Evaluasi Mutu Pelayanan Di Apotek Komunitas Kota Kendari Berdasarkan Standar Pelayanan Kefarmasian

dokumen-dokumen yang mirip
Medula Vol. 2 No. 1 Oktober 2014 ISSN

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PASIEN TERHADAP PELAYANAN KAMAR OBAT PUSKESMAS KABUPATEN JEPARA TAHUN 2017

TINGKAT KEPUASAN PASIEN TERHADAP PELAYANAN OBAT DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN MERTOYUDAN KABUPATEN MAGELANG

PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN APOTEK DI WILAYAH KOTA BANJARMASIN

EVALUASI PELAYANAN APOTEK BERDASARKAN INDIKATOR PELAYANAN PRIMA DI KOTA MAGELANG PERIODE 2016

EVALUASI STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KOTA SALATIGA TAHUN 2011 SESUAI PERUNDANGAN YANG BERLAKU NASKAH PUBLIKASI

ABSTRAK KUALITAS PELAYANAN RESEP DI APOTEK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH HADJI BOEDJASIN PELAIHARI

Diarti, et al, Studi Kualitas Pelayanan Apotek Ditinjau dari Tingkat Kepuasan Konsumen...

BAB I PENDAHULUAN. sarana pelayanan kefarmasian oleh apoteker (Menkes, RI., 2014). tenaga teknis kefarmasian (Presiden, RI., 2009).

Natural Science: Journal of Science and Technology ISSN-p : Vol 6(2) : (Agustus 2017) ISSN-e :

PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PELAYANAN APOTEK DI KOTA RANAI KECAMATAN BUNGURAN TIMUR KABUPATEN NATUNA NASKAH PUBLIKASI

PENGARUH PELATIHAN TERHADAP PELAYANAN OBAT DENGAN RESEP OLEH APOTEKER DI APOTEK WILAYAH KOTA DENPASAR

PROFIL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN KEPUASAN KONSUMEN APOTEK DI KECAMATAN ADIWERNA KOTA TEGAL. Bertawati

TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP PELAYANAN RESEP DI APOTEK KIMIA FARMA 286 PADANG ASRI

Evaluasi Mutu Pelayanan Kategori Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan Informasi Obat Di Salah Satu Puskesmas Di Kecamatan Tampan Pekanbaru

Pengaruh Mutu Pelayanan Terhadap Tingkat Kepuasan Konsumen Apotek Non Praktek Dokter di Kuta Utara

Lampiran 1. Daftar Tilik Mutu Pelayanan Kefarmasian DAFTAR TILIK

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan kepada masyarakat dan memiliki peran sangat strategis dalam

PERSEPSI KONSUMEN APOTEK TERHADAP PELAYANAN APOTEK DI TIGA KOTA DI INDONESIA

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN INSTALASI FARMASI DI RSUD PARE MENGGUNAKAN METODE SERVQUAL

PEMETAAN PERAN APOTEKER DALAM PELAYANAN KEFARMASIAN TERKAIT FREKUENSI KEHADIRAN APOTEKER DI APOTEK DI SURABAYA TIMUR. Rendy Ricky Kwando, 2014

ANALISIS KEPUASAN PASIEN TERHADAP STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS SEMPAJA SAMARINDA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN DENGAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN APOTEK DI KABUPATEN REMBANG KOTA REMBANG NASKAH PUBLIKASI

ANALISIS KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN DALAM PELAYANAN KEFARMASIAN DI INSTALASI FARMASI RSUP PROF. Dr. R. D. KANDOU MANADO

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP PELAYANAN RESEP PASIEN JAMKESMAS DI RUMAH SAKIT DI DAERAH WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI.

MOTIVASI KONSUMEN TERHADAP LAYANAN INFORMASI DAN KONSULTASI OBAT DI APOTEK KOTA YOGYAKARTA

KEPUASAN PASIEN TERHADAP PELAYANAN RESEP DI APOTEK KOPKAR RUMAH SAKIT BUDHI ASIH JAKARTA

PERANAN APOTEKER DALAM PEMBERIAN INFORMASI OBAT DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH HAJI ANDI SULTHAN DAENG RADJA KABUPATEN BULUKUMBA

PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PERAN APOTEKER DALAM PELAYANAN INFORMASI OBAT TANPA RESEP DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN MAGELANG TENGAH KOTAMADYA MAGELANG

Kata Kunci : Persepsi Pasien, Mutu Jasa Pelayanan.

