KONSEP SAMA DENGAN PADA PENJUMLAHAN DI SEKOLAH DASAR DAN PEMBELAJARANNYA Sugiman FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta

dokumen-dokumen yang mirip
PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) DAN RELEVANSINYA DENGAN KTSP 1. Oleh: Rahmah Johar 2

Peningkatan Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Pendekatan Matematika Realistik

PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK PADA PEMBELAJARAN PECAHAN DI SMP. Di sampaikan pada Pelatihan Nasional PMRI Untuk GuruSMP Di LPP Yogyakarta Juli 2008

InfinityJurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 2, No.1, Februari 2013

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika

PEMANFAATAN VIDEO TAPE RECORDER (VTR) UNTUK PEGEMBANGAN MATEMATIKA REALISTIK DI SMP

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR)

Pembelajaran Matematika Realistik Sebagai Sebuah Cara Mengenal Matematika Secara Nyata

Materi Bilangan Bulat dan Pecahan untuk Siswa SMP/MTs dengan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik

PENANAMAN NORMA-NORMA SOSIAL MELALUI INTERAKSI SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PMRI DI SEKOLAH DASAR

INTERAKSI SISWA DALAM PEMBELAJARAN PMRI. Makalah dipresentasikan pada. Pelatihan PMRI untuk Guru-Guru SD di Kecamatan Depok dalam rangka

ABSTRAK DAN OUTLINE EXECUTIVE SUMMARY HIBAH BERSAING

Vol. XI Jilid 1 No.74 Januari 2017

BAB I PENDAHULUAN. sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, mereka berada pada fase. operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah

DESAIN PEMBELAJARAN PENJUMLAHAN BILANGAN 1-29 BERBASIS PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) DI SD NEGERI 117 PALEMBANG

Pemahaman Konsep FPB Dengan Pendekatan RME. Oleh: Lailatul Muniroh

PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK SEBAGAI PENDEKATAN BELAJAR MATEMATIKA

Pendekatan Realistik dalam Pembelajaran Matematika

PMRI MENYENANGKAN DAN DEMOKRATIS * Rahmah Johar

P 9 Pembelajaran Matematika Realistik Pada Materi Persamaan Linear Satu Variabel Di SMP Kelas Vii

Vol. 1 No. 1 Th. Jan-Des 2016 ISSN: PENGGUNAAN ICEBERG DALAM PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau menangkap segala perisitiwa disekitarnya. Dalam kamus bahasa Indonesia. kesanggupan kecakapan, atau kekuatan berusaha.

PEMBELAJARAN MATEMATIKA HUMANISTIK DAN KAITANNYA DENGAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) * Rahmah Johar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

KETERKAITAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DENGAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR)

MAKALAH. Oleh: R. Rosnawati, dkk

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. ketentuan yang baku, akan tetapi pendidikan formal biasanya dilakukan di. dalam kegiatannya mempunyai acuan-acuan yang baku.

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pendidikan adalah sistem yang digunakan untuk mengembangkan

Pendekatan PMRI sebagai Gerakan Literasi Sekolah dalam Pembelajaran Matematika

INOVASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA SLB. Edi Prajitno Jurdik Matematika FMIPA UNY. Abstrak

LEMBAR PERSETUJUAN PENERAPAN PENDEKATAN PMRI PADA MATERI PERSEGI DAN PERSEGIPANJANG DI KELAS III MI PSM AL AMIN SUMBERAGUNG NGAWI SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PEMBELAJARAN PENGURANGAN PECAHAN MELALUI PENDEKATAN REALISTIK DI KELAS V SEKOLAH DASAR

PROSIDING ISBN :

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

ISSN No Jurnal Sangkareang Mataram 1

BAB I PENDAHULUAN. spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

Edisi Khusus No. 2, Agustus 2011

BAB I PENDAHULUAN. berat. Salah satu tantangannya adalah menghadapi persaingan ekonomi global.

