VISI KADIN INDONESIA DAN DAYA SAING INDONESIA Mencari Solusi untuk Meningkatkan Kemampuan Teknologi/Inovasi Perusahaan Nasional 1

dokumen-dokumen yang mirip
Daya Saing Global Indonesia versi World Economic Forum (WEF) 1. Tulus Tambunan Kadin Indonesia

PERAN DAN POLA KERJASAMA KADIN DALAM PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI DAERAH 1. Tulus Tambunan Kadin Indonesia, 2008

PERAN DAN POLA KERJASAMA. SAING INDUSTRI DAERAH[ Tulus Tambunan Kadin Indonesia, 2008

VISI KADIN INDONESIA DAN PERAN BIROKRASI. Tulus Tambunan Kadin Indonesia, 2007

BAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H

ANALISIS PELUANG INTERNASIONAL

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional

BAB 3 KONDISI PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DENGAN KAWASAN ASEAN

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

Pengaruh Globalisasi Ekonomi Terhadap Perkembangan Ekonomi Indonesia

PEREKONOMIAN INDONESIA DI ERA GLOBALISASI

BAB I PENDAHULUAN. dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA. dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses

BAB I PENDAHULUAN. Sektor industri merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang berperan

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun pertumbuhan ekonomi setelah krisis ekonomi yang melanda

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi yang bergulir dengan cepat dan didukung oleh kemajuan

KATA PENGANTAR. Terima kasih. Tim Penyusun. Penyusunan Outlook Pembangunan dan Indeks Daya Saing Infrastruktur

BAB V GAMBARAN UMUM NEGARA-NEGARA TUJUAN EKSPOR. tersebut juga menjadi tujuan ekspor utama bagi Indonesia.

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi bukanlah merupakan hal yang baru bagi kita. Globalisasi

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA EKSPOR NON MIGAS TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN SKRIPSI

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk perusahaan dan negara. Pemikiran Michael Porter banyak

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kebijakan Umum APBD Tahun Anggaran 2010 III- 1

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

IV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 5+3

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dapat diatasi dengan industri. Suatu negara dengan industri yang

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga

PENGANTAR BISNIS. Memahami Sistem Bisnis Amerika Serikat. Oleh: Catur Widayati, SE.,MM. Modul ke: Fakultas EKONIMI DAN BISNIS. Program Studi Manajemen

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan.

I. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang

BAB I PENDAHULUAN. mengejar ketertinggalan pembangunan dari negara-negara maju, baik di kawasan

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sektor nonmigas lain dan migas, yaitu sebesar 63,53 % dari total ekspor. Indonesia, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.1.

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perubahan ekonomi dalam era globalisasi mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGUSAHA KADIN BREBES DI DALAM ERA GLOBALISASI: TANTANGAN DAN ANCAMAN 1. Tulus Tambunan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB V KESIMPULAN. ini terjadi dan meningkatnya kebutuhan suatu negara akibat berkembangnya

BAB I PENDAHULUAN. dikatakan berhasil dalam strategi pengembangan pembangunan jika laju

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Baja merupakan bahan baku penting dalam proses industri sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

Analisis Perkembangan Industri

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan

BAB I PENDAHULUAN. terpuruk. Konsekuensi dari terjadinya krisis di Amerika tersebut berdampak pada

PENDAHULUAN. berbagai cara atau inovasi dalam kebutuhan konsumen agar bisa meraih pangsa

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. yang penuh patriotisme, Indonesia berusaha membangun perekonomiannya. Sistem perekonomian Indonesia yang terbuka membuat kondisi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

I. PENDAHULUAN. Kinerja perekonomian di suatu wilayah dapat diketahui dari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

KEYNOTE SPEECH MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PERESMIAN PABRIK PT. INDO KORDSA, TBK JAKARTA, 06 JANUARI 2015

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan luar negeri yang mempunyai peranan penting bagi suatu negara,

DAFTAR ISI... HALAMAN DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... KATA PENGANTAR...

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan jangka panjang, sektor industri merupakan tulang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan ekonomi internasional yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. cara yang tepat dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat suatu negara

Perekonomian Suatu Negara

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Uraian Diskusi Keadilan Ekonomi IGJ Edisi April/I/2018

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. moneter terus mengalami perkembangan. Inisiatif kerjasama mulai dikembangkan

Prospek Ekonomi Regional ASEAN ASEAN+3 Regional Economic Outlook (AREO) Ringkasan

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. industri di sebuah negara. Perkembangan industri manufaktur di sebuah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional tersebut agar terlaksananya tujuan dan cita-cita bangsa

dan kelembagaan yang kegiatannya saling terkait dan saling mendukung dalam peningkatan efisiensi, sehingga terwujudnya daya saing yang kuat.

Dari hasil penelitian mengenai perilaku makroekonomi lndonesia. dikaitkan dengan liberalisasi perdagangan, maka dapat ditarik beberapa

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan penderitaan bagi masyarakat Korea. Jepang melakukan eksploitasi

IMPLIKASI DARI GLOBALISASI/PERDAGANGAN BEBAS DUNIA TERHADAP EKONOMI NASIONAL 1. Tulus Tambunan Kadin Indonesia

Transkripsi:

VISI KADIN INDONESIA DAN DAYA SAING INDONESIA Mencari Solusi untuk Meningkatkan Kemampuan Teknologi/Inovasi Perusahaan Nasional Visi Kadin Tulus Tambunan Kadin, 2008 Visi Kadin 200 menekankan pada pembangunan sektor industri. Ada tiga misi utama pembangunan industri nasional atau industrialisasi, yakni () Pertumbuhan ekonomi di atas 7% (atau paling tidak sama seperti pertumbuhan rata-rata per tahun pada era Orde Baru), melalui: (a) peningkatan ekspor produk berteknologi tinggi seperti elektronika dan komponen elektronika, otomotif dan komponen otomotif, industri padat modal dan keterampilan sumber daya manusia seperti tekstil dan produk tekstil (TPT), sepatu dan alas kaki; (b) peningkatan kapasitas ekspor produk industri olahan berbasis bahan baku migas dan non-migas, yang berasal dari eksplorasi sumur minyak dan gas alam yang baru; dan (c) pembangunan 9 (sembilan) refineries yang diintegrasikan dengan pengembangan industri petrokimia, dan pengembangan industri berbasis teknologi yang menyerap banyak tenaga kerja. (2) Peningkatan daya tarik investasi dan daya saing bangsa, melalui: (a) langkah restrukturisasi untuk penciptaan struktur biaya produksi yang kompetitif dengan meningkatkan kapasitas produksi dalam negeri dari industri pengembang infrastruktur seperti pengembang jalan tol, industri pembangkit sumber enersi, industri telekomunikasi; dan (b).implementasi kebijakan pendalaman struktur industri untuk mengurangi ketergantungan impor bahan baku dan komponen setengah jadi, dengan pengembangan klaster industri pendukung dan jaringan industri komponen, agar terjadi: (i). pengurangan impor bahan baku dan produk komponen setengah jadi, dengan kebijakan stimulus fiskal bagi terciptanya jaringan industri pendukung dan industri komponen pada sektor elektronika dan otomotif, (ii). penciptaan dan implementasi Standar Nasional (SNI) untuk rintangan-rintangan non-tarif bagi produk industri negara lain, (iii). pemberantasan penyelundupan untuk menghilangkan distorsi pasar domestik, (iv) pembenahan infrastruktur jalan raya dari kawasan industri ke pelabuhan bongkar muat dan bandara, untuk penurunan biaya transportasi, logistik dan distribusi produk industri ke pasar, dan (v) modernisasi alat peralatan produksi dengan penggunaan mesin berenergi efisien dan ramah lingkungan. (3) Penciptaan lapangan kerja dan penurunan angka kemiskinan, melalui: (a) langkah pemberdayaan: (i). sektor industri berbasis pertanian dan perkebunan, dan (ii) sektor industri berbasis tradisi dan gbudaya, dan (iii). sektor industri TPT, sebagai motor pencipta lapangan kerja; (b) pelaksanaan reorientasi Acara Rapimnas Kadin, Maret-April 2008.

