BAB III PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA

dokumen-dokumen yang mirip
Alternatif Metode Perbaikan Tanah untuk Penanganan Masalah Stabilitas Tanah Lunak pada Areal Reklamasi di Terminal Peti Kemas Semarang

ALTERNATIF METODE UNTUK PENANGANAN MASALAH STABILITAS TANAH LUNAK PADA AREAL REKLAMASI DI TERMINAL PETI KEMAS SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. daerah laut seluas kira-kira 1400 ha (kirakira

Ir. Endang Kasiati, DEA

II. METODOLOGI Metode yang digunakan dalam Tugas Akhir ini ialah sebagai berikut :

PERENCANAAN PERBAIKAN TANAH METODE PRELOADING DENGAN KOMBINASI PEMASANGAN PVD PADA PROYEK REKLAMASI PANTAI ANCOL TIMUR JAKARTA UTARA

Perencanaan Sistem Perbaikan Tanah Dasar Untuk Area Pembangunan Dan Jalan Pada Proyek Onshore Receiving Facilities Komplek Maspion - Gresik

TUGAS AKHIR SIMON ROYS TAMBUNAN

DISUSUN OLEH : HENY KURNIA AGUSTINE DOSEN PEMBIMBING : Ir. SUWARNO, M.Eng. MUSTA IN ARIF, ST. MT.

Nila Sutra ( )

PERENCANAAN SISTEM PERBAIKAN TANAH DASAR TIMBUNAN pada JEMBATAN KERETA API DOUBLE TRACK BOJONEGORO SURABAYA (STA )


JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: ( Print D-44

PERBAIKAN TANAH LUNAK DENGAN METODE PRELOADING DENGAN PREFABRICATED VERTICAL DRAINS (PVD)

BAB I 1.2 Perumusan Masalah PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.3 Tujuan 1.4 Batasan Masalah 1.5 Manfaat

Analisis Konsolidasi dengan Menggunakan Metode Preloading dan Vertical Drain pada Areal Reklamasi Proyek Pengembangan Pelabuhan Belawan Tahap II

I-1 BAB I PENDAHULUAN

ANALISIS PENURUNAN TANAH DASAR PROYEK SEMARANG PUMPING STATION AND RETARDING POND BERDASAR EMPIRIS DAN NUMERIS

Alternatif Perencanaan Gedung 3 Lantai pada Tanah Lunak dengan dan Tanpa Pondasi Dalam

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: ( Print) D-140

DAFTAR ISTILAH. Kapal peti kemas (containership) : kapal yang khusus digunakan untuk mengangkut peti kemas yang standar.

NYSSA ANDRIANI CHANDRA Dosen Pembimbing: Trihanyndio Rendy Satrya, ST., MT. Prof. Ir. Noor Endah, MSc., PhD.

BAB III METODE PERENCANAAN

ANALISIS KINERJA OPERASIONAL BONGKAR MUAT PETI KEMAS PELABUHAN TANJUNG EMAS SEMARANG

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 7, No. 1 (2018) ISSN: ( Print)

Perencanaan Detail Pembangunan Dermaga Pelabuhan Petikemas Tanjungwangi Kabupaten Banyuwangi

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan jasa angkutan laut semakin lama semakin meningkat, baik

BAB III DATA DAN ANALISA

PENERAPAN REKAYASA NILAI PADA PROYEK PEMBANGUNAN BANK JATIM KEDIRI

I.Pendahuluan: II.Tinjauan Pustaka III. Metodologi IV. Analisa Data V. Perencanaan Perkerasaan dan Metode Perbaikan Tanah. VI.Penutup (Kesimpulan dan

DESAIN PREFABRICATED VERTICAL DRAIN

Gambar 7.2 Potongan A A dari Gambar 7.1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

A. Abstrak Pengusaha Tiongkok mempunyai rencana mengembangkan kawasan Gunung Kijang di pulau Bintan menjadi kawasan industri. Pelabuhan peti kemas

EVALUASI PENURUNAN DAN KESTABILAN TIGA JEMBATAN MERR II-C YANG MENUMPU DI ATAS LEMPUNG LUNAK

BAB IV ANALISA KEBUTUHAN FASILITAS

BAB IV STUDI KASUS 4.1 UMUM

Kata kunci : Reklamasi Pantai, Lempung Lunak, Preloading, Micropile.

PERENCANAAN PERKUATAN TANGGUL UNTUK PROYEK NORMALISASI ALIRAN KALI PORONG. Muhammad Taufik

BAB VII PERHITUNGAN STRUKTUR BANGUNAN PELINDUNG PANTAI

BAB IV PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA

ANALISIS KINERJA PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA

4.1. DEFINISI DASAR 4.2. FASILITAS UTAMA DAN FASILITAS DASAR PERAIRAN

PERMODELAN TIMBUNAN PADA TANAH LUNAK DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM PLAXIS. Rosmiyati A. Bella *) ABSTRACT

Deskipsi (S. Imam Wahyudi & Gata Dian A.) Menjelaskan tentang fasilitas Pelabuhan di darat meliputi : fasilitas-fasilitas darat yang berada di

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... LEMBAR PERNYATAAN... LEMBAR PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

3 Kondisi Fisik Lokasi Studi

PENGARUH JARAK DAN POLA PRE-FABRICATED VERTICAL DRAIN (PVD) PADA KONSTRUKSI TIMBUNAN REKLAMASI DI PELABUHAN PANASAHAN CAROCOK PAINAN ABSTRAK

Studi Master Plan Pelabuhan Bungkutoko di Kendari KATA PENGANTAR

Memprediksi Kebutuhan Alat Bongkar Muat dan Truk Melalui Metode Simulasi (Studi Kasus : Terminal Peti Kemas Semarang)

B A B I V P E N G U M P U L A N D A T A

STABILISASI TANAH HIDROLIS

Denny Nugraha NRP : Pembimbing : Ir. Asriwiyanti Desiani, MT. ABSTRAK

SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011

ANALISA PERENCANAAN PERBAIKAN KELONGSORAN LERENG DI DESA TANJUNG REDEB KABUPATEN BERAU KALIMANTAN TIMUR (STA S/D STA 0+250)

PRELOADING AND PRE-FABRICATED VERTICAL DRAINS COMBINATION TO ACCELERATE CONSOLIDATION PROCESS IN SOFT CLAY (Case Study Suwung Kangin Soft Clay)

Soal Geomekanik Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi

Diperlukannya dermaga untuk fasilitas unloading batubara yang dapat memperlancar kegiatan unloading batubara. Diperlukannya dermaga yang dapat

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN PEMECAH GELOMBANG PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA CILACAP

BAB VI PERHITUNGAN STRUKTUR BANGUNAN PANTAI

KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Preservasi Jaringan Jalan dan Perluasannya Mendukung Pengembangan Wilayah Surabaya, November 2008

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI. Boussinesq. Caranya dengan membuat garis penyebaran beban 2V : 1H (2 vertikal

PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MODEL STABILISASI TANAH DASAR UNTUK DISPOSAL AREA KALI SEMARANG

Bab III METODOLOGI PENELITIAN. Diagram alur perhitungan struktur dermaga dan fasilitas

MEMPELAJARI PERAWATAN PERALATAN YANG DIGUNAKAN DALAM PROSES BONGKAR MUAT PADA TERMINAL PETIKEMAS KOJA TANJUNG PRIOK

= tegangan horisontal akibat tanah dibelakang dinding = tegangan horisontal akibat tanah timbunan = tegangan horisontal akibat beban hidup = tegangan

OPTIMASI KINERJA TERMINAL PETI KEMAS KOJA MELALUI PENGADAAN TRANSFER POINT DAN PENGATURAN ALUR HEADTRUCK CHASSIS

ANALISIS FAKTOR PENURUNAN TANAH TERHADAP KINERJA AUTOMATED RUBBER TYRED GANTRY PADA TERMINAL PETI KEMAS SEMARANG

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... BERITA ACARA TUGAS AKHIR... MOTO DAN LEMBAR PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI...

ANALISIS KAPASITAS TERMINAL PETI KEMAS PELABUHAN PONTIANAK

KAJIAN KINERJA DAN PERENCANAAN PELABUHAN PERIKANAN MORODEMAK JAWA TENGAH

TUGAS AKHIR ANALISIS SOIL IMPROVEMENT TANAH BEKAS TAMBAK PROYEK STADION UTAMA SURABAYA BARAT. DENGAN SYSTEM PVD dan PHD

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan tanah dan suatu bagian dari konstruksi yang berfungsi menahan gaya

ALTERNATIF PERENCANAAN ULANG DINDING PENAHAN TANAH PADA OPRIT FLYOVER TARUM BARAT CIKARANG. Mahasiswa : Harmansyah

EFEKTIFITAS PENGGUNAAN STONE COLUMN UNTUK MENGURANGI BESAR PEMAMPATAN PADA TANAH DENGAN DAYA DUKUNG RENDAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Muhtar Gojali, 2013

PENGUMPULAN DATA DAN ANALISA

B A B II D A S A R T E O R I

TUGAS AKHIR TINJAUAN TURN ROUND TIME STUDI KASUS : UNIT TERMINAL PETIKEMAS I PELABUHAN TANJUNG PRIOK

Trestle : Jenis struktur : beton bertulang, dengan mtu beton K-300. Tiang pancang : tiang pancang baja Ø457,2 mm tebal 16 mm dengan panjang tiang

Kebutuhan LNG dalam negeri semakin meningkat terutama sebagai bahan bakar utama kebutuhan rumah tangga (LPG). Kurangnya receiving terminal sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Troughput. Gambar 1.1. Troughput di TPKS (TPKS,2013)

PERENCANAAN PERKUATAN TANAH DASAR DI BAWAH KONSTRUKSI TANGGUL WADUK JABUNG, LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB VI KESIMPULAN. Kesimpulan dari perencanaan ini adalah sebagai berikut:


VII. Penurunan. Pertemuan XI, XII, XIII. VII.1 Pendahuluan

BAB III PERENCANAAN PERAIRAN PELABUHAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Laut dalam dengan kedalaman -20 m memanjang hingga 10 km ke arah timur laut

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan Industri di Jawa Tengah telah meningkatkan nilai ekspor pada

MODUL 4 (MEKANIKA TANAH II) Penurunan Konsolidasi Tanah Consolidation Settlement

STUDI PENANGANAN PETIKEMAS IMPOR DAN DAMPAKNYA BAGI ANTREAN TRUK (STUDI KASUS : TERMINAL PETI KEMAS SURABAYA)

PERENCANAAN LAYOUT TERMINAL PETI KEMAS KALIBARU

BAB I PENDAHULUAN. Penurunan pada konstruksi teknik sipil akibat proses konsolidasi tanah

KONSOLIDASI. Konsolidasi.??? 11/3/2016

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menahan gaya beban diatasnya. Pondasi dibuat menjadi satu kesatuan dasar

Transkripsi:

BAB III PENGMPLAN DAN ANALISIS DATA 3.1 mum Pengumpulan data lapangan yang akan digunakan sebagai acuan dalam Tugas Akhir ini berdasarkan data sekunder yang didapat oleh penulis.data tersebut akan digunakan dalam perencanaan lapangan penumpukan peti kemas Terminal Peti Kemas pelabuhan Tanjung Emas Semarang.Data yang diperoleh yaitu : - Data teknis pelabuhan - Data tanah - Data bathymetri - Data hidro oceanografi Analisa selanjutnya dilakukan untuk membuat stratigrafi parameter tanah di daerah yang akan direklamasi.dasar yang digunakan untuk membuat stratigrafi tanah yaitu dengan menggunakan pendekatan statistik sederhana. Pendekatan statistik yang digunakan adalah pengambilan keputusan berdasarkan besarnya nilai coefisien variasi (CV).Dimana distribusi sebaran suatu nilai dapat diterima jika harga koefisien variasi dari sebaran tersebut antara 10 0 %.Jika nilai sebaran tersebut >0 % maka harus dilakukan pembagian layer kembali.persamaan-persamaan statistik yang digunakan dapat dilihat pada Sub Subbab.5.1 (formula.1 s.d.3).(hasil Perhitungan Stratigrafi dan Tabel Parameter Tanah Terlampir) 3. Data Teknis Pelabuhan a. Letak Geografis Pelabuhan Tanjung Emas Semarang terletak di pantai tara Jawa Tengah pada posisi lintang 06º - 57-00 Selatan sampai dengan lintang 06º - 57-00 Selatan, bujur 110º - 4-00 Timur sampai dengan bujur 110º - 6-00 Timur. b. Hidrografi - Keadaan pantai sekitar pelabuhan Tanjung Emas Semarang rendah berawa-rawa. - Keadaan dasar laut lumpur. - Kedalaman terdangkal -3 mlws dan terdalam - 1.5 mlws 3.3 Data Tanah ntuk mengetahui kondisi dan sifat - sifat lapisan tanah di lokasi penambahan lapangan penumpukan peti kemas pelabuhan Tanjung Emas Semarang, dilakukan soil investigation sebanyak ( dua ) titik, yaitu B-1 dan B- sebagaimana terlihat pada Gambar 3.1.Dan data tanah ini diperoleh dari CV.Nindira. Titik - titik penyelidikan tanah tersebut berada di laut dengan pengukuran masing - masing titik : - Pada titik B-1, elevasi muka tanah asli = -3.150 mlws dan pengeboran diakhiri pada kedalaman = - 60 mlws. - Pada titik B-, elevasi muka tanah asli = -3 mlws dan pengeboran diakhiri pada kedalaman = -60 mlws. Hasil soil investigation adalah berupa hasil SPT di lapangan sebanyak titik B-1 dan B- dalam bentuk grafik korelasi antara nilai N-SPT dan kedalaman (Gambar 3.) dan gambar stratigrafi tanah yang menyatakan jenis tanah tiap interval kedalaman (Gambar 3.3). Kondisi kepadatan lapisan tanah secara umum relatif lembek.lapisan tanah relatif keras ( N 0 ) rata - rata terletak pada kedalaman -60 m dari sea bed (Tabel 3.1). Gambar 3.1 Posisi Titik - titik Deep Boring dan SPT, B1 dan B di Area Reklamasi Terminal Peti Kemas Semarang Gambar 3. Grafik Hubungan Kedalaman dan N-SPT

elevasi dermaga yang lama yaitu sebesar +3.0 mlws (sumber : PT.Pelindo III Surabaya). 3.5 Data Pasang Surut Berdasar informasi dan referensi yang dapat dikumpulkan, tipe pasang surut adalah campuran namun condong ke harian tunggal ( mixed to diurnal ) dengan perbedaan pasang surut sebesar ± 1.36 m (lihat Gambar 3.4).Posisi level air di sekitar dermaga peti kemas Tanjung Emas Semarang (dalam Rifan, 003) : - HWS = + 1.36 m LWS - MSL = + 0.68 m LWS - LWS = ± 0.00 m LWS (Sumber : Master Plan Pelabuhan Tanjung Emas Semarang) + 1.36 m + 0.68 m ± 0.00 m HWS MSL LWS Gambar 3.4 Kondisi Pasang Surut di Tanjung Emas Gambar 3.3 Stratigrafi Tanah di Area Terminal Peti Kemas Semarang 3.6 Data Arus Berdasar data yang diperoleh, diketahui bahwa di sekitar lokasi pelabuhan Tanjung Emas Semarang kecepatan arus maksimum adalah 1.5 knots dengan arah 30 0.Dengan kecepatan arus yang masih di bawah kecepatan maksimum ( 3 knots ) dan diperkirakan arus yang masuk wilayah pelabuhan sangat kecil maka kondisi perairan aman dari cross current.(dalam Rifan, 003 dari sumber : Master Plan Pelabuhan Tanjung Emas Semarang). 3.4 Data Bathymetri Peta bathymetri di sekitar perairan lapangan penumpukan peti kemas pelabuhan Tanjung Emas Semarang seperti tampak pada Gambar 3.5 diperoleh berdasar hasil survei final sounding kolam pelabuhan Tanjung Emas Semarang.Berdasar peta tampak bahwa perairan mempunyai kedalaman rata - rata sebesar -3 mlws. Elevasi lapangan penumpukan sama dengan Gambar 3.5 Peta Bathymetri Lapangan Penumpukan Peti kemas Semara

3.7 Data Angin dan Gelombang Berdasar data yang diperoleh, diketahui bahwa di sekitar lokasi pelabuhan Tanjung Emas Semarang, angin bertiup dengan kecepatan 17 knots dari arah Tenggara Barat.Maksimum dari skala Beafort adalah maksimal 30 km/hour (88.33 m/s).dengan kecepatan 8.5 m/s (1knots = 0.5 m/s) maka dapat disimpulkan kondisi perairan pelabuhan Tanjung Emas Semarang sangat aman dan tenang.dan melihat arah angin yang bertiup dari arah tenggara maka dapat dipastikan bahwa gelombang di daerah pelabuhan sangat kecil sehingga daerah pelabuhan aman dari gelombang.(dalam Rifan, 003 dari sumber : Master Plan Pelabuhan Tanjung Emas Semarang) 3.8 Analisis Parameter Material Timbunan Dengan memperhatikan persyaratan pada Subbab.5. maka direncanakan material timbunan menggunakan pasir halus yang diambil di dekat daerah reklamasi dengan spesifikasi sebagai berikut : C = 0 = 1,80 t/m 3 = 33 o 3.9 Data Perencanaan Struktur Timbunan Berdasarkan konsep Layout Pengembangan Terminal Petikemas Pelabuhan Tanjung Emas Semarang 008-009, luas total daerah yang akan direklamasi untuk digunakan untuk container yard adalah 550 m dan elevasi akhir yang direncanakan untuk container yard adalah +3.0 m LWS. Sedangkan elevasi akhir timbunan adalah +.40 meter LWS (elevasi container yard dikurangi tebal perkerasan ±80 cm). Karena umumnya reklamasi dilakukan tidak dengan sekaligus maka pada perhitungan perencanaan ini digunakan lebar = 15 meter untuk tiap tahapnya. Berikut adalah Gambar 3.6 yang merupakan sketsa potongan melintang dari timbunan untuk container yard. Gambar 3.6 Sketsa Potongan Melintang Timbunan 4.1 mum BAB IV EVALASI LAYOT Layout yang digunakan dalam Tugas Akhir ini berdasarkan informasi dari gambar perencanaan proyek Pelabuhan Indonesia III, Layout Pengembangan Terminal Peti Kemas Pelabuhan Tanjung Emas Semarang (terlampir).layout yang akan dievaluasi adalah hanya layout pengembangan lapangan penumpukannya saja.layout akan dievaluasi terhadap kondisi daratan atau tata letak pada lapangan penumpukan yang baru dengan mengacu pada kondisi eksistingnya.evaluasi dilakukan bertujuan untuk menentukan apakah perencanaan layout telah sesuai dengan kebutuhan yang direncanakan di lapangan. 4. ser dan Flow Pergerakan peti kemas secara umum pada sebuah terminal peti kemas dapat dilihat pada Gambar 4.1. Gambar 4.1 Alur Perjalanan Peti Kemas Keterangan dari urutan abjad gambar tersebut adalah sebagai berikut : A. Dermaga Yaitu tempat bertambatnya kapal dan untuk bongkar muat muatan yang ada di kapal.ntuk membantu proses bongkar muat ini maka dipasanglah alat di dermaga, yang umum dipakai di Indonesia adalah Container Crane atau yang lebih dikenal dengan istilah CC. B. Container Yard Atau lapangan penumpukan yaitu tempat untuk menumpuk sementara peti kemas yang akan dimuat ke kapal maupun yang akan dikirim ke pemilik.

C. Container Freight Station (CFS) Yaitu gudang yang ada di area terminal yang berfungsi untuk membongkar muat isi peti kemas.biasanya kondisi ini untuk peti kemas yang berstatus Less Container Loaded (LCL) yaitu peti kemas yang mempunyai lebih dari satu dokumen kepemilikan. D. Gate Out Yaitu gate yang digunakan untuk cek poin peti kemas yang akan keluar dari area terminal. E. Gate In Yaitu gate yang digunakan untuk cek poin peti kemas yang akan masuk ke area terminal. F. Gudang Consignee Yaitu gudang pemilik untuk keperluan pengepakan atau pengemasan barang setelah dibongkar dari peti kemas dari terminal atau sebaliknya. G. Depo Peti Kemas Yaitu tempat untuk meletakkan peti kemas peti kemas kosong. melewati gate out.gate di sini disebut juga dengan interchange area.fungsi dari interchange area ini adalah untuk memperjelas job description antara terminal dan pemilik, maksudnya adalah jika peti kemas masih berada di area terminal maka peti kemas tersebut masih merupakan tanggung jawab pihak terminal dan sebaliknya jika peti kemas sudah berada di luar area terminal maka apa pun yang terjadi pada peti kemas merupakan tanggung jawab pemilik. 5. Stripping / Stuffing Yaitu tahap dimana peti kemas dibongkar muatannya di dalam gudang atau sebaliknya, bisa gudang dalam area terminal atau lebih dikenal dengan Container Freight Station (CFS) atau gudang consignee (pemilik) di luar area terminal. 6. Receiving Yaitu tahap dimana peti kemas dari luar terminal dibawa masuk ke area terminal.pada tahap ini peti kemas harus melewati gate in yang ada guna keperluan inspeksi dan penimbangan. Sedang keterangan dari urutan nomor gambar tersebut adalah sebagai berikut : 1. Stevedoring Yaitu tahap yang berlangsung di dermaga dimana peti kemas dibongkar dari kapal atau sebaliknya akan dimuat ke kapal dengan menggunakan Container Crane.. Trucking Yaitu tahap dimana peti kemas diangkut oleh truk chassis dari dermaga menuju ke lapangan penumpukan (kegiatan bongkar) atau sebaliknya dari lapangan penumpukan ke dermaga (kegiatan muat). 3. Lift on / Lift off Yaitu tahap dimana peti kemas di truk chassis yang sudah berada di area lapangan penumpukan diletakkan di lapangan penumpukan atau sebaliknya dari lapangan penumpukan dibawa keluar (karena akan dimuat ke kapal atau karena akan dikirim ke pemilik) dengan menggunakan sebuah alat, yang umum dipakai di Indonesia adalah Rubber Tyred Gantry (RTG) atau Rail Mounted Gantry (RMG). 4. Delivery Yaitu tahap dimana peti kemas dikirim kepada pemilik dengan menggunakan truk chassis.pada tahap ini peti kemas harus 4.3 Kondisi Eksisting Lapangan Penumpukan Berikut ini adalah kondisi eksisting fasilitas lapangan penumpukan Terminal Peti Kemas Semarang, Jawa Tengah : Lapangan penumpukan eksisting seluas ±17 Ha.Lihat Gambar 4., Gambar 4.3, dan Gambar 4.4. Gambar 4. Layout Container Yard di Wilayah Kerja Terminal Peti Kemas Semarang Tahun 010 (Sumber : Dinas Perencanaan dan Administrasi TPKS Semarang)

CY-06 : Container Yard untuk peti kemas yang telah selesai 100 % diperiksa oleh bea dan cukai (ex-behandle). Gambar 4.3 Layout Kondisi Eksisting Container Yard di Wilayah Kerja Terminal Peti Kemas Semarang Tahun 010 (Sumber : Dinas Perencanaan dan Administrasi TPKS Semarang) Tabel 4.1 Luas dan Kapasitas Tiap Container Yard Container Yard Luas (m²) Kapasitas Peti Kemas (TE) 01 8640 8935 Ekspor : 4935 Impor : 4000 0 15493 4 03 9193 900 04 0975 996 05 8500 336 06 3000 336 (Sumber : Dinas Perencanaan dan Administrasi TPKS Semarang) Adapun keterangan untuk Gambar 4. tersebut di atas adalah sebagai berikut : CY-01 : Container Yard untuk peti kemas ekspor dan impor.terdiri atas 5 blok ekspor dan 4 blok impor.posisi CY-01 ini masih mengacu pada kedekatan posisi bongkar muat. CY-0 : Container Yard yang digunakan untuk peti kemas, baik ekspor maupun impor, yang mengangkut barang berbahaya. CY-03 : Container Yard untuk area pemeriksaan (behandle) bea dan cukai yang memungkinkan peti kemas dalam jalur merah/dicurigai. Keterangan : Lapangan Penumpukan Eksisting Dermaga Eksisting Pengembangan Dermaga Pengembangan Lapangan Penumpukan Skala 1 : 1 CY-04 CY-05 : Container Yard yang digunakan untuk peti kemas kosong. : Container Yard untuk peti kemas kosong untuk ekspor.letaknya disendirikan dengan pertimbangan bahwa posisi empty saat di kapal adalah di atas dan masuk dalam closing time. Gambar 4.4 Kondisi Eksisting Lapangan Penumpukan dan Rencana Pengembangannya Alur pergerakan peti kemas mulai dari diturunkan dari kapal dan dibawa truk chassis hingga dibawa ke lapangan penumpukan adalah menggunakan prinsip searah jarum jam, seperti nampak pada Gambar 4.5.Dan nantinya untuk alur truk pada rencana pengembangannya mengikuti kondisi eksisting.

