HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Zat Makanan Berdasarkan analisis statistik, konsumsi bahan kering nyata dipengaruhi oleh jenis ransum, tetapi tidak dipengaruhi oleh jenis domba dan interaksi antara kedua faktor. Konsumsi bahan kering ransum yang mengandung limbah tauge lebih tinggi (P<0,05) daripada konsumsi bahan kering ransum mengandung Indigofera zollingeriana. Konsumsi bahan kering pada penelitian ini relatif sesuai dengan standar NRC (2006) yaitu domba dengan bobot badan 20-30 kg membutuhkan bahan kering sekitar 3% dari bobot badannya yaitu sekitar 600-900 g/ekor/hari. Tabel 5. Konsumsi Zat Makanan Peubah Domba Perlakuan Rataan P1 P2 X ± sd Konsumsi BK Jonggol 705,84±62,60 907,18±216,52 806,51±139,56 g/e/h Garut 630,16±131,37 948,81±182,23 789,49±156,80 Rataan X ± sd* 668,00±96,98 b 928,00±199,37 a Konsumsi PK Jonggol 146,54±13,00 172,43±41,15 159,50±27,07 g/e/h Garut 130,84±27,28 180,35±34,64 155,60±30,96 Rataan X ± sd 138,70±20,14 176,39±37,89 Konsumsi SK Jonggol 124,40±11,04 253,68±60,54 189,04±35,79 g/e/h Garut 111,07±23,15 265,32±50,96 188,20±37,05 Rataan X ± sd** 117,74±17,09 b 259,50±55,75 a Konsumsi LK Jonggol 25,38±2,25 38,40±9,16 31,89±5,71 g/e/h Garut 22,66±4,72 40,33±7,63 31,49±6,18 Rataan X ± sd** 24,02±3,49 b 39,36±8,40 a Konsumsi BETN Jonggol 342.98±30,42 375,29±89,57 359,14±59,99 g/e/h Garut 306,20±63,83 392,52±75,39 349,36±69,61 Rataan X ± sd 324,59±47,13 383,91±82,48 Keterangan : P1 : Ransum Indigofera sp., P2: Ransum limbah tauge, BK : Bahan Kering, PK : Protein Kasar, SK : Serat Kasar, LK : Lemak Kasar, BETN : Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen, *) Superskrip dengan huruf berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada P<0,05, **) Superskrip dengan huruf berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata pada P<0,01. 20
Konsumsi adalah jumlah makanan yang dimakan oleh ternak dan zat makanan yang terkandung didalamnya yang akan digunakan oleh ternak untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksi ternak tersebut. Sutardi (1980) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi konsumsi pakan adalah palatabilitas, jumlah makanan yang tersedia dan kualitas atau komposisi kimia bahan makanan. Konsumsi bahan kering yang sesuai dengan standar menunjukkan bahwa domba dalam penelitian ini kebutuhannya terpenuhi dengan baik. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis ransum tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap konsumsi protein kasar dan tidak ada efek interaksi antara kedua faktor yaitu pakan (P1 : Indigofera zollingeriana. dan P2 : Limbah Tauge) dan jenis domba (UP3 Jonggol dan Garut). Konsumsi protein kasar pada penelitian ini berkisar 138-176 g/e/h. Hasil ini relatif lebih tinggi dibandingkan kebutuhan protein menurut (NRC, 2006) yaitu domba dengan bobot badan 20 kg kebutuhan protein untuk hidup pokoknya adalah 64 g/e/hari. Konsumsi protein dalam penelitian ini menunjukkan bahwa domba pada penelitian ini kebutuhan proteinnya tercukupi dengan baik. Rahayu et al. (2011) melaporkan bahwa pertambahan bobot badan (PBB) domba garut dan UP3 jonggol yang diberi pakan mengandung 30% Indigofera zollingeriana dan 30% limbah tauge adalah 99-153 g/e/h. Konsumsi serat kasar pada penelitian ini sangat nyata dipengaruhi oleh faktor ransum (P<0,01) tetapi tidak dipengaruhi oleh faktor jenis domba dan interaksi antara kedua faktor. Konsumsi serat kasar ransum mengandung limbah tauge lebih tinggi (P<0,01) dibandingkan konsumsi serat kasar ransum mengandung Indigofera zollingeriana. Konsumsi serat kasar ransum mengandung Indigofera adalah 117,74 g/e/h dan konsumsi serat kasar ransum mengandung limbah tauge adalah 259,50 g/e/h. Tingginya konsumsi serat kasar ransum yang mengandung limbah tauge disebabkan konsumsi bahan kering limbah tauge lebih tinggi dibandingkan konsumsi bahan kering ransum mengandung Indigofera zollingeriana. Selain itu, kandungan serat kasar pada ransum P2 (mengandung 30% limbah tauge) lebih tinggi dibandingkan P1 (mengandung 30% Indigofera sp.) (Tabel 5). Konsumsi lemak kasar ransum sangat berbeda nyata dipengaruhi oleh faktor jenis ransum (P<0,01), tetapi tidak dipengaruhi oleh faktor jenis domba dan interaksi antara kedua faktor. Rataan konsumsi lemak kasar ransum limbah tauge lebih tinggi 21