kebijakan ekspor, dari orientasi ekspor bahan mentah menjadi orientasi ekspor produk setengah jadi atau produk akhir, dan (c) pelaksanaan langkah restrukturisasi total industri nasional untuk peningkatan efisiensi dan produktivitas, dengan pengembangan klaster industri dan modernisasi permesinan. Untuk mencapai tiga misi tersebut, ada tiga ujung tombak kebijakan strategis, yakni: () kebijakan untuk melakukan restrukturisasi total industri nasional; (2) kebijakan untuk melakukan reorientasi arah kebijakan ekspor bahan mentah; dan (3) kebijakan untuk melakukan penataan ulang tata niaga pasar dalam negeri. Pengembangan industri nasional menurut visi Kadin tersebut (roadmap industri nasional 200) terfokus pada pengembangan 0 klaster industri dengan pembagian menurut perannya masing-masing sebagi berikut: () Empat klaster industri unggulan pendongkrak pertumbuhan ekonomi di atas 7%: - industri tekstil dan produk tekstil (TPT), sepatu dan alas kaki -industri elektronika dan komponen elektronika -industri otomotif dan komponen otomotif -industri perkapalan (2) Tiga klaster industri unggulan peningkatan daya tarik investasi dan daya saing bangsa -industri pengembang infrastruktur, seperti: industri pembangkit sumber energi, industri telekomunikasi, pengembang jalan tol, konstruksi, industri semen, baja dan keramik -industri barang modal dan mesin perkakas -industri petrokimia hulu/antara, termasuk industri pupuk (3) Tiga klaster industri unggulan penggerak penciptaan lapangan kerja dan penurunan jumlah orang miskin: -industri pengolahan hasil laut & kemaritiman -industri pengolahan hasil pertanian, peternakan, kehutanan dan perkebunan, termasuk industri makanan dan minuman -industri berbasis tradisi dan budaya, utamanya : industri Jamu, kerajinan kulit-rotan dan kayu (permebelan), rokok kretek, batik dan tenun ikat Globalisasi Ekonomi Dunia Jelas visi Kadin tersebut diatas harus bisa mempersiapkan industri nasional dalam menghadapi globalisasi ekonomi dunia. Proses globalisasi ekonomi dunia adalah perubahan perekonomian dunia yang bersifat mendasar atau struktural dan proses ini akan berlangsung terus dengan laju yang akan semakin cepat mengikuti perubahan teknologi yang juga akan semakin cepat dan peningkatan serta perubahan pola kebutuhan masyarakat dunia. Perkembangan ini telah meningkatkan kadar hubungan saling ketergantungan 2

ekonomi dan juga mempertajam persaingan antarnegara, tidak hanya dalam perdagangan internasional tetapi juga dalam investasi, keuangan, dan produksi. Globalisasi ekonomi ditandai dengan semakin menipisnya batas-batas geografi dari kegiatan ekonomi atau pasar secara nasional atau regional, tetapi semakin mengglobal menjadi satu proses yang melibatkan banyak negara. Globalisasi ekonomi biasanya dikaitkan dengan proses internasionalisasi produksi, 2 perdagangan dan pasar uang. Globalisasi ekonomi merupakan suatu proses yang berada diluar pengaruh atau jangkauan kontrol pemerintah, karena proses tersebut terutama digerakkan oleh kekuatan pasar global, bukan oleh kebijakan atau peraturan yang dikeluarkan oleh sebuah pemerintah secara individu. Dalam tingkat globalisasi yang optimal arus produk dan faktor-faktor produksi (seperti tenaga kerja dan modal) lintas negara atau regional akan selancar lintas kota di dalam suatu negara atau desa di dalam suatu kecamatan. Pada tingkat ini, seorang pengusaha yang punya pabrik di Surakarta atau Jawa Tengah setiap saat bisa memindahkan usahanya ke Serawak atau tanpa halangan, baik dalam logistik maupun birokrasi yang berkaitan dengan urusan administrasi seperti izin usaha dan sebagainya. Sekarang ini tidak relevan lagi dipertanyakan negara mana yang menemukan atau membuat pertama kali suatu barang. Orang tidak tau lagi apakah lampu neon merek Philips berasal dari Belanda, yang orang tau hanyalah bahwa lampu itu dibuat oleh suatu perusahaan multinasional yang namanya Philips, dan pembuatannya bukan di Belanda melainkan di Tangerang. Banyak barang yang tidak lagi mencantumkan bendera dari negara asal melainkan logo dari perusahaan yang membuatnya. Banyak produk dari Disney bukan lagi dibuat di AS melainkan di Cina, dan dicap made in China. Sekarang ini semakin banyak produk yang komponen-komponennya di buat di lebih dari satu negara (seperti komputer, mobil, pesawat terbang, dll.). Banyak perusahaan-perusahaan multinasional mempunyai kantor pusat bukan di negara asal melainkan di pusat-pusat keuangan di negara-negara lain seperti London dan New York, atau di negara-negara tujuan pasar utamanya. Semakin menipisnya batas-batas geografi dari kegiatan ekonomi secara nasional maupun regional yang berbarengan dengan semakin hilangnya kedaulatan suatu pemerintahan negara muncul disebabkan oleh banyak hal, diantaranya menurut Halwani (2002) adalah komunikasi dan transportasi yang semakin canggih dan murah, lalu lintas devisa yang semakin bebas, ekonomi negara yang semakin terbuka, penggunaan secara penuh keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif tiap-tiap negara, metode produksi dan perakitan dengan organisasi manajemen yang semakin efisien, dan semakin pesatnya perkembangan perusahaan multinasional di hampir seantero dunia. Selain itu, penyebab-penyebab lainnya adalah semakin 2 Misalnya dalam pembuatan pesawat Boeing, lebih dari 50 negara terlibat, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang masing-masing negara membuat bagian-bagian tertentu dari pesawat tersebut. Juga untuk produksi pesawat Airbus, sejumlah negara di Eropa terlibat dalam proses pembuatannya. Contoh lainnya adalah dalam pembuatan pesawat-pesawat tempur AS seperti F-6, sejumlah negara di Asia juga terlibat seperti Taiwan dan Jepang, terutama untuk bagian elektroniknya. 3