MENYELESAIKAN PEMBAGIAN PECAHAN TANPA ALGORITMA

MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA MELALUI PEMBELAJARAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) KELAS VIII SMP NEGERI 1 BILUHU

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA POKOK BAHASAN PENJUMLAHAN PECAHAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN REALISTIK. A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

BAB II KAJIAN TEORI. merupakan suatu ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk. pengertian yang benar tentang suatu rancangan atau ide abstrak.

PEMBELAJARAN MATERI BANGUN RUANG SISI LENGKUNG MELALUI PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK DI SMP

PEMBELAJARAN PERKALIAN DENGAN AKTIVITAS PERMAINAN MELALUI PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK DI SDN 43 AMPENAN

PENERAPAN POLA LATIHAN BERJENJANG DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA

BAB II KAJIAN TEORI. dkk. 2012: 107). Belajar merupakan suatu proses berpikir yang saling

BAB I PENDAHULUAN. dalam menyelesaikan suatu masalah. Hal tersebut berpengaruh terhadap hasil

BAB I PENDAHULUAN. mengemukakan bahwa matematika adalah suatu cara untuk menemukan jawaban

Jurnal EDUCATIO Jurnal Pendidikan Indonesia

LINTASAN BELAJAR UNTUK MEMBELAJARKAN MATERI SISTEM PERSAMAN LINEAR DUA VARIABEL (SPLDV) DENGAN DENGAN PENDEKATAN PMR UNTUK SISWA KELAS VIII

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Realistic Mathematics Education (RME) Secara harfiah realistic mathematics education diterjemahkan sebagai

UPAYA MENINGKATKAN MINAT BELAJAR MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PMRI PADA SISWA KELAS VII SMP MAARIF 5 PONOROGO

BAB I PENDAHULUAN. adanya jembatan yang dapat menetralisir perbedaan atau pertentangan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir dan kemampuan dalam memecahkan masalah, terutama dalam

Peningkatan Hasil Belajar Matematika dengan Menggunakan Pendekatan PMR pada Siswa Kelas IV SDN 19 Kampung Baru Kecamatan Batang Kapas

BAB I PENDAHULUAN. berpikir untuk menumbuh kembangkan daya nalar, cara berpikir logis, sistematis

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Kata Kunci: Pendidikan Matematika Realistik, Hasil Belajar Matematis

MENGEMBANGKAN PEMAHAMAN RELASIONAL SISWA MENGENAI LUAS BANGUN DATAR SEGIEMPAT DENGAN PENDEKATAN PMRI

P2M STKIP Siliwangi Jurnal Ilmiah UPT P2M STKIP Siliwangi, Vol.3, No.1, Mei 2016

SIKLUS KEDUA PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT DI KELAS IV SEKOLAH DASAR DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK

PROSES BERNALAR SISWA DALAM MENGERJAKAN SOAL-SOAL OPERASI BILANGAN DENGAN SOAL MATEMATIKA REALISTIK

dituntut untuk menghasilkan manusia-manusia berkualitas baik. Sehingga, seorang guru dalam mendidik dan membentuk siswa-siswa yang berkualitas di

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Matematika. Disusun Oleh : DWI NUR JANAH

PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK: SEJARAH, TEORI, DAN IMPLEMENTASINYA. Al Jupri Universitas Pendidikan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam Bahasa Indonesia dengan. terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan di era globalisasi seperti saat ini. Pemikiran tersebut dapat dicapai

BAB I PENDAHULUAN. meringankan kerja manusia. Matematika diberikan kepada siswa sebagai bekal

2016 PENERAPAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL Jozua Sabandar

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dasar merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Benyamin S. Bloom (dalam Siti, 2008 : 9) siswa dikatakan memahami

BAB I PENDAHULUAN. pada aspek kehidupan, karena banyak masalah dalam kehidupan sehari-hari yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BERPIKIR LATERAL DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA. Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta

PELATIHAN PENGEMBANGAN BAHAN AJAR MATEMATIKA MENGACU PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) BAGI GURU-GURU SMP DI YOGYAKARTA

Pembelajaran Fungsi Komposisi dan Fungsi Invers Melalui Pendekatan Matematika Realistik untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LAPORAN OBSERVASI KELAS PENGGUNAAN KARTU BERGAMBAR PADA PEMBELAJARAN FPB. Disusun oleh :

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. demi kelangsungan masa depannya. Demikian halnya dengan Indonesia menaruh

Jurnal Kreatif Tadulako Online Vol. 4 No. 3 ISSN X. Saharah, I Nyoman Murdiana, dan Baharuddin Paloloang

Kata kunci: komunikasi matematis, perbedaan gender, faktor penyebab

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

AKTIVITAS BERMAIN SEBAGAI KONTEKS DALAM BELAJAR MATEMATIKA DI SEKOLAH DASAR DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK

Pematematikaan Horizontal Siswa SMP pada Masalah Perbandingan

II. KAJIAN TEORI. Perkembangan sebuah pendekatan yang sekarang dikenal sebagai Pendekatan

2015 PENERAPAN MATEMATISASI BERJENJANG SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN, KOMUNIKASI DAN SELF-EFFICACY SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Aktivitas belajar merupakan hal penting yang wajib dilakukan oleh

Desain Pembelajaran PMRI 4: "Jika Kamu Penjahit yang Pintar, Berapa cm Panjang Lingkar. Pinggang Pemesan Baju itu?"

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN. detail, inovatif dan kreatif yang mampu menyesuaikan tingkat perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran matematika. Melalui pemecahan masalah siswa dapat. memahami masalah dari soal yang ada dengan benar.

KHETRINA CITRA PUSPITA SARI 1 DWI AVITA NURHIDAYAH, M. Pd 2 1. Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Ponorogo 2. Dosen Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Transkripsi:

Kode Makalah PM-4 KONSEP SAMA DENGAN PADA PENJUMLAHAN DI SEKOLAH DASAR DAN PEMBELAJARANNYA Sugiman FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta Abstrak Ada dua ragam makna sama dengan pada penjumlahan secara kontekstual yang dijumpai siswa. Pertama bermakna proses dan kedua bermakna posisi. Dalam makna proses 4 + 3 = 7 melibatkan 7 benda sedangkan dalam makna posisi melibatkan 14 benda. Pembelajaran konsep tersebut yang memandang bahwa matematika sebagai aktititas insani mengedepankan aktivitas siswa sehingga siswa menjadi lebih kreatif. Kata Kunci: sama dengan, makna proses, makna posisi, aktivitas insani. A. Bahasa Matematika Formal Dalam ilmu bahasa, suatu kalimat aktif sederhana dapat dinyatakan dalam format SPO yakni Subyek, Obyek, dan selanjutnya diikuti dengan Predikat. Sebagai contoh dalam kalimat Saya menyukai Matematika., saya sebagai subjek, menyukai adalah predikat, dan Matematika merupakan objek. Dengan kaidah tersebut suatu kesamaan adalah merupakan kalimat lengkap. Dengan demikian 1 + 3 = 4 merupakan kalimat yang sudah lengkap. Dalam hal ini 1 + 3 sebagai subjek, = sebagai predikat, dan 4 sebagai objek. Dalam realitasnya, banyak siswa yang masih salah dalam penggunaan tanda = secara konsisten. Bahkan terdapat mahasiswa yang masih belum mampu menggunakan tanda =. Dalam kehidupan, tanda = terkadang disalahgunakan dalam berbagai situasi. Salah satunya tampak pada gambar berikut. Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA PM- 40

