BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada era keterbukaan sekarang ini maka reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan transparansi dan akuntabilitas sudah menjadi kewajiban yang harus dilakukan oleh semua kalangan di sektor publik. Transparansi dan Akuntabilitas menjadi hal penting dalam pengelolaan pemerintah termasuk di bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Sesuai dengan teori agency, akuntabilitas public (Mardiasmo, 2005: 20) adalah kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya kepada pemberi amanah (principal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut.saat ini semua kalangan mulai pengamat ekonomi, pengamat politik, investor, hingga rakyat memperhatikan setiap kebijakan dalam pengelolaan keuangan Negara. Desentralisasi keuangan dan otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat berdasarkan asas desentralisasi, daerah diberi kewenangan untuk memungut pajak/retribusi dan mengelola sumber daya alam yang dimiliki oleh masing masing daerah. Sumber dana bagi daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan (DBH, DAU, dan DAK) dan Pinjaman Daerah. 1
2 Adapun pembiayaan penyelengaraan pemerintahan berdasarkan asas desentralisasi dilakukan atas beban APBD. Tiga sumber tersebut langsung dikelola oleh Pemerintah Daerah melalui APBD, melalui kerjasama dengan Pemerintah Pusat ( Halim, 2009). Dalam UU No. 32 Tahun 2004 dijelaskan bahwa pemerintah daerah memisahkan fungsi eksekutif dengan fungsi legislatif. Berdasarkan fungsinya, pemerintah Daerah (eksekutif) dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (legislatif) terjadi hubungan keagenan (Halim, 2001; Halim & Abdullah, 2006). Secara implisit, peraturan perundang-undangan merupakan perjanjian antara eksekutif, legislatif, dan publik. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman Pemerintah Daerah dalam memberikan pelayanan publik. Di Sektor Publik terdapat 2 (dua) anggaran yang disusun yaitu, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dikelola oleh pemerintah pusat dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang dikelola oleh pemerinta daerah. Seluruh penerimaan dan pengeluaran Pemerintah Daerah baik dalam bentuk uang, barang dan jasa pada tahun anggaran yang harus dianggarkan dalam APBD (Kawedar dkk. 2008). Menurut PP Nomor 58 tahun 2005 dalam Warsito Kawedar (2008), APBD merupakan rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Perda). Dana Alokasi Umum merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Pembagian dana untuk daerah melalui bagi hasil berdasarkan
3 daerah penghasil cenderung menimbulkan ketimpangan antar daerah. Daerah yang mempunyai potensi pajak dan Sumber Daya Alam (SDA) yang besar hanya terbatas pada sejumlah daerah tertentu saja. Peranan Dana Alokasi Umum terletak pada kemampuannya untuk menciptakan pemerataan berdasarkan pertimbangan atas potensi fiskal dan kebutuhan nyata dari masing-masing daerah (Undangundang No.33 Tahun 2004). Pada era desentralisasi fiskal diharapkan terjadinya peningkatan pelayanan diberbagai sektor terutama sektor publik. Peningkatan layanan publik ini diharapkan dapat meningkatkan daya tarik bagi investor untuk membuka usaha di daerah. Harapan ini tentu saja dapat terwujud apabila ada upaya pemerintah dengan memberikan berbagai fasilitas untuk investasi dan dengan adanya insentif bagi investor sehingga mereka akan tertarik untuk menanamkan modalnya di daerah. Konsekuensinya, pemerintah perlu memberikan alokasi belanja yang lebih besar untuk tujuan ini. Desentralisasi fiskal disatu sisi memberikan kewenangan yang lebih besar dalam pengelolaan daerah, tetapi disisi lain memunculkan persoalan baru, dikarenakan tingkat kesiapan fiskal daerah yang berbeda-beda (Harianto dan Adi, 2007). Dalam Undang-undang No.32 Tahun 2004 disebutkan bahwa untuk pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat akan mentransfer Dana Perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil yang terdiri dari pajak dan sumber daya alam. Di samping Dana Perimbangan tersebut, Pemerintah Daerah mempunyai sumber pendanaan sendiri berupa Pendapatan Asli Daerah (PAD), pembiayaan,