Keterangan : Dermaga Eksisting Blok Peti Kemas Alur Truk Chassis Keterangan : Dermaga Eksisting Pengembangan Dermaga Blok Peti Kemas Kondisi Eksisting Blok Peti Kemas Rencana Pengembangan Alur Truk Kondisi Eksisting Alur Truk Rencana Pengembangan Skala 1 : 1 Skala 1 : 1 Gambar 4.6 Alur Truk Peti Kemas pada Kondisi Eksisting Lapangan Penumpukan dan pada Rencana Pengembangannya Gambar 4.5 Alur Truk Chassis pada Kondisi Eksisting Lapangan Penumpukan Alat-alat yang dipakai antara lain : Container Crane (CC) sebanyak 5 unit, Rubber Tyred Gantry (RTG) sebanyak 13 unit, Top Loader (TL) sebanyak 3 unit, Side Loader (SL) sebanyak unti, Reach Staker (RS) sebanyak unit, Head Truck (OTTAWA) sebanyak 10 unit, Head Truck (VOLVO) sebanyak 8 unit, Head Truck (HINO) sebanyak 7 unit, Chassis TPKS sebanyak 5 unit, Chassis Kuda Inti sebanyak 7 unit, dan Fork Lift Electric sebanyak 6 unit (Sumber : Dinas Perencanaan dan Administrasi TPKS Semarang). Rubber Tyred Gantry (RTG) yang digunakan mempunyai lebar kaki untuk 6 Ground Slot dan 1 jalur truk (1 blok peti kemas 6+1).Lihat Gambar 4.6.Dan tipe Rubber Tyred Gantry yang digunakan adalah RTG dengan delapan roda setara dengan SMITOMO RTG atau PACECO-MITSI RTG dengan empat roda. 4.4 Rencana Pengembangan Lapangan Penumpukan Dari kondisi eksisting lapangan penumpukan, ada rencana untuk dilakukan pengembangan lapangan penumpukan seluas 105 m x 50 m (lihat Gambar 4.4).Adapun nantinya tata letak, alatalat, dan ukurannya mengikuti kondisi eksisting terluar. 4.5 Prediksi Bongkar Muat Prediksi bongkar muat peti kemas tahun 004-008, baik untuk ekspor, full import, dan empty import akan selalu meningkat, dari 355009 TEs di tahun 004, 353675 TEs di tahun 005, 370108 TEs di tahun 006, 385095 TEs di tahun 007, 373644 TEs di tahun 008, 356461 TEs di tahun009, dan pada 010 ditargetkan sebanyak 363590 TEs atau terjadi peningkatan sekitar % (Sumber : Dinas Perencanaan dan Administrasi TPKS Semarang). Karena tidak didapatkan data prediksi bongkar muat di pelabuhan Tanjung Emas ini sampai dengan 0 tahun ke depan, maka diasumsikan sendiri pertumbuhan rata-rata % terjadi sampai dengan 0 tahun ke depan.sehingga pada tahun 030 diprediksi proyeksi produktivitas bongkar muat peti kemas sebesar 506170 TEs.

4.6 Evaluasi Tata Letak Lapangan Penumpukan Tata letak lapangan penumpukan yang baru akan dibuat mengikuti kondisi eksisting terluar.dimana terdapat lapangan penumpukan itu sendiri dengan RTGC sebagai alat pengangkut peti kemasnya dan jalur truk di luar bentang RTGC. Lapangan penumpukan atau Container Yard (CY) ini harus disediakan dengan kapasitas mencukupi untuk lamanya waktu peti kemas menduduki area ini atau dwelling time.berdasar statistik di Indonesia, dwelling time rata rata per peti kemas mencapai sekitar 6 sampai 7 hari atau seminggu. dimana lebar 1 Ground Slot sama dengan lebar 1 ukuran peti kemas terkecil yaitu sebesar 8 ft (peti kemas terkecil berukuran 0 ft x 8 ft).dan 1 m = 3.3 ft. Maka lebar lapangan penumpukan = 3 meter + 4 jalur truk di luar RTGC = 3 meter + (4 x 5.5 meter) = 45 meter < 50 meter...ok Dengan tinggi penumpukan 3.5 tiers untuk tipe SMITOMO. Jadi kapasitas lapangan penumpukan jangka pendek Pr ediksibongkarmuat0tahunkedepan = JumlahMingguDalamSetahun 506170 = 5 = 9734 TEs Peti Kemas 11.3 meter Rubber Tyred Gantry Crane 1 Tier / 1 Tumpukan 6 x.41 meter 5.5 meter 3 meter Pada kondisi eksisting, sampai tahun 010, produksi rata-rata peti kemas 350000 TEs per tahun atau 6731 per minggu (Sumber : Dinas Perencanaan dan Administrasi TPKS Semarang).Sehingga jika dibandingkan dengan kapasitas lapangan penumpukan jangka pendek untuk umur rencana 0 tahun ke depan maka kapasitas yang harus ditambah sebesar 3003 TEs (9734 TEs 6731 TEs). Lebar Lapangan Penumpukan Operasional di Container Yard melalui proses : peti kemas datang dengan truk chassis lalu diangkat menuju posisi penumpukan menggunakan alat Rubber Tyred Gantry (RTG). RTG memiliki variasi ukuran.dalam perencanaan ini digunakan lebar kaki untuk 6 Ground Slot dan 1 jalur truk sebagaimana kondisi eksisting Lebar 1 blok peti kemas = (banyak GS x lebar 1 GS) + 1 jalur truk + lebar jalur roda RTGC sisi = (6 x.41) + 5.5 + ( x 1.5) =.96 meter 3 meter 1 Ground Slot Jalur Truk Gambar 4.7 Potongan Melintang 1 Blok Peti Kemas Panjang Lapangan Penumpukan Pelayanan 1 unit RTG untuk 1 blok maksimal 5 row/baris baik ukuran 0 ft maupun 40 ft.sedangkan dalam perencanaan digunakan ukuran 0 ft dan di kondisi eksisting sendiri atau tepatnya di CY-05 digunakan 18 row/baris. Pada rencana pengembangan : Panjang tersedia = 105 meter 1 jalur truk = 105 meter 5.5 meter = 99.5 meter Maka baris yang dapat dibuat = 99.5 meter / 6.0 meter = 16.5 baris diambil 16 baris

Peti Kemas 0 ft 16 X 0 ft Rubber Tyred Gantry Crane tanah) itu sendiri, sesungguhnya adalah merupakan bagian dari proses pelaksanaan suatu proyek, yang perlu direalisir apabila ternyata tanah tersebut tidak memenuhi syarat ditinjau dari aspek daya dukungnya, stabilitasnya, maupun perilakunya. (Wahyudi H, 1997) Adapun kondisi tanah dasar di perairan Tanjung Emas ini sendiri tergolong jelek sehingga soil improvemet sangat diperlukan agar dapat diperoleh perencanaan reklamasi yang kuat, stabil, dan ekonomis. Gambar 4.8 Potongan Memanjang 1 Blok Peti Kemas Kapasitas Blok Baru Kapasitas blok baru terdiri atas : 6 Ground Slot 1 jalur truk 16 baris peti kemas Direncanakan untuk 3.5 tiers/tumpukan 5. Perhitungan Hubungan Ketinggian Timbunan terhadap Sliding Perhitungan sliding dilakukan di titik stratigrafi dengan menggunakan bantuan program Dx-stable versi 5.0.Dari perhitungan ini didapatkan nilai SF (safety factor) yang selanjutnya akan di korelasikan dengan tinggi timbunan dan untuk selanjutnya hasil tersebut dianalisa.ntuk mendapatkan hasil yang lebih memuaskan perhitungan ini dilakukan beberapa kali dengan menggunakan kemiringan slope yang berbedabeda.adapun pemodelan perhitungan sliding dapat dilihat pada Gambar 5.1. 65 % Occupancy rata-rata = 6 x 3.5 x 16 x 0.65 = 18 TE/blok/minggu = 11336 TE/blok/tahun Jadi jangka pendek dibutuhkan = 3003 / 18 = 14 blok HWS = +1.36 m MSL = +0.68 m LWS = +0.00 m LAPISAN 1 INITATION 1 : n TERMINATION H LAPISAN Maka dapat disimpulkan untuk perencanaan 0 tahun ke depan pengembangan seluas 105 meter x 50 meter masih jauh dari cukup.sehingga pengembangan tahap selanjutnya sangat dibutuhkan untuk mengcover pergerakan peti kemas yang semakin naik dari tahun ke tahun. LAPISAN 3 Gambar 5.1 Pemodelan Perhitungan Sliding beserta Kondisi Muka Air Laut 5.1 mum BAB V PERENCANAAN REKLAMASI Reklamasi menurut definisi adalah suatu pekerjaan penimbunan tanah (pasir berlanau) dengan skala volume dan luasan yang sangat besar, pada suatu kawasan atau lahan yang relatif masih kosong dan berair.problema utama dari reklamasi tersebut umumnya berkisar pada permasalahan tanah, yaitu perlunya perbaikan tanah asli, perlunya pemakaian vertical drains, preloading, dan juga permasalahan settlement dan sliding.soil improvement (perbaikan 5..1 Perhitungan Sliding di Titik Stratigrafi B-1 dan B- Tanpa PVD Pada sub bab ini akan direncanakan kemiringan timbunan atau slope yang dipakai, sebelum pemakaian PVD (kondisi undrained), agar kelongsoran pada timbunan dapat dihindari dengan tetap memperhatikan keekonomisan di titik stratigrafi B-1 dan B-.Dimana nantinya akan dibuat grafik hubungan antara tinggi timbunan dengan safety factor dengan memasukkan variasi nilai slope yang akan dicoba.adapun nilai slope yang akan dicoba yaitu 1:1, 1:, dan 1:3 (lihat Tabel 5.1, Gambar 5., Tabel 5., dan Gambar 5.3).Dan nilai SF kritis yang diambil sebesar 1.