banyaknya industri yang bersifat footloose akibat kemajuan teknologi (yang mengurangi pemakaian sumber daya alam), semakin tingginya pendapatan dunia rata-rata per kapita, semakin majunya tingkat pendidikan mayarakat dunia, ilmu pengetahuan dan teknologi di semua bidang, dan semakin banyaknya jumlah penduduk dunia. Derajat globalisasi dari suatu negara di dalam perekonomian dunia dapat dilihat dari dua indikator utama. Pertama, rasio dari perdagangan internasional (ekspor dan impor) dari negara tersebut sebagai suatu persentase dari jumlah nilai atau volume perdagangan dunia, atau besarnya nilai perdagangan luar negeri dari negara itu sebagai suatu persentase dari PDB-nya. Semakin tinggi rasio tersebut menandakan semakin mengglobal perekonomian dari negara tersebut. Sebaliknya, semakin terisolasi suatu negara dari dunia, seperti Korea Utara, semakin kecil rasio tersebut. Kedua, kontribusi dari negara tersebut dalam pertumbuhan investasi dunia, baik investasi langsung atau jangka panjang (penanaman modal asing; PMA) maupun investasi tidak langsung atau jangka pendek (investasi portofolio). Sebagai suatu negara pengekspor (pengimpor) modal neto, semakin besar investasi dari negara itu (negara lain) di luar negeri (dalam negeri), semakin tinggi derajat globalisasinya. Derajat keterlibatan dari suatu negara (negara lain) dalam investasi di negara lain (dalam negeri) bisa diukur oleh sejumlah indikator. Misalnya, untuk investasi langsung oleh rasio dari PMA dari negara tersebut (negara asing) di dalam pembentukan modal tetap bruto di negara lain (dalam negeri). Sedangkan dalam investasi portofolio diukur oleh antara lain nilai investasi portofolio dari negara tersebut (negara asing) sebagai suatu persentase dari nilai kapitalisasi dari pasar modal di negara tujuan investasi (dalam negeri), atau sebagai persentase dari jumlah arus masuk modal jangka pendek di dalam neraca modal dari negara tujuan investasi (dalam negeri). Peran dari kemajuan teknologi terhadap proses globalisasi juga diakui oleh Friedman yang mendapat penghargaan atas bukunya mengenai globalisasi (2002) yang menyatakan berikut ini: era globalisasi dibangun seputar jatuhnya biaya telekomunikasi berkat adanya mikrochip, satelit, serat optik dan internet/ Teknologi informasi yang baru ini mampu merajut dunia bersama-sama bahkan menjadi lebih erat.. Teknologi ini juga dapat memungkinkan perusahaan untuk menempatkan lokasi bagian produksi di negara yang berbeda, bagian riset dan pemasaran di negara yang berbeda, tetapi dapat mengikat mereka bersama melalui komputer dan komperensi jarak jauh seakan mereka berada disatu tempat. Demikian juga berkat kombinasi antara komputer dan telekomunikasi yang murah, masyarakat sekarang dapat menawarkan pelayanan perdagangan secara global - dari konsultasi medis sampai penulisan data perangkat lunak ke proses data pelayanan yang sesungguhnya tidak pernah dapat diperdagangkan sebelumnya. Dan mengapa tidak? Sambungan telepon untuk 3 menit pertama (dalam dolar, thn 986) antara New York dan London biayanya adalah 300 dolar di tahun 930. Sekarang hal itu hampir bebas 4

biaya melalui Internet (20a). Friedman mengatakan bahwa globalisasi memiliki definisi teknologi sendiri: komputerisasi, miniaturisasi, digitalisasi, komunikasi satelit, serat optik dan internet. Besarnya pengaruh dari kemajuan teknologi terhadap perubahan kehidupan manusia di dunia yang mendorong proses globalisasi ekonomi semakin pesat sebenarnya sudah diduga sebelumnya oleh sejumlah orang, diantaranya adalah Alvin Toffler (980). Menurutnya, akibat progres teknologi, akan terjadi kejutankejutan masa depan yang melahirkan revolusi baru. Kehidupan manusai atau kegiatan ekonomi dunia tidak lagi dipimpin oleh industri, namun informasi akan muncul sebagai penggerak pendulum. Revolusi informasi yang sarat dengan teknologi akan membawa perubahan-perubahan di dalam kehidupan manusia sehari-hari yang jauh lebih radikal daripada revolusi industri yang memerlukan waktu, biaya, lahan, dan pasar yang besar. Toffler mengatakan bahwa revolusi informasi yang dipicuh oleh kemajuan teknologi, khususnya teknologi informasi, akan membawa wajah baru, yakni masyarakat global lantaran kaburnya batas-batas wilayah dan negara. Pada tahun 990-an, muncul seorang futurolog baru bernama John Naisbitt yang lebih rinci dalam memetakan wajah dunia ke depan dalam publikasinya yang sangat terkenal: Megatrend Asia 2000. Naisbitt meramalkan bahwa akibat perubahan-perubahan super cepat di Asia, yang didorong oleh kemajuan teknologi dan sumber daya manusia (SDM) di kawasan tersebut, pada abad ke 2 akan terjadi pergeseran dalam pusat kegiatan ekonomi dunia dari AS dan Eropa ke Asia, khususnya Asia Tenggara dan Timur. Walaupun dalam kenyataannya, pergeseran tersebut tidak terjadi, atau paling tidak tertunda untuk sementara waktu akibat terjadinya krisis ekonomi di Asia pada tahun 997/98. Secara garis besar, Toffler dan Naisbitt mempunyai beberapa kesamaan dalam meramal dunia di masa depan, diantaranya adalah bahwa kemajuan teknologi dan ilmu pengetahun merupakan motor penggerak utama proses globalisasi ekonomi. Perubahan radikal pada teknologi juga telah menciptakan perubahan pada politik, sosial dan budaya. Mereka juga sependapat bahwa masyarakat dunia dewasa ini sedang memasuki era masyarakat informasi yang beralih dari masyarakat industri. Artinya adalah bahwa masyarakat tidak bisa lagi menutup diri dari luar karena teknologi informasi mampu menembus batas-batas wilayah kekuatan negara Pengaruh radikal dari kemajuan teknologi terhadap kehidupan masyarakat saat ini terutama sangat ketara sekali pada kegiatan bisnis sehari-hari atau produk-produk yang dihasilkan. Misalnya, fitur hand phone (HP) hampir setiap saat berganti sehingga HP menjelma menjadi alat bertukar informasi melalui teknologi Internet ataupun SMS, berfungsi sebagai games, kamera digital dan fungsifungsi lainnya. Kemampuan komputer beserta program-programnya semakin canggih. Perubahan teknologi yang sangat pesat sekarang ini juga telah mempengaruhi agro industri yang semakin tumbuh kencang dengan varian-varian hasil produk, baik melalui rekayasa genetika maupun akibat penemuan-penemuan varietas unggul. Demikian juga dalam sektor kesehatan, produk-produknya juga mengalami revolusi dengan 5

