V. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Estimasi Fungsi Dampak Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Pertanian dan Industri Terhadap Emisi Gas Rumah Kaca

dokumen-dokumen yang mirip
IV. GAMBARAN UMUM Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Pertanian Negara Berkembang dan Maju Periode

Lampiran 1. Perkembangan GDP Riil Pertanian (Constant 2000, Juta US$) Negara Berkembang Tahun Indonesia Thailand Cina India Brasil Argentina Meksiko

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder, yang meliputi data kuantitatif

BAB III METODE PENELITIAN. antara tahun Data dalam penelitian ini adalah data dari 20 Negara

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator yang amat penting

DAMPAK PERTUMBUHAN EKONOMI DI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI TERHADAP DEGRADASI LINGKUNGAN (STUDI KASUS: NEGARA BERKEMBANG DAN MAJU)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. mengenai hasil dari uji statistik yang terdiri dari uji F, uji t, dan uji R-squared.

IV. METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator yang amat penting

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa

V. PEMBAHASAN Perkembangan Produksi Pupuk Urea PT. Pupuk Kujang Produksi Pupuk Urea

BAB IV GAMBARAN UMUM Laju Pertumbuhan GDP per Kapita Negara High Income

III. METODE PENELITIAN. Thailand, India, Vietnam, Malaysia, China, Philipines, Netherlands, USA, dan Australia 9 2 Kentang (HS )

HASIL ANALISA DATA ROE LDA DA SDA SG SIZE

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pendugaan Ordinary Least Square (OLS). Data pada penelitian ini dimasukkan dalam

1) Kriteria Ekonomi Estimasi model dikatakan baik bila hipotesis awal penelitian terbukti sesuai dengan tanda dan besaran dari penduga.

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. tahun terakhir yaitu tahun 2001 sampai dengan tahun Data yang. diambil adalah data tahun 2001 sampai 2015.

VI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Regional Bruto tiap provinsi dan dari segi demografi adalah jumlah penduduk dari

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh debt to equity ratio. sampel penelitian dengan rincian sebagai berikut :

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Tingkat Kesenjangan Pendapatan dan Trend Ketimpangan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat

BAB III METODE PENELITIAN. Prima Artha, Sleman. Sedangkan subjek penelitiannya adalah Data

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi/Objek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Provinsi Jawa Timur. Pemilihan Provinsi

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN. Tengah tahun dan apakah pengangguran berpengaruh terhadap

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. syarat kriteria BLUE (Best Unbiased Estimato). model regresi yang digunakan terdapat multikolinearitas.

III. METODE PENELITIAN. model struktural adalah nilai PDRB, investasi Kota Tangerang, jumlah tenaga kerja,

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. Populasi dalam penelitian ini adalah Perbankan Syariah yang ada di

ANALISIS REGRESI PANEL TERHADAP FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI KABUPATEN/KOTA D.I.YOGYAKARTA

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. dilakukan melalui tiga cara, yaitu common effect, fixed effect, dan random

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan alat yang digunakan untuk mencapai. tujuan bangsa dan pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, time series triwulan dari

BAB III METODE PENELITIAN. Objek dari penelitian ini adalah perilaku prosiklikalitas perbankan di

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Metode yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang memengaruhi

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Provinsi Sumatera Utara, khususnya dalam

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, bahan bakar fosil 1 masih menjadi sumber. energi yang dominan dalam permintaan energi dunia.

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. Populasi dalam penelitian ini adalah PT. Bank Syariah Mandiri dan Bank

III. METODE PENELITIAN. data sudah dikompilasi ke dalam bentuk digital file, publikasi, buku, laporan dan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. atau tidak dalam penelitian ini jarque-berra dimana hasilnya dapat. ditunjukkan dari nilai probabilitas Jarque-Berra.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa

BAB I Pendahuluan. 1. Mengetahui pengertian penelitian metode regresi. 2. Mengetahui contoh pengolahan data menggunakan metode regresi.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Tahapan Pemilihan Pendekatan Model Terbaik

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. data panel, yaitu model data yang menggabungkan data time series dengan crosssection.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Modal, Dinas Penanaman Modal Kota Cimahi, Pemerintah Kota Cimahi, BPS Pusat

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Textile dan Otomotif yang terdaftar di BEI periode tahun

I. PENDAHULUAN. peningkatan yang sangat pesat. Data survei resmi United Nation dalam The 2010

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Dalam

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. tercatat secara sistematis dalam bentuk data runtut waktu (time series data). Data

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. standar deviasi suatu data. Hasil analisis deskiptif didapatkan dengan. Tabel 4.1 Analisis Statistik Deskriptif

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. mengetahui apakah ada keterkaitan antara Corporate Social Responsibility

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN. tahunan dalam runtun waktu (time series) dari periode 2005: :12 yang

METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang terdaftar dalam LQ-45 di Bursa Efek Indonesia periode

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Utara. Series data yang digunakan dari tahun

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. periode dan dipilih dengan cara purposive sampling artinya metode

III. METODE PENELITIAN

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. 1. Analisis Model Regresi dengan Variabel Dependen PAD. a. Pemilihan Metode Estimasi untuk Variabel Dependen PAD

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. karakteristik tertentu (Indriantoro dan Supomo, 2003). Populasi dalam penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis pengaruh antara upah

BAB III METODE PENELITIAN

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dari tiga variabel independen yaitu Dana Pihak Ketiga (DPK), Non Performing

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum.

