BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan produksi kubis di Indonesia banyak mengalami hambatan, di

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman

BAB I PENDAHULUAN. faktor struktur tanah, pencemaran, keadaan udara, cuaca dan iklim, kesalahan cara

BAB I PENDAHULUAN. hama. Pertanian jenis sayuran kol, kubis, sawi dan sebagainya, salah satu

BAB I PENDAHULUAN. penyediaan bahan pangan pokok terutama ketergantungan masyarakat yang besar

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sayuran sawi sehari-harinya relatif cukup tinggi, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. masih tergantung pada penggunaan pestisida sintetis yang dianggap

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi penduduk Indonesia yang diperlukan setiap hari. Salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. yang perlu dikembangkan adalah produk alam hayati (Sastrodiharjo et al.,

BAB I PENDAHULUAN. oleh para petani sayuran dan umum dikonsumsi oleh masyarakat luas di

I. PENDAHULUAN. Nyamuk Aedes Agypti merupakan vektor virus dengue penyebab penyakit

BAB I PENDAHULUAN. kedelai dan industri pakan ternak. Rata rata kebutuhan kedelai setiap tahun sekitar ± 2,2 juta

I. PENDAHULUAN. diperkirakan, pengendalian hama pun menjadi sulit dilakukan.

I. PENDAHULUAN. mengganggu kenyamanan hidup manusia karena meninggalkan bau yang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu faktor pembatas proses produksi pertanian adalah hama. Hama timbul dan

BAB I PENDAHULUAN. menyerang produk biji-bijian salah satunya adalah ulat biji Tenebrio molitor.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. satu hama daun yang penting karena hama ini bersifat polifag atau mempunyai

FEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KEMBANG BULAN

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan tanaman secara preventif dan kuratif merupakan bagian yang

PENDAHULUAN. terdiri atas penyakit bakterial dan mikotik. Contoh penyakit bakterial yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. petani dan dikonsumsi masyarakat karena sayuran tersebut dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai nilai ekonomis tinggi serta mempunyai peluang pasar yang baik.

I. PENDAHULUAN. dan mematikan bagi manusia, seperti demam berdarah (Aedes aegypti L.), malaria

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Variabel Hama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. dataran tinggi pada lahan basah dan lahan kering. Hasil produksi tomat di Indonesia dari tahun

Uji Toksisitas Potensi Insektisida Nabati Ekstrak Kulit Batang Rhizophora mucronata terhadap Larva Spodoptera litura

UJI AKTIVITAS LARVASIDA EKSTRAK DAUN KELADI BIRAH (Alocasia indica Schott) TERHADAP LARVA NYAMUK Culex sp. ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. ulat grayak merupakan hama penting pada tanaman tembakau (Nicotiana tabacum

BAB I PENDAHULUAN. tersebut padi atau beras mengalami proses penurunan kualitas dan kuantitas.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu resiko yang harus dihadapi. Kehilangan hasil akibat

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Filariasis limfatik atau lebih dikenal dengan. penyakit kaki gajah adalah salah satu masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kalorinya dari beras. Ketersediaan beras selalu menjadi prioritas pemerintah. karena menyangkut sumber pangan bagi semua lapisan

I. PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi di daerah tropis

BAB I PENDAHULUAN. nyawa makhluk hidup karena mempunyai beberapa kelebihan seperti hampir tidak

I. PENDAHULUAN. Cabai besar ( Capsicum annum L.) merupakan komoditas sayuran tergolong

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tanaman cabai (Capsicum annum L.) merupakan tanaman semusim yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KETAHANAN DAN PENGARUH FITOTOKSISITAS CAMPURAN EKSTRAK Piper retrofractum & Annona squamosa PADA PENGUJIAN SEMI LAPANG. Oleh: Nur Isnaeni A

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. daerah tropika. Tumbuhan yang termasuk suku polong-polongan ini memiliki

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pestisida nabati perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap

PENDAHULUAN Latar Belakang

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan Indonesia merupakan negara tropik yang mempunyai kelembaban

Oleh: Nur Alindatus Sa Diyah

KAJIAN TOKSISITAS EKSTRAK DAUN MINT (Mentha arvensis L.) TERHADAP MORTALITAS ULAT KROP KUBIS (Crocidolomia pavonana F.)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Jarak cina (Jatropha multifida Linn) sebagai pestisida nabati pengendali hama

