Sambiloto Artemisin

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. patogen di lingkungan, seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit yang dapat

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan di sekitar manusia mengandung berbagai jenis unsur patogen,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah suatu penyakit menular yang banyak diderita oleh penduduk di daerah tropis dan subtropis,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah tanaman kembang bulan [Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray].

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

AINUN RISKA FATMASARI

BAB II 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia dan tubuh nyamuk.

BAB V PEMBAHASAN. fagositosis makrofag pada kelompok perlakuan (diberi ekstrak daun salam)

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2009 mencapai 1,85% per 1000 penduduk. Penyebab malaria yang tertinggi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyakit akibat tubuh tidak mampu melawan zat asing yang masuk ke dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang tersebar hampir di beberapa Negara tropis dan subtropis saat

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah. Demam

BAB I PENDAHULUAN. menular melalui makanan atau air yang terkontaminasi. 2 Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus

BAB I PENDAHULUAN. Malaria merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Malaria merupakan salah satu penyakit infeksi yang. masih menjadi masalah di negara tropis dan subtropis

Suharmiati Betty Roosihermiatie Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Jl. Indrapura 17 Surabaya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ulangan pada tiap perlakuan. Pada penelitian ini dilakuan sebanyak 6 kali ulangan.

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang

Tuberkulosis merupakan penyakit yang telah lama ada. Tetap menjadi perhatian dunia Penyebab kematian kedua pada penyakit infeksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. digunakan sebagai alternatif pengobatan seperti kunyit, temulawak, daun sirih,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai obat antihipertensi (Palu et al., 2008). Senyawa aktif yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Malaria merupakan salah satu penyakit infeksius. yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Anopheles betina.

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh Plasmodium

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting sehingga mampu menghadapi serangan zat asing seperti

BAB 3 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

Elly Herwana Departemen Farmakologi dan Terapi FK Universitas Trisakti

BAB I PENDAHULUAN. Sistem imunitas didalam tubuh manusia merupakan satu kesatuan yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

1 Universitas Kristen Maranatha

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006

BAB I PENDAHULUAN. Malaria ditemukan hampir di seluruh bagian dunia, terutama di negaranegara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan. Malaria adalah penyakit yang disebabkan infeksi

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri

INTISARI. Kata kunci: kebiasaan minum jamu; antioksidan; imunomodulator; MDA ; hematologi cross sectional

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 5 PEMBAHASAN. Mencit yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari Laboratorium

BAB 2 BAHAN, SUBJEK, DAN METODE PENELITIAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai sediaan obat uji, subjek uji dan disain penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit malaria merupakan salah satu penyakit parasit yang tersebar

BAB I PENDAHULUAN. infeksi setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Berdasarkan hasil Survei

PRODUKTIFITAS DAN KADAR ANDROGRAPHOLID SAMBILOTO (Andrographis paniculata Nees) PADA NAUNGAN DAN PENAMBAHAN GIBERELIN B2P2TO2T

FARMAKOTERAPI PADA PENYAKIT INFEKSI PARASIT. dr. Agung Biworo, M.Kes

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

BAB I PENDAHULUAN. mengenai saluran cerna. Diagnosis demam tifoid bisa dilakukan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Gambar 1 Rata-rata Jumlah Sel Darah Putih Ikan Lele Dumbo Setiap Minggu

BAB I PENDAHULUAN. yang tumbuh secara liar maupun yang sengaja dibudidayakan. Sejak zaman

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa penelitian menyatakan bahwa malaria merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang kesehatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Latar Belakang. serius bagi dunia kesehatan saat ini dan masa yang akan datang. Antibiotik

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini pemanfaatan obat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan berkembang dengan

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Luka bakar khususnya luka bakar di atas derajat 1, sampai saat ini masih

BAB I PENDAHULUAN. penularan malaria masih ditemukan di 97 negara dan wilayah. Saat ini sekitar 3,3

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskular merupakan penyakit dengan angka kematian terbesar

FARMAKOTERAPI PADA PENYAKIT INFEKSI PARASIT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan global. yang utama. Penyakit infeksi ini menyerang jutaan manusia

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

EFEK ISOLAT AKTIF ANTIMALARIA DARI ARTHOCARPUS CHAMPEDEN TERHADAP ERITOSIT TERINFEKSI PLASMODIUM FALCIPARUM

HASIL DAN PEMBAHASAN

RESPON PERTAHANAN TERHADAP MIKROBIA PATOGEN

Transkripsi:

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Efektivitas Antimalaria Dari Ekstrak Herba Andrographis Paniculata Nees Tunggal Dan Kombinasi Masing-Masing Dengan Artesurat Dan Klorokuin Pada Pasien Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi 4.1.1 Uji In-Vitro Berdasarkan kajian pustaka dari literatur-literatur dan uji in-vitro diperoleh bahwa uji in-vitro dilakukan untuk melihat efektifitas antimalaria dari masing-masing obat uji terhadap Plasmodium Falciparum yang dilaksanakan di Laboratorium Sentral Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang.Kultur malaria dengan menggunakan Plasmodium Falciparum Papua (2300) (Izwar,Zein U, 2004) 4.1.2 Pelaksanaan Uji In-vitro (1) Kelompok perlakuan a. Kelompok medium RPMI 1640 yang diberi isolat Plasmodium falciparum galur Papua (2300) + obat uji klorokuin yaitu Chloroquine Diphosphate Salt Cat no.193919-icn Biomedicals, dengan konsentrasi 0,25-0,5 2,5 5 25 50 dan 100 ug. b. Kelompok medium RPMI 1640 yang diberi isolat Plasmodium falciparum galur Papua (2300) + obat uji sambiloto dengan konsentrasi 0,25-0,5 2,5 5 25 50 dan 100 ug. c. Kelompok medium RPMI 1640 yang diberi isolat Plasmodium falciparum galur Papua (2300) + obat uji artemisinin 08007 MR, Aldrich Chem dengan konsentrasi 0,25-0,5 2,5 5 25 50 dan 100 ug. d. Kelompok medium RPMI 1640 yang diberi isolat Plasmodium falciparum galur Papua (2300) + obat uji ekstrak sambiloto 37% dangan 18

konsentrasi 0,25-0,5-2,5-5-25-dan 100 ug (Schineder EL, Carlson HK,2003) 4.1.3 Hasil Dari pengujian obat secar in-vitro, diperoleh hasil penurunan kepadatan parasit plasmodium falciparum dengan peningkatan dosis obat uji seperti yang tercantum pada tabel 1. Kepadatan eritrosit dihitung dalam jumlah plasmodium falciparum/200 eritrosit dalam 5000 eritrosit kultur yang dihitung masing-masing tiga kali dan diambil rata-ratanya (Zein U,Hendri H,2003) Gambar 5. Tabel Penurunan Parasit P. Falcifarum dengan Peningkatan Dosis Obat Uji (Zein U,Hendri H,2003) Dosis Obat Uji/ml dan Kepadatan parasit KELOMPO Kontro 0.5 1 ug 5 ug 10 50 100 200 K l ug ug ug UJI Klorokuin 41 17.9 3 15.4 3 Sambiloto 38.17 47.3 41.3 3 3 Artemisin 38.08 18 13.2 3 Arte+Samb 44.73 29.4 22.6 7 7 Kloro+Samb 30.2 21.2 17.5 7 3 11.1 7 8.83 6.6 5.47 5.2 7 31.3 27.5 21.5 13.3 10 3 3 3 10.2 8.67 7.58 5.93 4.1 7 3 19 17.6 17.6 12.3 10 7 7 3 13.3 10.2 6.8 5.73 2.3 7 Pada kelompok uji obat tunggal klorokuin dan ertemisin, efek membunuh parasit telah terlihat paha dosis 0,5 ug, ditandai dengan terlihatnya bentuk, crisis form 19

pada eritosit yang terinfeksi dan dengan peningkatan dosis, efek ini makin meningkatkan dengan semakin menurunnya kepadatan parasit, sampai dosis optimal 200 ug. Pada kelompok sambiloto tunggal, kepadatan parasit pada dosis awal 0,5 ug malah meningkat, dan pada peningkatan dosis berikutnya 1 ug baru terlihat efek membunuh parasit, dan efek ini semakin meningkat dengan menurunnya jumlah parasit dengan peningkatan dosis. Pada kelompok obat uji sambiloto dengan artemisin, penurunan kepadatan parasit juga terlihat dengan peningkatan dosis obat uji (Tabel 9), dan dengan uji statistik, efikasi dari lima kelompok obat uji ini tidak berbeda makna. Penambahan obat uji artemisinin terhadap sambiloto, terlihat meningkatkan efikasi antimalarianya, tetapi penambahan sambiloto ini terhadap artemisin tunggal, kelihatannya tidak meningkatkan efek antimalaria dibandingkan dengan artemisinin tunggal. Secara grafik, penurunan tingkat kepadatan Plasmodium falciparum dengan peningkatan dosis obat uji dapat dilihat pada gambar berikut: Gambar 6. Grafik Penurunan Kepadatan Parasit P.Falciparum dengan Peningkatan Dosis Uji (Yosia Gintang,Zein U,2003) Pada kelompok obat uji klorokuin, artemisinin, dan kombinasi sambiloto dengan klorokuin maupun dengan artemisinin, efek membunuh parasit (parasite 20

