σ = 0,7 = = 15,52 Dimana : = Tegangan geser (N/ ) F = Gaya potong spon (N) = Bidang geser dari spon ( Sehingga : = = = 42175,6

dokumen-dokumen yang mirip
4.2.2 Perencanaan Diameter Pipa Saluran Diameter pipa saluran dapat dicari persamaan kerugian tekanan :

Gambar 4.19 Sket Benda Kerja 10

Gambar 2.32 Full pneumatik element

ANALISA ALAT PNEUMATIK MESIN PEMOTONG SPON / GASKET DENGAN TEKANAN 60 PSI

RANCANG BANGUN MESIN PEMOTONG SPON/GASKET SISTEM PNEUMATIK

MODIFIKASI MESIN PRESS SOL SEPATU. Rahmat Hadi Sukarno ( ) Ir. Hari Subiyanto, MSc. DENGAN SISTEM PNEUMATIK

RANCANG BANGUN MESIN ELEKTRO PNEUMATIK BLANKING PROFIL SANDAL

Komponen Sistem Pneumatik

MESIN HOT EMBOSSING PALLET PLASTIK

Penggunaan sistem Pneumatik antara lain sebagai berikut :

RANCANG BANGUN MESIN HOT EMBOSSING SANDAL DENGAN SISTEM ELEKTRO PNEUMATIK

RANCANG BANGUN MESIN PRESS SANDAL WITH MINI CONVEYOR

KUMPULAN SOAL PNEUMATIC By Industrial Electronic Dept. Of SMKN 1 Batam

Oleh : Endiarto Satriyo Laksono Maryanto Sasmito

RANCANG BANGUN ALAT SIMULASI STEEL STRIP FEEDER SISTEM PNEUMATIK DENGAN KONTROL PLC

BAB IV HASIL DAN ANALISA. 4.1 Hasil Perancangan Desain dan Alat. Hasil desain dan perancangan alat pemadat sampah plastik dapat dilihat pada

BAB III METODE PERANCANGAN

Mekatronika Modul 11 Pneumatik (1)

RANCANG BANGUN SIMULASI SISTEM PNEUMATIK UNTUK PEMINDAH BARANG

PRAKTIKUM DAC HIDROLIK

BAB III METODE PENELITIAN

PERENCANAAN POWER PACK MESIN PRESS HIDROLIK

RANCANG BANGUN SISTEM PNEUMATIK PADA MESIN PEMROSES BUAH KELAPA TERPADU

Mekatronika Modul 13 Praktikum Pneumatik

INSTRUMENT EVALUASI. MATA KULIAH : PNEUMATIK & HIDROLIK KODE / SKS : MSN 326 / 2 SKS SEMESTER : GENAP (IV) DOSEN/ASISTEN : PURNAWAN,S.Pd.

TUGAS AKHIR PERANCANGAN ALAT PENCETAK TABLET DENGAN APLIKASI PNEUMATIK DAN KONTROL PLC

BAB II SISTEM MESIN LAS DAN POTONG KANTONG PLASTIK BERBASIS PNEUMATIK DENGAN MIKROKONTROLER

Gambar struktur fungsi solenoid valve pneumatic

TUGAS AKHIR RANCANG BAGUN SISTEM HIDROLIK PADA ALAT FRICTION WELDING DENGAN BENDA UJI AISI 1045

MESIN PENGEPRES PLASTIK DENGAN SISTEM PENGGERAK PNEUMATIK

SIFAT, KEUNTUNGAN, DAN KERUGIAN UDARA BERTEKANAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

APLIKASI PLC SEBAGAI SISTEM KONTROL PADA MESIN PRESS DENGAN SISTEM PNEUMATIK UNTUK PEMBUATAN PAVING BLOK

PENGERTIAN DAN PERBEDAAN SISTEM HIDROLIK DAN PNEUMATIK

PERANCANGAN POMPA TORAK 3 SILINDER UNTUK INJEKSI LUMPUR KEDALAMAN FT DENGAN DEBIT 500 GPM

Penggunaan sistem Pneumatik antara lain sebagai berikut :

PERENCANAAN DAN SIMULASI SISTEM PNEUMATIK PADA MESIN PRES BRIKET BLOTHONG BERBANTUAN PERANGKAT LUNAK

LAPORAN TUGAS AKHIR. Disusun Oleh : Nama : Hakim Abdau NIM : Pembimbing : Nur Indah. S. ST, MT.