Muhammad Syukri Hamdi

BAB III METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Sumber Data

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Struktur Pasar Industri Kakao di Indonesia

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN

V. PEMBAHASAN Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penanaman Modal Asing di Kota. Metode yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang memengaruhi

METODE PENELITIAN. Perdagangan, Kementrian ESDM, Badan Pusat Statistika, serta penelusuran

Iklim Perubahan iklim

IV METODE PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

diterangkan oleh variabel lain di luar model. Adjusted R-squared yang bernilai 79,8%

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Metode Pengumpulan Data

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III METODE PENELITIAN. dilakukan secara purposive, dengan pertimbangan provinsi ini merupakan wilayah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

sebuah penelitian tentang: pengaruh laba akuntansi, arus kas opera- sional, ukuran perusahaan, tingkat pertum- buhan perusahaan terhadap harga saham

BAB IV HASIL PENELITIAN. bawah ini. Untuk membantu penulis dalam melakukan perhitungan yang cermat

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

VI. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB DEINDUSTRIALISASI

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif. Penelitian kuantitatif merupakan

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

49 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Estimasi Fungsi Dampak Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Pertanian dan Industri Terhadap Emisi Gas Rumah Kaca Dalam penelitian ini berusaha untuk menganalisis 6 buah model regresi yang didapat tentang kualitas lingkungan ditinjau dari emisi gas rumah kaca yaitu CO 2, N 2 O, dan CH 4. Tabel 5.1. Hasil Estimasi dengan Fixed Effect (cross section SUR) Sektor Ekonomi Sektor Pertanian Sektor Industri Variabel Dependen CO 2 N 2 O CH 4 CO 2 N 2 O CH 4 Sumber: Lampiran 11-16 Variabel Independen Koefisien Std. Error t-statistik GDPP 0.669943 0.104504 6.410682 GDPP 2 9.19E-05 9.99E-07 92.05541 C 482334.6 2891.146 166.8316 GDPP 0.003961 5.35E-05 73.98600 GDPP 2 4.05E-09 3.90E-10 10.37394 C 157.8713 1.425229 110.7690 GDPP -0.035092 0.000672-52.20475 GDPP 2 5.64E-07 5.95E-09 94.75305 C 8777.112 19.15967 458.1035 GDPI 4.959568 0.009292 533.7378 GDPI 2-1.10E-06 5.11E-09-216.0724 C -313656.6 2317.000-135.3719 GDPI 0.000470 1.62E-06 290.6054 C 169.1472 0.454451 372.2009 GDPI 0.028428 0.000142 200.6526 GDPI 2-8.86E-09 5.30E-11-167.0856 C 3763.894 27.69002 135.9296 Turning Point (miliar US$) - - 31.1 2250-1600 Berdasarkan hasil estimasi regresi pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian terhadap emisi gas rumah kaca, maka diperoleh persamaan regresi kuadratik sebagai berikut: CO 2 = 482334.6 + 0.669943GDPP + 9.19e-05GDPP 2... (1) N 2 O = 157.8713 + 0.003961GDPP + 4.05e-09GDPP 2... (2) CH 4 = 8777.112-0.035092GDPP + 5.64e-07GDPP 2... (3)

50 Berdasarkan hasil estimasi regresi pertumbuhan ekonomi di sektor industri terhadap emisi gas rumah kaca, maka diperoleh persamaan regresi linear dan kuadratik sebagai berikut: CO 2 = -313656.6 + 4.959568GDPI - 1.10e-06GDPI 2... (4) N 2 O = 169.1472 + 0.000470GDPI... (5) CH 4 = 3763.894 + 0.028428GDPI - 8.86e-09GDPI 2... (6) dimana: CO 2 = karbondioksida (kilotonne) N 2 O = nitrogen oksida (kilotonne) CH 4 = metana (kilotonne) GDPP = Pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian (US$) GDPI = Pertumbuhan ekonomi di sektor industri (US$) 5.2. Kriteria Statistik 5.2.1. Uji Signifikansi Simultan (Uji f) Berdasarkan Tabel 5.2, nilai probabilitas F statistik pada delapan persamaan regresi untuk variabel dependen karbondioksida, nitrogen oksida, dan metana, masing-masing persamaan memiliki nilai 0.0000. Mengacu pada probabilitas F-statistik yaitu sebesar 0.0000 yang lebih kecil pada taraf nyata lima persen, maka seluruh persamaan ini lulus uji-f. Nilai ini menandakan bahwa minimal ada satu parameter dugaan yang tidak nol dan berpengaruh nyata terhadap keragaman variabel dependennya (karbondioksida, nitrogen oksida, dan metana) pada taraf nyata lima persen.

51 Tabel 5.2. Nilai Probabilitas t-statistic, Probabilitas F-statistic, dan Adjusted R-square Sektor Ekonomi Sektor Pertanian Sektor Industri Variabel Dependen CO 2 N 2 O CH 4 CO 2 N 2 O CH 4 Sumber: Lampiran 11-16 Variabel Independen Prob. t- statistic GDPP 0.0000 GDPP 2 0.0000 C 0.0000 GDPP 0.0000 GDPP 2 0.0000 C 0.0000 GDPP 0.0000 GDPP 2 0.0000 C 0.0000 GDPI 0.0000 GDPI 2 0.0000 C 0.0000 GDPI 0.0000 C 0.0000 GDPI 0.0000 GDPI 2 0.0000 C 0.0000 Prob. F- statistic Adjusted R- square 0.000000 0.998893 0.000000 0.996823 0.000000 0.999663 0.000000 0.999602 0.000000 0.999542 0.000000 0.999616 5.2.2. Uji Koefisien Regresi Secara Individual (Uji t) Uji-t statisik digunakan untuk mengetahui apakah koefisien masingmasing variabel independen secara individu memberikan pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependennya. Berdasarkan Tabel 5.2, nilai statistik uji-t menunjukkan bahwa seluruh variabel independen pada delapan persamaan tersebut berpengaruh secara nyata dan signifikan terhadap variabel dependennya pada tingkat kepercayaan lima persen. 5.2.3. Koefisien Determinasi (Adjusted R-squared) Berdasarkan Tabel 5.2, persamaan kuadratik hubungan emisi karbondioksida (CO2), nitrogen oksida (N2O), dan metana (CH4) dengan pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian tersebut (GDPP dan GDPP2) memiliki

