129 DAYA SAING TEMBAKAU VIRGINIA LOMBOK DI PASAR EKSPOR COMPETITIVENESS OF LOMBOK VIRGINIA TOBACCO IN EXPORT MARKET Hirwan Hamidi Dosen Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian UNRAM ABSTRAK Dalam era perdagangan bebas hanya negara yang berdaya saing tinggi dan efisien dalam pengembangan usahanya yang akan memenangkan persaingan pedagangan tembakau virginia di tingkat dunia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keunggulan komparatif pengembangan usahatani tembakau virginia di Pulau Lombok. Survei dilakukan di dua kabupaten sentra produksi tembakau virginia, yaitu Kabupaten Lombok Tengah dan Kabupaten Lombok Timur. Metode analisis yang digunakan adalah Analisis Matriks Kebijakan (PAM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengembangan usahatani tembakau virginia di Pulau Lombok adalah efisien dan komparatif dalam rejim perdagangan Substitusi Impor (SI), namun tidak layak sebagai promosi ekspor (PE), sebagaimana ditunjukkan oleh koefisien DRCR (SI) 0,61076 dan DRCR (PE) 1,23439. ABSTRACT In free trade era, countries who are highly competitive and efficient will win the world competition of Virginia Tobacco trading. The purpose of this research was to analyze the comparative advantage of Virginia Tobacco farm in Lombok Island. Survey was conducted in two regencies which are the centers of Virginia Tobacco production, i.e., the regencies of Central and East Lombok. Analysis was done with policy analysis matrix (PAM). The results were that Virginia Tobacco farm in Lombok Island is efficient and comparative in the regime of import substitution trade (S1), yet is not feasible for export promotion (EP), as indicated by the coefficient of DRCR (S1) 0.61076 and DRCR (EP) 1.23439. Kata kunci: daya saing, tembakau virginia, pasar ekspor Keywords : competitive, virginia tobacco, export market PENDAHULUAN Tembakau virginia sebagai bahan baku utama pabrik rokok merupakan salah satu komoditas yang memberikan andil cukup penting dalam perekonomian banyak negara. Bagi Indonesia, tembakau memegang peranan penting dalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat, baik sebagai penyerap tenaga kerja, sumber pendapatan petani dan buruh, sumber cukai dan devisa negara. Tenaga kerja yang terlibat secara langsung pada kegiatan on-farm sebesar 4,2 juta kepala keluarga (KK) atau menghidupi 21 juta jiwa. Sementara pada kegiatan off-farm tercatat sebanyak 6 juta jiwa dan kegiatan lainnya sekitar 1,4 juta jiwa. Dalam kurun waktu 2000-2006, cukai yang diterima terus meningkat dari Rp. 17,6 trilyun pada tahun 2000 menjadi Rp. 36,5 trilyun pada tahun 2006 dan devisa sekitar US $ 180 ribu pada tahun 2004 (Dirjen Perkebunan, 2006). Salah satu wilayah produksi tembakau virginia di Indonesia adalah Pulau Lombok, menyumbang 58,15 % dari total produksi nasional. Dibanding wilayah-wilayah lainnya, Pulau Lombok memiliki keunggulan kom-paratif dalam pengembangannya karena: (i) tingkat produktivitasnya lebih tinggi (1,69 ton/ha) dibanding rata-rata nasional (1,15 ton/ha); (ii) mutunya setara dengan mutu tembakau impor, terutama dari USA, Brazil dan Zimbabwe (Surakhmad, 2002), serta (iii) warna dan aromanya yang khas. Di Pulau Lombok tembaku virginia merupakan salah satu komoditi unggulan perkebunan karena peranannya dalam perekonomian daerah melalui pembentukan PDRB, penyedia lapangan kerja dan pen-dapatan masyarakat. Berdasarkan tabel input-output 2004, PDRB Nusa Tenggara Barat dari tembakau adalah sebesar Rp. 466,020 milyar (1,57%), keseluruhannya diekspor ke luar wilayah karena industri rokok yang berbahan baku tembakau virginia belum ada. Dalam hal penyerapan tenaga kerja, usahatani tembakau mampu menyerap 57.287 orang (2,83%) dari total tenaga kerja terserap dalam perekonomian sebanyak 2.023.266 orang. Dalam hal pendapatan masyarakat, dari total nilai PDRB tembakau tersebut Rp. 115,621 milyar (24,81%) diterima oleh para pekerja dalam bentuk upah/gaji dan Rp. 348,604 milyar (74,80%)
