MANFAAT JERAMI DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN DAN KESEHATAN TANAMAN MANGGIS Jerami merupakan salah satu limbah pertanian terbesar di Indonesia yang dihasilkan dari pertanaman padi. Selesai musim panen padi, dapat dilihat pemandangan berupa tumpukan jerami yang dibiarkan begitu saja di sekitar areal persawahan. Sebagian di antaranya ada yang dimusnahkan dengan cara dibakar. Pembakaran menyebabkan karbon yang terkandung pada jerami akan memenuhi atmosfir dan meningkatkan kandungan CO 2 serta berkontribusi terhadap pemanasan global. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembakaran 1 t jerami dapat menyebabkan kehilangan 91,3% karbon (C) yang setara dengan 291,2 kg C, melepaskan 1.068 kg CO 2, dan 12,6 kg NO (Ngo & Duong 2009). Di Indonesia, limbah jerami belum dimanfaatkan secara maksimal. Apabila kita mengenal kandungan serta mengetahui proses fisiologi yang terjadi pada limbah jerami tersebut, maka kita akan termotivasi memanfaatkannya untuk berbagai tujuan. Produksi jerami padi dapat mencapai 12 15 t/h per panen, bervariasi bergantung pada lokasi dan jenis varietas tanaman padi yang digunakan. Jumlah ini cukup besar dan akan lebih baik apabila dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Penggunaan jerami yang sudah lazim diketahui dan dilakukan oleh masyarakat ialah sebagai mulsa. Mulsa jerami banyak digunakan pada pertanaman palawija, sedangkan penggunaan untuk tanaman pohon-pohonan khususnya pada tanaman buah masih sangat jarang. Penggunaan Jerami pada Tanaman Manggis Khusus untuk tanaman manggis, jerami dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan di antaranya sebagai sumber CO 2 untuk mempercepat laju pertumbuhan tanaman di pembibitan, sebagai sumber hara untuk memperbaiki pertumbuhan tanamaman di lapangan, serta meningkatkan kesehatan tanaman. Bagaimana pemanfaatan jerami untuk tujuan tersebut diuraikan seperti berikut: Mempercepat Pertumbuhan Tanaman pada Fase Bibit Masalah serius dalam budidaya manggis ialah sangat lambatnya pertumbuhan dan panjangnya masa remaja tanaman, sehingga untuk mulai berbuah memerlukan waktu sekitar 8 12 tahun, bergantung pemeliharaan tanaman dan kesuburan tanah. Pertumbuhan tanaman manggis yang lambat disebabkan oleh sistem perakaran yang tidak baik, 21
No. 9 - Juli 2013 yaitu akar lateral tidak dilengkapi dengan akar rambut yang sangat dibutuhkan untuk absorbsi air dan nutrisi (Almeyda & Martin1976). Selain itu lambatnya pertumbuhan disebabkan oleh rendahnya laju fotosintesis karena rendahnya kapasitas daun manggis menangkap karbon (CO 2 ) (Almeyda & Martin 1976, Campbell 1996, Downton et al. 1990). Tanaman manggis yang tumbuh di lapangan memiliki laju fotosintesis yang rendah, yaitu antara 1,0 4,8 µmol CO 2 /m 2 /detik yang berasosiasi dengan lambatnya pertumbuhan spesies ini. Tanaman buah tropika lain pada umumnya memiliki laju fotosintesis lebih tinggi yaitu 10 20 µmol CO 2 m 2 /detik (Chacko & Cole dalam Wiebel 1993). Penelitian tentang pemberian CO 2 pada tanaman manggis telah dilakukan untuk meningkatkan laju fotosintesis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu memperkaya lingkungan tumbuh tanaman manggis dengan CO 2 yang bersumber dari proses dekomposisi jerami padi yang baru di panen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bibit manggis yang tumbuh pada kondisi lingkungan yang diperkaya dengan CO 2 dari jerami dan diberi sungkup plastik menunjukkan pertumbuhan terbaik dibandingkan dengan yang diberi sungkup plastik saja. Tinggi tanaman, jumlah daun, dan bobot kering dari kedua perlakuan ini berbeda nyata dengan kontrol. Bibit yang dialas jerami dan diberi sungkup plastik, cabang lateral lebih cepat muncul dibandingkan dua perlakuan lainnya yaitu setelah memiliki delapan pasang daun (Gambar 1). Hal ini disebabkan karena lingkungan tumbuhnya mengandung CO 2 lebih tinggi, sehingga dapat meningkatkan laju fotosintesis tanaman. Hasil analisis menunjukkan bahwa kandungan CO 2 yang ada di dalam sungkup plastik jauh lebih tinggi daripada tanpa sungkup. Kandungan CO 2 dalam sungkup plastik yaitu 78,17 mg CO 2 /m 3, dalam sungkup plastik yang diperkaya dengan CO 2 dari jerami sebesar 144,32 mg CO 2 / m 3, dan di luar sungkup plastik hanya sebesar 6,01 mg CO 2 /m 3 (Jawal et al. 2002). Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman Muda di Lapangan Jerami padi memiliki kandungan hara N antara 0,5 0,8%, P antara 0,07 0,12%, K antara Gambar l. Pertumbuhan bibit manggis umur 14 bulan pada berbagai kondisi lingkungan tumbuh: dialas jerami dan diberi sungkup plastik (a), diberi sungkup plastik (b), dan kontrol (c) 1,2 1,7% (Dobermann & Fairhurst 2000), dan nisbah C/N sekitar 80% (Miller 2000). Dalam 6-t jerami terkandung 72 kg nitrogen, 12 kg fosfor, 140 kg kalium, 22 kg kalsium, 12 kg magnesium, dan 38 kg mangan. Untuk 1 ha lahan sawah dapat menghasilkan jerami antara 2 10 t. Kandungan unsur hara pada jerami sangat bermanfaat dalam meningkatkan pertumbuhan serta memperbaiki pertumbuhan tanaman di lapangan. Berdasarkan pengalaman petani manggis di daerah Solok Selatan Sumatera Barat, diketahui bahwa tanaman manggis dewasa yang ditanam di pekarangan dan diberi mulsa jerami secara berkesinambungan hampir selalu berbuah sepanjang tahun. Gambar 2 menunjukkan tanaman manggis muda yang baru ditanam dan bibit sambungan yang sehat dan berbuah lebat dengan penggunaan mulsa jerami. Meningkatkan Kesehatan Tanaman a. Menekan kerusakan buah oleh getah kuning dalam buah manggis 22
Peran jerami dalam menekan kerusakan buah oleh getah kuning dapat dikelaskan melalui dua hal sebagai berikut: 1. Menjaga kelembaban tanah Seperti umumnya pada tanaman lain, penggunaan jerami sebagai mulsa pada tanaman manggis terutama dimaksudkan untuk menjaga kelembaban tanah. Hal ini sangat bermanfaat terutama pada saat kalium yang cukup tinggi, sehingga penggunaannya pada tanaman manggis sangat bermanfaat untuk membantu mengurangi kerusakan buah oleh getah kuning. Getah kuning pada buah manggis disebabkan oleh pecahnya sel epitelium yang mengelilingi saluran getah kuning (Dorly 2008). Pecahnya sel epitelium ini berhubungan dengan tingginya tekanan Gambar 2. Penggunaan mulsa jerami dan naungan pisang pada tanaman manggis muda (kiri) dan tanaman manggis muda asal sambungan yang sehat dan berbuah lebat dengan penggunaan jerami (kanan) musim kering, sehingga kelembaban tanah dapat selalu terjaga. Kondisi ini dapat mengurangi kerusakan buah oleh getah kuning karena kelembaban tanah yang relatif stabil, maka penyerapan air oleh tanaman tidak terlalu berfluktuasi, sehingga tanaman terhindar dari kerusakan oleh getah kuning. 2. Tersedianya kebutuhan unsur hara Dari data hasil analisis hara pada jerami yang telah diuraikan di atas diketahui bahwa jerami mengandung unsur turgor sel akibat penyerapan air yang tinggi terutama ketika curah hujan tinggi. Kalium berfungsi untuk mengatur tekanan turgor, sehingga dapat menekan kerusakan buah oleh getah kuning. Selain itu jerami juga mengandung Mg yang merupakan unsur penyusun dinding sel, dan berkontribusi dalam mengurangi kerusakan buah oleh getah kuning. Unsur Ca merupakan komponen penting dalam memperkuat dinding sel, sehingga perlu ditambahkan melalui pengapuran. 23