5. Quality Assurance (QA) Peningkatan mutu dalam pelayanan kesehatan selain berorientasi kepada proses pelayanan yang bermutu,juga hasil mutu

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS PELAYANAN PASIEN RAWAT JALAN DENGAN TINGKAT KEPUASAN DI APOTEK INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT ISLAM SITTI MARYAM KOTA MANADO

KUESIONER TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK DI KOTA MEDAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Pharmaceutical care atau asuhan kefarmasian merupakan bentuk optimalisasi peran yang

Kata Kunci: Kualitas, Pelayanan Obat, Assurance

HUBUNGAN PERSEPSI APOTEKER TERHADAP PELAKSANAAN KONSELING KEPADA PASIEN DENGAN EVALUASI PELAKSANAAN KONSELING DI APOTEK-APOTEK KABUPATEN MAGETAN

x 100% = 26,64% x 100% = 37,96% x 100% = 31,11% x 100% = 1,90% x 100% = 49,21% x 100% = 50,78%

TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI APOTEK INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT ISLAM AMAL SEHAT SRAGEN SKRIPSI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sebelumnya sesuai dengan tujuan penelitian ini. Berikut deskripsi

1.1. Keterlaksanaan standar pelayanan kefarmasian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

*Syafrianti Yatim, ,**Dr. Teti Sutriyati, M. Si, Apt***Madania, S.Farm, M.Sc., Apt. Program Studi Si, Jurusan Farmasi, FIKK, UNG

UPAYA PENINGKATAN KUALITAS LAYANAN FARMASI RSK. ST VINCENTIUS A PAULO SURABAYA DENGAN MENGGUNAKAN METODE SERVQUAL DAN QFD

EVALUASI KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP PELAYANAN DI APOTEK INSTALASI FARMASI RS. A KABUPATEN PEMALANG JAWA TENGAH NASKAH PUBLIKASI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IJMS Indonesian Journal On Medical Science Volume 3 No 1 - Januari 2016

VOLUME II No 1 Januari 2014 Halaman 51-62

OPINI APOTEKER DAN PASIEN TERHADAP PERAN APOTEKER DALAM PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KOTA MERAUKE DEASY ABRAHAM THOE, 2013

BAB I PENDAHULUAN. obat (Drug Oriented) ke pasien yang mengacu kepada Pharmaceutical Care.

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Kesehatan Nasional (SKN). Pengelolaan kesehata n dalam SKN

INTISARI TINGKAT KEPUASAN PASIEN TERHADAP PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS GADANG HANYAR BANJARMASIN

Gambaran Pelayanan Kefarmasian di Apotek Wilayah Kota Banjarbaru Berdasarkan Standar Pelayanan Kefarmasian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penduduk serta penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar

GAMBARAN TINGKAT KEPUASAN PASIEN TERHADAP PERAWATAN GIGI DAN MULUT DI PUSKESMAS BAHU

Lampiran 1.Penilaian yang dirasakan dan harapan pada variabel-variabel yang mempengaruhi tingkat kepuasan pasien

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. termasuk dalam kriteria inklusi pada penelitian ini, 15 responden untuk

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit yang merupakan salah satu dari sarana kesehatan, merupakan

PENGARUH PELAYANAN TERHADAP TINGKAT KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DI APOTEK BUNDA SURAKARTA SKRIPSI

BAB III METODE PENELITIAN. terhadap konsumen apotek di wilayah kecamatanbanjarnegara.data

HUBUNGAN MUTU PELAYANAN INSTALASI FARMASI DENGAN PENGAMBILAN OBAT PASIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SURAKARTA TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan

PROGRAM SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

ANALISIS APLIKASI STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KOTA YOGYAKARTA

(Submited : 6 Maret 2018, Accepted : 31 Maret 2018)

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

TINGKAT KEPUASAN PASIEN TERHADAP PELAYANAN KEFARMASIAN PADA PROGRAM RUJUK BALIK JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI APOTEK-APOTEK PROGRAM

TINGKAT KEPUASAN PASIEN TERHADAP PELAYANAN APOTEK DI KOTA JAMBI ABSTRAK

HUBUNGAN KUALITAS PELAYANAN INFORMASI OBAT TERHADAP KEPUASAN KONSUMEN DI PERUSDA ANEKA USAHA UNIT APOTEK SIDOWAYAH FARMA KLATEN

ANALISIS PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN KONSUMEN PADA APOTEK KIMIA FARMA PEKALONGAN RESUME SKRIPSI

PENILAIAN TERHADAP PENERAPAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK-APOTEK DI KOTA KETAPANG TAHUN 2016 NASKAH PUBLIKASI. Oleh: WIWIN ANDITASARI