yaitu 39,36 g/e/h dibandingkan rataan konsumsi lemak kasar ransum Indigofera sp. 24,02 g/e/h. Tingginya konsumsi lemak kasar limbah tauge karena konsumsi bahan kering ransum limbah tauge lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan konsumsi bahan kering ransum Indigofera sp. dan kadar lemak kasar ransum limbah tauge lebih tinggi daripada ransum Indigofera sp. (Tabel 4). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis ransum tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap konsumsi bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) (P>0,05), dan tidak ada interaksi antara kedua faktor. Rataan konsumsi bahan ekstrak tanpa nitrogen pada penelitian ini adalah 354,25 g/e/h. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kedua ransum (P1 dan P2) dapat menyediakan bahan ekstrak tanpa nitrogen dalam jumlah sama yang dibutuhkan sebagai sumber energi untuk hidup pokok dan produksi ternak tersebut. Metabolit Darah Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap konsentrasi glukosa, urea maupun kolesterol darah dan tidak ada efek interaksi antara jenis ransum (P1 : Indigofera zollingeriana dan P2 : limbah tauge) dan bangsa domba (UP3 Jonggol dan garut). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ransum yang mengandung Indigofera zollingeriana dan ransum yang mengandung limbah tauge menghasilkan status metabolit yang tidak berbeda pada domba garut dan domba UP3 jonggol jantan dewasa. Metabolit darah sangat dipengaruhi oleh jumlah zat makanan yang dimakan oleh ternak, faktor lain yang mempengaruhi metabolit darah adalah umur, siklus stress dan kesehatan ataupun faktor eksternal berupa perubahan suhu lingkungan, infeksi kuman penyakit, fraktura dan lain sebagainya (Guyton dan Hall 1997). Glukosa Darah Rataan kadar glukosa darah yang diperoleh dari penelitian ini adalah 74,17±16,77 mg/dl pada domba yang mengkonsumsi ransum mengandung Indigofera sp. dan 68,46±11,16mg/dl pada domba yang mengkonsumsi ransum mengandung limbah tauge. Hasil ini lebih tinggi dibandingkan kadar glukosa darah domba yang diberi pakan 100% hijauan rumput saja yaitu 45,1-51,8 mg/dl (Astuti, 2005). Lebih tingginya kadar glukosa darah pada penelitian ini disebabkan pakan 22
yang diberikan memiliki kandungan zat makanan yang cukup sebagai sumber energi bagi ternak yaitu konsumsi protein kasar, lemak kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen, sehingga tidak terjadi mekanisme homeostasis yaitu sistem tubuh menyeimbangkan kadar glukosa dengan hadirnya glukagon dalam darah yang mengakibatkan pelepasan glukosa sel hati dan otot melalui peristiwa glikogenolisis sehingga kadar glukosa di darah dapat terpelihara di atas batas ambang kritis (Ganong, 1980). Kadar glukosa darah hewan ruminansia tergolong rendah hal ini disebabkan hewan ruminansia dapat menyediakan glukosa yang berasal dari propionat yaitu senyawa yang dihasilkan dari fermentasi serat kasar pakan di rumen (Astuti, 2005). Tabel 6 menunjukkan hasil rataan metabolit darah yaitu glukosa, urea dan kolesterol plasma pada domba UP3J dan Garut. Tabel 6. Rataan Konsentrasi Glukosa, Urea dan Kolesterol Plasma Domba Parameter Ransum Rata-rata Domba P1 P2 Glukosa darah Jonggol 74,68±18,73 75,43±5,59 75,09±12,37 (mg/dl) Garut 73,57±18,75 61,49±11,59 67,53±15,43 Rata-rata 74,17±16,77 68,46±11,16 Urea darah (BUN) Jonggol 34,64±2,42 26,76±2,4 30,70±4,84 (mg/dl) Garut 26,45±4,32 26,30±3,23 26,38±2,88 Rata- rata 30,55±5,47 26,53±2,58 Kolesterol darah Jonggol 77,18±15,27 68,46±12,37 72,82±13,32 (mg/dl) Garut 