130 diterima para pemilik modal dalam bentuk surplus usaha (BPS NTB, 2004). Selain kontribusi langsung, tembakau virginia juga memiliki kontribusi tidak langsung melalui efek penggandanya (multiplier effect) berupa keterkaitan input-output antar industri. Daya penyebaran tembakau sebesar 1,18407 dan derajat kepekaanya sebesar 1,74833 (BPS NTB, 2004). Angka daya penyebaran tersebut berarti bahwa akibat permintaan akhir sektor tembakau sebesar Rp. 1 menyebabkan output perekonomian meningkat sebesar Rp. 1,748. Hal ini terjadi sebagai akibat dari meningkatnya output sektor-sektor lain yang bertindak sebagai penyedia input sektor tembakau. Sementara terhadap derajat kepekaannya, angkanya relatif kecil. Indikasi ini menunjukkan bahwa output tembakau tidak banyak digunakan oleh sektor lain sebagai inputnya, kecuali industri rokok. Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan tembakau virginia Lombok tidak hanya terjadi di dalam negeri saja, tetapi juga saingan yang cukup berat dari negara-negara produsen tembakau virginia lainnya. Karena itu, tulisan ini mencoba untuk menganalisis daya saing tembakau virginia Lombok di pasar ekspor dengan maksud agar para pelaku usaha dan pemerintah daerah provinsi dan kabupaten sentra produksi tembakau virginia dapat merumuskan kebijakan yang cerdas dalam rangka mengantisipasi turunnya permintaan tembakau virginia Lombok di pasar ekspor. METODE PENELITIAN Pengumpulan Data dan Sampling Wilayah Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode survei melalui wawancara dengan para pelaku usahatani tembakau yang dipandu kuesioner. Lokasi sampel ditentukan dengan metode multiple stage sampling, yaitu suatu sampel yang ditarik secara bertingkat mulai dari tingkat kabupaten hingga tingkat desa. Survei dilakukan di lima desa yaitu: Desa Lekor dan Montong Gamang untuk Kabupaten Lombok Tengah, dan Desa Rarang, Rumbuk, dan Sakra untuk Kabupaten Lombok Timur. Penentuan desa-desa tersebut didasarkan atas pertimbangan luas areal pengembangan terluas pada masing-masing kecamatan. Jumlah Responen Penentuan besarnya jumlah sampel responden petani dalam penelitian ini digunakan rumus sebagai berikut (Sugiarto et al., 2003): 2 2 NZ S n = (1) 2 2 2 Nd + Z S n = total sampel N = total populasi Z = nilai distribusi normal baku (tabel-z) pada α 0,05 d = besarnya toleransi penyimpangan S = nilai varian lahan usahatani tembakau virginia petani Berdasarkan hasil pendataan petani tembakau virginia oleh Dinas Perkebunan dan Kehutanan di dua kabupaten Lombok Timur dan Lombok Tengah tahun 2006 diketahui bahwa jumlah populasi petani tembakau adalah 1.853 orang. Dari hasil perhitungan ditemukan bahwa nilai varian lahan usahatani petani adalah 0,07058. Dengan tingkat kepercayaan 95 persen atau toleransi penyimpangan (d) sebesar 5 persen, maka ukuran sampel yang diambil adalah 102 orang. Tabel 1. Matriks Analisis Kebijakan (PAM) Biaya Uraian Penerimaan Input tradable Input non tradable Keuntungan Harga privat A= Ppi B= Btpi C=Bnpi D=Kpi Harga Sosial E= Psi F= Btsi G=Bnsi H=Ksi Dampak Kebijaksanaan I= Tro J= Trit K=Trfa L=Trb Sumber: Monke and Pearson (1995) Keterangan : Keuntungan Privat (D) = (A)-(B)-(C) Keuntungan Sosial (H) = (E)-(F)-(G) Transfer Input (J) = (B) (F) Transfer Output (I) = (A) (E) Tranfer faktor (K) = (C) - (G) Transfer bersih (L) = (D) (H) atau I- (J + K) Hirwan Hamidi: daya saing tembakau