BAB III METODE PENELITIAN. Mulai. Studi Literatur & Observasi Lapangan. Identifikasi & Perumusan Masalah

ANALISA SISTEM PNEUMATIK ALAT PEMOTONG SERAT ALAM

PERANCANGAN KOMPRESOR TORAK UNTUK SISTEM PNEUMATIK PADA GUN BURNER

APLIKASI KONTROLER PID DALAM PENGENDALIAN POSISI STAMPING ROD BERBASIS PNEUMATIC MENGGUNAKAN ARDUINO UNO

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

MONITORING MESIN PRESS INDUSTRI KAROSERI MENGGUNAKAN PLC

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang sangat pesat, salah satu contoh perkembangan

TUGAS AKHIR ANALISIS KOMPRESI PADA KOMPRESOR TORAK SINGLE ACTION

ANALISIS TEKANAN POMPA TERHADAP DEBIT AIR Siswadi 5

MEMBUAT TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS DAN ALAT EVALUASI PEMBELAJARAN JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

PERHITUNGAN DAYA DAN PENGUJIAN MESIN PENGEPRESS SANDAL

BAB III MODIFIKASI MESIN DAN PROSES PRODUKSI. Mulai. Studi Literatur. Pengamatan di Lapangan. Data. Analisa. Kesimpulan. Selesai

BAB IV ANALISA PERBANDINGAN DAN PERHITUNGAN DAYA

RANCANG BANGUN ALAT BANTU 3D SCANNER

ELEKTRO-PNEUMATIK (smkn I Bangil)

BAB III ANALISA DAN PERHITUNGAN

TUGAS AKHIR PERENCANAAN SISTEM HIDRAULIK PADA BACKHOE LOADER TYPE 428E

Edi Sutoyo 1, Setya Permana Sutisna 2


BAB IV PERHITUNGAN HIDRAULIK

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH DEBIT ALIRAN TERHADAP HEAD LOSSES PADA VARIASI JENIS BELOKAN PIPA

LAPORAN PROYEK AKHIR PERANCANGAN SISTEMPNEUMATIK TRANSFER STATION

III. METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang diuji menggunakan material tanah lempung yang disubtitusi

PENGARUH VARIASI SUDUT BUTTERFLY VALVE PADA PIPA GAS BUANG TERHADAP UNJUK KERJA MOTOR BENSIN 4 LANGKAH

BAB IV METODE PEMBUATAN ALAT

RANCANG BANGUN MESIN PEMOTONG SINGKONG DENGAN SISTEM PNEUMATIK


PENGERTIAN HIDROLIKA

PERENCANAAN SISTEM PNEUMATIK PADA MESIN MARKING UNTUK BAHAN BRASS (C3602) DENGAN KEKUATAN GESER 1000N

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN :

BAB I PENDAHULUAN. bentuk suatu benda kerja dengan menggunakan sepasang alat. perencanaan peralatan, diameter yang akan dipotong, material alat

Mesin Pemeras Minyak Ikan. Kamin Ginting & Eka Nanda Pratama

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor.

ANALISA DONGKRAK ULIR DENGAN BEBAN 4000 KG

PERANCANGAN ULANG DAN PEMBUATAN MESIN PENGIRIS SINGKONG UNTUK MEMBUAT KRIPIK DENGAN METODE VDI 2221

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DESAIN MESIN PRESS PENUTUP BOTOL OTOMATIS MENGGUNAKAN INVENTOR 2015

UJI KUAT GESER LANGSUNG TANAH

BAB I PENDAHULUAN. memindahkan fluida dari suatu tempat yang rendah ketempat yang. lebih tinggi atau dari tempat yang bertekanan yang rendah ketempat

Perhitungan Pneumatik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bahan Penelitian Pada penelitian ini refrigeran yang digunakan adalah Yescool TM R-134a.

IIN FATIMAH. Dosen Pembimbing : Proyek Priyonggo SL, ST, MT TEKNIK PERMESINAN KAPAL

PERANCANGAN JIG DAN FIXTURE SISTEM PNEUMATIK UNTUK PROSES PEMASANGAN BEARING DAN ABSORBER PADA VELG REAR WHEEL

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN. Masinis lapor. Masinis menyerahkan handel RH & T.200. Pengawas menanyakan keadaan lok selama dilintas.

BAB IV ANALISA / PEMECAHAN MASALAH

BAB III PEMBUATAN ALAT UJI DAN METODE PENGAMBILAN DATA

TUGAS AKHIR. Pengaruh Tekanan Udara Terhadap Laju Pengikisan Plat Baja ST 37 Pada Proses Sandblasting

BAB IV PERHITUNGAN SISTEM HIDRAULIK

Aries Afrianto Dr. Ir. Heru Mirmanto,MT

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II STUDI LITERATUR

METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Sampel tanah yang digunakan adalah tanah lempung yang berasal dari

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

Lembar Latihan. Lembar Jawaban.

Uji Unjuk Kerja Pompa Pedal Multi Piston

BABI PENDAHULUAN. dilatarbelakangi oleh semakin banyaknya perusahaan Air Minurn Dalam Kemasan

Kata kunci : prototipe, pengujian, temperatur, tabung vakum, minyak sayur

ANALISIS MESIN PEMOTONG BAGIAN ATAS GELAS PLASTIK

TUGAS AKHIR PERENCANAAN SYSTEM HYDROLIK PADA MOVABLE BRIDGE DERMAGA KAPASITAS 100 TON

ANALISA HIDROLIK SISTEM LIFTER PADA FARM TRACTOR FOTON FT 824

Transkripsi:

BAB IV PERENCANAAN dan PERHITUNGAN 4.1. Perhitungan dan Pemilihan Peralatan Pneumatik Pada sub bab ini dilakukan perhitungan perencanaan untuk memilih peralatan pneumatik sesuai dengan beban yang telah diketahui. 4.2. Gaya Pemotongan Spon Pada Dies Berdasarkan proses pembentukan produk maka terdapat beberapa langkah perlakuan pada beda kerja, yaitu : Meletakkan benda kerja pada dies Memotong benda kerja Mengambil benda kerja dari dies Dari langkah-langkah di atas dapat direncanakan suatu pengerak dengan menggunakan sistem pneumatik, tetapi perlu dicari gaya pemotongan terlebih dahulu. σ = 0,7 = = 15,52 Dimana : = Tegangan geser (N/ ) F = Gaya potong spon (N) = Bidang geser dari spon ( Sehingga : = = = 42175,6 Jadi gaya yang dibutuhkan untuk pemotongan spon sebesar = 42175,6. 4.2.1 Perencanaan Diameter Silinder Pneumatik Untuk mencari diameter minimal dari silinder pneumatik, maka perencanaan awal, diambil tekanan operasi dari sistem sebesar 60 Psi dan gaya pembentukan yang terjadi pada produk sebesar 42175,6. Dan ini kemudian dipakai dalam perencanaan silinder pneumatik untuk pengepresan benda kerja. Diameter minimal silinder dapat dicari dengan persamaan : F =. D 2. P - (Tenaga Fluida Pneumati,:hal 77) 21

Sehingga: F =. D 2. P - 42175,6 = D 2 = D 2 = 995,64 D = D = 31,55 mm Dari perencanaan diatas didapat diameter minimal silinder pneumatik sebesar 31,55 mm. Maka untuk perencanaan ini dipilih silinder dengan diameter 100 mm dengan tipe Double Akting Silinder. 4.2.2 Perencanaan Diameter Pipa Saluran Diameter pipa saluran dapat dicari persamaan kerugian tekanan : P f = (Esposito, hal 508) Dimana: P f = Kerugian tekanan maksimum yang diijinkan sebesar 3 Psi (Krist, 1993 hal 132) L = Panjang pipa yang direncanakan L = 3m = 3m x = 9,84 ft CR = CR = = 7,8mm 8mm Tetapi perlu dihitung dahulu kecepatan aliran silinder dengan : Dimana: -V = t S ; dengan: S = 0,1m = stroke silinder V = = 0,025 t = 4s = waktu tempuh silinder 22

Maka: Q = (0,1m) 2 x x 8 = 0,002 = 0,002 x = 0,07 Sehingga diameter pipa minimum untuk silinder pneumatik 100 mm dapat dicari dengan persamaan : P f = 3 = 24d 5,31 = 0,1025 x 3 x 0,0049 d 5,31 = d 5,31 = 0,000062 in d = 0,161 in = 4,096 mm Dari perhitungan diatas didapat diameter pipa minimum untuk silinder pneumatik 100 mm adalah 4,096 mm. Untuk perencanaan ini dipilih pipa dengan diameter dalam pipa 8 mm dan diameter luarpipa 12 mm dengan jenis polyurethane supaya mudah diatur tata letaknya. 4.2.3 Pemilihan Kompressor Dengan data tekanan dan kapasitas silinder diatas maka compressor yang dipilih adalah tipe displacement kompresor (kompresor perpindahan) yaitu tipe recyprocating kompresor karena tipe ini pada sistem pneumatik kompresor sering digunakan dan memiliki tekanan yang stabil sehingga cocok sekali untuk digunakan pada sistem pneumatik selain itu kompresor jenis ini mempunyai tekanan yang rendah sampai tinggi. Perhitungan Tekanan Udara Yang Keluar Dari Air receiver Dicari dengan persamaan sebagai berikut : ΔP = P 1 P 2. Dimana :ΔP = Kerugian total sistem pneumatik P 1 = Tekanan Udara yang keluar Air receiver. P 2 = Tekanan operasi sistem pneumatik. 23

1,12.10-5 bar = P 1 6 bar P 1 = 6.0000112 bar. Jadi tekanan udara yang keluar dari air receiver adalah sebesar 6.0000112 bar. Dari data tekanan udara keluar air receiver sebesar 6.000 012 bar serta kapasitasnya sebesar 3,14.10-5 m 3 /s (0.113 m 3 /Hour) maka menurut grafik dipilihlah kompresor Recyprocating double stage. Gambar 4.1 Grafik Pemilihan Kompresor Tabel 4.1 Pemilihan Kompresor. Maka jenis Kompresornya Diambil yang mempunyai tekanan dan kapasitas diatas teknan dan kapasitas keluar Air receiver. kompresor reciprocating dengan spesifikasi sebagai berikut : model : PE 30T kapasitas : 12.64 dicharg presure : 10,34 bar 24