crisis) sudah terlihat pada dosis 0,5 ug/ml dan efek ini makin maningkat dengan peningkatan dosis.sedangkan pada kelompok uji sambiloto, pada dosis 0,5 ug/ml, belum ada efek menghambat, bahkan terlihat jumlah parasit semakin meningkat.pada dosis 1 ug/ml, baru terlihat efek membunuh parasit, dan efek ini semakin kuat dengan peningkatan dosis dan efek maksimal didapati pada dosis 200 ug/ml (Yosia gintang,zein U,Izwar,2003) 4.1.4 Hasil Uji Klinik (1) Daerah Hasil Uji Dari kajian pustaka berdasarkan hasil uji klinik di salah satu rumah sakit umum di Indonesia yaitu Rumah Sakit Umum Penyabungan dan desa-desa di wilayah kerja Puskesmas se Kebupaten Mandailing Natal (Madina) Sumatra Utara diketahui sebagai daerah endemik malaria. Berikut frekuensi jenis penyakit : Gambar 7. Tabel Frekuensi Jenis Penyakit Infeksi di Kabupaten Madina (Dinas Kesehatan Kabupaten Mandailing Natal, 2003) No Jenis Penyakit Jumlah (orang) 1 Diare 6.969 2 Influenza 6.408 3 Malaria 5.952 4 Disentri 2.724 5 Bronkhitis 1.584 6 TB Paru 216 Sumber : Balai Pusat Statistik Madina 2004 (2) Rekruitmen Pasien Kepada pasien diberikan penjelasan cara minum obat sebagai berikut : obat uji diminum bersama air putih yang sudah dimasak, obat uji dengan dosis tiga kali sehari (kapsul sambiloto dan plasebonya) diberikan setiap 8 jam, obat uji dengan dosis 21

sekali sehari (kapsul klorokuin atau kapsul artesunat dan plasebonya), diberikan minimal satu jam setelah obat uji lainnya (Consensus of Malaria Management Part One,2003) Rekruitmen Pasien: Kriteria Inklusi & Kel. 1 (45 pasien) ES 250 mg + placebo 250 mg 3x2 kaps. Selama 5 hari (Hr) + kaps klorokuin plasedo 500 mg : Hr 1 = 2 kaps Hr 2 = 2 kaps Hr 3 = 2 kaps Kel. 2 (45 pasien) ES 250 mg 3x2 kaps. Selama 5 hari (Hr) + kaps klorokuin plasedo 500 mg : Hr 1 = 2 kaps Hr 2 = 2 kaps Hr 3 = 2 kaps Kel. 3 (45 pasien) ES 250 mg + plasedo 250 mg 3x2 kaps. Selama 5 hari (Hr) + kaps klorokuin 500 mg : Hr 1 = 2 kaps Hr 2 = 1 kaps + 1 kaps plasedo Hr 3 = 1 kaps + 1 kaps plasedo Kel. 4 (45 pasien) ES 250 mg + plasedo 250 mg 3x2 kaps. Selama 5 hari (Hr) + kaps artesunat 500 mg : Hr 1 = 2 kaps Hr 2 = 2 kaps Hr 3 = 2 kaps Gambar 8. Tabel rekuitmen pasien (Human Host Malaria,2004,Consensus of Malaria Management Part One,2003) Berdasarkan studi pustaka parameter laboratorium pengujian empat kelompok uji klinik dari hari ke 0 sampai hari ke 5 dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak sambiloto selama lima hari pengobatan terhadap perubahan fungsi 22