131 Analisis Data Data yang terkumpul selanjutnya dianalisis dengan Analisis Matrik Kebijakan (PAM) (Monke dan Pearson, 1995). Melalui analisis ini akan dapat diketahui daya saing tembakau virginia di pasar ekspor. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis PAM Analisis PAM digunakan untuk mengetahui tingkat efisiensi ekonomi penggunaan sumberdaya domestik dari usahatani tembakau virginia di Pulau Lombok dalam upaya menghemat dan menambah devisa melalui pengurangan impor dan menambah pangsa ekspor. Tingkat keunggulan komparatif ini ditunjukkan oleh nilai determinasi koefisien DRCR (domestic Resource Cost Ratio). Dalam hal ini bila nilai DRCR lebih kecil dari satu memberi arti bahwa memproduksi komoditas tembakau virginia dalam negeri lebih menguntungkan dibanding impor. Dengan kata lain, memproduksi tembakau virginia di Pulau Lombok efisien secara ekonomi dan unggul secara komparatif, baik dalam rangka substitusi impor (SI) maupun untuk tujuan promosi ekspor (PE). Sebaliknya jika DRCR lebih besar dari satu, berarti untuk memenuhi kebutuhan tembakau virginia dalam negeri akan lebih menguntungkan dengan cara impor, sebab memproduksi tembakau virginia di dalam negeri tidak efisien dan juga secara regionalitas diskomparatif. Hasil analisis PAM dari usahatani tembakau virginia di Pulau Lombok ditampilkan pada Tabel 2. Dari Tabel 2 dapat dijelaskan beberapa hal penting sebagai berikut: 1. Penerimaan privat dan Sosial Penerimaan privat adalah nilai produksi yang diterima petani tembakau virginia yang diperhitungkan atas dasar harga pasar yang berlaku di daerah produsen (harga privat). Hasil analisis menunjukkan bahwa rata-rata tingkat produksi tembakau (krosok) yang dihasilkan petani sebesar 1.981 kg/ha dengan tingkat harga rata-rata sebesar Rp. 11.625 per kg. Dengan demikian penerimaan privat yang diperoleh sebesar Rp. 23.029.125 per hektar. Berbeda halnya dengan penerimaan sosial, dimana nilai produksi yang diterima petani tembakau virginia diperhitungkan pada harga sosial, yaitu harga yang berlaku di pasar internasional. Untuk komoditi tembakau virginia dipakai harga CIF (Cost Incurance and Freight). Berdasarkan data statistik BPS 2001-2006 diketahui bahwa rata-rata harga CIF tembakau virginia adalah US $ 2,17 per kg atau setara dengan Rp. 18.445 per kg dengan asumsi US $ 1 = Rp. 8.500. Dengan demikian penerimaan sosial petani tembakau virginia adalah sebesar Rp. 36.559.355 per hektar. Dengan demikian, penerimaan sosial petani 58,75 % lebih tinggi dibanding penerimaan privatnya. Sebagai akibat dari tingginya perbedaan harga sosial dengan harga privat output tembakau sebagaimana diuraikan di atas berimplikasi pada keuntungan yang diterima. Tabel 2 menjukkan bahwa keuntungan privat yang diterima petani adalah sebesar Rp. 4.905.063 per hektar, sedangkan pada harga sosial keuntungan yang diterima sebesar Rp. 15.684.501 per hektar. 