EVALUASI IMPLEMENTASI KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 35/MENKES/SK/2014 TENTANG PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN SLEMAN

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan jasa yang sama secara berulang dan membuat komitmen untuk. merekomendasikannya secara positif kepada orang terdekatnya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Tidak Lengkap. Tidak Lengkap. Lengkap

TINGKAT KEPUASAN PASIEN TERHADAP PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CEMPAKA PUTIH, JAKARTAPUSAT TAHUN2016

ABSTRAK KUALITAS PELAYANAN DISTRIBUSI OBAT DARI PEDANGANG BESAR FARMASI (PBF) BUMN KE APOTEK WILAYAH BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

EVALUASI KEPUASAN PASIEN TERHADAP PELAYANAN FARMASI DI APOTEK X. Ratih Pratiwi Sari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Meningkatnya taraf hidup masyarakat, menyebabkan terjadinya peningkatan

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk membatasi dan memperjelas lingkup penelitian ini, maka

III. METODE PENELITIAN. membuat prediksi atau pun mencari implikasi.

PENGANTAR. Akhirnya atas partisipasi dan ketulusan Bapak/Ibu mengisi kuesioner ini, saya ucapkan terimakasih. Peneliti Tris Mundari

ABSTRAK TATALAKSANA FARMASI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN CIANJUR

ANALISIS KUALITAS PELAYANAN JASA KESEHATAN (STUDI PASIEN RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM YARSI PONTIANAK)

HUBUNGAN ANTARA MUTU PELAYANAN DENGAN PEMANFAATAN APOTEK RUMAH SAKIT PANCARAN KASIH GMIM MANADO Margreit I. Musak*

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEPUASAN PENGGUNA BPJS. Yustina Kristianingsih

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

EVALUASI PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS KECAMATAN BANJARMASIN TIMUR ABSTRAK

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 1, April 2014 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan dan peningkatan jasa pelayanan kesehatan dalam sebuah

Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan Kesehatan: Studi Deskriptif pada Klinik UIN Sunan Ampel

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN KEPUASAN PASIEN BPJS TERHADAP PELAYANAN BAGIAN PENDAFTARAN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT PATRIA IKKT TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan

TINGKAT KEPUASAN PASIEN BPJS TERHADAP KUALITAS PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS WILAYAH KABUPATEN MAGELANG INTISARI

Transkripsi:

