BAB I PENDAHULUAN. Pada era keterbukaan sekarang ini maka reformasi sektor publik yang

dokumen-dokumen yang mirip
INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom.

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya. (Maryati, Ulfi dan Endrawati, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya Otonomi daerah yang berlaku di Indonesia Berdasarkan

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.otonomi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran dearah

BAB I PENDAHULIAN. Dewasa ini, perhatian pemerintah terhadap masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah memisahkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi. daerah berkewajiban membuat rancangan APBD, yang hanya bisa

BAB I PENDAHULUAN. disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. disebutanggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Baik untuk

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dalam menciptakan good governance sebagai prasyarat dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB 1 PENDAHULUAN. Pusat mengalami perubahan, dimana sebelum reformasi, sistem pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pusat dan pemerintah daerah, yang mana otonomi daerah merupakan isu strategis

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya desentralisasi fiskal. Penelitian Adi (2006) kebijakan terkait yang

PENDAHULUAN. yang sangat besar, terlebih lagi untuk memulihkan keadaan seperti semula. Sesuai

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang sangat mendasar sejak diterapkannya otonomi daerah. dalam hal pengelolaan keuangan daerah.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA MODAL

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

BAB 1 PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kebijakan otonomi

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman

BAB I PENDAHULUAN. Sejak big bang decentralization yang menandai era baru pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Menurut Governmental

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bentuk kontrak antara eksekutif, legislatif dan publik.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Semakin tinggi tingkat investasi modal diharapkan mampu

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam mewujudkan pemerataan pembangunan di setiap daerah, maka

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dari Orde Baru ke Orde Reformasi telah membuat beberapa perubahan

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan perubahan peraturan perundangan yang mendasari pengelolaan

BAB I PENDHULUAN. kebijakan otonomi daerah yang telah membawa perubahan sangat besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi yang mensyaratkan perlunya pemberian otonomi seluas-luasnya

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mengelola keuangannya sendiri. Adanya otonomi daerah menjadi jalan bagi

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah sudah

BAB I PENDAHULUAN. pembagiaan dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang sentralisasi menjadi struktur yang terdesentralisasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari amanah yang diemban pemerintah dan menjadi faktor utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. perubahan di berbagai aspek kehidupan. Salah satu dari perubahan tersebut adalah

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya demokratisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA MODAL (Studi Empiris di Wilayah Karesidenan Surakarta)

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Tujuan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Sejak kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas

BAB I PENDAHULUAN. menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan. arti yang sebenarnya didukung dan dipasung sekian lama mulai

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah (Mardiasmo, 2002 : 50). Pengamat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitan. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 angka 5 memberikan definisi

BAB I PENDAHULUAN. bagi bangsa ini. Tuntutan demokratisasi yang diinginkan oleh bangsa ini yaitu

Pengaruh Dana Perimbangan, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) Terhadap Belanja Modal

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kerja finansial Pemerintah Daerah kepada pihak pihak yang berkepentingan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya sendiri, pada tahun ini juga tonggak sejarah reformasi manajemen

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. melalui otonomidaerah.pemberian otonomi daerah tersebut bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. provinsi. Dalam provinsi itu dikembangkan kembali dalam kabupaten kota,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Dokumen anggaran daerah disebut juga

BAB I PENDAHULUAN. landasan hukum dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang. menjadi UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004.

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya mendukung pelaksanaan pembangunan nasional, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah. sumber daya alamnya sendiri. Sumber dana bagi daerah antara lain terdiri dari

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada era keterbukaan sekarang ini maka reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan transparansi dan akuntabilitas sudah menjadi kewajiban yang harus dilakukan oleh semua kalangan di sektor publik. Transparansi dan Akuntabilitas menjadi hal penting dalam pengelolaan pemerintah termasuk di bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Sesuai dengan teori agency, akuntabilitas public (Mardiasmo, 2005: 20) adalah kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya kepada pemberi amanah (principal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut.saat ini semua kalangan mulai pengamat ekonomi, pengamat politik, investor, hingga rakyat memperhatikan setiap kebijakan dalam pengelolaan keuangan Negara. Desentralisasi keuangan dan otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat berdasarkan asas desentralisasi, daerah diberi kewenangan untuk memungut pajak/retribusi dan mengelola sumber daya alam yang dimiliki oleh masing masing daerah. Sumber dana bagi daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan (DBH, DAU, dan DAK) dan Pinjaman Daerah. 1