Tabel 5.1 Hubungan antara Tinggi Timbunan (H) dengan SF untuk Berbagai Kemiringan Slope di Titik Stratigrafi B-1 Safety Factor (SF) H Slope (meter) 1 : 1 1 : 1 : 3 SF SF SF 0.5 1.586 1.910.450 1 1.361 1.741.85 0.988 1.398 1.817 3 0.635 1.083 1.619.600.400.00.000 1.800 1.600 1.400 1.00 1.000 0.800 0.600 0.400 0.00 0.000 Hubungan Tinggi Timbunan dengan Safety Factor 0 0.5 1 1.5.5 3 3.5 Tinggi Timbunan (H) Slope 1 : 1 Slope 1 : Slope 1 : 3 Gambar 5. Grafik Hubungan antara Tinggi Timbunan (H) dengan Safety Factor (SF) di Titik Stratigrafi B-1 Tabel 5. Hubungan antara Tinggi Timbunan (H) dengan SF untuk Berbagai Kemiringan Slope di Titik Stratigrafi B- Safety Factor (SF) H Slope (meter) 1 : 1 1 : 1 : 3 SF SF SF 0.5 1.579 1.84.686 1 1.05 1.447 1.978 0.476 0.897 1.45 3 0.176 0.486 0.678.800.600.400.00.000 1.800 1.600 1.400 1.00 1.000 0.800 0.600 0.400 0.00 0.000 Hubungan Tinggi Timbunan dengan Safety Factor 0 0.5 1 1.5.5 3 3.5 Tinggi Timbunan (H) Slope 1 : 1 Slope 1 : Slope 1 : 3 Gambar 5.3 Grafik Hubungan antara Tinggi Timbunan (H) dengan Safety Factor (SF) di Titik Stratigrafi B- Dari Gambar 5. dapat dilihat untuk slope 1:1 dengan tinggi kritis (SF = 1) dibutuhkan tinggi timbunan kurang dari meter.slope 1: mempunyai H kritis lebih dari 3 meter, sedangkan slope 1:3 mempunyai H kritis lebih dari 4 meter.sedangkan dari Gambar 5.3 dapat dilihat untuk slope 1:1 dengan tinggi kritis (SF = 1) dibutuhkan tinggi timbunan sekitar 1 meter.slope 1: mempunyai H kritis lebih dari 1 meter, sedangkan slope 1:3 mempunyai H kritis lebih dari meter. Maka, dari melihat dua gambar tersebut untuk perencanaan awal akan digunakan kemiringan slope 1:.Alasan pemilihan slope ini jika dibandingkan dengan slope 1:1 dan 1:3 adalah sebagai berikut : Nilai slope 1: sering digunakan dalam perencanaan. Jika dibandingkan dengan slope 1:3 lebih menghemat material timbunan yang digunakan.seperti diketahui semakin besar kemiringan slope semakin besar pula material yang dibutuhkan. Tidak menghabiskan banyak lahan untuk memenuhi kebutuhan lebar lerengnya. Dengan semakin kecilnya material dan luas daerah yang dibutuhkan maka pengeluaran secara keseluruhan pun akan semakin kecil pula. 5.3 Perhitungan Settlement Di Titik Stratigrafi B- 1 Dan B- Perhitungan amplitudo (besarnya settlement) total menggunakan persamaan.4.seperti dijelaskan sebelumnya settlement yang diperhitungkan dalam perencanaan ini adalah immediate dan consolidation primary settlement.hal ini dikarenakan besarnya penurunan tanah reklamasi akibat secondary dan lateral settlement sangat kecil sehingga sering diabaikan.perhitungan settlement ini dilakukan untuk tinggi timbunan bervariasi sebagai berikut. h 1 = 6 m q 1 = 5.5 t/m h = 7 m q = 6.8 t/m h 3 = 8 m q 3 = 8 t/m h 4 = 9 m q 4 = 9.3 t/m h 5 = 10 m q 5 = 10.6 t/m h 6 = 11 m q 6 = 11.9 t/m h 7 = 13 m q 7 = 14.39 t/m h 8 = 15 m q 8 = 16.93 t/m h 9 = 17 m q 9 = 19.47 t/m Tujuan utama dari perhitungan ini adalah untuk mencari tinggi timbunan awal (tinggi inisial) di tiap titik stratigrafi agar elevasi final dari timbunan mencapai +.40 m LWS.

5.3.1 Immediate Settlement Immediate settlement terjadi pada awal penimbunan dan perhitungannya menggunakan persamaan.5.harga modulus elastisitas tanah (E) dan angka poisson (μ) didapatkan dari Grafik Korelasi Harga N-SPT dengan Berbagai Parameter (Helmy et. al Lab. Geoteknik PA ITB).Harga dari E dan μ untuk tanah di titik Stratigrafi B-1 dan B- dapat dilihat pada Tabel 5.3 dan Tabel 5.4 berikut. Tabel 5.3 Parameter Tanah (E dan μ) di Titik Stratigrafi B-1 1374.7 E (0.498) 1 1 0.498 = 115170.13 t/m Lapisan 11.3 E (0.440) 1 1 0.440 = 3957.9 t/m Lapisan 3 1168.4 E (0.40) 1 1 0.40 = 98.71 t/m Menghitung amplitudo immediate settlement Tabel 5.4 Parameter Tanah (E dan μ) di Titik Stratigrafi B- Dengan memasukkan nilai q, E, dan h di tiap lapisan tanah pada persamaan.5 didapatkan : S i hi q i Ei Lapisan 1.5 S 1 5.5x 115170.13 = 0.001 m Mencari nilai Modulus Oedometrik, dengan menggunakan persamaan.6.jika persamaan.6 dijabarkan lebih lanjut didapatkan : E E 1 1 Sebagai contoh perhitungan diambil titik stratigrafi B-1 : Dengan q 1 = 5.5 t/m Lapisan 1 Lapisan 3,5 S 5.5x 3957.9 = 0.03 m Lapisan 3 6 S 3 5.5x 98.71 = 0.011 m 5.3. Consolidation Primary Settlement Perhitungan konsolidasi ini memakai prinsip Long Term Condition dimana kondisi ini menggunakan harga-harga efektif baik untuk tanah kohesif dan non kohesif yang letaknya berada di bawah muka air.parameter tanah pada titik stratigrafi B-1 dan B- yang digunakan pada perhitungan ini adalah sebagaimana terlihat pada Tabel 5.5 dan Tabel 5.6.

Tabel 5.5 Parameter Tanah untuk Menghitung Consolidation Primary Settlement di titik stratigrafi B-1 H W S = + 1.3 6 m L W S H w d tim b ; C ; H sat tim b ; C ; Z 1 Z sa t1 ; C u 1 ; 1 h 1 Z 3 Z 4 sa t ; C u ; Z 5 sa t3 ; C u 3 ; 3 Z 6 sa t4 ; C u 4 ; 4 sa t5 ; C u 5 ; 5 sa t6 ; C u 6 ; 6 h h 3 h 4 h 5 h 6 Gambar 5.5 Sketsa Rencana Perhitungan Titik Stratigrafi B- Tabel 5.6 Parameter Tanah untuk Menghitung Consolidation Primary Settlement di titik stratigrafi B- Dari Tabel 5.5 dan Tabel 5.6 terdapat nilai Cc yang merupakan pendekatan yang diambil dari persamaan.10. Menghitung besarnya tegangan overburden efektif di tiap lapisan. Besarnya tegangan ini dihitung di tengahtengah lapisan tanah dengan menggunakan persamaan berikut. Berikut ini ditampilkan sketsa rencana perhitungan baik di titik stratigrafi B-1 maupun B-.Lihat Gambar 5.4 dan Gambar 5.5. Elevasi muka air terendah = + 0.00 meter Elevasi muka tanah = -3.150 meter Tinggi timbunan pada kondisi muka air terendah = 3.150 meter ntuk lebih jelasnya perhatikan gambar berikut : HWS = +1.36 m LWS Hw Z1 Z d timb ; C ; sat timb ; C ; H sat1 ; Cu1 ; 1 Z3 sat ; Cu ; sat3 ; Cu3 ; 3 Gambar 5.4 Sketsa Rencana Perhitungan Titik Stratigrafi B-1 Elevasi muka air terendah = + 0.00 meter Elevasi muka tanah = -3.00 meter Tinggi timbunan pada kondisi muka air terendah = 3.00 meter ntuk lebih jelasnya perhatikan gambar berikut : h1 h h3 Po.z dimana : [5.5] z = ketebalan tanah dari permukaan tanah dasar sampai tengahtengah lapisan yang ditinjau (meter) (lihat Gambar 5.6) = gamma efektif, yaitu = sat - w Sebagai contoh perhitungan diambil titik stratigrafi B-1 : Lapisan 1 Po = (1,57 1) x 11,15 = 6,341 t/m Lapisan Po = (1,57 1).,5 + (1,76 1).11,65 = 1,518 t/m Lapisan 3 Po = (1,57 1).,5 + (1,76 1).3,5 + (1,79 1).3 = 3,73 t/m Menghitung besarnya penambahan tegangan akibat pengaruh beban timbunan ditinjau di tengah-tengah lapisan (P). Perhitungan faktor I menggunakan formula.-.4.

Contoh perhitungan dilakukan untuk h timb = 6 meter Lapisan 1 z = 11.15 meter B1 = ½ x 15 = 7.5 meter B = 6 x = 1 meter 1 = tan-1 {(7.5+1)/ 11.15} - tan-1 (7.5/11.15) (radian) = 6.31 o = tan-1 (7.5/11.15) (radian) = 33.99 o q o = (H-Hw) x d timb + Hw x = (6-4.51) x 1.7 + 4.51 x (1.8 1) = 5.5 t/m² 7.5/1()] = 0.45 harga tersebut untuk pengaruh beban ½ timbunan untuk timbunan total yang simetris maka harga itu harus dikalikan kalinya. x p = 0.85 x 5.5 = 4.68 t/m² Lapisan z = 33.875 meter B1 = ½ x 15 = 7.5 meter B = 6 x = 1 meter 1 = tan-1 {(7.5+1)/ 33.875} - tan-1 (7.5/33.875) (radian) = 17.44 o = tan-1 (7.5/33.875) (radian) = 1.48 o q o = (H-Hw) x d timb + Hw x = (6-4.51) x 1.7 + 4.51 x (1.8 1) = 5.5 t/m² 7.5/1()] = 0.3 =1/180[{(7.5+1)/1}(+)}- =1/180[{(7.5+1)/1}(+)}- harga tersebut untuk pengaruh beban ½ timbunan untuk timbunan total yang simetris maka harga tersebut harus dikalikan kalinya. x p = 0,46 x 5.5 =.53 t/m² Lapisan 3 z = 48.5 meter B1 B = ½ x 15 = 7.5 meter = 6 x = 1 meter 1 = tan-1 {(7.5+1)/ 48.5} - tan-1 (7.5/48.5) (radian) = 13.11 o = tan-1 (7.5/48.5) (radian) = 8.79 o q o = (H-Hw) x d timb + Hw x = (6-4.51) x 1.7 + 4.51 x (1.8 1) = 5.5 t/m² =1/180 [{(7.5+1)/1}(+)}- 7.5/1()] = 0.17 harga tersebut untuk pengaruh beban ½ timbunan untuk timbunan total yang simetris maka harga itu harus dikalikan kalinya. x p = 0.34 x 5.5 = 1.87 t/m² Menghitung besarnya Consolidation Primary Settlement Contoh perhitungan dilakukan untuk h timb = 6 meter Dengan memakai persamaan.7 didapatkan : Lapisan 1 1.54 6.341 4.68 S ci log.5 1 1.611 6.341 = 3.155 m