52 variabel penjelas (Adjusted R-squared) berturut-turut sebesar 99.89, 99.68, dan 99.97 persen. Artinya yaitu variasi variabel dependen dari persamaan kuadratik emisi CO 2, N 2 O, dan CH 4 dapat dijelaskan oleh variabel independen pada masingmasing persamaan berturut-turut sebesar 99.89, 99.68, dan 99.97 persen. Sedangkan, persamaan linear dan kuadratik hubungan emisi karbondioksida (CO 2 ), nitrogen oksida (N 2 O), dan metana (CH 4 ) dengan pertumbuhan ekonomi di sektor industri tersebut (GDPI dan GDPI 2 ) memiliki variabel penjelas (Adjusted R-squared) berturut-turut sebesar 99.96, 99.95, dan 99.96 persen. Artinya yaitu variasi variabel dependen dari persamaan emisi CO2, N2O, dan CH4 dapat dijelaskan oleh variabel independen di dalam persamaan berturut-turut sebesar 99.96, 99.95, dan 99.96 persen. 5.3. Kriteria Ekonometrika 5.3.1. Uji Autokorelasi Pengujian asumsi autokorelasi dapat dilakukan dengan melihat angka Durbin Watson pada tabel hasil regresi, kemudian disesuaikan dengan tabel DW (Tabel 3.2). Berdasarkan Tabel 5.3, hasil regresi tiga persamaan kuadratik dengan variabel dependen yaitu karbondioksida (CO 2 ), nitrogen oksida (N 2 O), dan metana (CH 4 ) dan variabel independen pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian (GDPP dan GDPP 2 ) menunjukkan nilai DW berturut-turut sebesar 1.788580, 1.876952, dan 1.800434. Jika disesuaikan dengan tabel DW, angka tersebut masuk dalam kategori tidak terdapat autokorelasi. Sedangkan, hasil regresi tiga persamaan dengan variabel dependen yaitu karbondioksida (CO 2 ), nitrogen oksida (N 2 O), dan metana (CH 4 ) dan variabel independen pertumbuhan ekonomi di sektor industri (GDPI dan GDPI 2 ) menunjukkan nilai DW berturut-turut sebesar

53 1.762220, 1.827206, dan 1.721550. Jika disesuaikan dengan tabel DW, angka tersebut masuk dalam kategori tidak terdapat autokorelasi. Tabel 5.3. Nilai DW-statistic dan Probabilitas Jarque Bera Sektor Ekonomi Variabel Variabel Dependen Independen GDPP CO 2 GDPP 2 C GDPP Sektor Pertanian N 2 O GDPP 2 C GDPP CH 4 GDPP 2 C GDPI CO 2 GDPI 2 C Sektor Industri N 2 O GDPI C GDPI CH 4 GDPI 2 C Sumber: Lampiran 11-16 dan Lampiran 23-27. DW-statistic Prob. Jarque Bera 1.788580 0.901770 1.876952 0.000036 1.800434 0.000028 1.762220 0.910426 1.827206 0.131748 1.721550 0.000001 5.3.2. Uji Heteroskedastisitas Berdasarkan Lampiran 17 sampai 23, kesimpulan yang diperoleh adalah regresi model tidak mengalami gejala heteroskedastisitas. Kesimpulan ini didapat dari karakterisitik plot grafik pada seluruh persamaan yang membentuk pola horizontal atau konstan beraturan yang menandakan regresi model sudah memenuhi asumsi homoskedastisitas. 5.3.3 Uji Normalitas Untuk menguji kenormalan digunakan Jarque-Bera Test. Berdasarkan Tabel 5.3, hasil uji normalitas tiga persamaan kuadratik dengan variabel dependen yaitu karbondioksida (CO 2 ), nitrogen oksida (N 2 O), dan metana (CH 4 ) dan

54 variabel independen pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian (GDPP dan GDPP 2 ) menunjukkan bahwa probabilitas jarque bera berturut-turut sebesar 0.90170, 0.000036, dan 0.000028 sehingga dapat disimpulkan bahwa residual (error terms) terdistribusi normal pada persamaan regresi dengan variabel dependen karbondioksida (CO 2 ), sedangkan persamaan regresi pada variabel dependen nitrogen oksida (N 2 O) dan metana (CH 4 ) memiliki residual (error terms) tidak terdistribusi normal ditandai dengan nilai probabilitas jarque bera kurang dari taraf nyata lima persen. Untuk permasalahan asumsi normalitas pada model bisa diabaikan, karena tidak mempengaruhi parameter pendugaan pada model. Berdasarkan Tabel 5.3, hasil uji normalitas tiga persamaan linear dan kuadratik dengan variabel dependen yaitu karbondioksida (CO 2 ), nitrogen oksida (N 2 O), dan metana (CH 4 ) dan variabel independen pertumbuhan ekonomi di sektor industri (GDPI dan GDPI 2 ) menunjukkan bahwa probabilitas jarque bera berturut-turut sebesar 0.910426, 0.131748, dan 0.000001 sehingga dapat disimpulkan bahwa residual (error terms) terdistribusi normal pada persamaan regresi dengan variabel dependen karbondioksida (CO 2 ) dan nitrogen oksida (N 2 O), sedangkan persamaan regresi pada variabel dependen metana (CH 4 ) memiliki residual (error terms) tidak terdistribusi normal ditandai dengan nilai probabilitas jarque bera kurang dari taraf nyata lima persen. Untuk permasalahan asumsi normalitas pada model bisa diabaikan, karena tidak mempengaruhi parameter pendugaan pada model.