30 Jurnal Farmasi dan Ilmu Kefarmasian Indonesia, Vol.1 No.2, Desember 2014 Ihsan S., et.al. Evaluasi Mutu Pelayanan Di Apotek Komunitas Kota Kendari Berdasarkan Standar Pelayanan Kefarmasian Sunandar Ihsan, Putri Rezkya,, Nur Illiyyin Akib Fakultas Farmasi, Universitas Halu Oleo, Kendari Abstract Pharmacy's service in Indonesia was rated by some observers as below standard and pharmacists are still not properly carry out its role. This research aimed to know service quality in Kota Kendari community pharmacies. This research is a descriptive evaluative research. Data collected from 519 respondents with simple random sampling used questionnaires and implementation of pharmaceutical care by pharmacist with accidental sampling in June-August 2014 spread across community pharmacies in Kendari. The result showed that the percentage rate is 76.70% consumer satisfaction with enough category. Fixed percentage of any document procedures and the enactment of dispensing time is 60% with enough categories. Pharmacist percentage of pharmacies manages quality guarantee is 40% with less category. Generally, based on the standard score pharmacy services set by the health department of the Republic of Indonesian in year 2008 that quality of service in community pharmacies Kendari city has medium category. Keywords: service quality, consumer satisfaction, time dimension, procedure still. PENDAHULUAN Pelayanan farmasi merupakan salah satu pelayanan kesehatan di Indonesia yang dituntut berubah orientasi dari drug oriented menjadi patient oriented. Kegiatan pelayanan farmasi yang semula berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi harus diubah menjadi pelayanan yang komprehensif dan bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Kesembuhan pasien sebesar 25% diharapkan diperoleh dari kenyamanan serta baiknya pelayanan apotek, sedangkan 75% berasal dari obat yang digunakan pasien (Handayani dkk, 2009). Dalam menjamin mutu pelayanan farmasi kepada masyarakat, maka berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1027 tahun 2004 terdapat tiga indikator yang digunakan dalam proses evaluasi mutu pelayanan tersebut yaitu tingkat kepuasan konsumen, dimensi waktu pelayanan obat, dan adanya dokumen prosedur tetap. Pelayanan farmasi selama ini dinilai oleh beberapa pengamat masih berada di bawah standar. Salah satunya menurut Kuncahyo (2004) bahwa Apoteker yang seharusnya mempunyai peran sentral dan bertanggung jawab penuh dalam memberikan informasi obat kepada masyarakat ternyata masih belum dilaksanakan dengan baik. Apotek di Kota Kendari berjumlah 96 apotek dan belum dilakukan penelitian untuk melihat kualitas pelayanan. Kualitas pelayanan yang baik akan mempengaruhi efektivitas terapi, dimana salah satunya dapat dilihat dari tingkat kepuasan konsumen yang menggambarkan mutu pelayanan di apotek tersebut. Suatu pelayanan farmasi juga dikatakan baik apabila lama pelayanan obat dari pasien menyerahkan resep sampai pasien menerima obat dan informasi obat diukur dengan waktu dan melakukan kegiatan kefarmasian berdasarkan prosedur tetap yang telah ditetapkan (Mashuda, 2011). METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian evaluative non eksperimental dengan menggunakan alat ukur kuesioner untuk menjelaskan tingkat kepuasan konsumen serta pelaksanaan pelayanan kefarmasian, wawancara dan observasi untuk menjelaskan adanya dokumen prosedur tetap dan dimensi waktu pelayanan obat di apotek. Metode pengambilan sampel apotek dilakukan secara cluster random sampling dan simple random sampling dari tiap kecamatan (Arikunto, 2010). Responden dalam penelitian ini terbagi atas 2 yaitu responden konsumen apotek dan apoteker pengelola apotek (APA). Sampel responden konsumen apotek dihitung menggunakan rumus sampel minimal (Lwanga Lemeshow, 1991): n = Keterangan: n : jumlah sampel minimal Z 1-0,5α : derajat kemaknaan P : proporsi terjadinya ketidaksesuaian pelaksanaan dengan standar N : jumlah sampel total d : presisi Jumlah sampel minimal yang diperoleh untuk mengukur kepuasan konsumen berbeda-beda setiap apotek yang didasarkan dari jumlah rata-rata perhari pengunjung untuk setiap apotek tersebut. Ditetapkan tingkat kepercayaan 95%, proporsi = 0,5, dan presisi =