Lapisan 0.9 1.518.53 S ci log 3.5 1 1.008 1.518 = 0.508 m Lapisan 3 0.53 3.73 1.87 S ci log 6 1 1.010 3.73 = 0.038 m Si, Scp, Stotal (m) 11.000 10.000 9.000 8.000 7.000 6.000 5.000 4.000 3.000.000 1.000 Grafik Hubungan Tinggi Timbunan vs Si, Scp,dan Stotal 0.000 0 1 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 13 14 15 16 17 18 Tinggi Timbunan (H) m Si (m) Scp (m) Sc total (m) 5.3.3 Total Settlement Besarnya settlement total didapatkan dengan cara menjumlahkan besarnya immediate dan consolidation settlement. Gambar 5.7 Grafik Hubungan Tingg Timbunan (H) dengan Si, Scp, dan Stotal Titik Stratigrafi B- Lapisan 1 S t1 = 0.001 + 3.155 = 3.156 m Lapisan S t = 0.03 + 0.508 = 0.54 m Lapisan 3 S t3 = 0.011 + 0.038 = 0.049 m Total S total = S t1 + S t + S t3 = 3.156 + 0.54 + 0.049 = 3.745 m Dengan cara yang sama didapatkan settlement untuk beban yang berbeda.gambar 5.6 adalah grafik hubungan tinggi timbunan vs Si, Scp, dan Stotal untuk titik stratigrafi B-1.Sedang Gambar 5.7 adalah grafik hubungan tinggi timbunan vs Si, Scp, dan Stotal untuk titik stratigrafi B-. Si, Scp, Stotal (m) 11.000 10.000 9.000 8.000 7.000 6.000 5.000 4.000 3.000.000 1.000 0.000 Grafik Hubungan Tinggi Timbunan vs Si, Scp,dan Stotal 0 1 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 13 14 15 16 17 18 Tinggi Timbunan (H) m Si (m) Scp (m) Sc total (m) Gambar 5.6 Grafik Hubungan Tinggi Timbunan (H) dengan Si, Scp, dan Stotal Titik Stratigrafi B-1 5.4 Mencari H Awal Timbunan (H inisaial ) Dan Settlement(Sc) Langkah pertama yang dilakukan untuk mencari H awal (H inisial ) dari perencanaan timbunan reklamasi ini adalah dengan membuat grafik hubungan antara H final dengan H inisial dan grafik hubungan antara H final dengan Sc dari setiap titik stratigrafi. H inisial dicari menggunakan rumusan.8 sedangkan H final adalah H inisial dikurangi Sc (rumusan.9). 5.4.1 Perhitungan H awal Timbunan (H inisaial ) dan Settlement (Sc) di Titik Stratigrafi B-1 dan B- Sebagai contoh perhitungan diambil titik stratigrafi B-1 : Didapatkan data sebagai berikut : Elevasi muka air terendah = + 0.00 meter Elevasi muka tanah = -3.150 meter Tinggi timbunan pada kondisi HWS = 4.51 meter Kondisi HWS inilah yang dianggap tepat menggambarkan kondisi muka air laut di lapangan mengingat kejadian pasang surut di lokasi reklamasi adalah mixed to diurnal. h timb = 6 meter (variabel) timb = 1.8 t/m 3 sat timb = 1.8 t/m 3 (asumsi sat timb = timb ) w = 1 t/m 3 q final = (6-4.51) x 1.7 + 4.51 x (1.8 1) = 5.5 t/m Sc = 3.745 meter

maka : H inisial 5.5 (3.745x(1.8 11.8) 1.8 = 5.136 meter H final = 5.136 3.745 = 1.391 meter H inisial (m) H final vs H inisial 18.000 16.000 14.000 1.000 10.000 8.000 y = -0.1048x + 3.1067x + 1.0803 6.000 4.000.000 0.000 0.000 1.000.000 3.000 4.000 5.000 6.000 7.000 H final (m) Dengan cara yang sama dapat diperoleh perhitungan H inisial untuk beban (q) yang berbeda.dan hasilnya sebagaimana Tabel 5.7 untuk titik stratigrafi B-1 dan Tabel 5.8 untuk titik stratigrafi B-. Tabel 5.7 Hasil Perhitungan Tinggi Timbunan Awal (H inisial ) dan Settlement (Sc) di Titik Stratigrafi B-1 No q Sc H initial H final t/m² (m) (m) (m) 1 5.5 3.745 5.136 1.391 6.8 4.486 6.70 1.784 3 8 5.187 7.36.139 4 9.3 5.851 8.417.566 5 10.6 6.484 9.491 3.007 6 11.9 7.088 10.549 3.461 7 14.4 8.16 1.559 4.343 8 16.9 9.54 14.547 5.93 9 19.5 10.14 16.491 6.77 Tabel 5.8 Hasil Perhitungan Tinggi Timbunan Awal (H inisial ) dan Settlement (Sc) di Titik Stratigrafi B- No q Sc H initial H final t/m² (m) (m) (m) 1 5.6 3.60 5.11 1.510 6.8 4.356 6.198 1.84 3 8.1 5.078 7.31.43 4 9.4 5.768 8.46.659 5 10.7 6.48 9.515 3.088 6 11.9 7.058 10.53 3.474 7 14.5 8.4 1.635 4.39 8 17.0 9.333 14.69 5.96 9 19.5 10.343 16.579 6.37 Sedangkan grafiknya sebagaimana Gambar 5.8 dan Gambar 5.9 untuk titik stratigrafi B-1, Gambar 5.10 dan Gambar 5.11 untuk titik stratigrafi B-. Gambar 5.8 Grafik Hubungan antara Tinggi Timbunan Akhir (H final ) dengan Tinggi Timbunan Awal (H inisial ) di Titik Stratigrafi B-1 Sc (m) H inisial (m) 1.000 10.000 8.000 6.000 4.000.000 0.000 H final vs Sc y = -0.1048x +.1067x + 1.0803 0.000 1.000.000 3.000 4.000 5.000 6.000 7.000 H final (m) Gambar 5.9 Grafik Hubungan antara Tinggi Timbunan Akhir (H final ) dengan Settlement (Sc) di Titik Stratigrafi B-1 18.000 16.000 14.000 1.000 10.000 8.000 6.000 4.000.000 H final vs H inisial y = -0.1087x + 3.417x + 0.5496 0.000 0.000 1.000.000 3.000 4.000 5.000 6.000 7.000 H final (m) Gambar 5.10 Grafik Hubungan antara Tinggi Timbunan Akhir (H final ) dengan Tinggi Timbunan Awal (H inisial ) di Titik Stratigrafi B- Sc (m) 1.000 10.000 8.000 6.000 4.000.000 0.000 H final vs Sc y = -0.1087x +.417x + 0.5496 0.000 1.000.000 3.000 4.000 5.000 6.000 7.000 H final (m) Gambar 5.11 Grafik Hubungan antara Tinggi Timbunan Akhir (H final ) dengan Settlement (Sc) di Titik Stratigrafi B-

Dengan menggunakan persamaan pada Gambar 5.8, Gambar 5.9, Gambar 5.10, dan Gambar 5.11 serta dengan bantuan data sebelumnya didapatkan : Titik stratigrafi B-1 : Elevasi akhir = +.40 m LWS Elevasi permukaan tanah dasar = -3.150 meter Tinggi timbunan Rencana =.40 + 3.150 = 5.55 meter H inisial = -0.1048 (5.55) + 3.1067 (5.55) + 1.0803 = 15 meter Sc = -0.1048 (5.55) + 3.1067 (5.55) + 1.0803 = 9.50 meter Titik stratigrafi B- : Elevasi akhir = +.40 m LWS Elevasi permukaan tanah dasar = -3.00 meter Tinggi timbunan Rencana =.40 + 3.150 = 5.4 meter H inisial = -0.1087 (5.4) + 3.417 (5.4) + 0.5496 = 14.89 meter 15 meter Sc = -0.1087 (5.4) +.417 (5.4) + 0.5496 = 9.49 meter 9.50 meter Berikut ini adalah hasil rekapan perhitungan tinggi timbunan dan settlement untuk setiap titiknya. Tabel 5.9 Hasil Rekapan Perhitungan Tinggi Timbunan Awal (H inisial ) dan Settlement (Sc) Hasil Hitungan Titik H inisial Sc Stratigrafi (meter) (meter) B-1 15 9.50 B- 15 9.50 5.5 Perhitungan Waktu Konsolidasi Natural 5.5.1Perhitungan Waktu Konsolidasi Natural di TitikStratigrafi B-1 dan B- Berikut ini akan dihitung lamanya waktu konsolidasi di titik stratigrafi B-1 dan B- sebelum dipasang PVD (Prefabricated Vertical Drain).Parameter nilai Cv (koefisien konsolidasi vertikal) untuk tiap lapisan sebagaimana pada Tabel 5.10 dan Tabel 5.11. Tabel 5.10 Parameter Tanah di Titik Stratigrafi B-1 No. Tebal Lapisan γ sat Cv (m) t/m 3 cm /dtk 1.5 1.57 0.00134 3.5 1.76 0.0009 3 6 1.79 0.00080 Tabel 5.11 Parameter Tanah di Titik Stratigrafi B- No. Tebal Lapisan γ sat Cv (m) t/m 3 cm /dtk 1 8.5 1.60 0.00115 5.35 1.79 0.00077 3.9 1.89 0.00100 4 14.75 1.73 0.00076 5 3 1.73 0.00070 6 6 1.75 0.00080 Harga Cv pada tabel di atas diperoleh berdasarkan data dari laboratorium. Sebagai contoh perhitungan diambil titik stratigrafi B-1 : Mencari besarnya Cv rata-rata menggunakan persamaan.6, sehingga : C Vrata rata.5 0,00134 (.5 3.5 3.5 0,0009 6 ) 6 0,00080 = 0,00105 cm /det Jika melihat data tanah terlampir, dapatlah ditentukan bahwa arah aliran untuk titik stratigrafi B-1 adalah single drained, sehingga : H dr = 51.5 m Asumsi : tegangan air pori merata sehingga harga Tv dapat diperoleh dari Tabel.. = 10 % Tv = 0,008 Sehingga dengan menggunakan persamaan.5, didapatkan waktu konsolidasi. 0,008 51.5 t (0.00105x3600x4x360x10 = 6.5 tahun ntuk derajat konsolidasi lainnya dapat dilihat pada Tabel 5.1.Dan untuk derajat konsolidasi titik stratigrafi B- dapat dilihat pada Tabel 5.13. 4 )

Tabel 5.1 Lama Konsolidasi di Titik Stratigrafi B-1 (%) Tv t (hari) t (tahun) 0 0 0 0 10 0.008 330.497 6.38 0 0.031 9030.674 4.74 30 0.071 0683.157 56.67 40 0.16 36705.31 100.56 50 0.197 57388.478 157.3 60 0.87 83606.564 9.06 70 0.403 117398.764 31.64 80 0.567 165173.944 45.53 90 0.848 4703.636 676.80 100 Tabel 5.13 Lama Konsolidasi di Titik Stratigrafi B- (%) Tv t (hari) t (tahun) 0 0 0 0 10 0.008 363.087 9.93 0 0.031 14039.463 38.46 30 0.071 3154.900 88.10 40 0.16 57063.66 156.34 50 0.197 8918.56 44.43 60 0.87 19978.59 356.10 70 0.403 18513.05 500.04 80 0.567 56786.316 703.5 90 0.848 384047.59 105.18 100 Berikut ini akan disajikan pula grafik hubungan antara derajat konsolidasi dengan lama waktu konsolidasi di titk stratigrafi B-1 (Gambar 5.1) dan titik stratigrafi B- (Gambar 5.13). Derajat Konsolidasi (%) Grafik Hubungan Antara Derajat Konsolidasi dengan Lama Waktu Konsolidasi di Titik Stratigrafi B-1 tanpa PVD 100 90 80 70 60 50 40 30 0 10 0 0 00 400 600 800 1000 Lama Konsolidasi (tahun) Gambar 5.1 Korelasi Lama Waktu dengan Derajat Konsolidasi Tanpa Pemasangan PVD di Titik Stratigrafi B-1 Derajat Konsolidasi (%) Grafik Hubungan Antara Derajat Konsolidasi dengan Lama Waktu Konsolidasi di Titik Stratigrafi B-1 tanpa PVD 100 90 80 70 60 50 40 30 0 10 0 0 00 400 600 800 1000 100 1400 1600 Lama Konsolidasi (tahun) Gambar 5.13 Korelasi Lama Waktu dengan Derajat Konsolidasi Tanpa Pemasangan PVD di Titik Stratigrafi B- Dari Tabel 5.1 terlihat bahwa lama waktu yang diperlukan untuk menghilangkan settlement di titik stratigrafi B-1 (mencapai derajat konsolidasi 90%) adalah lebih dari 676 tahun.dan dari Tabel 5.13 terlihat bahwa lama waktu yang diperlukan untuk menghilangkan settlement di titik stratigrafi B- (mencapai derajat konsolidasi 90%) adalah lebih dari 768 tahun. Sehingga diperlukan pemasangan PVD untuk membantu mempercepat proses konsolidasi dan diharapkan pada saat container yard dioperasikan sudah tidak terjadi settlement. 5.6 Perhitungan Vertikal Drain Pemasangan vertikal drain dilakukan setelah ketinggian timbunan melebihi muka air laut (HWS).Hal ini dilakukan atas pertimbangan kemudahan mobilisasi crawler crane yang digunakan untuk membantu memasukkan vertikal drain ke dalam lapisan tanah compressible. Sebagai contoh perhitungan diambil titik stratigrafi B-1 : Data-data yang berkaitan dengan perencanaan PVD di titik stratigrafi B-1 adalah sebagai berikut : Jenis PVD yang di gunakan : lebar (a) = 100 mm tebal (b) = 3 mm diameter ekivalent = 0,05 m (perhitungan menggunakan persamaan.39) 5.6.1 Perhitungan PVD di Titik Stratigrafi B-1 dan B- Dari perhitungan pada Subbab 5.5.1 didapatkan nilai Cv = 0,00105 cm /detik. Menghitung besarnya nilai C h dengan menggunakan persamaan.48.diambil harga k h = 3, sehingga : k C h v = 3 x 0.00105 = 0.00315 cm /detik