2 Adapun pembiayaan penyelengaraan pemerintahan berdasarkan asas desentralisasi dilakukan atas beban APBD. Tiga sumber tersebut langsung dikelola oleh Pemerintah Daerah melalui APBD, melalui kerjasama dengan Pemerintah Pusat ( Halim, 2009). Dalam UU No. 32 Tahun 2004 dijelaskan bahwa pemerintah daerah memisahkan fungsi eksekutif dengan fungsi legislatif. Berdasarkan fungsinya, pemerintah Daerah (eksekutif) dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (legislatif) terjadi hubungan keagenan (Halim, 2001; Halim & Abdullah, 2006). Secara implisit, peraturan perundang-undangan merupakan perjanjian antara eksekutif, legislatif, dan publik. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman Pemerintah Daerah dalam memberikan pelayanan publik. Di Sektor Publik terdapat 2 (dua) anggaran yang disusun yaitu, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dikelola oleh pemerintah pusat dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang dikelola oleh pemerinta daerah. Seluruh penerimaan dan pengeluaran Pemerintah Daerah baik dalam bentuk uang, barang dan jasa pada tahun anggaran yang harus dianggarkan dalam APBD (Kawedar dkk. 2008). Menurut PP Nomor 58 tahun 2005 dalam Warsito Kawedar (2008), APBD merupakan rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Perda). Dana Alokasi Umum merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Pembagian dana untuk daerah melalui bagi hasil berdasarkan

3 daerah penghasil cenderung menimbulkan ketimpangan antar daerah. Daerah yang mempunyai potensi pajak dan Sumber Daya Alam (SDA) yang besar hanya terbatas pada sejumlah daerah tertentu saja. Peranan Dana Alokasi Umum terletak pada kemampuannya untuk menciptakan pemerataan berdasarkan pertimbangan atas potensi fiskal dan kebutuhan nyata dari masing-masing daerah (Undangundang No.33 Tahun 2004). Pada era desentralisasi fiskal diharapkan terjadinya peningkatan pelayanan diberbagai sektor terutama sektor publik. Peningkatan layanan publik ini diharapkan dapat meningkatkan daya tarik bagi investor untuk membuka usaha di daerah. Harapan ini tentu saja dapat terwujud apabila ada upaya pemerintah dengan memberikan berbagai fasilitas untuk investasi dan dengan adanya insentif bagi investor sehingga mereka akan tertarik untuk menanamkan modalnya di daerah. Konsekuensinya, pemerintah perlu memberikan alokasi belanja yang lebih besar untuk tujuan ini. Desentralisasi fiskal disatu sisi memberikan kewenangan yang lebih besar dalam pengelolaan daerah, tetapi disisi lain memunculkan persoalan baru, dikarenakan tingkat kesiapan fiskal daerah yang berbeda-beda (Harianto dan Adi, 2007). Dalam Undang-undang No.32 Tahun 2004 disebutkan bahwa untuk pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat akan mentransfer Dana Perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil yang terdiri dari pajak dan sumber daya alam. Di samping Dana Perimbangan tersebut, Pemerintah Daerah mempunyai sumber pendanaan sendiri berupa Pendapatan Asli Daerah (PAD), pembiayaan,

4 dan lain-lain pendapatan daerah. Kebijakan penggunaan semua dana tersebut diserahkan kepada Pemerintah Daerah. Dana transfer dari Pemerintah Pusat digunakan secara efektif dan efisien oleh Pemerintah Daerah dalam meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat, dan menurut UU No. 32 Tahun 2004 proses penyusunan anggaran melibatkan pihak eksekutif (Pemerintah Daerah) dan pihak legislatif (DPRD), dimana kedua pihak tersebut melalui panitia anggaran. Eksekutif berperan sebagai pelaksana operasionalisasi daerah yang berkewajiban membuat rancangan APBD. Sedangkan legislatif bertugas mensahkan rancangan APBD dalam proses ratifikasi anggaran. Pemerintah Daerah harus mampu mengalokasikan belanja modal dengan baik karena belanja modal merupakan salah satu langkah bagi Pemerintah Daerah untuk memberikan pelayanan kepada publik. Darwanto dan Yustikasari (2007) menyatakan bahwa pemanfaatan anggaran belanja seharusnya dialokasikan untuk hal-hal produktif, misalnya untuk pembangunan infrastruktur daerah tersebut. Penerimaan pemerintah daerah seharusnya dialokasikan untuk program-program layanan publik. Kedua pendapat tersebut menyatakan bahwa belanja modal untuk kepentingan publik sangatlah penting. Pergeseran komposisi belanja merupakan upaya logis yang dilakukan pemerintah daerah setempat dalam rangka meningkatkan tingkat kepercayaan publik. Pergeseran ini ditujukan untuk peningkatan investasi modal dalam bentuk aset tetap, yakni peralatan, bangunan, infrastruktur, dan harta tetap lainnya. Semakin tinggi tingkat investasi modal diharapkan mampu meningkatkan kualitas layanan publik, karena aset tetap yang dimiliki sebagai akibat adanya belanja