58,97±9,74 78,71±14,92 68,84±15,62 Rata-rata 68,07±15,19 73,59±13,49 Keterangan : P1 : ransum Indigofera zollingeriana, P2 : ransum limbah tauge. Salah satu faktor yang mempengaruhi kadar glukosa darah adalah jumlah ransum yang dikonsumsi. Konsumsi bahan ekstrak tanpa nitrogen domba pada penelitian ini berkisar 324,59-383,91 g/e/hari dan konsumsi serat kasar 117,74-259,50 g/e/hari. Konsumsi tersebut sesuai dengan kebutuhan bahan ekstrak tanpa nitrogen domba normal menurut standar NRC (2006), bahwa kebutuhan bahan ekstrak tanpa nitrogen untuk domba dengan bobot badan 10-20 kg adalah 340 g/e/hari. Hasil penelitian Antunovic (2009), menjelaskan bahwa pada domba yang 23
diberikan pakan dengan jumlah yang lebih sedikit dari kebutuhan domba, maka metabolit darahnya akan rendah. Selanjutnya dijelaskan bahwa status kecukupan nutrisi pada ternak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kadar metabolit darah. Konsentrasi VFA yang tinggi dapat mempengaruhi tingginya kadar glukosa darah, karena propionat akan diubah menjadi glukosa darah dan digunakan sebagai energi pada ruminansia (McDonald, 2002). Konsentrasi VFA pada penelitian serupa yaitu pemberian 30% limbah tauge dan 30% indigofera zollingeriana adalah 108,90-143,02 mm (Syafaah, 2012). Konsentrasi VFA hasil penelitian tersebut tergolong tinggi, akan tetapi masih berada dalam kisaran normal. McDonald (2002) melaporkan bahwa konsentrasi VFA dalam kisaran rumen berkisar antara 70-150 mm. Pemberian 30% limbah tauge dan 30% indigofera zollingeriana pada domba dalam penelitian ini menunjukkan asupan makanan yang tercukupi dengan baik sehingga kadar glukosa darah bukan merupakan hasil dari katabolisme jaringan. Hasil penelitian ini apabila dibandingkan dengan kadar glukosa darah domba normal, tergolong tinggi. Rataan kadar glukosa darah yang diperoleh pada penelitian ini (61,5-75,4 mg/dl). Konsentrasi glukosa darah domba normal menurut Riis (1983) yaitu sebesar 59 mg/dl. Penggunaan 30% indigiofera zollingeriana atau 30% limbah tauge dapat memenuhi status kebutuhan glukosa darah pada domba UP3-jonggol dan garut jantan dewasa secara normal. Urea Darah Kadar urea darah domba penelitian ini berkisar 26,5-30,5 mg/dl, hasil ini cenderung lebih rendah bila dibandingkan dengan kadar urea darah domba normal. Kadar urea darah pada domba normal adalah sebesar 13-28 mg/100 ml darah (Swenson, 1977). Urea darah merupakan senyawa yang terdapat di dalam darah yang berasal dari amonia hasil metabolisme protein (McDonald, 2002). Amonia yang terbentuk melalui proses deaminasi dalam rumen akan terabsorpsi lewat vena portal dan akan diubah menjadi urea di dalam hati yang kemudian masuk sistem pembuluh darah. Individu yang mempunyai asupan protein tinggi dapat menyebabkan peningkatan kadar urea dalam darah di atas rentang normal dan begitupun sebaliknya (Ngili, 2009). 24
Kadar urea darah sangat dipengaruhi oleh protein yang dikonsumsi. Konsumsi protein kasar pada penelitian ini adalah 138,70-176,39 g/e/hari. Konsumsi protein tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan kebutuhan domba secara normal. Kebutuhan protein untuk domba dengan bobot badan 20 kg adalah 64 g/e/hari (NRC, 2006). Hal ini menunjukkan bahwa domba penelitian ini status kebutuhan proteinnya terpenuhi dengan baik. Senyawa mengandung nitrogen yang dapat dimanfaatkan oleh ternak ruminansia untuk proses pertumbuhan dan produksinya terdiri atas protein, dan non protein nitrogen (NPN). Sebagian protein (protein by pass) tidak mengalami fermentasi didalam rumen akan tetapi langsung diserap di usus untuk digunakan sebagai protein pembentuk jaringan tubuh dan sebagian lagi mengalami fermentasi didalam rumen dan mengahasilkan amonia. Sebagian amonia tersebut diabsorbsi oleh dinding rumen melalui vena arteri dibawa ke hati untuk dinetralisir menjadi urea (McDonald, 2002). Rendahnya kadar urea darah pada penelitian ini menunjukan bahwa pakan yang