Derajat konsolidasi yang ingin dicapai = 80% dalam waktu = bulan. Harga T v Harga T v didapatkan dengan menggunakan persamaan.5, yaitu : x30x4x3600x0.00105 T v 51.5x100 = 0.00005 D erajat K ons olidas i (% ) Hubung an antara Derajat K ons olidas i () dan Waktu (t) 100.000 90.000 S eg i3 ; S =1 m 80.000 S eg i3 ; S =1. m S eg i3 ; S =1.5 m 70.000 S eg i4 ; S =1 m 60.000 S eg i4 ; S =1. m 50.000 S eg i4 ; S =1.5 m 40.000 30.000 0.000 10.000 0.000 0 4 8 1 16 0 4 8 3 36 40 Menghitung besarnya derajat konsolidasi arah vertikal ( v ) dengan menggunakan persamaan.44. 0,00005 v x100% = 1.6 % Mencari besar derajat konsolidasi arah horisontal h dengan memakai persamaan carillo (lihat rumus.47). 1 0.8 h 1 1 0.016 = 0.7967 = 79.67 % Mendapatkan Drain influence zone (D) dengan menggunakan grafik pada Gambar.11. Dari Gambar tersebut didapatkan nilai D = 1.4 meter. Mencari jarak spasi yang dibutuhkan untuk dua pola pemasangan yaitu segitiga dan segiempat.jarak spasi pola segiempat (bujur sangkar) didapat dengan memasukkan harga D ke persamaan.31 sedangkan untuk pola segitiga harga D dimasukkan pada persamaan.3. Didapatkan : S = 1.33 meter untuk pola segitiga dan S = 1.4 meter untuk pola segiempat Berikut ditampilkan grafik korelasi waktu tunggu dan spasi PVD (Gambar 5.14 untuk titik stratigrafi B-1 dan Gambar 5.16 untuk titik stratigrafi B-) dan grafik hubungan antara derajat konsolidasi () dan waktu (t) (Gambar 5.15 untuk titik stratigrafi B-1 dan Gambar 5.17 untuk titik stratigrafi B-). Spasi PVD (m) 4.00 3.50 3.00.50.00 1.50 1.00 0.50 Grafik Korelasi Waktu Tunggu dan Spasi PVD 0.00 0 4 6 8 10 1 14 16 18 0 Waktu Tunggu (bulan) Segi3 ; =80% Segi3 ; =85% Segi3 ; =90% Segi3 ; =95% Segi4 ; =80% Segi4 ; =85% Segi4 ; =90% Segi4 ; =95% Waktu (minggu) Gambar 5.15 Grafik Korelasi antara Waktu Tunggu dengan Derajat Konsolidasi di Titik Stratigrafi B-1 dengan Pola Segiempat dan Segitiga Spasi PVD (m) 3.50 3.00.50.00 1.50 1.00 0.50 0.00 Grafik Korelasi Waktu Tunggu dan Spasi PVD 0 4 6 8 10 1 14 16 18 0 Waktu Tunggu (bulan) Segi3 ; =80% Segi3 ; =85% Segi3 ; =90% Segi3 ; =95% Segi4 ; =80% Segi4 ; =85% Segi4 ; =90% Segi4 ; =95% Gambar 5.16 Grafik Korelasi antara Waktu Tunggu dengan Spasi antar PVD di Titik Stratigrafi B- dengan Pola Segiempat dan Segitiga Derajat K ons olidas i (% ) 100.000 90.000 80.000 70.000 60.000 50.000 40.000 30.000 0.000 10.000 0.000 Hubung an antara Derajat K ons olidas i () dan Waktu (t) 0 4 8 1 16 0 4 8 3 36 40 Waktu (minggu) S eg i3 ; S =1 m S eg i3 ; S =1. m S eg i3 ; S =1.5 m S eg i4 ; S =1 m S eg i4 ; S =1. m S eg i4 ; S =1.5 m Gambar 5.17 Grafik Korelasi antara Waktu Tunggu dengan Derajat Konsolidasi di Titik Stratigrafi B- dengan Pola Segiempat dan Segitiga 5.6. Pemasangan PVD di Lapangan Berikut ini akan ditampilkan pentabelan pola dan jarak pemasangan PVD di lapangan untuk masing masing titik stratigrafi. Sebagaimana hasil perhitungan sebelumnya. Tabel 5.14 Pola dan Jarak Pemasangan PVD di Lapangan dengan Nilai yang Diambil 90 % Gambar 5.14 Grafik Korelasi antara Waktu Tunggu dengan Spasi antar PVD di Titik Stratigrafi B-1 dengan Pola Segiempat dan Segitiga

Pada perencanaan ini diputuskan menggunakan waktu tunggu 6 bulan dengan asumsi tidak ada pembatasan waktu sehingga diambil waktu maksimal PVD dapat bekerja dan pola yang dipakai adalah segitiga dengan alasan lebih cepat dilaksanakan karena dalam satu posisi crawler crane dapat langsung memasukkan 3 titik PVD. Crane hanya digerakkan serong sedikit ke kanan dan ke kiri sehingga tidak perlu pindah tempat. Sedangkan pada pola segiempat, crane harus bergerak maju terlebih dahulu untuk menjangkau posisi vertikal drain yang akan dipasang dengan bergerak sedikit serong ke kanan dan ke kiri.dan PVD yang akan dipasang di lapangan disamakan untuk memudahkan dalam pelaksanaannya yaitu memasang PVD bentuk segitiga dengan jarak 1.5 meter. 5.7 Penentuan Panjang Pemasangan PVD Menurut Mochtar (000) pemasangan PVD tidak perlu sampai sedalam lapisan compressible (51.5 meter untuk titik stratigrafi B-1 dan 60.5 untuk titik stratigrafi B-), hal ini dilakukan untuk mengoptimalkan jumlah pemakaian PVD.Berikut adalah asumsi yang digunakan dalam merencanakan kedalaman PVD yang efisien. Lapisan tanah di sekitar PVD mengalami pemampatan yang relatif cepat dengan arah aliran air dominan horisontal. Lapisan tanah di bawah ujung dasar PVD mengalami pemampatan dengan arah aliran air dominan vertikal. Pemampatan dibagi menjadi dua bagian yaitu : Pemampatan jangka pendek, yaitu pemampatan lapisan tanah setebal kedalaman pemasangan PVD. Pemampatan jangka panjang, yaitu pemampatan lapisan tanah di bawah ujung dasar PVD. Pemampatan dapat diterima bila kecepatan pemampatan (rate of settlement) lapisan tanah di bawah PVD rata-rata pertahun < 1,5 cm. Tabel 5.15 dan Tabel 5.16 yang merupakan hasil perhitungan panjang pemasangan PVD dengan rate of settlement-nya untuk titik stratigrafi B-1 dan B-. Tabel 5.15 Perbandingan Kedalaman PVD dengan Rate of Settlement di Titik Stratigrafi B-1 Tabel 5.16 Perbandingan Kedalaman PVD dengan Rate of Settlement di Titik Stratigrafi B- Rate of Settlement (cm/tahun) Grafik Hubungan antara Kedalaman Pemasangan PVD dengan Rate of Settlement 13.00 1.00 11.00 10.00 9.00 8.00 7.00 6.00 5.00 4.00 3.00.00 1.00 0.00 0 4 6 8 10 1 14 16 18 0 Kedalaman Pemasangan PVD (meter) Gambar 5.18 Grafik Hubungan antara Kedalaman Pemasangan PVD dengan Rate of Settlement Titik Stratigrafi B-1 B-1 Grafik Hubungan antara Kedalaman Pemasangan PVD dengan Rate of Settlement Serta Gambar 5.18 dan Gambar 5.19 merupakan grafik hubungan antara kedalaman pemasangan PVD dengan Rate of Settlement untuk titik B-1 dan B-. Rate of Settlement (cm/tahun) 1.00 11.00 10.00 9.00 8.00 7.00 6.00 5.00 4.00 3.00.00 1.00 0.00 0 4 6 8 10 1 14 16 18 0 B- Kedalaman Pemasangan PVD (meter) Gambar 5.19 Grafik Hubungan antara Kedalaman Pemasangan PVD dengan Rate of Settlement Titik Stratigrafi B-

Dengan bantuan Gambar 5.18 rate of settlement titik B-1 nilainya < 1,5 cm/tahun dipenuhi untuk kedalaman pemasangan PVD sebesar kurang lebih 18 meter.sedangkan Dengan bantuan Gambar 5.19 rate of settlement titik B- nilainya < 1,5 cm/tahun dipenuhi untuk kedalaman pemasangan PVD sebesar kurang lebih 17.5 meter.karena selisih kedalaman pemasangan PVD antara titik B-1 dan B- tidak terlalu besar maka dalam pemasangannya di lapangan, kedalaman PVD untuk semua titik stratigrafi dibuat sama sedalam 18 meter. 5.8 Penentuan Pentahapan Penimbunan Yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan penimbunan bertahap adalah titik stratigrafi B-1. Langkah penentuannya adalah sebagai berikut : Menentukan dimensi PVD yang digunakan.dari perhitungan sebelumnya untuk digunakan PVD dengan a = 10 cm b = 0,3 cm spasi = 1.5 m kedalaman = 18 m Menentukan tinggi timbunan.dari perhitungan sebelumnya didapatkan tinggi timbunan untuk titik ini adalah 15 meter. Digunakan asumsi kecepatan penimbunan di lapangan adalah 50 cm per minggu.asumsi ini diambil tanpa memperhatikan kemampuan owner untuk menyediakan material dan peralatan. Tinggi penimbunan harus memperhatikan tinggi timbunan kritis (H cr ) yang masih mampu dipikul oleh tanah dasar yang pada perencanaan ini diperhitungkan sampai kedalaman 18 meter.dengan bantuan program Dx-Stable (lihat Gambar 5.) untuk slope 1: didapatkan H cr sebesar 3.7 meter. Dari data sebelumnya didapatkan : H initial = 15 meter = 50 cm/minggu V timbunan Maka tahapan penimbunan yang dibutuhkan sebanyak : n = 15/0.5 = 30 tahap Karena tinggi timbunan maksimum yang mampu diterima tanah adalah 3.7 meter maka untuk tahap 1 sampai dengan 6 dapat terus ditimbun tanpa adanya penundaan.sedang untuk tahap berikutnya harus dilakukan pengecekan daya dukung tanah terlebih dahulu. Menentukan tahapan penimbunan hingga minggu ke 6 Tabel 5.17 mur Timbunan ke-i pada Minggu Keenam Tahap Penimbunan Tahap Penimbunan 1 3 4 5 6 7 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 Minggu Ke- 3 1 0 0 0 0 4 3 1 0 0 0 5 4 3 1 0 0 6 5 4 3 1 0 Menghitung tegangan di tiap lapisan tanah untuk derajat konsolidasi 100% Gambar 5.0 Sketsa Perubahan Tegangan Akibat Beban Bertahap untuk Satu Lapisan 1 = P o + P 1 = 1 + P dan seterusnya hingga 6 Harga Po, σ1, σ, σ3, dan seterusnya berbeda-beda untuk setiap kedalaman tanah yang ditinjau. P 1 = P =P 3 = P 4 = P 5 = P 6 P 1 = I x q dimana : q = H timb tahap ke-i x timb = 0.5 x 1.8 = 0.9 t/m Tabel 5.18 Perubahan Tegangan di Tiap Lapisan Tanah pada Derajat Konsolidasi, =100% Minggu ke-7 : H tot = 3.5 meter > Hcr = 3.7 meter Cek daya dukung tanah dasar : Menghitung penambahan tegangan efektif akibat beban timbunan apabila derajat konsolidasi kurang dari 100%