hati dan ginjal masih dalam batas normal. Dan terjadinya proses penurunan parasit Plasmodium falciparum setelah pemberian pengobatan selama 5 hari. (3) Rata-rata penurunan kepadatan parasit dari H0-H28 pada masing-masing kelompok pengobatan (Zein U,Safri Z,2003) Berdasarkan studi pustaka pada perolehan hasil penurunan jumlah parasit P. falciparum pada 4 Kelompok Uji Pengobatan melalui perhitungan statistika, efikasi masing-masing kelompok obat diperoleh hasil berikut : Parasitemia/ml H0 190,13 164,85 149,55 173,69 H1 139,75 131,52 113,18 140,12 H2 86,63 86,56 83,03 98,69 H3 53,38 59,27 49,24 74,29 H4 26,50 17,88 18,48 39,14 H5 16,00 6,06 8,79 20,24 H6 4,00 1,52 3,64 9,05 H7 0,00 0,00 0,00 0,00 H8 0,00 0,00 0,00 0,00 H9 0,00 0,00 0,00 0,00 H10 0,00 0,00 0,00 0,00 23

Gambar 9. Tabel Rata-rata Penurunan Kepadatan Parasit dari H0 H28 pada Masing-masing Kelompok Uji Pengobatan (Bloland,1993 PB,Barcus MJ,2002) Berdasarkan studi pustaka pada tabel 15 menunjukkan penurunan rata-rata jumlah parasit Plasmodiumfalciparum sampai hari ke 28 pada masing-masing kelompok uji pengobatan. Pada hari ke tujuh pengobatan, pada semua kelompok uji tidak ditemukan lagi Plasmodiumfalciparum dalam darah tepi, dan tetap tidak ditemukan sampai hari ke 28 tindak lanjut pengobatan. Dapat dilihat bahwa parasitemia menunjukkan penurunan sejak H1 pada semua kelompok obat uji dan pada hari ke tujuh tidak ditemukan lagi parasit pada pemeriksaan darah tepi pada semua kelompok uji obat (Bloland,1993) Gambar 10. Tabel Perbandingan Efikasi antara Kelompok ES 250 dengan ES 500 (Chang HH,Schineder,2003) Kelompok Uji Hasil Pengobatan Sensitif Resisten Total ES 250 40 4 44 ES 500 38 4 42 Total 78 8 86 ES: Ekstrak Sambiloto; p = 0,617 (Fisher s Exact Test) 24

Berdasarkan literature hasil statistik dengan Fisher s Exact Test menunjukkan nilai p = 0,617, berarti tidak ada beda efikasi antara kedua kelompok uji (jumlah masing-masing kelompok yaitu : kelompok ES 250 sebanyak 44 dan jumlah kelompok pengobatan ES 250 mg dengan 500 mg (Schineder EL,2003) Hasil Pengobatan Kelompok Uji Sensitif Resisten Jumlah ES + K 37 4 41 ES + A 40 1 41 Total 77 5 82 Gambar 11. Tabel Perbandingan Efikasi antara Kelompok ES + K dengan ES A (Ananta Toer,2004) Keterangan: ES = Ekstrak Sambiloto K = Klorokuin A = Artesunat p = 0,359 (Fisher s Exact Test) Bila dibandingkan efikasi antara kelompok ES+K dengan ES+A secara statistic dengan Fisher s Exact Test didapati nilai p = 0,359, berarti tidak ada perbedaan bermakna efikasi antara kedua kelompok uji pengobatan. Seperti yang bisa kita lihat pada tabel bahwa perbandingan resisten dan jumlah antara kelompok ES+K dengan ES+A adalah sama, dan itu berarti perbandingan efikasi ES+K dengan ES+A adalah sama. Berdasarkan Kajian pustaka dari hasil efikasi masing-masing kelompok uji pengobatan menunjukkan bahwa, baik efikasi ekstrak tunggal sambiloto (250 mg dan 500 mg) dengan masing-masing artesurat dan klorokuin memiliki efikasi yang sama (Acang N,2002) 25

