasiun GPS Lintang- Insitu Bujur Biomassa Oven, timbangan digital, alumunium foil, lamun gbk/m 2 Pertumbuhan lamun Jangka Sorong, kertas newtop, plastik penanda, meteran kain, tali sur, pensil, kamera bawah air dan snorkel cm Insitu (Titrasi Winkler) Lab. Produktivitas Lingkungan. MSP Insitu Dan bahan yang dipergunakan selama proses transplantasi dan pengamatan status komunitas lamun adalah Batang bambu penanda, TERFs frame besi ukuran 50 50 cm 2, Corer (Paralon diameter 10 cm), roll meter, ember, tissu dan gunting. Serta bibit lamun, kemudian transek kuadrat 50 50 cm 2. 3.3. Penentuan Posisi Stasiun Lokasi penelitian ini merupakan lokasi permanen yaitu berada dalam kawasan rehabilitasi di Pulau Harapan, Kepulauan Seribu. Penentuan stasiun penelitian ditentukan berdasarkan kondisi kawasan yang memiliki padang lamun akan tetapi telah mengalami kerusakan, terutama yang terganggu oleh aktivitas

21 manusia. Pada lokasi ditetapkan tiga line transect (metode seagrass watch) pengamatan untuk kondisi komunitas lamun. Untuk kegiatan transplantasi lamun dilakukan di dalam kawasan rehabilitasi. 3.4. Metode Pengambilan Data 3.4.1. Pengukuran Parameter Fisika-Kimia Perairan a. Kecerahan Kecerahan perairan diukur di setiap line transect pada posisi transek kuadrat 0 meter dan 50 meter dengan menggunakan Secchi disk. Kecerahan dapat dihitung dengan rumus (Kesuma 2005) : ( m n) C 0,5 100% Z Keterangan : m n Z = Panjang tali saat Secchi disk sudah tidak terlihat = Panjang tali saat Secchi disk mulai terlihat lagi = Kedalaman Perairan b. Kedalaman Kedalaman perairan diukur dengan menggunakan tongkat berskala pada setiap transek kuadrat dengan satuan cm. Tongkat dibenamkan ke dalam perairan sampai menyentuh dasar atau substrat, dan diperoleh kedalamannya. c. Suhu Suhu perairan diukur sebanyak tiga kali ulangan pada setiap line transect menggunakan termometer air raksa dengan cara mencelupkan termometer ke dalam perairan, kemudian suhu dilihat di dalam air untuk menghindari berubahnya hasil pengukuran jika dilihat setelah termometer diangkat kembali. d. Salinitas Salinitas diukur sebanyak satu kali dengan menggunakan refraktometer pada setiap pengamatan, dikarenakan nilai salinitas dalam suatu lokasi yang berdekatan secara umum akan sama. Cara pengukurannya adalah contoh air laut diambil dengan menggunakan pipet kemudian diteteskan ke refraktometer dan nilai salinitas dapat dilihat dengan meneropong refraktometer.

22 e. Derajat Keasaman (ph) Derajat keasaman (ph) diukur satu kali pada setiap line transect dengan menggunakan kertas indikator ph, dengan cara mencelupkan kertas tersebut ke dalam perairan kemudian warna yang muncul pada kertas ph dicocokan dengan warna standar ph yang telah memiliki nilai baku. f. Substrat Pengambilan substrat dilakukan dengan menggunakan corer berdiameter 10 cm dengan kedalaman 15-20 cm pada setiap line transect kemudian dimasukkan ke dalam plastik sampel yang sudah diberi nomor dan dianalisis nilai kandungan C-organik dan ukuran partikel di Laboratorium Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. g. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen) Nilai oksigen terlarut diukur dengan cara titrasi Winkler di lokasi pengamatan. Contoh air laut diambil lalu direaksikan dengan pereaksi DO (MnCl 2, NaOH/KI, H 2 SO 4, Na 2 S 2 O 3, amilum), sehingga didapatkan nilai kadar oksigen terlarut dari contoh air laut tersebut. h. Nutrien Nutrien ataupun unsur hara yang diukur adalah nutrien yang berperan terhadap pertumbuhan lamun dan kesuburan perairan yaitu nitrat dan ortofosfat. Kandungan nitrat dan ortofosfat perairan dianalisis dengan menggunakan metode spektrofotometrik. Pengukuran nutrien dilakukan di Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Contoh air laut diambil dengan menggunakan botol sampel dan disimpan dalam kotak pendingin agar tidak terjadi perubahan kandungan nitrat dan ortofosfat di dalam air contoh tersebut. 3.4.2. Pengamatan Status Komunitas Lamun Pengamatan status komunitas lamun menggunakan metode Seagrass Watch (McKenzie & Yoshida 2009), metode ini menggunakan area pengamatan plot permanen berukuran 50 50 m 2, sampling menggunakan 3 line transect