4 dan lain-lain pendapatan daerah. Kebijakan penggunaan semua dana tersebut diserahkan kepada Pemerintah Daerah. Dana transfer dari Pemerintah Pusat digunakan secara efektif dan efisien oleh Pemerintah Daerah dalam meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat, dan menurut UU No. 32 Tahun 2004 proses penyusunan anggaran melibatkan pihak eksekutif (Pemerintah Daerah) dan pihak legislatif (DPRD), dimana kedua pihak tersebut melalui panitia anggaran. Eksekutif berperan sebagai pelaksana operasionalisasi daerah yang berkewajiban membuat rancangan APBD. Sedangkan legislatif bertugas mensahkan rancangan APBD dalam proses ratifikasi anggaran. Pemerintah Daerah harus mampu mengalokasikan belanja modal dengan baik karena belanja modal merupakan salah satu langkah bagi Pemerintah Daerah untuk memberikan pelayanan kepada publik. Darwanto dan Yustikasari (2007) menyatakan bahwa pemanfaatan anggaran belanja seharusnya dialokasikan untuk hal-hal produktif, misalnya untuk pembangunan infrastruktur daerah tersebut. Penerimaan pemerintah daerah seharusnya dialokasikan untuk program-program layanan publik. Kedua pendapat tersebut menyatakan bahwa belanja modal untuk kepentingan publik sangatlah penting. Pergeseran komposisi belanja merupakan upaya logis yang dilakukan pemerintah daerah setempat dalam rangka meningkatkan tingkat kepercayaan publik. Pergeseran ini ditujukan untuk peningkatan investasi modal dalam bentuk aset tetap, yakni peralatan, bangunan, infrastruktur, dan harta tetap lainnya. Semakin tinggi tingkat investasi modal diharapkan mampu meningkatkan kualitas layanan publik, karena aset tetap yang dimiliki sebagai akibat adanya belanja
5 modal merupakan prasyarat utama dalam memberikan pelayanan publik oleh pemerintah daerah. Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Darwanto dan Yulia Yustikasari (2007) yang telah meneliti Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah Dan Dana Alokasi Umum Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal, dan penelitian tersebut dilakukan pada pemerintah daerah se Jawa Bali baik pada kabupaten dan Kota pada tahun 2004-2005 dan hasil penelitian tersebut menyatakan Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum berpengaruh positif terhadap Belanja Modal. Selain itu terdapat penelitian lainnya yang telah dilakukan oleh Anggiat Situngkir dan John Sihar Manurung (2009) dengan penelitian Efek Memiliki Pendapatan Daerah, Pengalokasian Dana Umum, Dan Dana Khusus Pada Belanja Modal Di Kota dan Kabupaten Sumatera Utara dengan hasil penelitian bahwa Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh terhadap anggaran belanja modal di Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya tersebut, maka penelitian kali ini akan menganalisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus terhadap Belanja Modal dan perbedaan dengan penelitian sebelumnya terletak pada daerah dan waktu yang akan dilakukan penelitian yaitu pada Pemerintah Daerah Jawa Timur pada tahun 2011-2013, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah ketiga variabel independen tersebut berpengaruh positif terhadap belanja modal yang merupakan variabel dependen pada Provinsi Jawa Timur.