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN. Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu tanaman perkebunan penting

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. sirih hijau (Piper betle L.) sebagai pengendali hama Plutella xylostella tanaman

I. PENDAHULUAN. Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang. disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh vektor nyamuk betina

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan September 2012

PENGARUH EKSTRAK ETANOL CABAI MERAH

I. PENDAHULUAN. kubis (Brassica Olearecea Var Capitata). Kubis memiliki kandungan gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pakcoy. Pakcoy (Brassica rapa L.) adalah tanaman jenis sayur-sayuran yang

JENIS DAN PADAT POPULASI HAMA PADA TANAMAN PERANGKAP Collard DI SAYURAN KUBIS

I. PENDAHULUAN. Tanaman padi merupakan salah satu komoditas pangan yang harus

Insektisida sintetik dianggap sebagai cara yang paling praktis untuk

I. PENDAHULUAN. yang ditularkan ke manusia dengan gigitan nyamuk Aedes Aegypty.

BAB I PENDAHULUAN. komoditas hortikultura yang sangat potensial untuk dikembangkan, karena

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pengendalian hama dan penyakit melalui insektisida

BAB I PENDAHULUAN UKDW. yang menjadi vektor dari penyakit Demam Berdarah ini dikenal dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakann penyakit yang. berkaitan erat dengan kenaikan populasi vektor Aedes aegypty.

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah

BAB I PENDAHULUAN. petani melakukan pencampuran 2 6 macam pestisida dan melakukan

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kecepatan Kematian. nyata terhadap kecepatan kematian (lampiran 2a). Kecepatan kematian Larva

BAHAN DAN METODE. Kabupaten Karo, Desa Kuta Gadung dengan ketinggian tempat m diatas

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae)

PENDAHULUAN. Di seluruh dunia, produksi kentang sebanding dengan produksi gandum,

EFEKTIVITAS EKSTRAK AKAR TUBA TERHADAP HAMA ULAT KROP CROCIDOLOMIA. PAVONANA PADA TANAMAN KUBIS DI KOTA TOMOHON

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. WHO melaporkan dengue merupakan mosquito-borne disease yang tercepat

tersebut mencapai miliaran rupiah setiap tahun (Setiawati et al., 2008).

BAB I PENDAHULUAN. kekeringan dan mudah diperbanyak dengan stek. Walaupun telah lama dikenal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman sawi (Brassica juncea L.) merupakan salah satu jenis

Oleh: Fakultas Pertanian Universitas Islam Riau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ujung batang atau tunas. Tanaman ini mempunyai bunga sempurna dengan

I. PENDAHULUAN. Tanaman lada (Piper nigrum L) merupakan salah satu komoditi ekspor.

I. PENDAHULUAN. bagi manusia, seperti demam berdarah, malaria, kaki gajah, dan chikungunya

PESTISIDA ORGANIK RAMAH LINGKUNGAN PEMBASMI HAMA TANAMAN SAYUR

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max L.Mer) merupakan salah satu komoditi pangan

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan. Tumbuhan yang digunakan meliputi untuk bahan pangan,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Dosis Pestisida Nabati Tapak Liman terhadap Mortalitas Larva Ulat Tritip Instar III pada Tanaman Sawi

BAB I PENDAHULUAN. Vektor demam berdarah adalah Aedes aegypti dan Aedes Albopictus.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Fitriani Suherman, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Serangga merupakan hewan yang paling banyak jumlah dan ragamnya di

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat bersifat racun, menghambat pertumbuhan/perkembangan, tingkah

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Mortalitas dan Kecepatan Kematian. Tingkat mortalitas walang sangit pada aplikasi kontak dengan konsentrasi

I. PENDAHULUAN. Pepaya merupakan salah satu tanaman yang digemari oleh seluruh lapisan

KAJIAN INSEKTISIDA ORGANIK (URIN SAPI & SERBUK BIJI MIMBA) TERHADAP MORTALITAS LARVA (Spodoptera Litura.) SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di negara negara

BAB I PENDAHULUAN. (Mukarlina et al., 2010). Cabai merah (Capsicum annuum L.) menjadi komoditas

BAB I PENDAHULUAN. disadari. Bahkan telah lama pula disinyalir, bahwa peran lingkungan dalam