55 5.4. Kriteria Ekonomi Tabel 5.4 menunjukkan perbandingan pengaruh pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian dan industri negara-negara berkembang dan maju terhadap emisi gas rumah kaca. Berdasarkan Tabel 5.4, emisi karbondioksida disumbang sebagian besar oleh sektor industri sedangkan emisi nitrogen oksida dan metana disumbangkan sama rata oleh sektor industri maupun sektor pertanian. Tabel 5.4. Nilai Cross Section Effects Hasil Estimasi dengan Fixed Effect (cross section SUR) Effect Cross Section Sektor Pertanian Sektor Industri CO 2 N 2 O CH 4 CO 2 N 2 O CH 4 Indonesia -333548 165.63 4916.20 238569 220.27 7776.55 Thailand -346500-138.33-4354.39 267876-128.45-763.36 Cina 426210 365.15 32986.81 1893880 853.80 37692.19 India -332198 72.72 15242.33 787255 386.67 19107.49 Brasil -312779 273.79 8225.90-116598 307.71 8805.52 Argentina -373575-73.03-3754.96 104419-69.83-1004.13 Meksiko -180885-103.35-3453.00 107641-85.84-2099.51 Mesir -402561-144.61-6876.01 300220-113.33-2911.32 Afrika Selatan -136529-95.21-6037.39 478469-109.88-2197.09 Turki -383472-158.73-5843.77 189955-99.60-3019.90 AS 3854522 604.41 17901.20 220077 121.69 2811.65 UK 51514-48.71-3687.08-597402 -159.95-7173.62 Kanada -37832-51.69-3981.51-85913 -93.15-4254.18 Jepang -42766-401.19-6905.40-3305760 -716.90-23058.89 Korea Selatan -211034 235.29-6812.45-10439 242.04-5924.23 Australia -198199 5.24-2932.95 199783-4.20-585.86 Selandia Baru -458950-135.81-7364.95 284244-138.09-2794.20 Spanyol -267105-146.77-6766.65-59375 -146.30-5775.81 Italia -129736-158.49-6147.70-447944 -192.04-8262.83 Perancis -184569-66.28-4354.17-448958 -74.61-6368.40 Sumber: Lampiran 11-16 5.4.1. Dampak Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Pertanian Negara Berkembang dan Maju terhadap Emisi Karbondioksida Berdasarkan model dan analisis data yang didapat, adanya hubungan yang tidak signifikan dengan model Environmental Kuznets Curve (EKC) antara emisi CO 2 dengan pendapatan di sektor pertanian. Model regresi kuadratik: CO 2 = 482334.6 + 0.669943GDPP + 9.19e-05GDPP 2... (1)

56 Berdasarkan model kuadratik yang didapat (Tabel 5.1), persamaan akan membentuk kurva-u dengan titik balik minimum GDP pertanian sebesar -3,64 miliar US$, namun GDP pertanian selalu lebih besar dari nol maka nilai terkecil dari emisi CO 2 adalah pada saat GDP pertanian sama dengan nol sehingga peningkatan GDP pertanian selalu memiliki efek positif dan meningkatkan emisi CO 2. Berdasarkan persamaan tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian memiliki increasing effect pada emisi CO 2. Sebagai contoh ketika GDP pertanian sebesar 100 miliar US$ maka emisi CO 2 diprediksi meningkat dari tahun sebelumnya sekitar (0.669943 + 2 (9.19e-05) (10e+4)) 19.05 kilotonne dan ketika GDP pertanian sebesar 1000 miliar US$ maka emisi CO 2 diprediksi akan tetap meningkat dari tahun sebelumnya dengan peningkatan yang semakin besar sekitar (0.669943 + 2 (9.19e-05) (10e+5)) 184.47 kilotonne, dan akan terus meningkat dengan peningkatan yang semakin besar seiring pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian. Berdasarkan dampak individu yang dapat dilihat melalui nilai cross section effects (Tabel 5.4), pertumbuhan ekonomi tiga negara yang memiliki dampak terbesar terhadap emisi CO 2 yaitu Amerika Serikat, Cina, dan United Kingdom. Menurut Hairah (2005) dalam Minardi (2009), semakin intensif suatu sistem penggunaan lahan maka semakin rendah cadangan Cnya. Konversi ekosistem alami menjadi lahan pertanian biasanya menyebabkan penurunan cadangan C dan selanjutnya akan mempengaruhi biodiversitas dalam tanah. Pembukaan lahan dengan menebangi pohon-pohon ikut meningkatkan jumlah CO 2 karena menurunkan penyerapan CO 2, dan dekomposisi dari tumbuhan yang

57 telah mati juga meningkatkan jumlah CO 2. Menurut Knorr et al (2005) dalam Minardi (2009) menyatakan bahwa peningkatan suhu yang ditimbulkan oleh perubahan fungsi ekosistem akan menyebabkan mikroorganisme tanah lebih cepat dalam menguraikan bahan organik serta melepaskan karbondioksida (CO 2 ). Penjelasan tersebut dapat menjelaskan penyebab peningkatan pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian selalu memiliki efek positif dan meningkatkan emisi CO 2 dengan pendekatan efek skala pada sektor pertanian. Semakin besar GDP pertanian menandakan semakin besar skala ekonomi pada sektor pertanian dan semakin menuju pertanian generatif. Tahapan pembangunan pertanian berawal dari pertanian ekstraktif, yaitu pertanian yang dilakukan dengan hanya mengambil atau mengumpulkan hasil alam tanpa upaya reproduksi, menuju pertanian generatif yaitu corak pertanian yang memerlukan usaha pembibitan atau pembenihan, pengolahan, pemeliharaan dan tindakan agronomis lainnya. Semakin besar skala ekonomi pada sektor pertanian dan semakin menuju pertanian generatif maka semakin maraknya pembukaan lahan pertanian seperti menebangi hutan untuk perkebunan kelapa sawit serta semakin intensifnya pengelolaan lahan pertanian. Mekanisme ini dapat menjelaskan mengapa peningkatan pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian selalu memiliki efek positif dan meningkatkan emisi CO 2 dengan pendekatan efek skala pada sektor pertanian, cateris paribus.