banyak ditemukan jenis-jenis obat (supplement) baru yang memungkinkan manusia lebih sehat atau lebih panjang usianya (Halwani, 2002). Pada gilirannya, perubahan di sisi suplai (produksi) tersebut telah membuat perubahan di sisi permintaan sesuai fenomena supply creates its own demand: perilaku konsumen semakin bervariatif mengikuti pilihan produk yang semakin kompetitif. Perubahan pola konsumen telah terjadi tidak hanya di negara-negara maju tetapi juga di NSB; tidak hanya di daerah perkotaan tetapi juga di daerah perdesaan atau pedalaman. Walaupun tidak ada data empiris yang bisa mendukung, tetapi dapat diduga bahwa jumlah penduduk di perdesaan di yang sudah pernah minum coca cola sekarang ini jauh lebih banyak dibandingkan pada awal tahun 970an; demikian juga jumlah penduduk di perdesaan yang memiliki HP saat ini jauh lebih banyak dibandingkan pada awal tahun 990-an. Bahkan banyak orang yang membeli HP atau rutin menggantinya dengan seri baru bukan karena perlu tetapi karena mengikuti trend yang sangat dipengaruhi oleh reklame dan pergaulan. Jadi benar apa yang dikatakan oleh Anthony Giddens (200) bahwa globalisasi saat ini telah menjadi wacana baru yang menelusup ke seluruh wilayah kehidupan baik di perkotaan maupun perdesaan. Globalisasi telah memberi perubahan yang radikal dalam semua aspek kehidupan, mulai dari sosial, budaya, politik, ekonomi, hingga gaya hidup sehari-hari. Dalam komunikasi juga sangat nyata sekali pengaruh dari kemajuan teknologi yang jangkauannya sudah menyebar dan melewati batas-batas negara yang semakin mempersempit dunia. Seiring dengan kemajuan teknologi komunikasi, semakin mudah pula masyarakat untuk mengaksesnya. Misalnya, dapat diduga bahwa saat ini jumlah orang di yang bisa akses ke siaran CNN atau FOX jauh lebih banyak dibandingkan pada akhir dekade 80-an. Jumlah orang yang bisa melihat siaran langsung perang Irak II pada pertengahan tahun 2003 diperkirakan jauh lebih banyak dibandingkan pada saat perang Irak I (Perang Teluk) pada awal tahun 990-an. Contoh lainnya, menurut Giddens (200), sebelum ada teknologi Internet, diperlukan waktu 40 tahun bagi radio di AS untuk mendapatkan 50 juta pendengar. Sedangkan dalam jumlah yang sama diraih oleh komputer pribadi (PC) dalam 5 tahun. Setelah ada teknologi Internet, hanya diperlukan waktu 4 tahun untuk menggaet 50 juta warga AS. Faktor pendorong kedua yang membuat semakin kencangnya arus globalisasi ekonomi adalah semakin terbukanya sistem perekonomian dari negara-negara di dunia baik dalam perdagangan, produksi maupun investasi/keuangan. Fukuyama (999) menegaskan bahwa dewasa ini baik negara-negara maju maupun NSB cenderung mengadopsi prinsip-prinsip liberal dalam menata ekonomi dan politik domestik mereka. Seperti yang dapat dikutip dari Friedman (2002), Ide dibelakang globalisasi yang mengendalikannya adalah kapitalisme bebas semakin Anda membiarkan kekuatan pasar berkuasa dan semakin Anda membuka perekonomian Anda bagi perdagangan bebas dan kompetisi, perekonomian Anda akan semakin efisien dan berkembang pesat. Globalisasi berarti penyebaran kapitalisme pasar bebas ke setiap negara di dunia. 6

Karenanya globalisasi juga memiliki aturan perekonomian tersendiri peraturan yang bergulir seputar pembukaan, deregulasi, privatisasi perekonomian Anda, guna membuatnya lebih kompetitif dan atraktif bagi investasi luar negeri. (halaman 9). Menurut catatan dari Friedman (2002), pada tahun 975, di puncak Perang Dingin, hanya 8% dari negara di seluruh dunia yang mempunyai rezim kapitalis pasar bebas. Sampai tahun 997, jumlah negara dengan rezim perekonomian liberal menjadi 28%. Jadi, dapat dikatakan bahwa faktor pendorong kedua ini dipicu, kalau tidak bisa dikatakan dipaksa oleh penerapan liberalisasi perdagangan dunia dalam konteks WTO atau pada tingkat regional seperti AFTA, UE dan NAFTA. Dalam kata lain, liberalisasi perdagangan dunia mempercepat laju dari proses globalisasi ekonomi. Dapat diprediksi bahwa pada tahun 2020 nanti, tahun di mana semua negara di dunia sudah harus menerapkan kebijakan tarif impor dan subsidi ekspor nol, derajat dari globalisasi ekonomi akan jauh lebih tinggi daripada saat ini. Faktor pendorong ketiga adalah mengglobalnya pasar uang yang prosesnya berlangsung berbarengan dengan keterbukaan ekonomi dari negara-negara di dunia (penerapan sistem perdagangan bebas dunia). Sebenarnya faktor ketiga ini dengan faktor kedua di atas saling terkait, atau tepatnya saling mendorong satu sama lainnya: semakin mengglobal pasar finansial membuat semakin mudah dan semakin besar volume kegiatan ekonomi antarnegara; sebaliknya semakin liberal sistem perekonomian dunia semakin mempercepat proses globalisasi finansial karena semakin besar kebutuhan pendanaan bagi kegiatankegiatan produksi dan investasi. Dampak dari globalisasi ekonomi terhadap perekonomian suatu negara bisa positif atau negatif, tergantung pada kesiapan negara tersebut dalam menghadapi peluang-peluang maupun tantangan-tantangan yang muncul dari proses tersebut. Secara umum, ada empat (4) wilayah yang pasti akan terpengaruh, yakni :. Ekspor. Dampak positifnya adalah ekspor atau pangsa pasar dunia dari suatu negara meningkat; sedangkan efek negatifnya adalah kebalikannya: suatu negara kehilangan pangsa pasar dunianya yang selanjutnya berdampak negatif terhadap volume produksi dalam negeri dan pertumbuhan produk domestiik bruto (PDB) serta meningkatkan jumlah pengangguran dan tingkat kemiskinan. Dalam beberapa tahun belakangan ini ada kecenderungan bahwa peringkat di pasar dunia untuk sejumlah produk tertentu yang selama ini diunggulkan, baik barang-barang manufaktur seperti tekstil, pakaian jadi dan sepatu, maupun pertanian (termasuk perkebunan) seperti kopi, cokelat dan bijibijian, terus menurun relatif dibandingkan misalnya Cina dan. Ini tentu suatu pertanda buruk yang perlu segera ditanggapi serius oleh dunia usaha dan pemerintah. Jika tidak, bukan suatu yang mustahil bahwa pada suatu saat di masa depan akan tersepak dari pasar dunia untuk produk-produk tersebut. 7