Evaluasi Mutu Pelayanan Di Apotek Jurnal Farmasi dan Ilmu Kefarmasian Indonesia, Vol.1 No.2, Desember 2014 31 0,1, sehingga didapat jumlah responden konsumen apotek sebanyak 509 responden. Untuk 10 responden apoteker pengelola apotek (APA) ditentukan berdasarkan jumlah sampel apotek yang dilakukan secara cluster random sampling. Responden yang dipilih berusia mulai dari 18 tahun dengan pertimbangan bahwa mereka sudah dapat mempersepsikan pelayanan kefarmasian yangdiperolehnya dengan cukup baik, dapat membacadan menulis serta minimal sudah 1 kali mendapatpelayanan kefarmasian di apotek. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Uji Pendahuluan Hasil dari uji pendahuluan terhadap kuesioner yang disebarkan kepada 30 responden diperoleh reliabilitas kuesioner dengan nilai Cronbach s alpha sebesar 0,926, sedangkan untuk validitasnya diperoleh nilai r tabel sebesar 0,361. Hal ini menunjukkan bahwa kuesioner yang dibuat reliabel dan valid serta dapat digunakan dalam penelitian. B. Karakteristik Responden 1. Responden Konsmen Apotek Karakteristik berdasarkan usia. Persentase tertinggi responden yang datang ke apotek (34,38%) yaitu responden berusia 20-29 tahun, sedangkan persentase terendah (9,82%) yaitu responden berusia 50 tahun ke atas. Karakteristik berdasarkan jenis kelamin. Persentase tertinggi responden yang datang ke apotek (57,96%) yaitu responden berjenis kelamin laki-laki, selanjutnya (42,04%) yaitu responden berjenis kelamin perempuan. Karakteristik berdasarkan pendidikan. Persentase tertinggi yang datang ke apotek (53,44%) yaitu responden dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi, sedangkan persentase terendah (2,36%) yaitu responden dengan tingkat pendidikan sekolah dasar. Karakteristik berdasarkan tingkat penghasilan kepala keluarga per bulan. Persentase terbesar yang datang ke apotek (47,54%) adalah responden dengan tingkat penghasilan kepala keluarga antara Rp.1.500.000-Rp.3.000.000 per bulan, sedangkan persentase terendah (19,84%) yaitu responden berpenghasilan dibawah Rp.1.500.000 per bulan Karakteristik berdasarkan pekerjaan. Persentase tertinggi yang datang ke apotek (21,81%) adalah responden dengan status pekerjaan sebagai PNS, sedangkan persentase terendah (7,07%) yaitu reponden berpekerjaan tidak tetap (lain-lain). Karakteristik berdasarkan peruntukkan resep yang ditebus atau obat yang dibeli. Persentase terbesar yang datang ke apotek (50,49%) adalah responden yang menebus resep atau membeli obat untuk anak atau keluarga, sedangkan persentase terendah (3,14%) yaitu responden yang menebus resep atau membeli obat untuk orang lain. 2. Responden Apoteker Pengelola Apotek Hasil penelitian 60% apoteker pengelola apotek berstatus tidak sebagai PNS atau pegawai swasta, sedangkan 40% berstatus pemilik sarana dan merangkap sebagai PNS atau pegawai swasta. Rata-rata jumlah tenaga yang bekerja di apotek yaitu satu apoteker, dua asisten apoteker, dan tiga tenaga non teknis. A. Gambaran Mutu Pelayanan 1. Evaluasi Mutu Pelayanan a. Tingkat Kepuasan konsumen Kepuasan pasien didefinisikan sebagai evaluasi pasca konsumsi bahwa suatu produk yang dipilih setidaknya memenuhi atau melebihi harapan (Harianto dkk, 2005). Menurut Kuncahyo (2004) bahwa kualitas pelayanan yang diberikan apoteker di apotek akan berpengaruh terhadap kepuasan konsumen. Kepuasan konsumen juga akansangat bergantung pada kualitas dari pelayanan yang diberikan, yang mana dalam kualitas pelayanan terdapat beberapa dimensi yang mempengaruhinya. Kualitas pelayanan pada berbagai dimensi kualitas pelayanan yaitu dimensi ketanggapan, dimensi kehandalan, dimensi jaminan/keyakinan, dimensi empati dan dimensi berwujud seperti pada tabel 1 (Harianto dkk, 2005). Dimensi Fasilitas Berwujud. Dimensi ini merupakan hal penunjang dasar dari sebuah pelayanan. Hal yang dinilai pada dimensi ini adalah bukti fisik dari suatu apotek. Hasil penelitian yang diperoleh pada dimensi ini menunjukkan bahwa persentase tertinggi sebesar 80,18% ada pada indikator apotek yang terlihat bersih dan rapih, sedangkan persentase terendah sebesar 75,66% terdapat pada indikator kesiapan alat-alat yang dipakai lengkap dan bersih. Rata-rata persentase pada dimensi fasilitas berwujud adalah sebesar 77,61%, sehingga persepsi konsumen terhadap dimensi fasilitas berwujud adalah kategori cukup. Ketersediaan fasilitas yang berkualitas dan terpelihara dengan baik maka konsumen/pasien lebih cenderung memilih pelayanan yang baik tersebut dibanding pelayanan yang memiliki sarana atau fasilitas yang lengkap tapi tidak terpelihara (Dewi dan Arta, 2014). Dimensi Kehandalan. Hasil penelitian diperoleh persentase tertinggi sebesar 77,33% ditunjukkan pada indikator kecepatan pelayanan obat, sedangkan persentase terendah sebesar 70,72% ditunjukkan pada indikator keramahan petugas dalam melayani konsumen. Rata-rata persentase pada dimensi adalah sebesar 74,42%, sehingga konsumen menilai dimensi kehandalan cukup memuaskan. Dimensi ini merupakan persepsi dengan persentase terendah dari semua dimensi. Hal ini dapat dilihat dari