58 5.4.2. Dampak Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Pertanian Negara Berkembang dan Maju terhadap Emisi Nitrogen Oksida Berdasarkan model dan analisis data yang didapat (Tabel 5.1), adanya hubungan yang tidak signifikan dengan model Environmental Kuznets Curve antara emisi N 2 O dengan pendapatan di sektor pertanian. Model regresi kuadratik: N 2 O = 157.8713 + 0.003961GDPP + 4.05e-09GDPP 2... (2) Berdasarkan model kuadratik yang didapat, persamaan akan membentuk kurva-u dengan titik balik minimum GDP pertanian sebesar -489 miliar US$, namun GDP pertanian selalu lebih besar dari nol maka nilai terkecil dari emisi N 2 O adalah pada saat GDP pertanian sama dengan nol sehingga peningkatan GDP pertanian selalu memiliki efek positif dan meningkatkan emisi N 2 O. Berdasarkan persamaan tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian memiliki increasing effect pada emisi N 2 O. Sebagai contoh ketika GDP pertanian sebesar 100 miliar US$ maka emisi N 2 O diprediksi meningkat dari tahun sebelumnya sekitar (0.003961 + 2 (4.05e-09) (10e+04)) 0.00477 kilotonne dan ketika GDP pertanian sebesar 1000 miliar US$ maka emisi N 2 O diprediksi akan tetap meningkat dari tahun sebelumnya dengan peningkatan yang semakin besar sekitar (0.003961 + 2 (4.05e-09) (10e+05)) 0.01206 kilotonne, dan akan terus meningkat dengan peningkatan yang semakin besar seiring pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian. Berdasarkan dampak individu yang dapat dilihat melalui nilai cross section effects (Tabel 5.4), tiga negara yang memiliki dampak terbesar terhadap emisi N 2 O yaitu Amerika Serikat, Cina, dan Brasil. Menurut Minardi (2009), pengelolaan lahan untuk pertanian menjadi sumber emisi N 2 O dengan mekanisme pelepasan atom N untuk bereaksi dengan

59 udara. Tingkat emisi N 2 O ini akan meningkat apabila kegiatan pengolahan tanah pada budidaya pertanian tersebut dipupuk dengan pupuk nitrogen seperti urea, walaupun pupuk organik bila berlebihan dapat pula meningkatkan masukan hara nitrogen pada tanah. Penjelasan tersebut dapat menjelaskan penyebab peningkatan pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian selalu memiliki efek positif dan meningkatkan emisi N 2 O. Semakin besar GDP pertanian menandakan semakin besar skala ekonomi pada sektor pertanian dan semakin besar output pertanian. Semakin besar output pertanian menandakan semakin intensifnya pengelolaan lahan untuk pertanian. Mekanisme ini dapat menjelaskan mengapa peningkatan pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian selalu memiliki efek positif dan meningkatkan emisi N 2 O, cateris paribus. 5.4.3. Dampak Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Pertanian Negara Berkembang dan Maju terhadap Emisi Metana Berdasarkan model dan analisis data yang didapat (Tabel 5.1), adanya hubungan yang tidak signifikan dengan model Environmental Kuznets Curve antara emisi CH 4 dengan pendapatan di sektor pertanian. Hasil regresi model kuadratik : CH 4 = 8777.112-0.035092GDPP + 5.64e-07GDPP 2... (3) Berdasarkan model kuadratik yang didapat, persamaan akan membentuk kurva-u dengan titik balik minimum GDP pertanian sebesar 31,1 miliar US$ dimana tahap awal emisi CH 4 mengalami penurunan seiring dengan pembangunan ekonomi di sektor pertanian. Namun pengaruh dari peningkatan pendapatan dari

60 sektor pertanian terhadap peningkatan emisi CH 4 akan berubah mencapai titik balik pertama yaitu GDP pertanian sebesar 31,1 miliar US$. Setelah melewati titik balik pertama, maka pertumbuhan ekonomi yang ditandai dengan peningkatan pendapatan dari sektor pertanian akan membawa dampak yang buruk bagi lingkungan, yaitu peningkatan tingkat emisi CH 4. Berdasarkan titik balik yang didapat menunjukkan bahwa Indonesia, Cina, India, Brasil, Amerika Serikat, Jepang, dan Perancis dalam fase tumbuh melewati titik balik pertama pada kurva-u dan pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian akan dikaitkan ke kenaikkan emisi CH 4. Sedangkan negara berkembang dan maju lainnya dalam fase awal menurun belum melewati titik balik pertama pada kurva- U dan pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian akan dikaitkan ke penurunan emisi CH 4. Berdasarkan persamaan tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian memiliki diminishing effect pada emisi CH 4 sebelum melewati turning point dan increasing effect pada emisi CH 4 setelah melewati turning point. Sebagai contoh sebelum melewati turning point ketika GDP pertanian sebesar 20 miliar US$ maka emisi CH 4 diprediksi menurun dari tahun sebelumnya sekitar (-0.035092 + 2 (5.64e-07) (20e+3)) -0.0125 kilotonne dan ketika GDP pertanian sebesar 30 miliar US$ maka emisi CH 4 diprediksi akan tetap menurun dari tahun sebelumnya dengan penurunan yang semakin kecil sekitar (-0.035092 + 2 (5.64e-07) (30e+3)) -0.00126 kilotonne, dan akan terus menurun dengan penurunan yang semakin kecil sampai turning point. Setelah melewati turning point ketika GDP pertanian sebesar 40 miliar US$ maka emisi CH 4 diprediksi meningkat dari tahun sebelumnya sekitar (-