2. Impor. Dampak negatifnya adalah peningkatan impor yang apabila tidak dapat dibendung karena daya saing yang rendah dari produk-produk serupa buatan dalam negeri, maka tidak mustahil pada suatu saat pasar domestik sepenuhnya akan dikuasai oleh produk-produk dari luar negeri. Dalam beberapa tahun belakangan ini ekspansi dari produk-produk Cina ke pasar domestik, mulai dari kunci inggris, jam tangan tiruan hingga sepeda motor, semakin besar. Ekspansi dari barang-barang Cina tersebut tidak hanya ke pertokoan-pertokoan moderen tetapi juga sudah masuk ke pasar-pasar rakyat dipingir jalan. 3. Investasi. Liberalisasi pasar uang dunia yang membuat bebasnya arus modal antarnegara juga sangat berpengaruh terhadap arus investasi neto ke. Jika daya saing investasi rendah, dalam arti iklim berinvestasi di dalam negeri tidak kondusif dibandingkan di negara-negara lain, maka bukan saja arus modal ke dalam negeri akan berkurang tetapi juga modal investasi domestik akan lari dari yang pada aknirnya membuat saldo neraca modal di dalam neraca pembayaran negatif. Pada gilirannya, kurangnya investasi juga berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan produksi dalam negeri dan ekspor. Seperti telah di bahas sebelumnya, sejak krisis ekonomi 997/98, arus PMA ke relatif berkurang dibandingkan ke negara-negara tetangga; bahkan di dalam kelompok ASEAN, menjadi negara yang paling tidak menarik untuk PMA karena berbagai hal, mulai dari kondisi perburuan yang tidak lagi menarik investor asing, masalah keamanan dan kepastian hukum, hingga kurangnya insentif, terutama insentif fiskal bagi investasi-investasi baru. Sebaliknya,, sebagai suatu contoh, menjadi sangat menarik bagi investor asing karena tidak hanya tenaga kerjanya sangat disiplin dan murah, juga pemerintah memberikan tax holiday bagi investasi-investasi baru. 4. Tenaga kerja. Dampak negatifnya adalah membanjirnya tenaga ahli dari luar di, dan kalau kualitas sumber daya manusia (SDM) tidak segera ditingkatkan untuk dapat menyaingi kualitas SDM dari negara-negara lain, tidak mustahil pada suatu ketika pasar tenaga kerja atau peluang kesempatan kerja di dalam negeri sepenuhnya dikuasai oleh orang asing. Sementara itu, tenaga kerja (TKI) semakin kalah bersaing dengan tenaga kerja dari negara-negara lain di luar negeri. Juga tidak mustahil pada suatu ketika TKI tidak lagi diterima di, atau Taiwan dan digantikan oleh tenaga kerja dari negara-negara lain seperti, India dan yang memiliki keahlian lebih tinggi dan tingkat kedisiplinan serta etos kerja yang lebih baik dibandingkan TKI. Keempat jenis dampak tersebut secara bersamaan akan menciptakan suatu efek yang sangat besar dari globalisasi ekonomi dunia terhadap perekonomian dan kehidupan sosial di setiap negara yang ikut berpartisipasi di dalam prosesnya, termasuk. Lebih banyak pihak yang berpendapat bahwa globalisasi ekonomi akan lebih merugikan daripada menguntungkan negara sedang berkembang (NSB) 8

seperti. Seperti misalnya pendapat yang pesimis mengenai globalisasi dari Khor (2002) sebagai berikut: Globalisasi adalah suatu proses yang sangat tidak adil dengan distribusi keuntungan maupun kerugian yang juga tidak adil. Ketidakseimbangan ini tentu saja akan menyebabkan pengkutuban antara segelintir negara dan kelompok yang memperoleh keuntungan, dan negara-negara maupun kelompok yang kalah atau termajinalisasi. Dengan demikian, globalisasi, pengkutuban, pemusatan kesejahteraan dan marjinalisasi merupakan rentetan peristiwa menjadi saling terkait melalui proses yang sama. Dalam proses ini, sumber-sumber investasi, pertumbuhan dan teknologi moderen terpusat pada sebagian kecil (terutama negara-negara Amerika Utara, Eropa, Jepang dan negara-negara industri baru (NICs) di Asia Timur). Majoritas NSB tidak tercakup dalam proses globalisasi atau ikut berpartisipasi namun dalam porsi yang sangat kecil dan acapkali berlawanan dengan kepentingannya, misalnya liberalisasi impor dapat menjadi ancaman bagi produsen-produsen domestik mereka dan liberalisasi moneter dapat menyebabkan instabilitas moneter dalam negeri (hal.8). Masih menurut Khor, Manfaat dan biaya liberalisasi perdagangan bagi NSB menimbulkan persoalan yang kian kontroversial. Pandangan kontroversial bahwa liberalisasi perdagangan merupakan sesuatu yang penting dan secara otomatif atau pada umumnya memiliki dampak-dampak positif bagi pembangunan dipertanyakan kembali secara empiris maupun analitis. Kini saatnya meneliti sejarahnya dan merumuskan berbagai pendekatan yang tepat bagi kebijakan perdagangan di NSB. (hal.32). Dengan demikian, Khor (2002) berpendapat bahwa globalisasi ekonomi mempengaruhi berbagai kelompok negara secara berbeda. Secara umum, menurutnya, dampak dari proses ini dapat dikelompokkan ke dalam tiga grup negara. Grup pertama adalah sejumlah kecil negara yang mempelopori atau yang terlibat secara penuh dalam proses ini mengalami pertumbuhan dan perluasan kegiatan ekonomi yang pesat, yang pada umumnya adalah negara-negara maju. Grup kedua adalah negara-negara yang mengalami pertumbuhan ekonomi yang sedang dan fluktuatif, yakni negara-negara yang berusaha menyesuaikan diri dengan kerangka globalisasi ekonomi atau liberalisasi perdagangan dan investasi. Misalnya negara-negara dari kelompok NSB yang tingkat pembangunan/kemajuan industrinnya sudah mendekati tingkat dari negara-negara industri maju. Grup ketiga adalah negara-negara yang termarjinalisasikan atau yang sangat dirugikan karena ketidakmampuan mengatasi tantangan-tantangan yang muncul dari proses tersebut dan persoalan-persoalan pelik yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan globalisasi ekonomi seperti harga-harga komoditas primer yang rendah dan fluktuatif serta hutang luar negeri. Grup ini didominasi oleh NSB terutama di Afrika, Asia Selatan (terkecuali India) dan beberapa negara di Amerika Latin (tidak termasuk negara-negara yang cukup berhasil seperti Brazil, Argentina, Chile dan Meksiko). Perkiraan bahwa sebagian besar dari NSB, terutama di tiga wilayah tersebut di atas termarjinalisasikan dalam proses globalisasi ekonomi bukan sesuatu tanpa alasan kuat. Data deret waktu dari UNCTAD 9

