BOKS 2 PENELITIAN POLA PEMBIAYAAN (LENDING MODEL) USAHA MIKRO KECIL INDUSTRI KECIL BATU BATA DI SULAWESI TENGGARA

dokumen-dokumen yang mirip
III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaku bisnis di Indonesia sebagian besar adalah pelaku usaha mikro, kecil

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) INDUSTRI PENGECORAN LOGAM

I. PENDAHULUAN. Usaha Mikro dan Kecil (UMK), yang merupakan bagian integral. dunia usaha nasional mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang

Tabel 1. Perkembangan Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Menurut Skala Usaha Tahun Atas Dasar Harga Konstan 2000

PERAN SERTA BANK INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) *) Oleh : Andang Setyobudi, SE **)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan UMKM di Indonesia dilihat dari tahun

BAB I PENDAHULUAN. Sebenarnya masalah dan kendala yang dihadapi masih bersifat klasik yang selama

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertama, Kedua, Ketiga, Keempat, Kelima, Keenam, Pertama, Kedua, Ketiga, Keempat, Kelima,

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Dalam mencapai keinginan tersebut

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STUDI KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI PERAH RAKYAT DI WILAYAH KABUPATEN BOGOR OLEH AGITA KIRANA PUTRI H

II TINJAUAN PUSTAKA Perbedaan Syariah dengan Konvensional

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 22 /PBI/2012 TENTANG

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. tahan yang kuat dalam kondisi krisis. Dengan keunggulan yang dimiliki oleh

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1

III. KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. makmur yang merata materil dan spirituil berdasarkan Pancasila dan Undang-

III KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Pemikiran

BAB I PENDAHULUAN. bagi pembangunan, juga sebagai upaya untuk memeratakan hasil-hasil. pembangunan yang telah dicapai. Di sektor-sektor penting dalam

I. PENDAHULUAN. membiayai usaha yang dijalankan. Peran bank bagi perkembangan dunia usaha. permodalan dan pengembangan usaha masyarakat.

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) PENGOLAHAN ARANG TEMPURUNG

III. METODE PENELITIAN. Tulang Bawang. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Juli

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

BAB I PENDAHULUAN. telah dibuka maka investasi harus terus dilanjutkan sampai kebun selesai

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di suatu negara termasuk Indonesia sangat bergantung

Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian

Paket ANALISIS SOSIAL, EKONOMI DAN FINANSIAL PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN PENGHASIL KAYU

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebuah komitmen untuk melibatkan masyarakat di dalam pembangunan

I. PENDAHULUAN. bentuk investasi kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perbankan di Indonesia memiliki Peranan penting dalam Perekonomian

PENDAHULUAN. peternak, khususnya bagi yang berminat meningkatkan skala usahanya. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. kerja yang baru, jumlah unit usaha bordir yang tercatat selama tahun 2015 adalah

BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL

Peran Bank Indonesia Dalam Perekonomian BANK INDONESIA KREDIT. SIMPANAN : Giro Deposito Tabungan

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian

No. 15/35/DPAU Jakarta, 29 Agustus SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Upaya membangun suatu unit usaha bank mikro yang melayani. masyarakat golongan kecil memerlukan suatu cara metode berbeda dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

I. PENDAHULUAN. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sering disebut sebagai salah

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang melanda beberapa Negara di Asia pada tahun menuntut

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh suatu bangsa dalam upaya untuk meningkatkan pendapatan dan

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber

BAB I PENDAHULUAN. oleh negara-negara sedang berkembang tetapi juga di negara-negara maju.

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan nasional, dan penyediaan lapangan kerja. Usaha mikro, kecil dan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK INDUSTRI KECIL KERUPUK

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang berkembang saat ini menghadapi banyak

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. dan sekaligus menjadi tumpuan sumber pendapatan sebagian besar masyarakat dalam

BAB V PENUTUP. Pembiayaan Syariah Al-Anshari di Kota Bukittinggi. Penelitian dilakukan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi yang berubah cepat dan kompetitif dengan

I. PENDAHULUAN. Pertambangan. Industri Pengolah-an (Rp Milyar) (Rp Milyar) na

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia pada umumnya memang dapat dikatakan tidak merata. Terjadi

I. PENDAHULUAN. Regional Bruto (PDRB). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi

KREDIT USAHA RAKYAT (KUR)

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

NAMA : WIRO FANSURI PUTRA

I. PENDAHULUAN. Jumlah (Unit) Perkembangan Skala Usaha. Tahun 2009*) 5 Usaha Besar (UB) ,43

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN telah menembus angka 6,6 % pada bulan November, dan diperkirakan akan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi tersebut harus dapat diusahakan dengan kemampuan dan

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia terdapat sekitar 57,9 juta pelaku UMKM dan diperkirakan akan semakin

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan yang dimiliki oleh wanita dapat diketahui potensial pasar yang cukup

STRATEGI DAN KEBIJAKAN INOVASI PENGEMBANAGAN AGROINDUSTRI ROTAN DI KALIMANTAN TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) merupakan kegiatan usaha yang

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

LAPORAN KEGIATAN KINERJA PENYALURAN DAN PEMANFAATAN KREDIT PROGRAM PERTANIAN KKPE DI PROVINSI BALI

POLA PENGEMBANGAN KOMODITI JAGUNG HIBRIDA. di KAB. SUMBA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. satu pilar kekuatan perekonomian suatu daerah. Hal ini disebabkan karena

III KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik UMKM

BAB I PENDAHULUAN. saat ini menuntut setiap perusahaan untuk bisa bertahan hidup (Survive),

BAB I PENDAHULUAN. terkadang UMKM seolah tidak mendapat dukungan dan perhatian dari. selama memiliki izin usaha dan modal cukup.