32 Jurnal Farmasi dan Ilmu Kefarmasian Indonesia, Vol.1 No.2, Desember 2014 Ihsan S., et.al. persepsi konsumen bahwa petugas apotek yang kurang ramah dalam memberikan pelayanan dan kurangnya kesiapan petugas apotek dalam memberikan pelayanan. Berdasarkan pengamatan peneliti, kemampuan komunikasi petugas apotek dengan konsumen sangat kurang, sehingga dimensi ini memiliki persentase yang rendah. Komunikasi yang baik merupakan faktor penentu kualitas dari suatu pelayanan, sehingga menjadi penentu utama dari kepuasan konsumen atau pasien. Disisi lain kegagalan komunikasi dalam pelayanan kefarmasian, misalnya edukasi dan informasi obat, sehingga dapat menyebabkan efektivitas terapi tidak tercapai. Dimensi Ketanggapan. Ketanggapan ditunjukkan sebagai kemampuan apotek untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa cepat. Hasil penelitian yang dilakukan pada dimensi ini diperoleh persentase tertinggi sebesar 76,88% ditunjukkan pada indikator terjadinya komunikasi yang baik antara petugas dan konsumen, sedangkan persentase terendah sebesar 71,48% ditunjukkan pada indikator petugas cepat tanggap terhadap keluhan konsumen. Hal ini disebabkan petugas apotek yang tidak cepat tanggap dalam memberikan jasa cepat kepada konsumen. Ratarata persentase pada dimensi ini adalah sebesar 75,01%. Berdasarkan persentase tersebut pada dimensi ini diasumsikan cukup memuaskan oleh konsumen. Dimensi Keyakinan. Hal yang dinilai pada dimensi ini adalah jaminan terhadap pelayanan yang diberikan oleh apotek sebagai pemberi jasa untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan. Hasil penelitian diperoleh persentase tertinggi sebesar 82,35% ditunjukkan pada indikator obat yang dibeli terjamin kualitasnya, sedangkan persentase terendah sebesar 76,14% ditunjukkan pada indikator petugas mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang baik dalam bekerja. Rata-rata persentase yang diperoleh pada dimensi ini adalah sebesar 80,09%, sehingga persepsi konsumen terhadap dimensi ini cukup memuaskan. Dimensi ini merupakan persepsi sangat baik dengan persentase tertinggi dari semua dimensi yaitu pada kebenaran obat yang diberikan petugas kepada konsumen. Dimensi Empati. Hal yang dinilai pada dimensi ini adalah perhatian pribadi yang diberikan petugas apotek kepada konsumen/pasien. Hasil penelitian diperoleh persentase tertinggi sebesar 81,01% ditunjukkan pada indikator petugas memberikan pelayanan kepada semua konsumen tanpa memandang status sosial, sedangkan persentase terendah sebesar 72,01% ditunjukkan pada indikator petugas memberikan perhatian terhadap keluhan konsumen. Berdasarkan rata-rata persentase pada dimensi empati adalah sebesar 76,29%, sehingga persepsi konsumen pada dimensi ini adalah kategori cukup. Berikut disajikan tabel profil kepuasan konsumen di Apotek-apotek Kota Kendari yang berdasarkan hasil penelitian didapatkan kepuasan konsumen di Apotekapotek Kota Kendari adalah kategori cukup yaitu 76,70% dengan nilai standar deviasi 5,106. Tabel 1. Profil kepuasan konsumen di Apotek-apotek Kota Kendari Wilayah Presentase (%) Interpretasi 1. Abeli 2. Baruga 3. Kadia 4. Kambu 5. Kendari 6. Kendari Barat 7. Mandonga 8. Poasia 9. Puuwatu 10. Wua-wua 77,47 86,28 77,76 78,86 73,64 80,92 78,58 71,53 73,65 68,33 Rata-rata seluruh wilayah 76,70 (Sumber data primer diolah tahun 2014) b. Adanya Dokumen Prosedur Tetap Manfaat dari adanya dokumen prosedur tetap adalah untuk memastikan bahwa praktek yang baik dapat tercapai setiap saat, untuk menstandarkan bentuk pelayanan sesuai yang ditetapkan, untuk melindungi profesi dalam menjalankan praktek kefarmasian, adanya pembagian tugas dan wewenang bagi petugas apotek, dapat memberikan pertimbangan dan panduan untuk tenaga kesehatan lain yang bekerja di apotek, dapat digunakan sebagai alat untuk melatih staf baru, dan dapat membantu proses audit (Depkes RI, 2004). Berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa hanya 60% apotek komunitas di Kota Kendari yang memiliki