5 modal merupakan prasyarat utama dalam memberikan pelayanan publik oleh pemerintah daerah. Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Darwanto dan Yulia Yustikasari (2007) yang telah meneliti Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah Dan Dana Alokasi Umum Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal, dan penelitian tersebut dilakukan pada pemerintah daerah se Jawa Bali baik pada kabupaten dan Kota pada tahun 2004-2005 dan hasil penelitian tersebut menyatakan Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum berpengaruh positif terhadap Belanja Modal. Selain itu terdapat penelitian lainnya yang telah dilakukan oleh Anggiat Situngkir dan John Sihar Manurung (2009) dengan penelitian Efek Memiliki Pendapatan Daerah, Pengalokasian Dana Umum, Dan Dana Khusus Pada Belanja Modal Di Kota dan Kabupaten Sumatera Utara dengan hasil penelitian bahwa Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh terhadap anggaran belanja modal di Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya tersebut, maka penelitian kali ini akan menganalisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus terhadap Belanja Modal dan perbedaan dengan penelitian sebelumnya terletak pada daerah dan waktu yang akan dilakukan penelitian yaitu pada Pemerintah Daerah Jawa Timur pada tahun 2011-2013, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah ketiga variabel independen tersebut berpengaruh positif terhadap belanja modal yang merupakan variabel dependen pada Provinsi Jawa Timur.

6 Permasalahan yang terjadi di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur yaitu adanya trend kenaikan pendapatan pada kabupaten/kota yaitu peningkatan pendapatan yang diperoleh dari pos pendapatan asli daerah, dana perimbangan dan lain-lain pendapatan yang sah dari tahun ke tahun. Akan tetapi kontribusi paling besar dalam pembentuk pendapatan APBD, bersumber dari dana perimbangan, selain itu setiap tahun baik total pendapatan maupun belanja APBD Jawa Timur terus meningkat, akan tetapi sejak Tahun 2009 distribusi alokasi belanja langsung selalu didominasi Belanja Barang/jasa di atas 60% sedangkan belanja modal rata-rata hanya 20%. Pada Tahun Anggaran 2011-2013 dapat dilihat jika penyerapan anggaran belanja modal rata-rata masih rendah pada masing-masing daerah kabupaten/kota yang ada di Provinsi Jawa Timur. No Daerah Penyerapan Anggaran Belanja Modal 2011 2012 2013 1 Kabupaten Blitar 18.57% 22.62% 29.27% 2 Kabupaten Bojonegoro 13.21% 24.44% 27.73% 3 Kabupaten Jember 15.67% 22.86% 26.58% 4 Kabupaten Kediri 25.27% 26.06% 21.99% 5 Kabupaten Lamongan 21.93% 26.26% 20.09% 6 Kabupaten Madiun 19.04% 24.69% 21.36% 7 Kabupaten Magetan 22.19% 16.28% 14.63% 8 Kabupaten Malang 21.94% 29.07% 24.07% 9 Kabupaten Mojokerto 20.56% 21.18% 21.18% 10 Kabupaten Pamekasan 24.88% 25.86% 16.43% 11 Kabupaten Pasuruan 15.50% 20.58% 18.34% 12 Kabupaten Ponorogo 16.48% 20.35% 10.17% 13 Kabupaten Probolinggo 28.56% 28.02% 20.72% 14 Kabupaten Sampang 30.06% 30.53% 29.87% 15 Kabupaten Sidoarjo 16.07% 24.31% 25.71% 16 Kabupaten Trenggalek 19.12% 17.31% 23.48%

7 17 Kabupaten Tuban 25.98% 24.54% 23.73% 18 Kota Batu 33.10% 17.22% 34.08% 19 Kota Blitar 50.60% 22.92% 23.39% 20 Kota Malang 21.79% 29.24% 32.27% 21 Kota Mojokerto 15.34% 28.25% 15.07% 22 Kota Surabaya 20.76% 26.89% 32.18% Berdasarkan Penjelasan di atas, maka judul yang akan diteliti adalah Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) Terhadap Realisasi Anggaran Belanja Modal (Studi Kota/Kabupaten di Provinsi Jawa Timur Periode Tahun 2011-2013). B. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang yang ada, maka rumusan masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut : 1. Apakah terdapat pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Realisasi Anggaran Belanja Modal di Provinsi Jawa Timur? 2. Apakah terdapat pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Realisasi Anggaran Belanja Modal di Provinsi Jawa Timur? 3. Apakah terdapat pengaruh Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Realisasi Anggaran Belanja Modal di Provinsi Jawa Timur? C. Tujuan dan Kontribusi Penelitian 1. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Untuk menganalisis pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Realisasi Anggaran Belanja Modal pada Pemerintah Jawa Timur.

8 b. Untuk menganalisis pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) Terhadap Realisasi Anggaran Belanja Modal pada Pemerintah Jawa Timur. c. Untuk menganalisis pengaruh Dana Alokasi Khusus (DAK) Terhadap Realisasi Anggaran Belanja Modal pada Pemerintah Jawa Timur. 2. Kontribusi Penelitian a. Bagi Pemerintah Jawa Timur, sebagai objek penelitian, dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menganalisis realisasi anggaran belanja Modal dengan mempertimbangkan Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus. b. Bagi Peneliti, memberikan pengetahuan mengenai pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus terhadap realisasi anggaran belanja modal di lingkungan Pemerintah Jawa Timur. c. Bagi Pihak Lain, khususnya akademisi, sebagai bahan referensi dan data tambahan bagi peneliti lainnya yang tertarik pada bidang kajian ini.