PESTISIDA ALAMI ALKALOID DENGAN EKSTRAK KECUBUNG PASTI MANJUR DAN AMAN

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan produksi kubis di Indonesia banyak mengalami hambatan, di antaranya disebabkan serangan hama tanaman. Banyak hama yang menyerang tanaman kubis, salah satunya adalah ulat krop kubis (Crocidolomia binotalis Z.) dan hama ini dapat menyebabkan kerusakan tanaman sampai 100 persen bila tidak ada tindakan pengendalian yang tepat (Sastrosiswojo,1981). Selama 90 hari periode penanaman kubis, populasi larva C. binotalis cenderung meningkat dimulai dua minggu setelah penanaman kubis. Populasi larva tertinggi terjadi pada minggu keenam hingga kedelapan setelah penanaman kubis, dan akan menurun setelah waktu panen kubis (Sastrosiswojo dan Setiawati, 1993). Pada Maret 2011, di Desa Pacet, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, hama ulat krop kubis merusak tanaman kubis milik petani. Serangan hama tersebut mengakibatkan areal tanaman kubis seluas 0,25 hektar hanya menghasilkan kurang lebih satu ton kubis. Biasanya untuk panen normal, dapat menghasilkan lebih dari lima ton kubis (Anonim, 2011). Serangan hama ini mengakibatkan turunnya produksi kubis mencapai 80 persen. Hama ulat krop kubis sangat merusak karena larva memakan daun baru di bagian tengah tanaman kubis sehingga tanaman tidak mampu membentuk krop. krop

2 merupakan tunas daun pada tanaman kubis. Apabila bagian tengah tanaman kubis telah hancur, larva pindah ke ujung daun dan kemudian turun ke daun yang lebih tua. Kebanyakan tanaman yang terserang akan hancur seluruhnya jika ulat krop kubis tidak dapat dikendalikan (Sastrosiswojo dan Setiawati, 1993). Pada umumnya di Indonesia, upaya pengendalian hama C. binotalis, dilakukan dengan penyemprotan insektisida sintetik. Menurut Novisan (2002), dampak negatif penggunaan insektisida sintetik antara lain timbulnya resistensi hama terhadap insektisida sintetik, matinya musuh alami hama, terjadinya serangan hama sekunder, resurgensi hama, pencemaran air dan tanah, sehingga berdampak negatif terhadap manusia dan makhluk hidup lainnya sebagai konsumen. Pestisida dapat meracuni manusia atau hewan ternak melalui mulut, kulit, dan pernafasan. Tanpa disadari bahan kimia beracun tersebut masuk ke dalam tubuh seseorang tanpa menimbulkan rasa sakit yang mendadak dan mengakibatkan keracunan kronis. Keracunan kronis akibat pestisida saat ini paling ditakuti, karena efek racun dapat bersifat karsinogenic (pembentukan jaringan kanker pada tubuh), mutagenic (kerusakan genetik untuk generasi yang akan datang), dan teratogenic (kelahiran anak cacat). Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) diperkirakan ± 3 juta orang keracunan disebabkan pestisida, dengan rincian 6 orang setiap menitnya dan sebanyak 75.000 orang dalam keadaan kronis (Miller, 2004). Insektisida profenofos yang temasuk golongan organofosfat merupakan jenis insektisida sintetik yang sering digunakan oleh petani untuk mengendalikan hama

3 pada tanaman kubis-kubisan. Suharti (2000) melaporkan, bahwa populasi larva C. binotalis instar 2 asal Cibogo dan Cikadang, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung telah resisten terhadap insektisida profenofos. Pada penelitian Danar et al. (2010), populasi C. binotalis Desa Pangalengan telah menunjukkan mekanisme resistensi terhadap insektisida sintetik profenofos. Berkembangnya resistensi hama tersebut merupakan masalah yang sangat serius bagi petani. Petani terpaksa mengaplikasikan insektisida lebih sering dengan dosis yang lebih tinggi. Hal ini mengakibatkan peningkatan harga produk pertanian, serta peningkatan risiko bahaya bagi kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup. Melihat kerugian yang ditimbulkan oleh pestisida sintetik maka perlu suatu usaha untuk mendapatkan alternatif yang lebih efektif dalam mengendalikan populasi serangga. Salah satu alternatifnya adalah penggunaan pestisida alami untuk mengurangi masalah pencemaran lingkungan. Pestisida alami mengandung bahan yang mudah dan cepat terdegradasi di alam serta mempunyai dampak yang kecil terhadap lingkungan sehingga tidak berbahaya. Oleh karena itu pestisida alami dapat digunakan sebagai alternatif pengganti pestisida sintetik yang mengandung bahanbahan kimia yang dapat merugikan lingkungan (Tarumingkeng, 2008). Salah satu jenis tumbuhan Rubiaceae yang berpotensi sebagai sumber insektisida alami adalah Morinda citrifolia. Dari beberapa penelitian, ekstrak daun mengkudu dapat mempengaruhi mortalitas hama serangga. Pada penelitian Sardes (2007), ekstrak daun mengkudu mempengaruhi persentase mortalitas larva.