Evaluasi Mutu Pelayanan Di Apotek Jurnal Farmasi dan Ilmu Kefarmasian Indonesia, Vol.1 No.2, Desember 2014 33 dokumen prosedur tetap dan jumlah dokumen prosedur tetap yang bervariasi. Apotek yang tidak memiliki dokumen prosedur tetap memiliki beberapa alasan yaitu ketidaktahuan APA terhadap adanya prosedur tetap tertulis yang diharuskan oleh Depkes RI, ketidakikutsertaan APA dalam penyusunan standar prosedur operasional apotek yang diadakan oleh organisasi yang bersangkutan sehingga tidak tahu untuk menyusun dan menyediakan prosedur tetap tertulis di apotek yang dikelolanya, APA yang belum memahami arti penting dari adanya prosedur tetap tertulis, dan apoteker yang tidak lagi menyediakan prosedur tetap tertulis yang sebelumnya disediakan karena telah mengetahui prosedur-prosedur yang harus dilakukan pada tiap kegiatan pelayanan kefarmasian. Berikut disajikan tabel-tabel yang menunjukkan distribusi kepuasan konsumen pada tabel 2 dan tabel 3 mengenai distribusi jumlah dokumen prosedur tetap di Apotek komunitas Kota Kendari. Kriteria penilaian frekuensi kepuasan konsumen terhadap pelayanan kefarmasian yang dilakukan oleh Apoteker Pengelola Apotek didasarkan atas kriteria dalam bentuk persentase yang dikeluarkan oleh Depkes RI tahun 2008 yaitu jumlah skor 81 100 adalah kategori baik, jumlah skor 61 80 kategori cukup dan jumlah skor 20 60 adalah kategori kurang (Depkes RI, 2008). Tabel 2. Distribusi frekuensi tingkat kepuasan konsumen berdasarkan dimensi terhadap pelayanan kefarmasian Pelayanan Kefarmasian Persentase (%) Interpretasi 1. Dimensi fasilitas berwujud a. Apotek terlihat bersih dan rapi b. Bagian luar dan bagian dalam ruangan tertata dengan baik c. Kesiapan alat-alat yang dipakai lengkap dan bersih d. Petugas apotek berpakaian yang bersih dan rapi 80,18 78,46 75,66 76,13 Rata-rata 77,61 2. Dimensi kehandalan a. Pelayanan obat cepat 77,33 b. Obat tersedia dengan lengkap 74,04 c. Obat dijual dengan harga yang wajar 75,85 d. Petugas melayani dengan ramah dan tersenyum 70,72 e. Petugas selalu siap membantu 74,17 Rata-rata 74,42 3. Dimensi ketanggapan a. Petugas cepat tanggap terhadap keluhan konsumen b. Petugas mampu memberikan penyelesaian terhadap masalah yang dihadapi konsumen c. Terjadinya komunikasi yang baik antara petugas dan konsumen d. Konsumen mendapatkan informasi yang jelas dan mudah dimengerti tentang resep/obat yang ditebus 71,48 74,89 76,88 76,78 Rata-rata 75,01 4. Dimensi keyakinan a. Petugas mempunyai pengetahuan dan keterampilan 76,14 yang baik dalam bekerja b. Obat yang dibeli terjamin kualitasnya 82,35 c. Obat yang diberikan sesuai dengan yang diminta 81,75 Rata-rata 80,09 5. Dimensi empati a. Petugas memberikan perhatian terhadap keluhan 72,01 konsumen b. Petugas memberikan pelayanan kepada semua 81,01 konsumen tanpa memandang status sosial c. Konsumen merasa nyaman selama menunggu obat 75,86 Rata-ratas 76,29 Rata-rata seluruh dimensi 76,70 Sumber: data primer yang diolah Tahun 2014