23 (stasiun pengamatan) tegak lurus dari pantai dan sejajar 25 m jarak dari masingmasing line transect, dan menggunakan standar transek kuadrat ukuran 50 50 cm 2 (lihat Gambar 4). Gambar 4. Rancangan pengamatan status komunitas lamun Pengambilan data status komunitas lamun dilakukan 2 kali, yaitu pada bulan Mei dan Oktober 2009. Parameter status komunitas lamun yang diamati meliputi identifikasi jenis lamun, persen penutupan lamun, substrat dasar, estimasi komposisi jenis lamun, tinggi kanopi, kedalaman perairan, tutupan alga, tutupan epifit dan biomassa lamun. 3.4.3. Metode Transplantasi Lamun Transplantasi lamun diujicobakan dengan menggunakan metode Plugs, TERFs dan Polybags. Ketiga metode penanaman ini dilakukan dalam kawasan rehabilitasi PKSPL-IPB di Pulau Harapan, Kepulauan Seribu, Jakarta. Material lamun berupa bibit lamun, diambil dari sumber bibit (lamun donor) menggunakan

24 cangkul, gunting atau parang, serta PVC corer (diameter 10 cm). Bibit lamun yang digunakan berasal dari area lamun donor yang memiliki kepadatan tinggi serta tidak jauh dari lokasi penanaman. Jenis bibit yang dipilih merupakan jenis lamun yang secara alami banyak tumbuh di pulau Harapan, Kepulauan Seribu, yaitu jenis Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, Syringodium isoetifolium dan Halodule uninervis. Jenis lamun ini relatif lebih mudah untuk diamati dan diharapkan dapat meningkatkan keberhasilannya. Parameter yang diamati dalam penelitian transplantasi lamun dari ketiga metode yang digunakan ini adalah tingkat keberhasilan unit transplantasi, jumlah tunas dan jumlah daun. a. TERFs (Transplanting Eelgrass Remotely with Frame system) Pada metode TERFs, jenis bibit lamun yang digunakan adalah Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, dan Halodule uninervis. Bibit dibersihkan dari substratnya kemudian dipotong pada bagian pertunasan yang memiliki daun, rimpang dan akar. Kemudian bibit lamun diikatkan menggunakan tissu pada frame besi berukuran 50 50 cm 2 sebanyak 25 bibit/frame dari ketiga jenis lamun tersebut (Gambar 5). 50 cm 50 cm Gambar 5. Frame besi 50 50 cm 2 pada metode TERFs Jumlah frame besi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 10 unit, kedua sisinya diberi pemberat berupa batu bata untuk menjaga agar akar bibit terbenam ke dalam substrat dasar dan frame tidak hanyut terbawa arus. Frame yang sudah siap kemudian diletakan pada substrat yang permukaannya datar, yaitu pada substrat pasir halus yang memilki tutupan lamun dan pada

25 subtrat pasir pecahan karang mati yang sedikit terdapat lamun atau tidak ditumbuhi lamun sama sekali. Pengamatan dilakukan setiap bulan, mulai dari bulan Maret 2009 sampai Juni 2009. b. Plugs Untuk metode plugs (Phillips 1994 in Kiswara 2004), pengambilan bibit dilakukan beserta substratnya menggunakan corer (PVC paralon) berdiameter 10 cm dengan kedalaman 15-20 cm dari lokasi donor yang memiliki kepadatan tinggi serta mendominasi kawasan tersebut. Jenis lamun yang digunakan adalah T. hemprichii, C. rotundata dan H. uninervis. d=10 cm (a) Gambar 6. Corer dengan diameter 10 cm (a) dan unit transplantasi Plugs (b) (b) Pada lokasi penanaman dibuat lubang penanaman menggunakan corer yang sama dan memiliki kedalaman sekitar 15-20 cm. Kemudian bibit lamun yang telah diambil dibenamkan ke dalam lubang dan ditutup kembali dengan substratnya sampai rata. Jarak dari masing-masing lubang sekitar 1 m. Setelah itu dipasang patok-patok bambu dan pemberian tagging pada daun lamun untuk memudahkan melakukan pengamatan (pertumbuhan). Jumlah unit Plugs yang ditanam sebanyak 70 unit. Pengamatan dilakukan setiap bulan yaitu mulai dari bulan Maret 2009 sampai Mei 2009.