menunjukkan bahwa dalam empat (4) dekade terakhir, pangsa NSB di dalam ekspor dunia menurun secara konstan dari 3,06% pada tahun 954 ke 0,42% pada tahun 998. Laju penurunannya lebih dalam periode 960-an dan 970-an. Data UNCTAD tidak hanya membedakan antara negara-negara maju (developed countries) dengan NSB, tetapi di dalam kelompok NSB itu sendiri dibedakan antara yang sudah maju (developing countries) seperti NICs,,,, India, Cina, Pakistan, Israel di Asia dan Brasil, Argentina, Chile dan Meksiko di Amerika Latin, dan negara-negara yang terbelakang dalam tingkat pembangunan/industrialisasinya (least developed countries) yang didominasi terutama oleh negaranegara miskin di Afrika dan Asia Selatan. NSB dari katetori least developed countries paling kecil pangsa pasar dunianya, dan dalam 4 dekade terakhir ini menunjukkan suatu tren yang menurun yang mengindikasikan bahwa kelompok ini semakin termarjinalisasikan. Daya Saing Global versi World Economic Forum (WEF) Tahun ini The Global Competitiveness Report 2007-2008 dari World Economic Forum (WEF) menunjukkan bahwa tingkat daya saing berada pada peringkat ke 54 dari 3 negara yang masuk di dalam sampel survei, dibandingkan peringkat ke 50 dari 25 negara yang disurvei untuk laporan periode 2006-2007 (Tabel ). 3 Tabel : Peringkat Indeks Daya Saing Global (GCI) No 2007-2008 2006-2007 2005-2006 2 3 4 5 6 7 8 9 0 Amerika Serikat Swiss Denmark Sweden Jerman Finlandia Jepang Inggris Belanda Swiss Finlandia Sweden Denmark Amerika Serikat Jepang Jerman Belanda Inggris Amerika Serikat Finlandia Denmark Swiss Jerman Sweden Taiwan, China Inggris Jepang (54) (50) (69) Sumber: WEF (2007, 2006, 2005) Daya saing dalam pengertian WEF ini adalah daya saing suatu negara/ekonomi, bukan daya saing suatu produk. Tentu daya saing yang tinggi dari suatu negara akan sangat membantu daya saing dari produkproduk dari negara tersebut; namun demikian daya saing suatu produk juga ditentukan oleh sejumlah faktor 3 Dalam melakukan survei, WEF bermitra dengan sebuah lembaga di masing-masing negara, dan di bermitra dengan Kadin sejak 996 yang kegiatan surveinya dilakukan oleh Tulus Tambunan hingga saat ini. Untuk laporan 2007-2008 ini, survei di dilakukan pada tahun 2007 dan yang disurvei adalah pengusaha/pimpinan perusahaan/manajer/ceo lebih dari 200 perusahaan dari semua skala usaha di semua sektor ekonomi di hampir semua propinsi di tanah air.. 0

baik internal seperti nilai tukar (walaupun pergerakan nilai tukar tidak sepenuhnya internal), tingkat suku bunga yang mempengaruhi biaya produksi/investasi, produktivitas, dll. dan eksternal seperti struktur pasar global. Metodologi yang digunakan oleh WEF untuk menentukan daya saing global sebuah negara adalah suatu kombinasi antara analisis data sekunder dan data primer yang meliputi sejumlah aspek (lihat pembahasan di bawah) yang secara teoritis dianggap sangat berpengaruh terhadap tingkat daya saing suatu negara/ekonomi, dan dalam penghitungan dengan rumus-rumus tertentu masing-masing aspek/faktor tersebut diberi bobotbobot tertentu yang besarannya didasarkan pada `signifikansi dari pengaruh dari aspek bersangkutan. Data sekunder diambil dari Biro Pusat Statistik (BPS) dan sumber-sumber lainnya, sedangkan data primer adalah hasil survei dari pengusaha-pengusaha seperti yang telah dijelaskan di atas, disebut Executive Opinion Survey. Ada tiga kolompok faktor yang menentukan tingkat daya saing sebuah negara (Gambar ). Pertama, persyaratan-persyaratan dasar seperti kelembagaan, infrastruktur, kondisi ekonomi makro dan tingkat pendidikan serta kesehatan masyarakat. Faktor-faktor ini dianggap sebagai motor utama penggerak proses/pertumbuhan ekonomi. Secara empiris, faktor-faktor ini sudah terbukti berkorelasi positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Kelompok kedua adalah faktor-faktor yang bisa meningkatkan efisiensi (atau produktivitas) ekonomi seperti pendidikan tinggi dan pelatihan (kualitas sumber daya manusia), kinerja pasar yang efisien, dan kesiapan teknologi di tingkat nasional maupun perusahaan secara individu. Kelompok ketiga adalah faktor-faktor inovasi dan kecanggihan proses produksi di dalam perusahaan yang secara bersama menentukan tingkat inovasi suatu negara. Tabel 2 menunjukkan posisi untuk ketiga kelompok faktor tersebut. Untuk persyaratanpersyaratan dasar yang merupakan faktor-faktor kunci penggerak ekonomi, posisi relatif memburuk dari 68 (2006-2007) menjadi 82 (2007-2008). Untuk faktor-faktor kunci peningkatan efisiensi, peringkat 37 dibandingkan 50 setahun yang lalu. Sedangkan untuk faktor-faktor yang menentukan kemampuan suatu negara membuat inovasi, juga sedikit lebih baik, di 34 dibandingkan 4 untuk periode 2006-2007. Dari kelompok faktor-faktor persyaratan dasar, posisi tidak bagus, karena berada di luar 50% pertama dari jumlah negara yang disurvei. Untuk kualitas kelembagaan, jumlah dan kualitas infrastruktur, stabilitas ekonomi makro, dan kesehatan dan pendidikan primer masyarakat, peringkat memburuk tahun ini dibandingkan periode sebelumnya (Tabel 3). Dari kelompok faktor-faktor penggerak efisiensi, posisi tidak tidak tambah bagus, terkecuali untuk luas pasar karena jumlah penduduk sangat besar maka dengan sendirinya skornya termasuk bagus. Tentu untuk luas pasar, tidak bisa dengan sendirinya berada pada peringkat pertama, atau