Hasil perhitungan derajat konsolidasi total ( total ) untuk pola pemasangan segitiga dengan jarak spasi 1.5 meter seperti tampak pada Tabel 5.19 berikut ini. Tabel 5.19 Hasil Perhitungan Derajat Konsolidasi untuk Pola Pemasangan PVD Segitiga dengan Spasi 1.5 m Perumusan perubahan tegangan efektif tanah menggunakan perumusan berikut ini : 1. Tegangan tanah mula-mula = Po. ΔP akibat tahap penimbunan (1), dari 0 sampai dengan h 1 selama t 1 (derajat konsolidasi = 1 ). p 1-1 = o o o p p p. 1 1 3. ΔP akibat tahap penimbunan (), dari h 1 sampai dengan h selama t (derajat konsolidasi = ). p - = 1 1 1. 4. ΔP akibat tahap penimbunan (3), dari h sampai dengan h 3 selama t 3 (derajat konsolidasi = 3 ). p 3-3 = 3. 3 5. ΔP akibat tahap penimbunan (4), dari h 3 sampai dengan h 4 selama t 4 (derajat konsolidasi = 4 ). p 4-4 = 3 3 3 4. 4 6. ΔP akibat tahap penimbunan (5), dari h 4 sampai dengan h 5 selama t 5 (derajat konsolidasi = 5 ). p 5-5 = 4 4 4 5. 5 7. ΔP akibat tahap penimbunan (6), dari h 5 sampai dengan h 6 selama t 6 (derajat konsolidasi = 6 ). p 6-6 = 5 5 5 6. 6 dan seterusnya. 8. Jadi tegangan tanah di lapisan yang ditinjau : σ (H=h6) = Po + o o o p p p. 1 1 + 1 1 1. + 3. 3 + 3 3 3 4. 4 + 4 4 4 5. 5 + 5 5 5 6. 6 + + dan seterusnya Dari perumusan di atas maka untuk penimbunan sampai tahap ke-enam (H = 3 meter, t = 6 minggu) persamaannya adalah seperti pada Tabel 5.0 dan hasil perubahan tegangannya pada Tabel 5.1.

Tabel 5.0 Perumusan Perubahan Tegangan di Tiap Lapisan Tanah pada Derajat Konsolidasi, < 100% Tabel 5. Perubahan Nilai Cu pada Minggu ke-6 Tabel 5.1 Perubahan Tegangan di Tiap Lapisan Tanah pada Derajat Konsolidai, < 100% Mencari Hcr dengan menggunakan Cu baru Tahap selanjutnya adalah tahap 7 dengan tinggi timbunan total adalah H = 3.5 meter. Dari Dx-Stable (kontrol sliding terhadap rotational) didapatkan SF = 1.110.Nilai SF terhadap kontrol tersebut lebih dari SF kritis = 1 maka penimbunan dapat dilanjutkan tanpa penundaan. Menghitung kenaikan daya dukung tanah (akibat kenaikan harga Cu). Harga Cu diperoleh dengan menggunakan rumus berikut : a. ntuk harga PI tanah <10 % Cu (kg/cm ) = 0.0737 + (0.1899 0,0016 PI) σ p b. ntuk harga PI > 10 % Cu (kg/cm ) = 0.0737 + (0.0454 0,00004 PI) σ p Karena nilai PI tanah < 10 % (dari tabel koefisien variasi, terlampir) maka digunakan rumus Cu (kg/cm ) = 0.0737 + (0.1899 0,0016 PI) σ p. 5.9 Penentuan Parameter Tanah setelah Konsolidasi Angka Pori (e) Konsolidasi menyebabkan terjadinya perubahan angka pori menjadi lebih kecil.hal ini dapat ditunjukkan dengan perumusan berikut : e 1 e 0 = H H Besar ΔH merupakan total settlement pada tiap layer dan nilai H merupakan tebal layer lapisan tanah.nilai angka pori (e) setelah konsolidasi dapat dilihat pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3 Nilai Angka Pori setelah Konsolidasi Titik B-1 Nilai C Dari Tabel 5.1 dibuat Tabel 5.4 perubahan nilai C dari setiap tahap timbunan sebagai berikut. Tabel 5.4 Nilai C setelah Konsolidasi Titik B-1 Selanjutnya dari nilai angka pori dikorelasi untuk mendapatkan nilai γd dan γsat menurut tabel korelasi yang terdapat pada buku Daya Dukung Pondasi Dangkal (Wahyudi, 1999).Nilai parameter tanah yang baru dapat dilihat pada Tabel 5.5. Tabel 5.5 Parameter Tanah Baru setelah Konsolidasi Titik B-1 5.10 Perhitungan Pemampatan akibat Beban Bertahap Disajikan pada Gambar 5.1 grafik hubungan antara tinggi timbunan dan settlement dengan waktu akibat timbunan bertahap. Dari gambar tersebut di atas didapatkan bahwa besarnya settlement pada minggu ke 7 adalah 9.84 meter > pemampatan yang harus dihilangkan (Sc = 9.50 meter, pada Subbab 5.4).Ini berarti untuk mencapai besar settlement total harus menunggu 6 minggu (6.5 bulan) dari awal penimbunan. 5.11 Nilai H inisial dan Sc setelah Pemasangan PVD Sebagaimana diketahui bahwa fungsi PVD adalah untuk mempercepat konsolidasi.sehingga setelah pemasangan PVD, nilai H inisial dan settlement yang terjadi lebih kecil jika dibandingkan tanpa penggunaan PVD.Yang mana kondisi seperti ini menjadikan perencanaan lebih irit jika dipandang dari sisi keekonomisan.lihat Tabel 5.6 serta Gambar 5. dan Gambar 5.3 berikut. Tabel 5.6 Hasil Perhitungan Tinggi Timbunan Awal (H inisial ) dan Settlement (Sc) setelah Pemasangan PVD No q Sc H initial H final t/m² (m) (m) (m) 1 5.5 3.6 4.868 1.606 6.8 3.648 5.804.156 3 8 4.06 6.681.655 4 9.3 4.396 7.609 3.13 5 10.6 4.790 8.550 3.760 6 11.9 4.99 9.384 4.39 7 14.4 5.684 11.15 5.468 8 16.9 6.348 1.93 6.584 9 19.5 6.988 14.699 7.711 Gambar 5.1 Grafik Hubungan antara Tinggi Timbunan dan Settlement dengan Waktu akibat Timbunan Bertahap Gambar 5. Grafik Hubungan antara Tinggi Timbunan Akhir (H final ) dengan Tinggi Timbunan Awal (H inisial )

Cross Section Dengan menggunakan persamaan.61 1/ 3 80 B= 3x1,0x 0, 97 m 500 Tebal Lapisan Dengan menggunakan persamaan.60 Gambar 5.3 Grafik Hubungan antara Tinggi Timbunan Akhir (H final ) dengan Settlement (Sc) Dari kedua gambar di atas dapat disimpulkan : Elevasi akhir = +.40 m LWS Elevasi permukaan tanah dasar = -3.150 meter Tinggi timbunan Rencana =.40 + 3.150 = 5.55 meter 1/ 3 80 B= x1,0x 0, 65 m 500 Dari harga parameter di atas, maka didapat berat batu, tebal lapisan, dan lebar puncak seperti tabel berikut : Tabel 5.7 Hasil Perhitungan Dimensi Tanggul pada Setiap Lapisan H inisial = -0.01 (5.55) + 1.713 (5.55) +.184 = 11.4 meter < tanpa PVD = 15 meter Sc = -0.01 (5.55) + 0.713 (5.55) +.184 = 5.74 meter < tanpa PVD = 9.50 meter 5.1 Perhitungan Tanggul Fungsi utama dari tanggul (shore protection) adalah untuk melindungi material reklamasi dari gangguan arus dan gelombang. Diasumsikan tinggi gelombang kritis untuk bongkar muat barang di kolam pelabuhan, yaitu 0.5 1.0 m.sudut kemiringan direncanakan 1 :. Sesuai dengan desain kriteria, maka harga parameter-parameter dalam perhitungan tanggul adalah sebagai berikut : -Berat jenis armour =,5 t/m 3 -Berat jenis air laut = 1,05 t/m 3 -Tanggul direncanakan menggunakan batu alam yang mempunyai permukaan kasar, bentuk tidak beraturan dengan nilai K D = 5,.Sedangkan koefisien porositas 1,15 dan n= 37%. -Tinggi gelombang rencana (HS) = 1 meter Amour Layer Dengan menggunakan persamaan.58,5 1.05 D = 1, 439 t/m 3 1,05 ntuk memudahkan pelaksanaan di lapangan maka dilakukan pembulatan nilai dimensi. Hasil pembulatan adalah sebagai berikut : 6.1 mum BAB VI PERENCANAAN PERKERASAN Perencanaan perkerasan lapangan penumpukan pada Tugas Akhir ini direncanakan berupa perkerasan lentur (flexible pavement) dengan jenis material permukaan paling tepat concrete block (paving block) ukuran 10 cm x 0 cm yang memiliki mutu fc = 45 Mpa.Adapun tebal concrete block yang digunakan adalah 10 cm dengan tebal bedded sand adalah 5 cm, namun karena concrete block dan bedded sand tersebut bekerja bersama-sama maka dianggap sebagai satu lapisan dengan ketebalan 15 cm. Perencanaan perkerasan ini akan mengacu pada British Standard of Heavy Duty Pavements for Ports and Other Industries.Lapangan