Dalam pembelajaran matematika di Sekolah Dasar terdapat soal cerita seperti berikut. Ani mempunyai 12 pita. Ibu membelikannya lagi 5 pita. Kemudian Ani memberi 7 pita kepada temannya. Berapa banyak sisa pita yang dimiliki Ani? Ada anak yang menjawabnya dengan cara 12 + 5 = 17 7 = 10. Jadi banyak sisa pita yang dimiliki Ani ada 10 buah. Selintas jawaban siswa tersebut benar. Dalam hal langkah atau proses berfikir, siswa tersebut melakukan hal yang benar. Namun siswa tersebut salah dalam mengkomunikasikan idenya memakai kalimat matematika. Arti matematis dari yang ditulis siswa adalah 12 + 5 = 17 7 yang bernilai salah dan 17 7 = 10 yang bernilai benar sehingga tulisan siswa secara keseluruhan bernilai salah. Kesalahan penggunaan tanda sama dengan tidak hanya terjadi pada siswa Sekolah Dasar. Ada beberapa mahasiswa yang masih rancu dalam membedakan penggunaan simbol biimplikasi dan tanda sama dengan =. Terkadang ada mahasiswa yang tidak membubuhkan tanda = dalam menyatakan kesamaan antara suatu baris dengan baris berikutnya. Bahasa matematika formal seperti halnya contoh di atas seringkali tidak mudah difahami oleh siswa seperti oleh siswa yang mengerjakan soal cerita di atas. Untuk menjadikan lebih sederhana, ekspresi siswa dalam menjawab soal dapat diujudkan dalam Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA PM- 41

berbagai bentuk lain yakni dalam bahasa matematika non-formal. Misalkan memakai empty number line maupun bahasa panah. (Koeno Gravemeijer, 1994 dan Heuvel- Panhuizen, 1996). Dengan cara ini maka jawaban siswa dapat menjadi seperti berikut. 7 +5 10 12 17 Permasalahan berkomunikasi dengan bahasa matematika formal salah satu sisi merupakan keharusan untuk dipelajari dan sisi lain perlu adanya jembatan perantara agar siswa mengenal dengan baik makna dari bahasa matematika formal tersebut. Termasuk dalam hal ini adalah kalimat matematika formal yang menggunakan tanda + beserta inversnya bertanda. B. Ragam Makna Sama Dengan pada Penjumlahan secara Kontekstual Dalam kehidupan setiap insan mesti terlibat dengan masalah penjumlahan. Secara matematis, kita hanya dapat menjumlahkan dua bilangan dan tidak dapat menjumlahkan dua kelompok benda. Yang dapat dilakukan terhadap dua kelompok benda adalah menggabungkan, memadukan, atau menyatukan keduanya. Proses penjumlahan dua bilangan hanya ada dalam alam pikiran dan dilakukan secara abstrak. Dituliskan oleh R. Soedjadi (2000) bahwa simbol atau rangkaian simbol dalam matematika memiliki kosong dari arti sehingga hal ini memungkinkan bagi matematika Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA PM- 42

untuk intervensi ke dalam berbagai pengetahuan lain. Dengan demikian, secara matematis, 4 + 3 = 7 adalah kosong dari arti. Makna sama dengan pada penjumlahan secara kontekstual ada dua macam. Yang pertama bermakna proses. Yang kedua bermakna kesamaan posisi. Dalam makna proses, dalam penjumlahan 4 dan 3 cukup memerlukan 7 benda secara total. Bagian 4 + 3 melambangkan proses sedangkan bilangan 7 merupakan hasil. Contoh-contoh dalam hal ini adalah sebagai berikut. 1. Danang mempunyai 4 buku dan Novi mempunyai 3 buku. Banyak buku yang dimiliki kedua anak tersebut adalah 7. Bilangan 7 diperoleh dari proses penggabungan. 2. Dalam suatu ruangan terdapat dua kelompok meja. Meja sebelah kiri ada 4 dan meja sebelah kanan ada 3. Banyaknya meja dalam ruangan tersebut ada 7. Bilangan 7 diperoleh dari proses penggabungan. 3. Sebuah bis berpenumpang 4 orang. Ketika sampai di halte, naik 3 orang. Jumlah penumpangnya menjadi 7 orang. Bilangan 7 diperoleh dari proses penyatuan. 4. Total luas persegi yang atas empat daerah dalam gambar berikut juga merupakan penjulahan sebagai suatu proses. Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA PM- 43