4.3. Perencanaan Sirkuit Pneumatik 4.3.1 Diagram Sirkuit Pneumatik Setelah didapatkan hasil perhitungan mengenai komponen-komponen pneumatik, maka perlu direncanakan juga sistem pneumatik ataupun peralatan pendukungnya. Agar didapatkan hasil yang optimum sesuai dengan kebutuhan. Adapun skematis dari perencanaan sistem pneumatik yang digunakan adalah sebagai berikut : Gambar 4.3 Rangkaian Sistem Pneumatik Keterangan : 1.0 Silinder Pneumatik Double Acting 1.1 5/2-way Valve via pedal 0.2 Service unit / FRL (Filter, Regulator, Lubrikator) 0.1 Pressure Source (Kompresor) Fungsi dari masing-masing koponen pneumatik diatas adalah sebagai berikut : 1. Silinder Pneumatik Double Acting Berfungsi meneruskan udara bertekanan untuk diubah menjadi gaya yang diperlukan dalam melakukan langkah kerja. 2. 5/2 Way Valve Via Pedal Berfungsi untuk mengatur mekanisme arah maju dan mundur dari silinder pneumatik dengan sistim Tuas. 3. Service Unit (Filter, Regulator, Lubrikator) Terdiri dari filter yang berfungsi untuk menyaring udara dari debu dan partikel lainnya. Pressure regulator untuk menjaga agar tekanan udara operasi selalu dalam keadaan konstan. Serta lubrikator yang berfungsi untuk melumasi bagian yang bergesekan seperti silinder pneumatik. 4. kompressor Merupakan alat yang berfungsi sebagai penghasil udara bertekanan. 25

4.4. Hasil Uji Pemotongan 4.4.1. Hasil Uji Pemotongan Dengan Perbedaan Tekanan Tabel 4.2 Benda Kerja 1 Gambar 4.2 Benda Kerja 1 Gambar 4.3 Sket Benda Kerja 1 Dari hasil uji pemotongan didapat pada P 1 = 10 Psi P 2 = 10 Psi hasil pemotonggannya tidak sempurna, kemudian juga diketahui pada P 1 = 10 Psi P 2 = 20 Psi hasil pemotonggannya juga tidak sempurna, baru pada P 1 = 10 Psi P 2 = 30 Psi begitu juga sampai pada P 1 = 10 Psi P 2 = 60 Psi hasil yang didapatkan dari pemotongan spon baru sempurna. Pada hasil pemotongan P 1 = 10 Psi P 2 = 10 Psi dan P 1 = 10 Psi P 2 = 20 Psi didapatkan kurang sempurna, hal ini disebabkan karena tekanan yang diberikan terlalu kecil sehingga tidak mampu untuk melakukan pemotongan dengan sempurna, selain itu juga disebabkan karena spon mempunyai sifat elastisitas yang tinggi, dan juga disebabkan kepresisian dan ketajaman pada pisau potong. Sedangkan pada hasil pemotongan P 1 = 10 Psi P 2 = 30 Psi sampai P 1 = 10 Psi P 2 = 60 Psi baru bisa dilakukan pemotongan yang sempurna, hal ini disebabkan tekanan yang diberikan lebih besar dan waktu pemotongannya lebih lama. Sedangkan pada P 1 = 10 Psi P 2 = 30 Psi sampai P 1 = 10 Psi P 2 = 40 Psi terdapat sisa dari proses pemotongan, meskipun menyisakan sisa pemotongan hal ini tidak memerlukan proses pemotongan lagi (proses ulang). 26

Tabel 4.3 Benda Kerja 2 Gambar 4.3 Benda Kerja 2 Gambar 4.4 Sket Benda Kerja 2 Dari tabel diatas didapatkan hasil uji pemotongan pada P 1 = 20 Psi P 2 = 10 Psi hasil pemotonggannya tidak sempurna, kemudian juga diketahui pada P 1 = 20 Psi P 2 = 20 Psi hasil pemotonggannya juga tidak sempurna, kemudian pemotongan spon baru sempurna pada P 1 = 20 Psi P 2 = 30 Psi begitu juga sampai pada P 1 = 20 Psi P 2 = 60 Psi. Pada hasil pemotongan P 1 = 20 Psi P 2 = 10 Psi dan P 1 = 20 Psi P 2 = 20 Psi didapatkan kurang sempurna, hal ini disebabkan karena spon mempunyai sifat elastisitas yang tinggi, juga disebabkan kepresisian dan ketajaman pada pisau potong, dan tekanan yang diberikan terlalu kecil sehingga tidak mampu untuk melakukan pemotongan dengan sempurna. Sedangkan pada hasil pemotongan P 1 = 20 Psi P 2 = 30 Psi sampai dengan P 1 = 20 Psi P 2 = 60 Psi baru bisa dilakukan pemotongan yang sempurna, hal ini disebabkan tekanan yang diberikan lebih besar dan waktu pemotongannya lebih lama. Sedangkan pada P 1 = 20 Psi P 2 = 30 Psi sampai dengan P 1 = 20 Psi P 2 = 50 Psi terdapat sisa dari hasil pemotongan, tetapi sisa tersebut tidak memerlukan proses pemotongan ulang, cukup dengan ditarik maka pemotongan sisa itu sudah lepas. Tabel 4.4 Benda Kerja 3 Gambar 4.5 Benda Kerja 3 27