4 Persentase mortalitas larva P. xylostella yang tertinggi yaitu 70,00%, pada perlakuan ekstrak daun mengkudu 400 gr/l air. Jika persentase mortalitas larva tinggi maka jumlah pupa dan jumlah imago yang terbentuk akan rendah. Ekstrak daun mengkudu (Morinda citrifolia) aktif sebagai biopestisida terhadap lalat buah Bactrocera dorsalis. Hasil uji hayati ekstrak daun mengkudu dengan pelarut metanol terhadap lalat buah (Bactrocera dorsalis), dapat diketahui nilai LC 50 sebesar 5,01 (Yeti, 2006). Penggunaan pelarut metanol bertujuan untuk menarik senyawa polar dan non polar yang terkandung dalam daun (Wirda et al. 2011). Ekstrak daun dan bunga mengkudu berpengaruh menekan perkembangan penyakit antraknosa yang disebabkan oleh jamur Colletotrichum sp. pada tanaman cabe (Efri, 2010). Berdasarkan latar belakang tersebut maka dilakukan penelitian tentang pengaruh insektisida nabati ekstrak daun mengkudu (Morinda citrifolia L.) terhadap ulat krop kubis (Crocidolomia binotalis Z.). B. Rumusan Masalah ini adalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian 1. Bagaimana efektivitas ekstrak daun mengkudu dalam mengendalikan ulat krop kubis Crocidolomia binotalis? 2. Pada konsentrasi berapakah ekstrak daun mengkudu yang dapat memberikan pengaruh terhadap kematian larva Crocidolomia binotalis instar 3?

5 C. Batasan Masalah Adapun batasan yang perlu diamati selama penelitian adalah sebagai berikut: 1. Bagian tanaman mengkudu (Morinda citrifolia) yang digunakan pada penelitian ini adalah bagian daun. 2. Serangga uji yang digunakan yaitu larva Crocidolomia binotalis instar 3, karena tingkat konsumsi larva tinggi dan larva mulai menyebar dan memencar ke dalam krop kubis. 3. Uji hayati terhadap ekstrak daun mengkudu (Morinda citrifolia) dilakukan dengan metode residu pada daun atau pencelupan. 4. Parameter yang diukur adalah mortalitas larva Crocidolomia binotalis instar 3 selama 72 jam. Periode larva instar 3 selama 3 hari atau 72 jam. D. Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui efektivitas ekstrak daun mengkudu (Morinda citrifolia) sebagai biopestisida terhadap larva C. binotalis instar 3.

6 Adapun manfaat dari penelitian ini untuk memberikan informasi yang bermanfaat sebagai dasar dalam penggunaan insektisida alami dari ekstrak daun mengkudu (Morinda citrifolia) yang lebih ramah lingkungan dibandingkan insektisida kimia. Dengan demikian diharapkan insektisida alami ini dapat menjadi alternatif pengendalian hama untuk mencegah makin tingginya resistensi hama tanaman. E. Asumsi Hasil pemeriksaan kimia, ekstrak daun mengkudu dengan pelarut metanol terdapat metabolit sekunder golongan flavonoid, alkaloid, steroid, terpenoid, kuinon, saponin dan tanin (Yeti, 2006). Bahan aktif tersebut merupakan racun perut terhadap serangga (Kardinan, 2004). F. Hipotesis Ekstrak daun mengkudu (Morinda citrifolia L.) berpengaruh terhadap mortalitas larva Crocidolomia binotalis Z instar 3.