61 0.035092 + 2 (5.64e-07) (40e+3)) 0.01 kilotonne dan ketika GDP pertanian sebesar 50 miliar US$ maka emisi CH 4 diprediksi akan tetap meningkat dari tahun sebelumnya dengan peningkatan yang semakin besar sekitar (-0.035092 + 2 (5.64e-07) (50e+3)) 0.0213 kilotonne, dan akan terus meningkat dengan peningkatan yang semakin besar seiring pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian. Berdasarkan dampak individu yang dapat dilihat melalui nilai cross section effects (Tabel 5.4), tiga negara yang memiliki dampak terbesar terhadap emisi CH 4 yaitu Cina, Amerika Serikat, dan India. Menurut Minardi (2009) metana dihasilkan dari pembusukan limbah organik di tempat pembuangan sampah (landfill) dan budidaya padi sawah. Penjelasan tersebut dapat menjelaskan penyebab terbentuknya kurva-u dampak antara pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian terhadap CH 4 dengan pendekatan efek skala pada sektor pertanian. Pada tahap awal ketika pendapatan pertanian sebelum titik balik pada kurva-u seperti apa yang dialami sebagian negara berkembang dan maju dalam sampel penelitian kecuali Indonesia, Cina, India, Brasil, Amerika Serikat, Jepang, dan Perancis, skala ekonomi pada sektor pertanian cenderung masih kecil. Negara yang sedang berkembang dan maju tersebut tidak mengeluarkan banyak output pertanian sehingga masih sedikitnya sampah organik yang dihasilkan oleh sektor pertanian dan lahan budidaya padi sawah cenderung berkurang akibat konversi lahan seiring dengan pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian. Pada tahap ini peningkatan emisi CH 4 oleh sampah organik yang dihasilkan oleh sektor pertanian lebih kecil dibandingkan penurunan emisi CH 4 oleh lahan budidaya padi sawah sehingga pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian akan dikaitkan ke penurunan emisi CH 4.

62 Pada tahap selanjutnya ketika pendapatan pertanian sudah melewati titik balik seperti apa yang dialami Indonesia, Cina, India, Brasil, Amerika Serikat, Jepang, dan Perancis skala ekonomi pada sektor pertanian cenderung sudah besar. Indonesia, Cina, India, Brasil, Amerika Serikat, Jepang, dan Perancis mengeluarkan banyak output pertanian sehingga banyaknya sampah organik yang dihasilkan oleh sektor pertanian. Walaupun, lahan budidaya padi sawah cenderung berkurang akibat konversi lahan, pada tahap ini peningkatan emisi CH 4 oleh sampah organik yang dihasilkan oleh sektor pertanian lebih besar dibandingkan penurunan emisi CH 4 oleh lahan budidaya padi sawah. Mekanisme ini dapat menjelaskan mengapa emisi metana awalnya menurun kemudian meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian, cateris paribus. 5.4.4. Dampak Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Industri Negara Berkembang dan Maju terhadap Emisi Karbondioksida Berdasarkan model dan analisis data yang didapat (Tabel 5.1), adanya hubungan yang signifikan dengan model Environmental Kuznets Curve antara emisi CO 2 dengan pendapatan di sektor industri. Model regresi kuadratik: CO 2 = -313656.6 + 4.959568GDPI - 1.10e-06GDPI 2... (4) Berdasarkan model kuadratik yang didapat, persamaan akan membentuk kurva-u terbalik Environmental Kuznets Curve dengan titik balik maksimum GDP industri sebesar 2,25 triliun US$ dimana tahap awal emisi CO 2 mengalami peningkatan yang cukup pesat seiring dengan pembangunan ekonomi di sektor industri. Namun pengaruh dari peningkatan pendapatan dari sektor industri

63 terhadap peningkatan emisi CO 2 akan berubah ketika mencapai titik balik pertama yaitu GDP industri sebesar 2,25 triliun US$. Setelah melewati titik balik pertama, maka pertumbuhan ekonomi yang ditandai dengan peningkatan pendapatan dari sektor industri akan membawa dampak yang baik bagi lingkungan, yaitu penurunan tingkat emisi CO 2. Berdasarkan titik balik maksimum yang didapat menunjukkan bahwa semua negara dalam sampel baik negara berkembang maupun maju masih dalam fase awal tumbuh belum melewati titik balik pertama pada kurva EKC dan pertumbuhan ekonomi di sektor industri akan dikaitkan ke peningkatan emisi CO 2. Berdasarkan persamaan tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi di sektor industri memiliki increasing effect pada emisi CO 2 sebelum melewati turning point dan diminishing effect pada emisi CO 2 setelah melewati turning point. Sebagai contoh sebelum melewati turning point ketika GDP industri sebesar 1 triliun US$ maka emisi CO 2 diprediksi meningkat dari tahun sebelumnya sekitar (4.959568 + 2 (-1.10e-06) (10e+05)) 2.76 kilotonne dan ketika GDP industri sebesar 2 triliun US$ maka emisi CO 2 diprediksi akan tetap meningkat dari tahun sebelumnya dengan peningkatan yang semakin kecil sekitar (4.959568 + 2 (-1.10e-06) (20e+05)) 0.56 kilotonne, dan akan terus meningkat dengan peningkatan yang semakin kecil sampai turning point. Berdasarkan dampak individu yang dapat dilihat melalui nilai cross section effects (Tabel 5.4), tiga negara yang memiliki dampak terbesar terhadap emisi CO 2 yaitu Cina, India, dan Afrika Selatan.