6 Permasalahan yang terjadi di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur yaitu adanya trend kenaikan pendapatan pada kabupaten/kota yaitu peningkatan pendapatan yang diperoleh dari pos pendapatan asli daerah, dana perimbangan dan lain-lain pendapatan yang sah dari tahun ke tahun. Akan tetapi kontribusi paling besar dalam pembentuk pendapatan APBD, bersumber dari dana perimbangan, selain itu setiap tahun baik total pendapatan maupun belanja APBD Jawa Timur terus meningkat, akan tetapi sejak Tahun 2009 distribusi alokasi belanja langsung selalu didominasi Belanja Barang/jasa di atas 60% sedangkan belanja modal rata-rata hanya 20%. Pada Tahun Anggaran 2011-2013 dapat dilihat jika penyerapan anggaran belanja modal rata-rata masih rendah pada masing-masing daerah kabupaten/kota yang ada di Provinsi Jawa Timur. No Daerah Penyerapan Anggaran Belanja Modal 2011 2012 2013 1 Kabupaten Blitar 18.57% 22.62% 29.27% 2 Kabupaten Bojonegoro 13.21% 24.44% 27.73% 3 Kabupaten Jember 15.67% 22.86% 26.58% 4 Kabupaten Kediri 25.27% 26.06% 21.99% 5 Kabupaten Lamongan 21.93% 26.26% 20.09% 6 Kabupaten Madiun 19.04% 24.69% 21.36% 7 Kabupaten Magetan 22.19% 16.28% 14.63% 8 Kabupaten Malang 21.94% 29.07% 24.07% 9 Kabupaten Mojokerto 20.56% 21.18% 21.18% 10 Kabupaten Pamekasan 24.88% 25.86% 16.43% 11 Kabupaten Pasuruan 15.50% 20.58% 18.34% 12 Kabupaten Ponorogo 16.48% 20.35% 10.17% 13 Kabupaten Probolinggo 28.56% 28.02% 20.72% 14 Kabupaten Sampang 30.06% 30.53% 29.87% 15 Kabupaten Sidoarjo 16.07% 24.31% 25.71% 16 Kabupaten Trenggalek 19.12% 17.31% 23.48%
7 17 Kabupaten Tuban 25.98% 24.54% 23.73% 18 Kota Batu 33.10% 17.22% 34.08% 19 Kota Blitar 50.60% 22.92% 23.39% 20 Kota Malang 21.79% 29.24% 32.27% 21 Kota Mojokerto 15.34% 28.25% 15.07% 22 Kota Surabaya 20.76% 26.89% 32.18% Berdasarkan Penjelasan di atas, maka judul yang akan diteliti adalah Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) Terhadap Realisasi Anggaran Belanja Modal (Studi Kota/Kabupaten di Provinsi Jawa Timur Periode Tahun 2011-2013). B. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang yang ada, maka rumusan masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut : 1. Apakah terdapat pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Realisasi Anggaran Belanja Modal di Provinsi Jawa Timur? 2. Apakah terdapat pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Realisasi Anggaran Belanja Modal di Provinsi Jawa Timur? 3. Apakah terdapat pengaruh Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Realisasi Anggaran Belanja Modal di Provinsi Jawa Timur? C. Tujuan dan Kontribusi Penelitian 1. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Untuk menganalisis pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Realisasi Anggaran Belanja Modal pada Pemerintah Jawa Timur.
8 b. Untuk menganalisis pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) Terhadap Realisasi Anggaran Belanja Modal pada Pemerintah Jawa Timur. c. Untuk menganalisis pengaruh Dana Alokasi Khusus (DAK) Terhadap Realisasi Anggaran Belanja Modal pada Pemerintah Jawa Timur. 2. Kontribusi Penelitian a. Bagi Pemerintah Jawa Timur, sebagai objek penelitian, dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menganalisis realisasi anggaran belanja Modal dengan mempertimbangkan Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus. b. Bagi Peneliti, memberikan pengetahuan mengenai pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus terhadap realisasi anggaran belanja modal di lingkungan Pemerintah Jawa Timur. c. Bagi Pihak Lain, khususnya akademisi, sebagai bahan referensi dan data tambahan bagi peneliti lainnya yang tertarik pada bidang kajian ini.