4.2 Efek Samping Dan Efek ImunomodulasiEkstrak Sambiloto 4.2.1 Pengamatan Efek Samping Ekstrak herba sambiloto sebagai tanaman obat tradisional yang telah digunakan secara turun temurun oleh rakyat Indonesia diberbagai daerah untuk berbagai kegunaan dalam penyembuhan, telah membuktikan secara faktual tentang keamanannya dari segi efek samping yang ditimbulkannya (Dahlan MS, 2004). Penelitian pada hewan coba yang telah dilakukan diberbagai sentra juga membuktikan bahwa ekstrak herba sambiloto ini sebagai zat herba alami yang tingkat toksisitasnya sangat rendah, dan keamanan penggunaannya terhadap fungsi organ vital tubuh hewan coba juga telah dibuktikan. Pada pengamatan yang dilakukan terhadap pasien pada penelitian yang sudah pernah dilakukan, tidak ditemukan efek samping yang berarti pada semua pasien yang mendapatkan kapsul ekstrak sambiloto selama lima hari, dan juga tidak ditemukan efek yang berarti selama pemantauan pengobatan sampai hari ke 28. Selama periode penelitian tidak ada pasien yang harus menghentikan pengobatan karena alasan efek samping yang tidak dapat ditolerir.pada beberapa pasien dengan keluhan pusing dan mual, umumnya lebih disebabkan oleh penyakit malarianya (Bambang Madyono,2002). Dengan meneruskan pengobatan, keluhan-keluhan tersebut berangsur-angsur hilang dan pasien mengalami perbaikan terhadap penyakit malarianya secara klinis, maupun secara parasitologis.jadi berdasarkan studi pustaka dan kajian literature-literatur tentang penelitian sambiloto membuktikan bahwa sambiloto tidak memiliki efek samping dalam penggunaannya (Abbas,2000) 4.2.2 Respon Imun Terhadap Malaria Infeksi Plasmodium falciparum pada manusia akan melibatkan respon imun humoral dan seluler, dengan tujuan untuk mengeliminasi parasit dari dalam tubuh manusi. Respon imun humoral akan menghasilkan beberapa jenis antibodi, seperti antibodi terhadap sporozoit yang akan menghambat invasi sporosit ke hepar, 26

anatibodi terhadap merozoit yang menghambat invasi merozoit ke eritrosit, antibodi terhadap antigen malaria dalam eritrosit yang terinfeksi oleh Plasmodium falciparum yang dapat menghambat proses sitoadheren pada endotel pembuluh darah, dan akan terbentuk pula antibodi yang menetralisir toksin yang dihasilkan oleh Plasmodium falciparum (Barcus MJ, Laihad F,2002) Imunitas terhadap infeksi malaria melibatkan respons imun seluler dan humoral.respons imun seluler yang diperantarai oleh limfosit T khususnya sel T sitotoksik memegang peranan penting terhadap infeksi sporozoit intra seluler (skizogoni ekstra-eritrositik). Efek pertahanan dari sel T sitotoksik ini diperantarai dengan cara lisis langsung dengan sekresi INF-γ dan aktifasi makrofag agar menghasilkan NO atau senyawa lain untuk membunuh parasit. Peningkatan aktifitas dari sel T sitotoksik diharapkan akan meningkatkan reaksi pertahanan tubuh terhadap malaria terutama terhadap sporozoit pada fase skizogoni ekstra-eritrositik (Abbas, 2000). Untuk mengatasi infeksi oleh Plasmodium.falciparum, tubuh memberikan respon imun yang kompleks dan beberapa diantaranya berhasil mengeliminasi parasit, walaupun berapa yang lain kurang berhasil karena parasit dapat menghindar dari respon imun tubuh (Human IFN, 2005). Dalam beberapa literatur sudah banyak dibuktikan bahwa tanaman obat sambiloto juga bersifat atau berkhasiat sebagai imunomodulator (atau tepatnya sebagai imunostimulator).sebagai imunomodulator, AP dapat menstimulasi produksi antibodi spesifik terhadap antigen sel darah merah domba, meningkatkan reaksi alergi tipe lambat (Delayed Type Hypersensitivity). Terhadap makrofag, meningkatkan indeks migrasi (macrophage imgration index = MMI) dan meningkatkan fagositosis terhadap sel target Escherichia coli yang dilabel 14 C-leucine. Terhadap limfosit yang diisolasi dari limpa, meningkatkan aktifitas proliferasinya, sehingga AP disebut sebagai Imunostimulator (Torre et al, 2002). Dari penelitian ini telah dibuktikan bahwa ekstrak herba sambiloto tunggal 27