5. Sebuah bis merah berpenumpang 4 orang. Sebuah bis biru berpenumpang 3 orang. Banyak seluruh penumpang dalam kedua bis tersebut ada 7. Bilangan 7 diperoleh dari proses penggabungan. Makna posisi secara kontekstual terhadap 4 + 3 = 7 memerlukan 14 benda. Bagian kiri 4 + 3 merupakan posisi pertama dan bagian kanan 7 merupakan posisi yang kedua. Contoh dari keadaan ini adalah sebagai berikut. 1. Martha mempunyai 4 permen di saku kanan dan 3 di saku kiri. Budi mempunyai 7 permen. Banyak permen Martha sama dengan banyak permen Budi. 2. Gambar berikut merepresentasikan jumlah dalam makna posisi. 4 3 sama banyak dengan 7 3. Pada sebuah timbangan, wadah sebelah kiri diisi dua bungkus beras yakni berturut-turut berbobot 4 ons dan 3 ons. Wadah sebelah kiri diisi dengan sebungkus beras seberat 7 ons. Maka posisi timbangan tersebut adalah seimbang. 4. Keseimbangan dalam gambar timbangan berikut merepresentasikan kesamaan jumlah. Yakni 10 + 9 +... + 1 = 1 + 2 +... + 10. Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA PM- 44

5. Jumlah siswa pada dua kelas berdasarkan tabel jenis kelamin berikut merepresentasikan kesamaan dalam makna posisi. Kelas I A Kelas I B Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan 23 19 20 22 C. Pembelajaran Sama Dengan pada Penjumlahan Di lapangan, seringkali terdapat kerancuan dalam memandang konsep sama dengan pada penjumlahan sebagai dua makna. Sebagai contoh guru membuat soal dengan makna proses namun siswa mengerjakannya dalam makna posisi. Hal seperti ini oleh Susento (2003) digambarkan sebagai konflik antara alur belajar siswa dengan alur pengajaran dan biasanya konfliks itu dimenangi oleh guru. Dalam suatu kejadian di kelas yang diamati penulis, siswa diberikan soal serupa dengan gambar seperti berikut. Soal ini memang salah adanya. $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $. + = Ada beberapa siswa yang mengerjakan 4 + 3 = 8. Siswa tersebut mengerjakan secara benar. Yang dilakukannya adalah membilang banyaknya benda pada kelompok yang bersesuaian. Ia tidak melakukan operasi penjumlahan. Ada pula siswa yang mengerjakan 4 + 3 = 7. Siswa tersebut mengerjakan dengan melakukan penjumlahan 4 + 3 pada dua kelompok pensil sebelah kiri dan ia mengabaikan banyak pensil pada kelompok kanan. Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA PM- 45

Ketika itu guru menganggap bahwa pekerjaan 4 + 3 = 8 adalah salah, tanpa menyadari jika soal yang diberikannya keliru. Dalam hal ini siswa memandang permasalahan dalam makna posisi sedangkan guru memandangnya dalam makna proses. Secara umum Frans Moerland (2003) memberikan saran pembangunan iceberg (gunung es) dalam pembelajaran matematika. Prioritas prinsip gunung es pada pembelajaran matematika adalah aktivitas siswa yang kontekstual dan variatif dengan disertai mengedepankan kreasi siswa sepanjang proses pembelajarannya. Gambar berikut menyajikan ide gunung es terkait dengan pembelajaran penjumlahan dimana sama dengan diartikan sebagai proses. Frans Moerland (2002). Ide gunung es sejalan pendapat Morris Kline (1973) yang mengritik pembelajaran matematika yang hanya mengajari siswa dengan cara mempelajari aturan, prosedur, dan bukti-bukti matematis belaka. Lebih lanjut ia menyarankan perlunya alasan rasional yang melatarbelakangi ketiga hal tersebut. Pembelajaran matematika secara intelektual akan lebih bermakna bagi siswa apabila memperhatikan aspek non-kognitif. Dalam hal Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA PM- 46