kedua, atau lebih baik daripada 5, karena pendapatan per kapita juga merupakan faktor penting penentu pasar, yang mana masih jauh lebih rendah dibandingkan misalnya, dan (Tabel 4). Gambar : Tiga Kelompok Faktor Utama Penentu Daya Saing Negara versi M. Porter Sumber: WEF (2007) Tabel 2: Tiga Sub-indeks dari GCI Periode Persyaratan dasar Efisiensi Inovasi 2006-007 2007-008 68 82 50 37 Tabel 3: Empat Sub-indeks dari Persyaratan Dasar, Periode Kelembagaan Infrastruktur Stabilitas ekonomi makro Kesehatan & pendidikan primer 2006-007 2007-008 52 63 89 9 57 89 72 78 Tabel 4: Empat Sub-indeks dari Penggerak Efisiensi, Periode Pendidikan tinggi & pelatihan Efisiensi pasar Kesiapan teknologi Luas pasar 2006-007 2007-008 53 65 27 -pasar barang: 23 -pasar buruh: 3 -pasar keuangan: 50 (kecanggihan) 72 75-5 Untuk inovasi dan kecanggihan bisnis, posisi memang masih di dalam 50% pertama dari jumlah negara yang disurvei (Tabel 5). Namun demikian, keadaan masih termasuk buruk. Hal ini 4 34 2

didasarkan pada pertimbangan bahwa adalah sebuah negara besar dengan potensi sumber daya manusia (SDM) yang sangat besar, yang berarti seharusnya harus lebih unggul dibandingkan misalnya dalam kemampuan membuat berbagai inovasi. Tabel 5: Dua Sub-indeks dari Inovasi, Periode Kecanggihan Bisnis Inovasi 2006-007 2007-008 42 33 37 4. Lebih jelasnya, berada di posisi ke 5 dibandingkan misalnya Malasyia pada peringkat 22 atau pada peringkat 23 dalam hal kemampuan melakukan sendiri inovasi. Peringkat pertama dipegang oleh Jerman. Di dalam kelompok ASEAN,, dan lebih baik dibandingkan (Gambar 2). Hasil survei ini tentu sangat memprihatinkan, karena kemampuan inovasi merupakan salah satu atau mungkin faktor kunci terpenting dalam menentukan kemampuan suatu negara untuk bisa unggul di dalam persaingan di pasar global saat ini, dan terlebih lagi di masa depan. Gambar 2: Kapasitas untuk Inovasi 3 60 56 5 4 23 22 Jerman 0 20 40 60 80 00 20 Kemampuan suatu negara melakukan inovasi tercerminkan oleh kemampuan melakukan inovasi dari perusahaan-perusahaan dan lembaga-lembaga penelitian dan universitas di negara itu. Kemampuan suatu perusahaan melakukan sendiri inovasi, baik produk maupun proses, ditentukan oleh sejumlah faktor, termasuk besarnya pengeluaran atau anggaran yang khusus disiapkan perusahaan untuk membiayai kegiatan-kegiatan pengembangan dan penelitian (atau R&D) di dalam perusahaan. Sedangkan kemampuan lembaga-lembaga R&D melakukan inovasi mencerminkan kualitas dari lembaga-lembaga tersebut. Hipotesisnya sangat sederhana: semakin banyak inovasi bisa dihasilkan oleh sebuah lembaga R&D berarti semakin bagus kualitasnya; atau, kebalikannya, semakin bagus kualitas dari suatu universitas semakin banyak inovasi yang dihasilkannya. Selain itu, hubungan yang erat atau kerjasama yang baik antara 3

lembaga-lembaga R&D (atau universitas) dan dunia usaha, di satu sisi, dan kualitas yang tinggi dari lembaga-lembaga R&D, di sisi lain, membuat semakin besar kemampuan perusahaan-perusahaan melakukan inovasi. Untuk kualitas dari lembaga-lembaga R&D dan besarnya pengeluaran perusahaan untuk membiayai kegiatan R&D di dalam perusahaan, dan di dalam kelompok ASEAN, posisi dibawah dan dan peringkat pertama dipegang oleh Swiss (Gambar 3 dan Gambar 4). Sedangkan untuk kerjasama antara dunia usaha dan akademis, posisi lebih buruk dan di dalam kelompok ASEAN berada di bawah selain dua negara anggota yang sama tersebut juga dibawah. Salah satu contoh dari kerjasama dalam kegiatan R&D yang erat antara dunia akademis dan dunia usaha yang sangat dikenal di dunia adalah di Amerika Serikat (AS), dan memang dalam laporan WEF ini, AS berada pada posisi pertama (Gambar 5). Gambar 3: Kualitas dari Lembaga R&D 8 94 85 45 28 7 3 Swiss 0 20 40 60 80 00 20 40 Gambar 4: Pengeluaran Perusahaan untuk R&D 66 57 53 43 27 0 Swiss 0 0 20 30 40 50 60 70 Dua isu lainnya yang juga menjadi perhatian besar dari survei WEF yang juga sangat erat kaitannya dengan kemampuan negara atau perusahaan melakukan inovasi adalah kemampuan perusahaan menyerap 4

teknologi dan ketersediaan teknologi baru di dalam negeri. Untuk isu pertama itu, posisi di dalam kelompok ASEAN sangat buruk, hanya di atas (Gambar 6). Sedangkan untuk isu kedua tersebut, di dalam kelompok ASEAN, dibawah, dan (Gambar 7).. Gambar 5: Kerjasama antara Universitas dan Perusahaan 93 78 67 64 28 6 7 AS 0 0 20 30 40 50 60 70 80 90 00 Gambar 6: Kemampuan perusahaan menyerap teknologi 02 67 52 44 46 5 9 Iceland 0 20 40 60 80 00 20 Gambar 7: Ketersediaan teknologi baru 04 84 58 5 4 22 2 Sweden 0 20 40 60 80 00 20 5