26 c. Polybags (PKSPL-IPB 2009) Modifikasi Metode Peat Pot Metode polybags merupakan modifikasi metode peat pot (Calumpong and Fonseca 2001), yaitu dengan menggunakan plastik hitam (polybag) yang biasa digunakan untuk pembibitan pohon mangrove. Jumlah unit polybags yang dipakai adalah sebanyak 7 unit dengan ukuran 30 cm x 25 cm. Lamun donor diambil dari daerah yang memiliki kepadatan lamun tinggi dengan menggunakan cangkul ataupun corer, kemudian lamun yang telah diambil dimasukan ke dalam polybags. Untuk kemudian bibit lamun yang ada dalam polybags ditanam dilokasi yang substratnya berupa pasir halus yang ditumbuhi lamun dan substrat berupa pasir pecahan karang mati yang sedikit ditumbuhi lamun bahkan tidak terdapat lamunnya, yang telah terlebih dahulu dibuat lubang. Polybags ini dibenamkan sedemikian rupa dan ditimbun dengan substratnya agar lebih kuat dan tidak terbawa arus. Gambar 7. Unit transplantasi Polybags (Sumber: dokumentasi pribadi) Langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi jenis lamun yang terdapat dalam polybags tersebut yang nantinya akan diamati pertumbuhan jumlah tunas dan jumlah daunnya, serta tingkat keberhasilan unit penanaman Polybags. Jenis lamun yang digunakan adalah T. hemprichii, H. uninervis dan S. isoetifolium. Pengamatan dilakukan setiap bulan, mulai dari bulan Mei-Juni 2009 dan Oktober 2009. 3.4.4. Metode Pengukuran Pertumbuhan Lamun Pengamatan pada pertumbuhan unit transplantasi lamun meliputi tingkat kelangsungan hidup unit transplantasi lamun, jumlah daun dan jumlah tunas, pengamatan di lapangan dilakukan setiap bulan dari Maret sampai Oktober 2009.

27 Parameter pertumbuhan lamun yang diamati adalah pertumbuhan daun lamun pada metode Plugs, dengan mengukur pertambahan panjang daun setiap minggunya selama satu bulan (4 minggu). Dan juga pertumbuhan secara vegetatif yaitu perkembangan jumlah tunas dan jumlah daun pada metode yang digunakan (pengamatan dilakukan setiap bulan). Untuk mempermudah pengamatan pada metode Plugs, setiap unit diberi patok bambu. Pertumbuhan daun lamun dihitung berdasarkan metode penandaan (marking method) (Zieman 1974 in Supriadi 2003). Metode penandaan ini didasarkan pada penandaan atau pelubangan daun lamun. Kemudian lamun dipilih secara acak, pada lamun-lamun terpilih dilakukan pelubangan mulai dari titik awal daun mulai muncul dan diberikan tanda penomoran untuk memudahkan pengamatan selanjutnya. 3.5. Analisis Data 3.5.1. Status Komunitas Lamun a. Frekuensi jenis (F) adalah peluang suatu jenis lamun ditemukan dalam titik contoh yang diamati. Frekuensi jenis dihitung dengan rumus: F i = Pi p i 1 Keterangan : F i = Frekuensi jenis ke-i P i = Jumlah petak contoh ditemukan jenis ke-i P p i 1 P = Jumlah total petak contoh yang diamati b. Tutupan Lamun adalah persentase tutupan lamun dalam titik contoh yang diamati. Diukur menggunakan lembaran persentase tutupan lamun standar (McKenzie & Yoshida 2009) (Lampiran 2). 3.5.2. Tingkat Keberhasilan Unit Transplantasi Analisa data tingkat keberhasilan unit lamun transplantasi berupa analisis komparatif, yakni membandingkan data tingkat keberhasilan (Survival Rate)

28 setiap bulan pengamatan pada masing-masing metode (TERFs, Plugs dan Polybags). Nt SR = 100% No Keterangan : SR = Tingkat keberhasilan (%) Nt = Jumlah unit transplantasi pada waktu t (Bulan) No = Jumlah unit transplantasi pada waktu awal atau t = 0 3.5.3. Pertumbuhan dan Perkembangan Lamun Laju pertumbuhan daun lamun dihitung menggunakan rumus: Keterangan : Lt Lo Δt Pertumbuhan = Lt Lo t = Panjang daun setelah waktu t (mm) = Panjang daun pada pengukuran awal (mm) = selang waktu pengukuran (hari) Sedangkan untuk perkembangan lamun merupakan perhitungan terhadap pertumbuhan vegetatif lamun (tunas dan daun) yaitu jumlah tunas dan jumlah daun pada setiap bulan. 3.5.4. Biomassa Lamun Biomassa lamun dibedakan atas above-ground biomass (biomassa di atas substrat) dan below-ground biomass (biomassa di bawah substrat) (Supriadi 2003). Pengukuran biomassa lamun dilakukan untuk keduanya yaitu daun dan pelepah daun (di atas substrat), sedangkan akar dan rimpang (di bawah substrat) dihitung menggunakan rumus sebagai berikut: W B = A Keterangan : B = Biomassa lamun (gram/m 2 ) W = Berat kering lamun (gram) A = Luas area (d = 10 cm, A = πr 2 = 0.0079 m 2 )