2. Biaya input Tradable dan Non Tradable Tabel 2 menunjukkan bahwa komponen biaya input dipilah ke dalam biaya input tradable dan non tradable. Kedua biaya tersebut telah dipisah ke dalam biaya domestik dan asing dengan pendekatan langsung (Pearson, Nelson, dan Stryker dalam Suryana, 1981). Yang termasuk ke dalam biaya input nontradable pada usahatani tembakau virginia adalah benih, bambu, tikar, tenaga kerja, sewa lahan, pengairan, bunga modal kepada rentenir, penyusutan bangunan oven/peralatan dialokasikan sebagai komponen biaya domestik nontradable 100 persen. Input lainnya seperti pupuk NPK, KNO, pestisida, ZPT (prowl, tamex), plastik penutup bibit, tali rafia, tali goni, minyak tanah, dan transportasi lokal dimasukkan ke dalam input tradable. Pengalokasian biaya input produksi pupuk, pestisida, dan ZPT dalam penelitian ini didasarkan kepada hasil perhitungan yang dilakukan oleh Hutabarat, et al. (1997) sebagai berikut: (a) Untuk pestisida dan ZPT masingmasing 75,02 persen, 23,60 persen, dan 1,38 persen untuk komponen domestik, asing, dan pajak; (b) Untuk pupuk NPK dan KNO masingmasing 14,62 persen, 84 persen, dan 1,38 persen untuk komponen domestik, asing, dan pajak. Rendahnya komponen domestik karena Indonesia termasuk net importer terhadap kedua jenis pupuk tersebut, sebab sebagian besar bahan baku yang digunakan untuk memproduksi kedua jenis pupuk tersebut adalah eks impor, yaitu mencapai sekitar 84 persen dari biaya produksi (Azhari, 1996).
132 Tabel 2. Keunggulan Komparatif Usahatani Tembakau Virginia di Pulau Lombok Berdasarkan Rejim Perdagangan, 2006 (per hektar). Keterangan Penerimaan Biaya Input Keuntungan Tradable Non tradable Harga privat 23.029.125 6.105.746 12.018.316 4.905.063 Harga Sosial 36.559.355 8.856.538 12.018.316 15.684.501 DRCR (rejim SI) 0.61076 DRCR (rejim PE) 1.23439 Sumber: Data primer dan Sekunder (diolah) Pada Tabel 2 terlihat bahwa biaya input non tradable lebih tinggi dibanding biaya input tradable, baik pada harga privat maupun sosial. Indikasi ini mengisyaratkan bahwa biaya input nontradable domestik yang digunakan pada usahatani tembakau virginia lebih tinggi, yang sekaligus mencerminkan efisiensi dalam penggunaan sumberdaya domestik. Khusus input tradabel, biaya yang dikeluarkan petani pada harga sosial lebih tinggi dibanding pada harga privat. Kondisi sedemikian ini terjadi terutama sebagai akibat dari harga sosial minyak tanah yang jauh melampui harga privat, yaitu masingmasing Rp. 1.890 per lieter untuk harga sosial dan Rp. 950 per liter untuk harga privat. 3. Daya Saing Hasil analisis PAM menunjukkan, bahwa dengan mengusahakan tembakau virginia di Pulau Lombok dipandang dari segi ekonomi adalah cukup efisien (menguntungkan) untuk dikembangkan pada rejim perdagangan substitusi impor (SI), meskipun tidak demikian untuk rejim perdagangan promosi ekspor (PE), sebagaimana ditunjukkan oleh nilai DRCR yang berbeda yaitu 0,61076 untuk rejim SI dan 1,23439 untuk rejim PE. Hal ini mengindikasikan bahwa mengusahakan tembakau virginia di Pulau Lombok hanya efisien untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri atau substitusi impor, sebab untuk memproduksi tembakau virginia pada rejim perdagangan SI hanya membutuhkan biaya sumberdaya domestik sekitar 61,076 persen. Informasi lain yang dapat diperoleh dari angka DRCR pola rejim perdagangan SI adalah kemampuan mendatangkan nilai tambah. Dengan nilai koefisien DRCR 0,61076 mengindikasikan bahwa untuk memperoleh devisa sebesar satu dolar melalui pengurangan impor hanya dibutuhkan biaya untuk memproduksinya di dalam negeri sekitar 0,61 dolar. Dengan kata lain, bahwa setiap satu dolar devisa yang dihasilkan dalam usahatani tembakau virginia di Pulau Lombok mampu mendatangkan nlai tambah sebesar 0,39 dolar atau setara dengan Rp. 3.315 untuk setiap Rp. 8.500 devisa yang diperoleh