Salah satu faktor penting dari persyaratan-persyaratan dasar untuk menggerakkan ekonomi atau mendorong pertumbuhan ekonomi adalah kelembagaan. Seperti yang telah diperlihatkan di Tabel 3, untuk kelembagaan, berada pada peringkat ke 63. Dari aspek kelembagaan, ada sejumlah isu yang disurvei oleh WEF, diantaranya: (a) hak kekayaan (apakah didefinisikan secara baik dan dilindungi oleh undang-undang), (b) perlindungan kekayaan intelektual (apakah perlindungannya kuat dan dijalankan sepenuhnya), (c) kepercayaan masyarakat terhadap kejujuran pejabat dalam hal keuangan, dan (d) kemandirian judisial (dari pengaruh politik dari pejabat pemerintah, masyarakat dan perusahaan). Untuk kelima isu tersebut, seperti hal-hal lainnya, tidak pada posisi teratas dalam kelompok ASEAN (Gambar 8 s/d ). Gambar 8: Hak Kekayaan 5 79 75 50 23 5 Jerman 0 20 40 60 80 00 20 40 Gambar 9: Perlindungan Kekayaan Intelektual 2 0 90 87 44 25 5 Jerman 0 20 40 60 80 00 20 6

Gambar 0: Kepercayaan Masyarakat terhadap Pejabat 2 9 67 60 63 52 8 0 20 40 60 80 00 20 40 Gambar : Kemandirian Judisial 8 98 85 73 43 30 9 Jerman 0 20 40 60 80 00 20 40 Salah satu yang menarik dari hasil survey perushaaan-perusahaan ini adalah mengenai permasalahanpermasalahan utama yang dihadapi pengusaha-pengusaha di. Seperti yang dapat dilihat di Gambar 2, hasil survei 2006-2007 menunjukkan bahwa menurut 20% dari 23 pengusaha yang mengisih daftar pertanyaan, masalah paling besar adalah keterbatasan infrastruktur. Mereka pada umumnya mengatakan bahwa kualitas jalan raya, transportasi, kereta api, dan fasilitas telekomunikasi serta listrik dibawah nilai rata-rata, yang artinya buruk. Kelompok kedua dan ketiga, masing-masing hampir 5% mengatakan bahwa masalah bisnis terbesar adalah birokrasi pemerintah yang tidak efisien yang mengakibatkan biaya tinggi dan ketidakstabilan politik. Gambaran ini relatif tidak terlalu beruba dengan hasil survei 2007-2008, khususnya dalam dua persoalan terbesar. Seperti yang ditunjukkan di Gambar 3, infrastruktur yang buruk (dalam arti kuantitas terbatas dan kualitas buruk) tetap pada peringkat pertama, dan birokrasi pemerintah yang tidak efisien pada peringkat kedua. Jika dalam survei tahun lalu keterbatasan 7

akses keuangan tidak merupakan suatu problem serius, hasil survei tahun ini masalah itu berada di peringkat ketiga. Gambar 2: Masalah-masalah utama dalam melakukan bisnis di, 2006-2007 Memang opini pribadi dari para pengusaha yang masuik di dalam sampel survei mengenai buruknya infrastruktur di dalam negeri selama ini sejalan dengan kenyataan bahwa selalu berada di peringkat rendah, bahkan terendah di dalam kelompok ASEAN. Seperti yang dapat dilihat di Gambar 4, berada di posisi 02, satu poin lebih rendah daripada. Jika dalam survei WEF selama beberapa tahun berturut-turut belakangan ini menempatkan pada posisi sangat buruk untuk infrastruktur, ini berarti memang kondisi infrastruktur di dalam negeri sangat memprihatinkan. Padahal, salah satu penentu utama keberhasilan suatu negara untuk dapat bersaing di dalam era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini dan di masa depan adalah jumlah dan kualitas infrastruktur yang mencukupi. Buruknya infrastruktur dengan sendirinya meningkatkan biaya produksi yang pada akhirnya menurunkan daya saing harga dengan konsukwensi ekspor menurun. Konsukwensi lainnya adalah menurunnya niat 8

investor asing (atau PMA) untuk membuka usaha di dalam negeri, dan ini pasti akan berdampak negatif terhadap produksi dan ekspor di dalam negeri. Gambar 3: Masalah-masalah utama dalam melakukan bisnis di, 2007-2008 Kriminal & pencurian 0.5 Etik kerja TK buruk Pajak terlalu besar Pemerintah yang tidak stabil.8 2 2.2 Regulasi uang asing Korupsi 3.7 4.2 Inflasi Keterbatasan tenaga kerja terdidik 5.5 5.6 Regulasi perpajakan tidak kondusif 8 Peraturan ketenaga kerjaan yang restriktif 8.5 Kebijakan tidak stabil Akses terbatas untuk pendanaan 0.7 0.8 Birokrasi tidak efisien 6. Infrastruktur buruk 20.5 0 5 0 5 20 25 Sumber: (WEF, 2007) Gambar 4: Kualitas Infrastruktur 02 0 90 83 28 8 3 Swiss 0 20 40 60 80 00 20 9

Daftar Pustaka Friedman, Thomas L. (2002), Memahami Globalisasi. Lexus dan Pohon Zaitun, Penerbit ITB. Fukuyama, Francis (999), The End of History and The Last Man. Kemenangan Kapitalisme dan Demokrasi Liberal, Edisi Baru, Penerbit Qalam. Giddens, Anthony (200), Runaway World-Bagaimana Globalisasi Merombak Kehidupan Kita, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Halwani, R. Hendra (2002), Ekonomi Internasional dan Globalisasi Ekonomi, Jakarta: Penerbit Ghalia. Khor, Martin(2002), Globalisasi & krisis Pembangunan Berkelanjutan, Seri Kajian Global, Yogyakarta, Cindelaras Pustaka Rakyat Cerdas. Naisbitt, John (997), Megatrends Asia 2000, London: Nicholas Brealey Publishing. Porter, M.E. (980), Competitive Strategy, New York: Free Press. Porter, M.E. (998a), The Competitive Advantage of Nations: With a New Introduction, New York: The Free Press. Porter, M.E. (998b), On Competition, Boston: Harvard Business School Press.WEF (2004), The Global Competitiveness Report 2004-2005, Oxford University Press. Tambunan, Tulus (2004), Globalisasi dan Perdagangan Internasional, Jakarta: Ghalia. Tambunan, Tulus (2006), Perekonomian Sejak Orde Lama hingga Pasca Krisis, Jakarta: Pustaka Quantum. Toffler, Alvin (980), Future Shock, London: Pan Book Ltd. WEF (2005), The Global Competitiveness Report 2005-2006, Geneva: World Economic Forum WEF (2006), The Global Competitiveness Report 2006-2007, Geneva: World Economic Forum WEF (2007), The Global Competitiveness Report 2007-2008, Geneva: World Economic Forum 20