64 Setelah melewati turning point ketika GDP industri sebesar 3 triliun US$ maka emisi CO 2 diprediksi menurun dari tahun sebelumnya sekitar (4.959568 + 2 (-1.10e-06) (30e+05)) -1.64 kilotonne dan ketika GDP industri sebesar 4 triliun US$ maka emisi CO 2 diprediksi akan tetap menurun dari tahun sebelumnya sekitar (4.959568 + 2 (-1.10e-06) (40e+05)) -3.84 kilotonne, dan akan terus menurun dengan penurunan yang semakin besar seiring pertumbuhan ekonomi di sektor industri. Ada beberapa penyebab terjadinya hal ini yaitu salah satunya dengan pendekatan efek skala pada sektor industri. Pada tahap awal dari pertumbuhan ekonomi di sektor industri, karbondioksida secara umum meningkat karena tidak ada kebijakan dan regulasi yang diimplementasikan pada sektor industri seperti apa yang dialami semua negara berkembang dan maju dalam sampel. Hal ini terjadi karena tujuan dari pertumbuhan pada tahap ini, yaitu peningkatan output dengan penggunaan sejumlah besar sumber alam atau yang berasal dari lingkungan. Lebih dari itu, sektor industri cenderung berfokus pada peningkatan pendapatan perusahaannya saja dengan mengabaikan permasalahan lingkungan. Dengan kata lain, pada tahap pertumbuhan ini memperlihatkan suatu efek skala pada lingkungan karena peningkatan pada produksi ekonomi menghasilkan lebih banyak polusi dan degradasi lingkungan. Dalam tahap pertumbuhan selanjutnya, bila sektor industri mulai menikmati pendapatan perusahaannya yang lebih besar, maka pilihan-pilihan mereka akan berubah menuju pada pemeliharaan lingkungan. Dengan kata lain, perusahaan akan lebih memperhatikan emisi karbondioksida dimana mereka menunjukkan suatu kesediaan membayar biaya yang akan dikeluarkan untuk

65 menurunkan emisi karbondioksida. Mekanisme ini dapat menjelaskan mengapa emisi karbondioksida awalnya meningkat kemudian menurun seiring dengan pertumbuhan ekonomi di sektor industri, cateris paribus. Hasil ini sesuai dan didukung dengan penelitian sebelumnya yang diteliti oleh Hutabarat. Hutabarat (2010) melakukan penelitian mengenai pengaruh PDB sektor industri terhadap kualitas lingkungan yang ditinjau dari emisi CO 2 dan sulfur di 5 negara ASEAN periode 1980-2000 dimana hasil penelitian ini terbukti adanya hubungan yang signifikan dengan model Environmental Kuznets Curve antara emisi CO 2 dengan pertumbuhan ekonomi di sektor industri. 5.4.5. Dampak Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Industri Negara Berkembang dan Maju terhadap Emisi Nitrogen Oksida Berdasarkan model dan analisis data yang didapat (Tabel 5.1), adanya hubungan yang tidak signifikan dengan model Environmental Kuznets Curve antara emisi N 2 O dengan pendapatan di sektor industri. Model regresi linear: N 2 O = 169.1472 + 0.000470GDPI... (5) Berdasarkan intrepretasi model linear, apabila GDP riil industri meningkat 1 juta US$ maka akan meningkatkan emisi N 2 O sebesar 4.70e-4 kilotonne, cateris paribus, yang berarti bila GDP meningkat maka kualitas lingkungan akan menurun yang ditinjau dari emisi N 2 O. Berdasarkan dampak individu yang dapat dilihat melalui nilai cross section effects (Tabel 5.4), tiga negara yang memiliki dampak terbesar terhadap emisi N 2 O yaitu Cina, India, dan Brasil. Nitrogen Oksida (N 2 O) terutama dihasilkan dari industri nilon dan asam nitrat. Serat nilon pada saat ini dipergunakan untuk kain dan tali, sedangkan asam nitrat dipergunakan sabagai bahan pengawet yang baik dan alami pada makanan

66 dan minuman ringan. Penjelasan tersebut dapat menjelaskan penyebab terbentuknya hubungan linier dampak pertumbuhan ekonomi di sektor industri terhadap N 2 O. Tidak adanya barang substitusi yang dapat menggantikan nilon dan asam sitrat sesuai dengan fungsinya masing-masing serta skala ekonomi pada sektor industri yang semakin besar menyebabkan emisi Nitrogen Oksida (N 2 O) semakin meningkat seiring dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi di sektor industri, cateris paribus. 5.4.6. Dampak Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Industri Negara Berkembang dan Maju terhadap Emisi Metana Berdasarkan model dan analisis data yang didapat (Tabel 5.1), adanya hubungan yang signifikan dengan model Environmental Kuznets Curve antara emisi CH 4 dengan pendapatan di sektor industri. Model regresi kuadratik: CH 4 = 3763.894 + 0.028428GDPI - 8.86e-09GDPI 2... (6) Berdasarkan model kuadratik yang didapat, persamaan akan membentuk kurva-u terbalik sesuai konsep Environmental Kuznets Curve dengan titik balik maksimum GDP industri sebesar 1,6 triliun US$ dimana tahap awal emisi CH 4 mengalami peningkatan yang cukup pesat seiring dengan pembangunan ekonomi di sektor industri. Namun pengaruh dari peningkatan pendapatan dari sektor industri terhadap peningkatan emisi CH 4 akan berubah ketika mencapai titik balik pertama yaitu GDP industri sebesar 1,6 triliun US$. Setelah melewati titik balik pertama, maka pertumbuhan ekonomi yang ditandai dengan peningkatan pendapatan dari sektor industri akan membawa dampak yang baik bagi lingkungan, yaitu penurunan tingkat emisi CH 4. Berdasarkan titik balik maksimum yang didapat menunjukkan bahwa Amerika Serikat dan Jepang sudah dalam fase menurun melewati titik balik