Gambar 4.6 Sket Benda Kerja 3 Dilihat dari tabel diatas didapatkan hasil uji pemotongan tidak sempurna pada P 1 = 30 Psi P 2 = 10 Psi sampai dengan P 1 = 30 Psi P 2 = 30 Psi hasil pemotonggannya juga tidak sempurna, kemudian pemotongan spon baru sempurna pada P 1 = 30 Psi P 2 = 40 Psi begitu juga sampai pada P 1 = 30 Psi P 2 = 60 Psi. Dari tabel diatas secara keseluruan dapat di simpulkan proses pemotongan yang kurang sempurna disebabkan oleh tekanan yang diberikan berbeda-beda, semakin besar tekanan yang diberikan maka hasil pemotongan spon yang didapatkan semakin bagus (sempurna). Karena semakin besar tekanan yang diberikan semakin besar pula gaya tekan yang didapatkan oleh spon, oleh sebab itu spon semakin tertekan dan mengakibatkan spon terpotong. Sedangkan pada P 1 = 30 Psi P 2 = 30 Psi sampai dengan P 1 = 30 Psi P 2 = 50 Psi terdapat sisa dari hasil pemotongan, tetapi sisa tersebut tidak memerlukan proses pemotongan ulang, cukup dengan ditarik maka pemotongan sisa itu sudah lepas. Tabel 4.5 Benda Kerja 4 Gambar 4.7Benda Kerja 4 Gambar 4.8 Sket Benda Kerja 4 Dari tabel diatas didapatkan hasil uji pemotongan pada P 1 = 40 Psi P 2 = 10 Psi hasil pemotonggannya tidak sempurna, kemudian juga diketahui pada P 1 = 40 Psi P 2 = 30 Psi hasil pemotonggannya juga tidak sempurna, kemudian pemotongan spon baru sempurna pada P 1 = 40 Psi P 2 = 40 Psi begitu juga sampai pada P 1 = 40 Psi P 2 = 60 Psi hasilnya pemotongannya juga sempurna. 28

Dari tabel diatas secara keseluruan dapat di simpulkan proses pemotongan yang kurang sempurna disebabkan oleh tekanan yang diberikan berbeda-beda, semakin besar tekanan yang diberikan maka hasil pemotongan spon yang didapatkan semakin bagus (sempurna). Sedangkan dalam P 1 = 40 Psi P 2 = 40 Psi hasil pemotongan spon masih menyisakan flas tapi hal itu tidak memerlukan proses lagi cukup dengan menarik hasil pemotongan spon, maka spon sudah lepas. Sedangkan pada P 1 = 40 Psi P 2 = 30 Psi sampai dengan P 1 = 40 Psi P 2 = 50 Psi terdapat sisa dari hasil pemotongan, tetapi sisa tersebut tidak memerlukan proses pemotongan ulang, cukup dengan ditarik maka pemotongan sisa itu sudah lepas. Tabel 4.6 Benda Kerja 5 Gambar 4.9 Benda Kerja 5 Gambar 4.10 Sket Benda Kerja 5 Dari tabel diatas didapatkan hasil uji pemotongan spon yang kurang sempurna pada P 1 =50 Psi P 2 =10 Psi sampai pada P 1 =50 Psi P 2 =30 Psi hasil pemotonggannya juga tidak sempurna, kemudian pemotongan spon baru sempurna pada P 1 =50 Psi P 2 =40 Psi sampai pada P 1 =20 Psi P 2 =60 Psi. Pada hasil pemotongan P 1 =50 Psi P 2 =10 Psi sampai dengan P 1 =50 Psi P 2 =30 Psi didapatkan kurang sempurna, hal ini disebabkan karena spon mempunyai sifat elastisitas yang tinggi, juga disebabkan kepresisian dan ketajaman pada pisau potong, dan tekanan yang diberikan terlalu kecil sehingga tidak mampu untuk melakukan pemotongan dengan sempurna. Sedangkan pada hasil pemotongan sempurna pada P 1 = 50 Psi P 2 = 40 Psi sampai dengan P 1 = 50 Psi P 2 = 60 Psi hasil pemotongan juga yang sempurna, hal ini disebabkan tekanan yang diberikan lebih besar dan waktu pemotongannya lebih lama. Sedangkan pada P 1 = 50 Psi P 2 = 40 Psi sampai pada P 1 = 50 Psi P 2 = 60 Psi masih terdapat sisa, meskipun terdapat sisa hal ini tidak memerlukan proses pemotongan ulang hanya dengan menarik spon-nya saja sisa potongan tadi sudah lepas, baru pada P 1 = 50 Psi P 2 = 60 Psi hasil pemotongan spon-nya sangat sempuna karena tidak terdapat sisa pemotongan. 29