No. 9 - Juli 2013 Gambar 3. Buah manggis terserang hama burik Gambar 4. Buah manggis muda yang bebas burik dengan perlakuan mulsa jerami Menekan Serangan Hama Burik Salah satu syarat yang dibutuhkan pasar ekspor manggis ialah buah yang bebas burik. Adanya burik pada kulit buah manggis menyebabkan buah tidak mulus dan penampilan tidak menarik, sehingga tidak layak ekspor. Dari pengamatan visual di lapangan, diketahui bahwa intensitas serangan burik cukup tinggi dan merupakan masalah serius dalam menurunkan kualitas buah manggis (Gambar 3). Hasil penelitian Jumjunidang et al. (2003) diketahui bahwa penyebab burik ialah hama trips (Scirtothis sp.) dan tungau (Tetranychus spp.). Serangan trips dimulai pada fase kuncup bunga mekar dan berlanjut selama fase perkembangan buah. Populasi hama trips dapat meningkat apabila kondisi lingkungan di sekitarnya cukup lembab dengan suhu tinggi. Tungau dapat menyerang daun, kuncup bunga, sampai buah. Serangan pada buah mengakibatkan timbulnya bercak-bercak pada permukaan kulit buah, sehingga kulit buah menjadi kusam dan tidak menarik. Hasil penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa burik disebabkan oleh dua spesies trips yaitu Scirtothrips dorsalis (Hood) dan Selenothrips rubrocintus Giard (Affandi & Emilda 2009). Penggunaan mulsa jerami dapat menekan merangan hama burik (Affandi & Emilda 2009) melalui dua cara yaitu: a. Mulsa jerami dapat menekan pertumbuhan gulma yang merupakan inang dari hama dan penyakit tanaman. Dengan demikian, penggunaan mulsa dapat menjaga sanitasi lingkungan tumbuh tanaman manggis dan merupakan salah satu cara untuk menekan serangan hama burik pada tanaman manggis. b. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan daur hidup trips hama penyebab burik diketahui bahwa serangga tersebut meletakkan telur di permukaan tanah. Jerami padi yang digunakan sebagai mulsa merupakan tempat hidup organisme lain yang berfungsi sebagai predator yang dapat memakan telur dari hama burik ini, sehingga tidak berkembang biak. Dengan tidak berkembang biaknya hama trips, maka serangan burik dapat ditekan. Buah manggis muda yang mulus dan bebas burik dengan pemberian mulsa jerami dapat dilihat pada Gambar 4. PUSTAKA 1. Affandi & Emilda, D 2009, Mangosteen thrips: collection, identification and control, J. Fruit and Ornamental Plant Res., vol. 17, no. 2, pp. 219-33. 2. Almeyda, N & Martin, FW 1976, Cultivation of neglected tropical fruits with promise, Part I, The mangosteen, Agricultural Research Service, US, Dep. of Agriculture. 3. Campbell, CW 1966, Growing the mangosteen in Southern Florida, Florida Agricultural, Statins J. Series, no. 2526. 24
4. Dobermann, A & Fairhurst, TH 2002, Rice straw Management, Better Crops International, no. 16, pp. 7-11. 5. Dorly, S, Tjitrosemito, Poerwanto, R, Juliarni, 2008, Secretory duct structure and phytochemistry compounds of yellow latex in mangosteen fruit, HAYATI J. Biosciences, vol. 15, no. 3, pp. 99-104. 6. Downton, WJS, Grant, WJR & Chacko, EK 1990, Effect of elevated carbon dioxide on the photosynthesis and early growth of mangosteen (Garcinia mangostana L.), Scientific Horticulturae. vol. 44, pp. 215-5. 7. Jawal, MAS, Mansyah, E, Purnama T & Usman, F 2002, Pengaruh sungkup plastik dan sistem perakaran terhadap pertumbuhan semai manggis, J. Hort., vol. 12, no. 3, pp. 158-64. 8. Jumjunidang, Nasir, N, Hasim, A & Rieska 2004, Pengendalian burik pada kulit buah manggis, Laporan Hasil Penelitian Baitbu 2004, Solok. 9. Miller, C 2000, Understanding the carbon-nitrogen ratio, A Voice of Eco Agriculture, vol. 30, no. 4, pp. 20. 10. Truc, NTT & Van Ni, D 2009, Mitigation of carbon dioxide emission: An environmental assessment of rice straw burning practice in the Mekong Delta. MEKARN2 Workshop 2009 Livestock, Climate Change and the Environment, Viewed 23 May 2013. 11. Wiebel, J 1993, Physiology and growth of mangosteen (Garcinia mangostana L.) seedlings, dissertation, Technische Universitat Berlin. Mansyah, E Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika Jl. Raya Solok - Aripan Km.8, Solok, Sumatera Barat 27301 E-mail:ellina_mansyah@yahoo.co.id 25