dari pola perdagangan SI. Berbeda dengan pola perdagangan SI, tampak bahwa mengusahakan tembakau virginia di Pulau Lombok dengan tujuan promosi ekspor adalah tidak efisien, sebab biaya sumberdaya domestik yang dibutuhkan untuk rejim perdagangan tersebut sebesar 123,439 persen. Tidak efisiennya dalam rejim perdagangan PE adalah lebih banyak ditentukan oleh faktor sebagai berikut: (i) Rata-rata biaya domestik untuk memproduksi posisi daun tembakau yang sama adalah lebih tinggi dibanding dengan produksi luar negeri. Hal ini terlihat dari ekspor tembakau virginia Indonesia yang umumnya adalah daun-daun kualitas jelek dengan posisi daun bawah; (ii) Tingkat produktivitas daun tembakau kualitas baik (posisi daun tengah dan atas) relatif masih rendah dibanding luar negeri, dan (iii) Produksi tembakau dalam negeri masih terbatas pada satu musim tanam sehingga tidak menjamin kontinyuitas permintaan konsumen daun tembakau. Hasil wawancara dengan manajer PT. BAT Indonesia Lombok mengatakan bahwa neraga-negara penghasil tembakau virginia fc terutama China berani menjamin pasokan daun tembakau virginia sepanjang tahun. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Ditinjau dari sudut pandang ekonomi, hasil studi menyimpulkan bahwa daya saing tembakau virginia Lombok di pasar ekspor adalah lemah. Simpulan tersebut ditunjukkan oleh koefisien DRCR rejim perdagangan promosi ekspor (PE) sebesar 1,23439. Pengembangan usahatani tembakau virginia di Pulau Lombok lebih efisien untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri atau substitusi impor sebagaimana ditunjukkan oleh Hirwan Hamidi: daya saing tembakau
133 koefisien DRCR rejim perdagangn substitusi impor (SI) sebesar 0,61076. Saran Dalam upaya meningkatkan daya saing tembakau virginia Lombok di pasar ekspor diperlukan: (1) gerakan peningkatan produktivitas oleh semua stakeholder tembakau, (2) terobosan baru dalam substitusi penggunaan tenaga kerja manusia dengan hand tractors, terutama dalam pengolahan tanah dan pembuatan guludan, (3) penelitian alternatif penggunaan bahan bakar yang efisien dalam pengovenan tembakau sebagai pengganti minyak tanah. DAFTAR PUSTAKA Azhari, D. H., 1996. Fertilizer Policy in Indonesia. Agro-Chemicals News in Brief, Specials Issue, September 1996, ESCAP FAO/UNIDO, Bangkok, p. 72-79. Badan Pusat Statistik Nusa Tenggara Barat. 2004. Tabel Input Output Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2004. BPS NTB, Mataram. Dirjen Perkebunan Departemen Pertanian, 2006. Statistik Perkebunan Indonesia (Tembakau), 2004-1006, Jakarta, Indonesia. Hutabarat, B., Djauhari, A. Agustian, T.D. Permata, B. Rahman, Ikin Sadikin, dan J. Situmorang, 1997. Potensi dan Peluang Pemanfaatan Sumberdaya Produksi Tanaman Pangan di Luar Jawa. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor, p. 87-95. Monke, E.A. and S.R. Pearson. 1995. The Policy Analysis Matrix for Agricultural Development (2nd Edition). Cornell University Press. Ithaca and London (p.xiii, 16-73). Sugiarto, D. Siagian, L. T. Sunaryanto, dan D. S.Oetomo, 2003. Teknik Sampling, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Surachmad, 2002. Informasi Pasar dan Prediksi Tembakau Virginia di Masa Depan. Disampaikan dalam Rapat Kerja Program Intensifikasi Tembakau Virginia di NTB, 5-6 Juni 2002. Suryana, A., 1981. Keuntungan Komparatif Usahatani Ubikayu di Daerah Produksi Utama di Lampung dan Jawa Barat. Jurnal Agro Ekonomi, JAE, Vol. 1 No. 1 Oktober 1981. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor, p. 37-55).