Tabel 4.7 Benda Kerja 6 Gambar 4.11 Benda Kerja 6 Gambar 4.12 Sket Benda Kerja 6 Dari tabel diatas didapatkan hasil uji pemotongan spon yang kurang sempurna pada P 1 = 60 Psi P 2 = 10 Psi sampai pada P 1 = 60 Psi P 2 = 30 Psi hasil pemotonggannya juga tidak sempurna, kemudian pemotongan spon baru sempurna pada P 1 = 60 Psi P 2 = 40 Psi sampai pada P 1 = 60 Psi P 2 = 60 Psi. Pada hasil pemotongan P 1 =60 Psi P 2 =10 Psi sampai dengan P 1 =60 Psi P 2 =30 Psi didapatkan kurang sempurna, hal ini disebabkan karena spon mempunyai sifat elastisitas yang tinggi, juga disebabkan kepresisian dan ketajaman pada pisau potong, dan tekanan yang diberikan terlalu kecil sehingga tidak mampu untuk melakukan pemotongan dengan sempurna. Sedangkan pada hasil pemotongan sempurna pada P 1 = 60 Psi P 2 = 40 Psi sampai dengan P 1 = 60 Psi P 2 = 60 Psi hasil pemotongannya juga sempurna, hal ini disebabkan tekanan yang diberikan lebih besar dan waktu pemotongannya lebih lama. Sedangkan pada P 1 = 60 Psi P 2 = 40 Psi sampai pada P 1 = 60 Psi P 2 = 50 Psi masih terdapat sisa, meskipun terdapat sisa hal ini tidak memerlukan proses pemotongan ulang hanya dengan menarik spon-nya saja sisa potongan tadi sudah lepas, baru pada P 1 = 60 Psi P 2 = 60 Psi hasil pemotongan spon-nya sangat sempuna karena tidak terdapat sisa pemotongan. 30

Tabel 4.8 Hasil Pemotongan Spon Dengan perbedaan Tekanan Awal dan Tekanan Akhir Dari seluruh hasil uji pemotongan dapat disimpulkan bahwa tekanan yang diberikan untuk mencapai pemotongan yang maksimal yaitu pada benda kerja yang diberikan tekanan P 1 = 10 Psi P 2 = 30 Psi, P 1 = 10 Psi P 2 = 40 Psi, P 1 = 10 Psi P 2 = 50 Psi, P 1 = 10 Psi P 2 = 60 Psi, P 1 = 20 Psi P 2 = 30 Psi, P 1 = 20 Psi P 2 = 40 Psi, P 1 = 20 Psi P 2 = 40 Psi, P 1 = 20 Psi P 2 = 50 Psi, P 1 = 20 Psi P 2 = 60 Psi, P 1 = 30 Psi P 2 = 40 Psi, P 1 = 30 Psi P 2 = 50 Psi, P 1 = 30 Psi P 2 = 60 Psi, P 1 = 40 Psi P 2 = 40 Psi, P 1 = 40 Psi P 2 = 50 Psi, P 1 = 40 Psi P 2 = 60 Psi, P 1 = 50 Psi P 2 = 40 Psi, P 1 = 50 Psi P 2 = 50 Psi, P 1 = 50 Psi P 2 = 60 Psi, P 1 = 60 Psi P 2 = 40 Psi, P 1 = 60 Psi P 2 = 50 Psi, dan P 1 = 60 Psi P 2 = 60 Psi, hal ini disebabkan karena beban tekanan yang diberikan lebih besar sehingga meghasilkan pemotongan yang maksimal atau sempurna. Sedangkan pada tekanan pada pemotongan yang kurang sempurna yaitu pada benda kerja yang diberikan tekanan P 1 = 10 Psi P 2 = 10 Psi, P 1 = 10 Psi P 2 = 20 Psi, P 1 = 20 Psi P 2 = 10 Psi, P 1 = 20 Psi P 2 = 20 Psi, P 1 = 30 Psi P 2 = 10 Psi, P 1 = 30 Psi P 2 = 20 Psi, P 1 = 30 Psi P 2 = 30 Psi, P 1 = 40 Psi P 2 = 10 Psi, P 1 = 40 Psi P 2 = 20 Psi, P 1 = 40 Psi P 2 = 30 Psi, P 1 = 40 Psi P 2 = 10 Psi, P 1 = 40 Psi P 2 = 20 Psi, P 1 = 40 Psi P 2 = 30 Psi, P 1 = 50 Psi P 2 = 10 Psi, P 1 = 50 Psi P 2 = 20 Psi, P 1 = 50 Psi P 2 = 30 Psi, P 1 = 60 Psi P 2 = 10 Psi, P 1 = 60 Psi P 2 = 20 Psi, dan P 1 = 60 Psi P 2 = 30 Psi. Hal ini disebabkan karena beban tekanan yang diberikan lebih kecil dari pada tekanan yang diatas tersebut. 4.4.2. Hasil Uji Pemotongan Dengan Perbedaan Tekanan dan Waktu Tabel 4.9 Benda Kerja 7 Gambar 4.13 Benda Kerja 7 31