digunakan dalam penelitian ini memiliki sifat protein yang tidak banyak terdegradasi dan dirombak menjadi urea. Hasil ini senada dengan data penelitian Sambas (2012), yang menyatakan nilai retensi protein pada domba yang diberi pakan Indigofera sp. dan limbah tauge sebanyak 30% adalah tinggi yaitu 72-101 g/e/hari. Tingginya pemanfaatan protein untuk sintesis jaringan tubuh menunjukkan tidak banyak protein yang terdegradasi dan diekskresikan sebagai urea melalui urin. Kolesterol Darah Kadar kolesterol domba jonggol dan garut pada penelitian ini berkisar 63,07 73,59 mg/dl. Hasil ini relatif rendah dibandingkan kadar kolesterol darah domba normal yaitu sebesar 108,41±32,42 mg/dl (Soraya, 2006). Menurut Guyton dan Hall (1997), kolesterol diperoleh melalui dua jalur yaitu eksogen dan endogen. Kolesterol eksogen yaitu kolesterol yang diperoleh dari hasil absorbsi saluran pencernaan setiap hari, sedangkan kolesterol endogen adalah kolesterol yang diperoleh dari hasil pembentukan dalam sel tubuh. Kualitas pakan sangat mempengaruhi biosintesis kolesterol, karena dalam setiap metabolismenya akan dihasilkan asetil-koa yang merupakan bahan dasar dalam biosintesis kolesterol. 25
Pemberian pakan yang mengandung Indigofera zollingeriana dan limbah tauge sebagai sumber serat dapat menurunkan kadar kolesterol pada darah domba, sebaiknya penggunaan ransum tersebut lebih tepat diberikan pada domba afkir (yang sudah tua) agar diperoleh kualitas daging dengan kadar kolesterol rendah. Pemberian pakan mengandung 30% Indigofera zollingeriana dan 30% limbah tauge pada domba dewasa yang akan dijadikan pejantan dinilai kurang tepat karena domba jantan dewasa memerlukan hormon steroid yang diperlukan untuk reproduksi. Proses sintesis hormon steroid tersebut memerlukan kolesterol. Menurut Guyton dan Hall (1997), sebanyak 25-50% kolesterol eksogen yang berasal dari makanan diabsorbsi di dalam tubuh sehingga kualitas dan kuantitas pakan cukup menentukan nilai kolesterol. Serat kasar pada pakan dapat menurunkan kadar kolesterol dalam serum dengan cara meningkatkan ekskresi asam ampedu, yang merupakan produk metabolisme kolesterol (Djojosoebagio dan Piliang, 1996). Tingginya serat kasar pakan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 17,62% untuk P1 dan 27,96% untuk P2 juga mempengaruhi nilai kolesterol darah. Rendahnya kadar kolesterol darah yang disebabkan oleh tingginya serat kasar pada pakan sesuai dengan yang dilaporkan (Astuti, 2011) bahwa domba yang diberi pakan rambanan kadar kolesterol darahnya 60.86 mg/dl. Perbandingan metabolit darah antara ransum P1 (Indigofera sp) dan P2 (Limbah tauge) dapat dilihat bahwa pakan Indigofera sp memberikan dampak kadar kolesterol darah cenderung lebih rendah, sedangkan kadar glukosa dan urea darah cenderung lebih tinggi. Pada perbandingan metabolit darah antara UP3 jonggol dan garut (Gambar 3) dapat dilihat bahwa domba UP3 jonggol dapat memanfaatkan zat makanan dalam ransum dengan lebih baik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ransum P1 ( mengandung Indigofera zollingeriana) dan P2 (mengandung limbah tauge) memiliki kandungan nutrien yang mampu memenuhi status metabolit darah domba dan pakan yang diberikan dapat memenuhi kebutuhan domba dibuktikan dengan adanya pertambahan bobot badan domba yaitu 99-153 g/e/hari. Perbandingan konsentrasi metabolit darah domba yang mengkonsumsi ransum mengandung Indigofera zollingeriana dan limbah tauge dapat dilihat pada 26
Gambar 2. Gambar 3 adalah perbandingan konsentrasi glukosa, urea dan kolesterol darah domba UP3J dan garut. 80 70 60 50 40 30 Indigofera Limbah tauge 20 10 0 Glukosa Urea Kolesterol Gambar 2. Perbandingan glukosa, urea dan kolesterol darah antara ransum mengandung Indigofera sp dan limbah tauge. 80 70 60 50 40 30 UP3 Jonggol Garut 20 10 0 Glukosa Urea Kolesterol Gambar 3. Perbandingan glukosa, urea dan kolesterol darah antara domba UP3 jonggol dan garut. 27