250 mg tiga kali sehari selama lima hari mempunyai efikasi sebagai antimalaria falsiparum tanpa komplikasi pada pasien dewasa, dan tidak berbeda bermakna dengan yang lebih tinggi sebesar 500 mg. Tetapi dengan penggandaan dosis menjadi 500 mg, ternyata keamanannya dilihat sama sehingga efek samping yang timbul tidak menunjukkan perbedaan dengan dosis 250 mg. Hanya dari peningkatan dosis ini terlihat adanya kenaikan kadar TNF-α yang bermakna pada hari ke tujuh pengobatan dibandingkan dengan hari sebelum mendapat pengobatan (H0). Asumsi peneliti sebelumnya, dengan peningkatan kadar TNF-α ini merupakan suatu efek imunomodulator. Imunomodulator tidak menyebabkan terjadinya respons imun humoral maupun seluler dan bukan merupakan suatu antigen, melainkan menyebabkan modulasi dari respons imun berupa stimulasi maupun supresi.imunomodulator mempunyai efek positip atau negatip terhadap sistim imun, sehingga dapat mempunyai aspek terapi khusus yang berkaitan dengan mekanisme sistim imun, seperti infeksi, termasuk malaria (Zhangnm et al, 1995). Bahan kimia yang bersifat sebagai imunomodulator dapat berasal dari bahan sintetik maupun bahan alam (hewan, mikroorganisme atau tanaman). Salah satu tanaman itu yaitu Sambiloto dan Bidara yang masih diuji sebagai obat antimalaria dan untuk menstabilkan kadar lemak darah saat terinfeksi malaria. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa banyak tanaman obat yang mempunyai aktifitas stimulasi nonspesifik terhadap sistim imun.tanaman obat tersebut dikatakan bersifat sebagai imunomodulator. (Schider EL, Calson HK,2003). 4.2.3 Efek Antimalaria Ekstrak herba sambiloto diketahui mempunyai empat komponen aktif yang bersifat antimalaria, dan telah dibuktikan terhadap Plasmodium berghei secara in vivo pada binatang percobaan dan terhadap Plasmodium falciparum secara in vitro. Inilah yang menjadi dasar, bahwa ekstak ini mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan parasit dan sebagai alasan untuk melakukan uji klinik terhadap pasien malaria falciparum tanpa komplikasi. (Dahlan MS, 2004). Dua dari komponen 28

Andrographis paniculata, yaitu neoandrografolida dan deoxyandrografolida disebut yang paling efektif dari keempat komponen. Eekstrak herba sambiloto menunjukkan peningkatan mencapai angka diatas 90%.Peningkatan efikasi ini mungkin berkaitan dengan kualitas bahan sambiloto serta pengolahannya. Dengan hasil efikasi sambiloto tunggal > 90% pada penggunaan terhadap pasien malaria falsiparum dewasa tanpa komplikasi dan hasil pembersihan parasit dari dalam darah rata-rata pada hari ke tujuh pengobatan, maka jelas Indonesia sebenarnya mempunyai aset tanaman obat yang tidak kalah efisien dengan negaranegara Cina, India dan lainnya yang telah lebih dulu memproduksi tanaman obat tradisionilnya untuk menjadi komoditi ekspor yang dapat diandalkan. Persoalan penanggulangan penyakit malaria di Indonesia sampai saat ini masih menemukan banyak kendala untuk mengendalikannya, dan masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting. Bila tanaman herba sambiloto ini dapat dikembangkan menjadi fitofarmaka, maka sambiloto menjadi salah satu alternatif pengobatan malaria yang berasal dari tanaman Indonesia sendiri. (Dahlan MS, 2004). 29

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan 5.1.1 Peningkatan dosis obat uji secara in-vitro dapat menurunkan kepadatan parasit plasmodium falciparum. 5.1.2 Sambiloto tidak mempunyai efek sampingdan memiliki efek imunomodulasi. 5.2 Saran 5.2.1 Perlu dilakukan uji klinik lanjutan secara multi senter menggunakan kombinasi kapsul ekstrak sambiloto dengan obat antimalaria lainnya agar dicapai ParasiteClearance Time yang lebih cepat. 5.2.2 Perlu dilakukan uji klinik lanjutan terhadap penderita jenis malaria lainnya, serta pada pasien malaria falsiparum dengan komplikasi atau malaria berat danmalaria falsiparum dengan penyakit penyerta lain. 5.2.3 Tanaman obat tradisional sambiloto dapat dikembangkan menjadi fitofarmaka sebagai pengobatan alternatif terhadap malaria falsiparum di Indonesia (khususnya penyakit malaria yang diderita oleh wisatawan saat traveling). 5.2.4 Perlu dilakukan penelitian dan pengkajian lebih lanjut terhadap tanaman obat tradisional Indonesia yang berpotensi, salah satunya tanaman bidara (Ziziphus Mauritiana) menjadi fitofarmaka sebagai pengobatan alternative terhadap malaria falsiparum di Indonesia (khususnya penyakit malaria yang diderita oleh wisatawan saat traveling). 30