Gambar 4.14 Sket Benda Kerja 7 Dari tabel diatas didapatkan pada P = 10 Psi dengan waktu 0.3 detik hasil pemotongannya kurang sempurna dan pada P = 10 Psi dengan waktu 0.4 detik hasil pemotongannya juga kurang sempurna, kemudian hasil pemotongan spon yang sempurna pada P = 10 Psi dengan waktu 0.5 detik dan pada P = 10 Psi dengan waktu 0,6 detik hasil yang didapatkan juga sempurna. Pada hasil pemotongan P = 10 Psi t = 0.3 detik dan P = 10 Psi t = 0,4 detik tidak sempurna karena tekanan dan waktu lebih sedikit sehingga hasilnya tidak maksimal, karena spon sendiri mempunyai sifat elastisitas yang tinggi juga disebabkan ketidak presisian dan pisau potong kurang tajam. Sedangkan pada P = 10 Psi t = 0,5 detik dan P = 10 Psi t = 0,6 detik hasil pemotongannya sempurna, tapi pada P = 10 Psi t = 0,5 detik menyisakan flas, meskipun menyisakan flas hasil ini tidak memerlukan proses ulang atau pemotongan ulang. Tabel 4.10 Benda Kerja 7 Gambar 4.15 Benda Kerja 8 Gambar 4.16 Sket Benda Kerja 8 Dari hasil tabel diatas didapatkan pada P = 20 Psi t = 0,3 detik hasil pemotongannya kurang sempurna, sedangkan pada P = 20 Psi t = 0,4 detik sampai dengan P = 20 Psi t = 0,6 detik hasil pemotongannya sempurna. Pada hasil pemotongan P = 20 Psi t = 0,3 detik kurang sempurna karena tekanan dan waktu yang diberikan lebih sedikit, sedangkan pada P = 20 Psi t = 0,4 detik sampai dengan P = 20 Psi t = 0,6 detik hasil pemotongannya sempurna karena tekanan dan waktu yang diberikan lebih banyak (lama). Tapi pada P = 20 Psi t= 0,4 detik menyisakan flas, meskipun menyisakan flas hasil ini tidak memerlukan proses ulang atau pemotongan ulang. 32

Tabel 4.11 Benda Kerja 8 Gambar 4.16 Benda Kerja 9 Gambar 4.17 Sket Benda Kerja 9 Dari hasil tabel diatas didapatkan pada P = 30 Psi t = 0,3 detik hasil pemotngannya kurang sempurna, sedangkan pada P = 30 Psi t = 0,4 detik dan P = 30 Psi t = 0,5 detik hasil pemotongannya sempurna. Pada hasil pemotongan P = 30 Psi t = 0,3 detik kurang sempurna karena tekanan dan waktu yang diberikan lebih sedikit, sedangkan pada P = 30 Psi t = 0,4 detik dan P = 30 Psi t = 0,5 detik hasil pemotongan spon-nya sempurna karena tekanan dan waktu yang diberikan lebih banyak. Tapi pada P = 30 Psi t = 0,4 detik menyisakan flas, meskipun menyisakan flas hasil ini tidak memerlukan proses ulang atau pemotongan ulang. Tabel 4.12 Benda Kerja 9 Gambar 4.18Benda Kerja 10 Gambar 4.19 Sket Benda Kerja 10 Dari hasil tabel diatas didapatkan pada P = 40 Psi t = 0,3 detik hasil pemotngannya kurang sempurna, sedangkan pada P = 40 Psi t = 0,4 detik dan P = 40 Psi t = 0,5 detik hasil pemotongannya sempurna. Pada hasil pemotongan benda kerja ke 4 ini hampir sama dengan apa yang diperoleh dari proses pemotongan benda kerja ke 3, tapi pada benda kerja yang ke 4 ini menyisakan flas yang lebih sedikit dari benda kerja ke 3. Meskipun samasama menyisakan flas benda kerja yang ke 3 dan benda kerja yang ke 4 ini tidak 33

perlu melakukan proses pemotongan lagi cukup dengaan menarik spon flas-nya sudah lepas. Tabel 4.13 Benda Kerja 10 Gambar 4.20 Benda Kerja 11 Gambar 4.21 Sket Benda Kerja 11 Dari hasil tabel diatas didapatkan pada P = 50 Psi t = 0,3 detik hasil pemotngannya kurang sempurna, sedangkan pada P = 50 Psi t = 0,4 detik dan P = 50 Psi t = 0,5 detik hasil pemotongannya sempurna. Pada hasil pemotongan benda kerja ke 5 ini hampir sama dengan apa yang diperoleh dari proses pemotongan benda kerja ke 3 dan benda kerja yang ke 4, tapi pada benda kerja yang ke 5 ini menyisakan flas yang lebih sedikit dari benda kerja ke 3 dan benda kerja yang ke 4. Meskipun sama-sama menyisakan flas benda kerja yang ke 5 ini tidak perlu melakukan proses pemotongan lagi cukup dengan menarik spon flas-nya tadi sudah lepas. Tabel 4.14 Benda Kerja 11 Gambar 4.22 Benda Kerja 12 Gambar 4.23 Sket Benda Kerja 12 Dari hasil tabel diatas didapatkan pada P = 60 Psi t = 0,3 detik hasil pemotngannya kurang sempurna, sedangkan pada P = 60 Psi t = 0,4 detik dan P = 60 Psi t = 0,5 detik hasil pemotongannya sempurna. Pada hasil pemotongan P = 60 Psi t = 0,3 detik kurang sempurna karena tekanan dan waktu yang diberikan lebih sedikit, karena spon mempunyai sfat elastisitas yang tinggi juga karena kurang presisi dan pisau potong yang digunakan kuran tajam. Sedangkan pada P = 60 Psi t = 0,4 detik dan P = 60 Psi t = 0,5 detik hasil proses pemotongannya sempurna karena tekanan dan waktu yang 34