34 Jurnal Farmasi dan Ilmu Kefarmasian Indonesia, Vol.1 No.2, Desember 2014 Ihsan S., et.al. Tabel 3. Distribusi frekuensi jumlah dokumen prosedur tetap yang dimiliki tiap apotek perwakilan kecamatan di Kota Kendari Kecamatan Jumlah dokumen Abeli 5 Baruga 9 Kadia 2 Kambu - Kendari - Kendari Barat 9 Mandonga 10 Puuwatu - Poasia - Wua-Wua 8 Sumber: data primer yang diolah Tahun 2014 c. Dimensi Waktu Pelayanan Obat Dimensi waktu adalah pelayanan obat dari pasien menyerahkan resep sampai pasien menerima obat dan informasi obat.suatu pelayanan farmasi dikatakan baik apabila lama pelayanan obat dari pasien menyerahkan resep sampai pasien menerima obat dan informasi obat di ukur dengan waktu (Mashuda, 2011).Penetapan dimensi waktu dalam pelayanan obat dimaksukan agar pasien merasa nyaman dan tidak menunggu lama. Tabel 4. Distribusi Frekuensi Dimensi Waktu Pelayanan Obat Tiap Apotek Perwakilan Kecamatan di Kota Kendari Kecamatan Dimensi waktu dengan resep Dimensi waktu Racik Non racik tanpa resep Abeli - - - Baruga - - - Kadia 5 menit 5 menit 1 menit Kambu - - - Kendari 10-15 menit 5-10 menit 1-5 menit Kendari Barat 15 menit 10 menit 5 menit Mandonga 15-30 menit 5-10 menit 1-5 menit Puuwatu - - 1-5 menit Poasia - - - Wua-Wua 10-15 menit 5-10 menit 5 menit Sumber: data primer yang diolah Tabel 4 menunjukkan bahwa sejumlah 6 apotek (60%) telah menetapkan dimensi waktu pelayanan obat.namun, hanya satu apotek (10%) hanya menetapkan dimensi waktu pelayanan obat tanpa resep, tetapi apotek tersebut menerima resep obat. Setiap apotek yang menetapkan dimensi waktu pelayanan obat. Peneliti melakukan pembuktian dengan cara mengukur waktu pelayanan obat, sehingga dapat dipastikan bahwa apotek telah menjalankan ketetapan yang telah dibuatnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa satu apotek (10%) yang melakukan pelayanan obat melebihi waktu pelayanan yang ditetapkan.dimensi waktu pelayanan obat dengan resep yang ditetapkan oleh apotek tersebut 5-10 menit, sedangkan hasil pengukuran yang diperoleh peneliti adalah 16 menit. Hal ini disebabkan oleh penumpukan resep dalam waktu yang bersamaan dan kurangnya sumber daya manusia (SDM) di apotek. Berdasarkan tabel distribusi frekuensi dimensi pelayanan obat terdapat apotek yang tidak melakukan pelayanan informasi obat atau edukasi karena menetapkan dimensi waktu hanya 1 menit. Pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian. Evaluasi mutu pelayanan dilakukan melalui kuesioner kepada konsumen apotek dan wawancara dengan apoteker pengelola apotek (APA). Selain itu, juga dilakukan penilaian melalui kuesioner kepada apoteker pengelola apotek (APA) untuk melihat pelaksanaan pelayanan kefarmasian di apotek Komunitas Kota Kendari. Tabel 5 menunjukkan bahwa hanya 40% apoteker pengelola apotek (APA) menjamin kualitas pelayanan apotek yang dikelolahnya. Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan kefarmasian yang dilakukan APA berimplikasi pada tingkat kepuasan konsumen dalam evaluasi mutu pelayanan.

Evaluasi Mutu Pelayanan Di Apotek Jurnal Farmasi dan Ilmu Kefarmasian Indonesia, Vol.1 No.2, Desember 2014 35 Tabel 5. Distribusi Frekuensi Evaluasi Mutu Pelayanan di Apotek Komunitas Kota Kendari Kecamatan Persentase (%) Interpretasi Abeli 31,25 Kurang Baruga 62,5 Kadia 25 Kurang Kambu 12,5 Kurang Kendari 12,5 Kurang Kendari Barat 87,5 Mandonga 75 Poasia 12,5 Kurang Puuwatu 12,5 Kurang Wua-wua 68,75 Rata-rata seluruh kecamatan 40 Kurang Sumber: data primer yang diolah Tahun 2014 Simpulan. (1) Berdasarkan standar skor pelayanan kefarmasian oleh DepKes RI, Mutu pelayanan di apotek komunitas Kota Kendari dalam tinjauan tingkat kepuasan konsumen adalah 76.70% kategori cukup. (2) Mutu pelayanan di apotek komunitas Kota Kendari dalam segi prosedur tetap adalah 60% kategori cukup. (3) Mutu pelayanan di apotek komunitas Kota Kendari dalam dimensi waktu pelayanan obat adalah 60% kategori cukup. (4) Secara keseluruhan mutu pelayanan di apotek komunitas Kota Kendari adalah kategori cukup. DAFTAR PUSTAKA Arikunto S, 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, Edisi Revisi, Rineka Cipta, Yogyakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008, Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Dewi PR, Arta SK 2014, Analisis Harapan dan Persepsi Pasien Kerjasama (PKS) Terhadap Mutu Pelayanan Rawat Jalan Rumah Sakit Umum Puri Raharja Tahun 2013, Artikel Penelitian, Volume 11 (1), Denpasar. Handayani RS, Raharni, Retno G, 2009, Persepsi Konsumen Apotek Terhadap Pelayanan Apotek Di Tiga Kota Di Indonesia, Makara Kesehatan, Volume 13(1), Jakarta. Harianto NK, Sudibyo S, 2005. Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan Resep di Apotek Kopkar Rumah Sakit Budhi Asih Jakarta, Majalah Ilmu Kefarmasian, Volume II (1), Jakarta. Kuncahyo I, 2004/ Dilema Apoteker Dalam Pelayanan Kefarmasian, Surakarta. http//www.suarapembaruan.com/news/2004/04/29/ Editor/edi04/htm. Mashuda A, 2011. Pedoman Cara Pelayanan Kefarmasian Yang, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.