67 pertama pada kurva EKC dan pertumbuhan ekonomi di sektor industri akan dikaitkan ke penurunan emisi CH 4. Sedangkan semua negara negara berkembang maupun maju lainnya dalam sampel masih dalam fase awal tumbuh belum melewati titik balik pertama pada kurva EKC dan pertumbuhan ekonomi di sektor industri akan dikaitkan ke peningkatan emisi CH 4. Berdasarkan persamaan tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi di sektor industri memiliki increasing effect pada emisi CH 4 sebelum melewati turning point dan diminishing effect pada emisi CH 4 setelah melewati turning point. Sebagai contoh sebelum melewati turning point ketika GDP industri sebesar 1 triliun US$ maka emisi CH 4 diprediksi meningkat dari tahun sebelumnya sekitar (0.028428 + 2 (-8.86e-09) (10e+05)) 0.0107 kilotonne dan ketika GDP industri sebesar 1,5 triliun US$ maka emisi CO 2 diprediksi akan tetap meningkat dari tahun sebelumnya dengan peningkatan yang semakin kecil sekitar (0.028428 + 2 (-8.86e-09) (15e+05)) 1.82E-03 kilotonne, dan akan terus meningkat dengan peningkatan semakin kecil sampai turning point. Setelah melewati turning point ketika GDP industri sebesar 2 triliun US$ maka emisi CH 4 diprediksi menurun dari tahun sebelumnya sekitar (0.028428 + 2 (-8.86e-09) (20e+05)) -7.04E-03 kilotonne dan ketika GDP industri sebesar 2,5 triliun US$ maka emisi CH 4 diprediksi akan tetap menurun dari tahun sebelumnya dengan penurunan yang semakin besar sekitar (0.028428 + 2 (-8.86e-09) (25e+05)) -1.59E-02 kilotonne, dan akan terus semakin menurun dengan penurunan yang semakin besar seiring pertumbuhan ekonomi di sektor industri. Berdasarkan dampak individu yang dapat dilihat melalui nilai cross section effects

68 (Tabel 5.4), tiga negara yang memiliki dampak terbesar terhadap emisi CH 4 yaitu Cina, India, dan Brasil. Ada beberapa penyebab terjadinya hal ini yaitu salah satunya dengan pendekatan efek skala pada sektor industri. Pada tahap awal dari pertumbuhan ekonomi di sektor industri seperti apa yang dialami semua negara berkembang dan maju dalam sampel kecuali Amerika Serikat dan Jepang, emisi metana secara umum meningkat karena tidak ada kebijakan dan regulasi yang diimplementasikan pada sektor industri terutama industri penghasil batu bara, gas alam, dan minyak bumi sebagai sumber penghasil emisi metana. Hal ini terjadi karena tujuan dari pertumbuhan pada tahap ini, yaitu peningkatan output dengan penggunaan sejumlah besar sumber alam atau yang berasal dari lingkungan. Lebih dari itu, sektor industri cenderung berfokus pada peningkatan pendapatan perusahaannya saja dengan mengabaikan permasalahan lingkungan. Dengan kata lain, pada tahap pertumbuhan ini memperlihatkan suatu efek skala pada lingkungan karena peningkatan pada produksi ekonomi menghasilkan lebih banyak polusi dan degradasi lingkungan. Dalam tahap pertumbuhan selanjutnya seperti apa yang dialami Amerika Serikat dan Jepang, sektor industri terutama industri penghasil batu bara, gas alam, dan minyak bumi mulai menikmati pendapatan perusahaannya yang lebih besar, maka pilihan-pilihan mereka akan berubah menuju pada pemeliharaan lingkungan. Dengan kata lain, industri batu bara, gas alam, dan minyak bumi akan lebih memperhatikan emisi metana dengan menunjukkan suatu kesediaan membayar biaya yang akan dikeluarkan untuk menurunan emisi metana. Mekanisme ini dapat menjelaskan mengapa emisi metana awalnya meningkat

69 kemudian menurun seiring dengan pertumbuhan ekonomi di sektor industri, cateris paribus. 5.4.7. Perbandingan Emisi Gas Rumah Kaca Negara Berkembang dan Maju Berdasarkan Tabel 5.4, p-value pada masing-masing emisi CO 2, N 2 O, dan CH 4 berturut-turut sebesar 0,004, 0,032, dan 0,000 atau lebih kecil daripada alpha lima persen (tolak H 0 ). Dapat disimpulkan bahwa emisi gas rumah kaca (CO 2, N 2 O, dan CH 4 ) yang dihasilkan negara maju tidak sama dengan negara berkembang. Emisi CO 2 yang dihasilkan negara maju lebih besar daripada negara berkembang, sedangkan emisi N 2 O, dan CH 4 yang dihasilkan negara berkembang lebih besar daripada negara maju. Tabel 5.5. Hasil Estimasi Uji Beda (Uji-t) Variabel Koefisien Beda P-Value CO 2-299849 0,004 N 2 O 68,75 0,032 CH 4 7004 0,000 Sumber: Lampiran 29-31 Hipotesis: H 0 : emisi CO 2 / N 2 O/ CH 4 negara berkembang = emisi CO 2 / N 2 O/ CH 4 negara maju H 1 : emisi CO 2 / N 2 O/ CH 4 negara berkembang emisi CO 2 / N 2 O/ CH 4 negara maju Menurut United Nations Development Programme (2007), negara-negara di seluruh dunia tanpa henti membuang gas rumah kaca dalam jumlah besar ke atmosfer. Negara-negara maju mengeluarkan emisi lebih banyak per kapita, terutama karena mereka memiliki lebih banyak kendaraan atau secara umum membakar lebih banyak bahan bakar fosil, tetapi begitu negara-negara

70 berkembang mulai membangun, mereka juga lalu lambat laun akan menyusul dalam sumbangan emisi gas-gas ini.