diberikan lebih besar (lama). Oleh sebab itu meskipun spon mempunyai sifat elastisitas yang tinggi klo diberi takanan yang lama dan tekanannya itu besar maka akan menggakibatkan spon itu terpotong. Tabel 4.14 Hasil Pemotongan Spon Dengan Perbedaan Tekanan dan Waktu Dari seluruh hasil uji pemotongan dapat disimpulkan bahwa tekanan yang diberikan untuk mencapai pemotongan yang maksimal yaitu pada benda kerja yang diberikan tekanan P = 10 Psi t = 0,5 detik, P = 10 Psi t = 0,6 detik, P = 20 Psi t = 0,4 detik, P = 20 Psi t = 0,5 detik, P = 20 Psi t = 0,6 detik, P = 30 Psi t = 0,4 detik, P = 30 Psi t = 0,5 detik, P = 40 Psi t = 0,4 detik, P = 40 Psi t = 0,5 detik, P = 50 Psi t = 0,4 detik, P = 50 Psi t = 0,5 detik, P = 60 Psi t = 0,4 detik dan, P = 60 Psi t = 0,5 detik. Hal ini disebabkan karena beban tekanan yang diberikan lebih besar sehingga meghasilkan pemotongan yang maksimal atau sempurna. Sedangkan pada tekanan pada pemotongan yang kurang sempurna yaitu pada benda kerja yang diberikan tekanan P = 10 Psi t = 0,3 detik, P = 10 Psi t = 0,4 detik, P = 20 Psi t = 0,3 detik, P = 30 Psi t = 0,3 detik, P = 40 Psi t = 0,3 detik, P = 50 Psi t = 0,3 detik, dan P = 60 Psi t = 0,3 detik, hal ini disebabkan karena beban tekanan yang diberikan lebih kecil dari pada tekanan yang diatas tersebut. Dari keseluruan dapat di simpulkan proses pemotongan yang kurang sempurna disebabkan oleh tekanan yang diberikan berbeda-beda, semakin besar tekanan yang diberikan maka hasil pemotongan spon yang didapatkan semakin bagus (sempurna). 35

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian, analisa dan perhitungan pada bab sebelumnya bisa didapatkan data-data dan kesimpulan sebagai berikut : 1. Untuk melakukan pemotongan spon sandal dengan panjang pemotongan 10 cm dan tebal spon 0,4 cm dengan tekanan operasi dipilih 60 Psi memerlukan gaya pembentukan sebesar = 42175,6 sesuai. 2. Mekanisme pengepresan benda kerja dilakukan secara vertikal oleh silinder pneumatik. Gaya yang dibutuhkan untuk pengepresan benda kerja sebesar 42175,6. Dari gaya tersebut dapat menentukan spesifikasi silinder pneumatik Double Acting dengan diameter Ø 50 mm dan diameter rod_nya 25 mm sesuai. 3. Sistem distribusi aliran udara menggunakan pipa plastik jenis polyurethane tube dengan diameter dalam 8 mm dan diameter luar 12 mm untuk silinder pneumatik Ø 50 mm. 4. Kerugian tekanan pada pipa saluran 0,000001544 bar maka kerugian tekanan diijinkan karena tidak melebihi tekanan yang diijinkan yaitu 0,2 bar. 5. Dari hasil uji pemotongan yang maksimal berdasarkan pada besarnya tekanan yang diberikan pada pisau potong dan lama waktu penahanan. 5.2 Saran Saran dari penulis untuk kemajuan Tugas Akhir ini antara lain sebagai berikut : 1. Untuk mendapatkan hasil pemotongan yang maksimal hendaknya beban tekanan yang diberikan harus lebih besar. 2. Letak pisau pemotong harus lebih presisi dan tajam, supaya pada saat pemotongan tidak terdapat sisa pemotongan. 3. Hendaknya sebelum proses pemotongan pisau potong diberi elemen pemanas untuk mempermudah kerja pisau potong. 36

DAFTAR PUSTAKA 1. Esposito, Anthonu : Fluid Power With Applications, Six Edition, Prentice Hall International Inc 2003. 2. Krist, Thomas : Dasar-dasar Pneumatik : Erlangga Jakarta 1993. 3. Plastik : JIS Hand Book 1984. 4. Sato, G Takesi N, Sugiarto H : Menggambar Mesin Menurut Standart ISO, Cetakan Ketujuh : PT Pradnya Paramita Jakarta 1996. 5. Drs. Sugihartono, Dasar-dasar Control Pneumatik : Tarsito Bandung 1996. 6. THE PNEUMATIK TECHNICAL CONTROL CENTRE : Tenaga Fluida Pneumatik Pelajaran Tingkat Dasar 1991. 7. THE PNEUMATIK TECHNICAL CONTROL CENTRE : Tenaga Fluida Pneumatik Pelajaran Tingkat Menengah 1991. 8. Warring RH : Pneumati Hand Book, Trade dan Technical Press Ltd England 1982. 37