penumpukan dalam hal ini perkerasannya, direncanakan memiliki masa pelayanan selama 0 tahun. 6. Pembagian Zona Lapangan Penumpukan Dalam rangka perencanaan perkerasan, areal lapangan penumpukan yang ada perlu dikelompokkan sesuai tipe peralatan atau kendaraan yang akan melewati, juga intensitas lalu lintasnya.dengan pembagian ini akan tampak kebutuhan tebal struktur bawah jalan yang sedikit berbeda satu area dengan area lain, sehingga dapat dipastikan kebutuhan optimal masing- masing area.pengelompokkan area ini meliputi : a. Area penumpukan peti kemas. b. Area jalur transtainer atau Rubber Tyred Gantry Crane (RTGC). c. Area lintasan chassis. Penataan layout dan penggunaan peralatan disesuaikan dengan kondisi eksisting sebagaimana telah dibahas pada Bab IV tentang Evaluasi Layout. 6..1 Area Penumpukan Peti Kemas Area penumpukan peti kemas (lihat Gambar 6.1) ini direncanakan untuk dioperasikan dengan kondisi sebagai berikut : Sistem operasional peralatan stacking / unstacking : Rubber Tyred Gantry Crane dengan chassis. Tiap satu baris (row) terdiri dari 6 ground slot (GS) ditambah 1 jalur truk, dan 1 GS menerima beban maksimum 4 stacks (tiers). Lebar 1 GS mencapai.41 m, lebar jalur truk 5.5 m, sedang lebar jalur roda transtainer 1.5 m pada masing-masing sisi, sehingga total lebar 1 baris.96 m. Perencanaan kebutuhan perkerasan baru ini disusun berdasarkan Standard British Port Association, 198 : The Structural Design of Heavy Duty Pavements for Ports and Other Industries. Beban peti kemas pada area penumpukan tertumpu pada keempat sudut di bawahnya (corner castings) yang berukuran 178 mm x 16 mm jadi luas bidang kontak empat corner castings yang bertemu mencapai sekitar 500 mm x 500 mm sedang lantai container berada 1.5 mm di atas tanah (lihat Gambar 6. dan Gambar 6.3). Gambar 6. Peti Kemas Tampak Samping Area yang akan Diberi Perkerasan Bidang kontak 4 Corner Casting =500x500 mm Gambar 6.3 Peti Kemas Tampak Atas Skala 1 : 1 ntuk tinggi tumpukan maksimum 4 stack dengan beban pada perkerasan akibat dudukan pada satu sudut peti kemas, W = 85340 kg, bila reduction in gross weight = 30 % menghasilkan Contact Stress (tegangan permukaan yang terjadi pada bagian atas permukaan), P = 7.7 N/mm² (lihat Tabel 6.1). Gambar 6.1 Area Rencana Pengembangan Lapangan Penumpukan yang akan Diberi Perkerasan

Tabel 6.1 Beban Terpusat di Bawah Tumpukan Peti Kemas Perhitungan daya dukung tanah disusun terhadap kemampuan tegangan tanah melawan gaya luar, baik mengandalkan pondasi dangkal maupun pondasi dalam. Beban ini merupakan beban statis terpusat (static load), untuk itu perhitungan struktur perkerasan flexible dengan beban repetitiv (berulang) menggunakan paving block dapat diterapkan di area ini tetapi permasalahan yang timbul pada kekuatan material paving block yang akan menerima beban terpusat sangat besar. Sistem perkerasan hanya dibutuhkan pada jalur yang dilalui kendaraan.atau penggunaan lapisan perkerasan paving block hanya bersifat praktis atau menyesuaikan ketebalan sistem lapisan perkerasan di sekitarnya untuk melindungi permukaan lahan dari tergerus air dan timbulnya debu. Kemampuan lahan lapangan penumpukan ini perlu dicek berdasar kekuatannya dalam mendukung beban terpusat tersebut.cek terhadap kemampuan daya dukung tanah lebih dibutuhkan agar tanah tidak settlement saat dibebani peti kemas. Tegangan luar maksimum yang terjadi akibat pertemuan 4 sudut peti kemas mencapai = 85340 kg x 4 = 341360 kg = 341.4 ton (lihat ilustrasi Gambar 6.3) Terkonsentrasi pada luasan (lihat ilustrasi Gambar 6.3) = (178 mm x ) x (16 mm x ) = 356 mm x 34 mm = 35 cm x 3 cm = 35 x 3 cm² Atau menghasilkan tegangan = 341. ton / (35 x 3 cm²) = 0.30 ton/cm² = 30 N/mm² = 300 kg/cm² atau setara dengan 4 kali lipat nilai P = 7.7 N/mm². Kemampuan bahan dari paving block mencapai 700 N/mm² (kuat tekan paving block (fc ) yang disyaratkan), jadi bahan ini akan mampu menahan tekanan tersebut. Penggunaan lapisan perkerasan dapat diterapkan untuk keperluan praktis saja, jadi dapat menyesuaikan hasil perhitungan untuk kebutuhan masing-masing lapisan dari area untuk jalur transtainer. 6.. Area Jalur RTGC Area ini digunakan paling sering untuk lintasan Transtainer atau RTG namun tidak menutup kemungkinan truk melintasi atau menginjak jalur ini. Peralatan transtainer yang digunakan adalah tipe Rubber Tyred Gantry Crane dengan 8 roda setara dengan SMITOMO RTG atau PACECO-MITSI RTG dengan 4 roda (lihat Gambar 6.4). Beban per roda untuk RTG dengan 8 roda mencapai 5 ton sedang yang memiliki 4 roda beban mencapai 50 ton, sedang tekanan pada permukaan mencapai 1.56 N/mm². Lebar jalur pergerakan transtainer mencapai 1.5 meter setiap sisi, dengan rentang sisi dalam (inner span) sekitar.3 meter. Prosedur perencanaan kebutuhan perkerasan baru ini mengacu pada Standard British Port Association, 198 : The Structural Design of Heavy Duty Pavements for Ports and Other Industries sebagai berikut : Menentukan critical Damaging Effect, D yang dihitung dengan satuan PAWL, berdasar rumus berikut : D = (W/1000)^3.75 * (P/0.8)^1.5 dimana : W = maximum wheel load = 50000 kg P = maximum type pressure = 0.8 N/mm² Critical Damaging Effect : D = (50000/1000)^3.75 * (0.8/0.8)^1.5 = 11 PAWLS

Menghasilkan Load Classification Index (LCI value) = H, berdasar Tabel.5, BPA 198 sebagaimana Tabel 6. berikut : Tabel 6. Tabel.5 BPA 198 PAWLS L.C.I Kurang dari A 4 B 4 8 C 8 16 D 16 3 E 3 64 F 64 18 G 18 56 H Lebih dari 56 Tidak terklasifikasi Average damaging effect diperkirakan sebesar sekitar 75 % dari Critical Damaging Effect. pekerjaan perbaikan agar tercapai nilai CBR minimum ini. Sistem perkerasan sudah ditetapkan berupa flexible pavement dengan lapisan permukaan (surface) dari paving block setebal 100 mm. Base course dari bahan Concrete Treated Base (CTB) atau dari lean concrete K 15 dengan compressive strength 1.0 N/mm² dan flexural strength N/mm², modulus elastisitas 35000 N/mm².Tebal base course yang dibutuhkan kurang lebih 55 cm (lihat Gambar 6.5). Jadi pembuatan lapis perkerasan untuk jalur RTGC : Paving blok setebal 10 cm Sand bedding setebal 5 cm CTB setebal 55 cm Gambar 6.4 Peralatan RTG SMITOMO (kiri) dan PACECO (kanan) Sesuai kemampuan pelayanan 1 unit alat untuk 1 blok melayani maximum 18 box/minggu (lihat bab Evaluasi Layout pada 65 % Occupancy rata-rata) untuk life time 0 tahun, dan perbandingan antara average damaging effect dengan critical damaging effect sebesar 0.75, maka Design Life (Number of Repetition) dapat dihitung dengan rumus berikut : Design life (Number of Repetition), L = n*0.75 = 18 * 5 * 0 * 0.75 = 1.7 * 10 5 Besarnya CBR pada tanah subgrade ditetapkan berdasar rencana penimbunan tanah di area reklamasi ini yang diperkirakan dapat mencapai harga CBR minimum 15 %.Tanah timbunan baru dari pasir lepas ini perlu dites pencapaian besaran CBR serta dilakukan Gambar 6.5 Grafik Penentuan Tebal CTB Mutu K-15 dengan kondisi lapis permukaan concrete block tebal 10 cm, dan Sub Grade CBR 15 % Permukaan elevasi lapangan penumpukan harus disesuaikan dan perataan permukaan perlu dilakukan agar kemiringan terjadi secara halus dan tidak terjadi gelombang.elevasi akhir yang direncanakan saat ini adalah +3.0 mlws, dengan demikian posisi sub grade harus pada elevasi +.30 mlws. Perapian elevasi perlu dilakukan untuk memperbaiki kemiringan lapangan dan memudahkan pembuangan air. Selanjutnya sistem ini akan diterapkan pada perhitungan kebutuhan perkerasan berikutnya.

6..3 Area Lintasan Chassis Area ini paling sering untuk lintasan kendaraan yang memiliki chassis termasuk prime over maupun trailer atau truk tronton namun tidak menutup kemungkinan peralatan lain melintasi jalur ini tetapi dalam frekuensi rendah (jarang) dan kondisi muatan ringan maupun tanpa muatan. Peralatan-peralatan ini menggunakan jalur secara acak jadi seluruh area diasumsikan harus memiliki kekuatan sama. Prosedur perhitungan kebutuhan lapisan perkerasan sebagai berikut : CBR ditetapkan berdasar rencana penimbunan tanah di area reklamasi ini yang diperkirakan mencapai harga CBR minimum 15 %.Tanah timbunan baru dari pasir lepas ini perlu dites pencapaian besaran CBR serta dilakukan pekerjaan perbaikan agar tercapai nilai CBR minimum ini. Lapisan permukaan (surface) dari paving blok setebal 100 mm. Area ini akan dilalui seluruh kendaraan dalam blok yang ada mencapai maximum 9734 box/minggu untuk life time 0 tahun, dan perbandingan antara average damaging effect dengan critical damaging effect sebesar 0.75, maka Design Life (Number of Repetition) dapat dihitung dengan rumu berikut : L RS L FLT = Number of repetition untuk Reach Staker yang beroperasi dalam terminal. = 506170 TE / tahun dibagi 50 minggu kali 1.5 untuk peak time = 15185 lintasan. = Number of repetition untuk Fork Lift Truck yang beroperasi dalam terminal. = 506170 TE / tahun dibagi 50 minggu kali 1.5 untuk peak time = 15185lintasan. Average damaging effect dari masingmasing alat seperti pada Tabel 6.3. Menentukan critical Damaging Effect, D dihitung berdasar beban terbesar dari masingmasing alat. Menghasilkan Load Classification Index (LCI index) = H berdasar Tabel.5.BPA 198 (lihat Tabel 6.) seluruhnya disajikan dalam Tabel 6.3 termasuk perhitungan L. Berdasar data di atas, L yang terbesar adalah penggunaan untuk lalu lintas highway trailer.bila dimungkinkan seluruh kendaraan akan melewati jalur ini, maka L = 30 x 5 x (L HT + L PM + L RS + L FLT ) x (D avg /D crit ) = 5.0 x 10 7. Tabel 6.3 Perhitungan Design Life Design life (Number of Repetition), L = 0 x 5 x (L HT ) x (D avg /D crit ) atau L = 0 x 5 x (L PM ) x (D avg /D crit ) atau L = 0 x 5 x (L RS ) x (D avg /D crit ) atau L = 0 x 5 x (L FLT ) x (D avg /D crit ) dimana : L HT = Number of repetition untuk Highway Trailer yang memasuki terminal. = 506170 TE / tahun dibagi 50 minggu kali 1.5 untuk peak time kali untuk lalu lintas masuk dan keluar = 30370 lintasan. L PM = Number of repetition untuk Prime Over atau terminal trailer yang beroperasi dari lapangan penumpukan ke dermaga. = 506170 TE / tahun dibagi 50 minggu kali 1.5 untuk peak time = 15185 lintasan. ntuk sub base direncanakan dengan ketebalan 60 cm.bahan sub base ini dari sirtu.tebal Lapisan sub base dari bahan granular (Sirtu Agregat B) dan CBR dari lapisan ini harus mencapai 35 %.Namun dalam perencanaan disiapkan untuk CBR 5 % saja. Base course dari bahan Concrete Treated Base (CTB) atau dari tipe lain concrete K 15 dengan compressive strength 1.0 N/mm² dan flexural strength N/mm², modulus elastisitas 35000 N/mm².Tebal base course yang dibutuhkan 55 cm (lihat Gambar 6.6).