ini Ki Hadjar Dewantara (1961) menyatakan bahwa pendidikan harus dapat melatih siswa dalam hidup bermasyarakat, harus melatih kecerdasan budi pekerti, dan mengoptimalkan lingkungan. Dua soal berikut merupakan soal yang terkait dengan konsep sama dengan pada penjumlahan bagi siswa kelas I Sekolah Dasar. Soal sebelah kiri bersifat formal matematis sedangkan yang sebelah kanan bersifat kontekstual dengan lingkungan. 4 + 3 = 3 + 4 = 4 + 3 =.. + 4 sama banyak 3 dengan Soal bagian kiri sudah berada dalam tahap matematika formal. Ada beberapa anak yang mengerjakan dengan 4 + 3 = 7 +.... Mereka mengabaikan isian setelah tanda + sebelah kanan. Sebaliknya soal di bagian kanan bersifat kontekstual dan memungkinkan munculnya variasi jawaban. Soal ini mengedepankan proses berfikir matematis siswa bukan pada penulisan simbol matematika formalnya. D. Saran bagi Pendidik Matematika dapat dipandang dalam dua cara, pertama matematika adalah sebagai alat bagi ilmu lain. Dalam pandangan ini guru cenderung memperlakukan siswa sebagai passive receivers of ready-made mathematics (penerima pasif dari matematika yang sudah jadi). (Sutarto H. dan A. Fauzan, 2003). Kedua, matematika dipandang sebagai Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA PM- 47

aktivitas insani. Pendapat kedua ini berasal dari Hans Freudental seorang tokoh RME (Realistik Mathematics Education) dari Negeri Belanda. Pendapat bahwa matematika sebagai aktivitas manusia sejalan dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi yang menuntut pemanfaatan lingkungan di sekitar siswa. Dengan demikian dengan belajar matematika maka siswa dapat bermatematika dengan lingkungannya. Oleh karena itu guru hendaknya memberikan kesempatan pada siswa untuk mempelajari matematika melalui masalah di sekitarnya dan hendaknya memandang siswa sebagai individu yang berpotensi untuk berkreasi. E. Daftar Pustaka -----. 1977. Karya Ki Hadjar Dewantara: Bagian Pertama: Pendidikan. Cetakan kedua. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa. Frans Moerland. 2002. Bahan Workshop PMRI. Tidak diterbitkan. Frans Moerland. 2003. From Game to Maths Model. In Primary Mathematics. Spring 2003 Volume 7. Published by Mathematichal Association. Website address: www.m-a.org.uk Heuvel-Panhuizen, Marja van den. 1996. Assessment and Realistik Mathematics Education. Den Haag: CD-β Press. Koeno Gravemeijer. 1994. Developing Realistics Mathematics Education. Utrecht: CD β Press. Morris Kline.1974. Why Johnny Can t Add: The Failure of The New Math. New York: Vintage Books. A Division of Random House. R. Soedjadi. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: Dirjen Dikti Depdiknas. Susento. 2003. Alur Belajar Siswa Berhadapan dengan Alur Pengajaran Guru. Makalah dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika USD tanggal 27-28 Maret 2003. Sutarto Hadi dan Ahmad Fauzan. 2003. Mengapa PMRI? Dalam Buletin PMRI (Pendidikan Matematika Realistik Indonesia) edisi I, Juni 2003. Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA PM- 48