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam arti tingkat hidup yang

PANCING RAWAI BANK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. besar mengalami kebangkrutan dan memberikan beban berat bagi negara

IV. METODE PENELITIAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

III. METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Data dan Instrumentasi 4.3. Metode Pengumpulan Data

III. KERANGKA PEMIKIRAN

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

III. METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

INDUSTRI PAKAIAN JADI MUSLIM

Strategi Pengembangan UMKM dengan Mengatasi Permasalahan UMKM Dalam Mendapatkan Kredit Usaha

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

VI. MEKANISME PENYALURAN KREDIT BNI TUNAS USAHA (BTU) PADA UKC CABANG KARAWANG

I. PENDAHULUAN. tahun keuangan mikro (international microfinance year 2005), dimana lembaga

BAB I PENDAHULUAN. pertanian meliputi sub-sektor perkebunan, perikanan, dan perikanan.

Husna Purnama: Pengembangan Kemitraan dan Pembiayaan Usaha Kecil Menengah pada Sentra Kripik di Bandar Lampung

Transkripsi:

2 PENELITIAN POLA PEMBIAYAAN (LENDING MODEL) USAHA MIKRO KECIL INDUSTRI KECIL BATU BATA DI SULAWESI TENGGARA Kesenjangan informasi (asymmetric information) antara produk perbankan beserta persyaratan yang ditetapkan dengan pengetahuan yang dimiliki usaha mikro kecil (UMK) terhadap hal tersebut ditengarai sebagai salah satu dari berbagai penyebab masih belum optimalnya fungsi intermediasi perbankan pada sektor usaha produktif. Di satu sisi, pelaku UMK masih mengalami keterbatasan informasi mengenai pola usaha yang layak dibiayai bank. Ternyata di sisi lain, perbankan juga masih kekurangan informasi tentang komoditi usaha yang potensial untuk dibiayai, sehingga aksesibilitas UMK ke perbankan semakin terkendala. Dalam upaya pengembangan UMK dan peningkatan fungsi intermediasi perbankan, maka penyediaan informasi mengenai pola pembiayaan untuk komoditas/usaha potensial dalam bentuk model/pola pembiayaan komoditas (lending model) akan membantu perbankan dalam meningkatkan pembiayaan kepada komoditas/iusaha potensial tersebut sekaligus sebagai rujukan bagi pelaku usaha dalam rangka pengembangan usahanya. Menindaklanjuti hal tersebut, Kantor Bank Indonesia Kendari melakukan penelitian Lending Model Usaha Batu Bata di Sulawesi Tenggara. Penelitian ini dimaksudkan untuk memperluas pembiayaan terhadap UMKM sekaligus melengkapi Industri batu bata, salah satu sumber penghasilan informasi tentang pola pembiayaan komoditas masyarakat yang masih belum banyak tersentuh perbankan potensial bagi perbankan di daerah. Pemilihan komoditas/usaha batu bata ini dilatarbelakangi oleh adanya fakta bahwa batu bata merupakan merupakan salah satu produk usaha di sektor industri yang telah banyak diusahakan oleh masyarakat dalam skala usaha rumah tangga Pembakaran batu bata dengan pola sehingga merupakan salah satu sumber mata manual tradisional di lokasi survei pencaharian masyarakat yang dapat menyerap tenaga kerja, meningkatkan pendapatan keluarga, dan memberikan multiplier effect pada masyarakat di sekitarnya.

Penelitian yang dilakukan pada tiga kawasan sentra industri batu bata di Sulawesi Tenggara menunjukkan bahwa akses pengusaha batu bata pada lembaga-lembaga pembiayaan formal seperti bank masih sangat terbatas dikarenakan (i) terkendala pada persyaratan izin usaha, laporan keuangan, dan agunan, (ii) kurangnya informasi mengenai skim-skim kredit yang tersedia, dan (iii) kekuatiran tidak mampu mengembalikan pinjaman karena pola cash inflow usaha batu bata sekitar dua bulanan sementara pinjaman harus dikembalikan setiap bulan. Berdasarkan teknologi pengolahan bahan baku dan fasilitas yang digunakan (bangsal, alat dan proses pencetakan batu bata, dan tungku pembakaran), pola pengusahaan industri batu bata pada aspek teknis produksi, dapat dipilah menjadi pola manual tradisional, pola manual intensif, dan pola mekanis sederhana. Dalam proses pencetakan batu bata, pola manual tradisional dan pola manual intensif masih menggunakan tenaga manual, sementara teknologi mekanis sederhana sudah menggunakan bantuan mesin. Dengan demikian, pola usaha industri batu bata di lokasi survei lebih lanjut dapat dibagi menjadi pola usaha manual dan pola usaha mekanis sederhana. Dari aspek keuangan usaha menunjukkan bahwa total biaya investasi yang dibutuhkan industri batu bata pola manual dengan kapasitas produksi 20 m3 per siklus (2 bulan) adalah sebesar Rp17.695.000. Sumber dana investasi berasal dari pinjaman kredit 70% (Rp12.386.500) dan dana sendiri 30% (Rp5.308.500), dengan bunga pinjaman 22% dan jangka waktu pengembalian 2 tahun. Modal kerja yang dibutuhkan adalah sebesar Rp4.493.000 yang dibiayai dari pinjaman kredit 70% (Rp3.145.100) dan biaya sendiri 30% (Rp1.347.900), dengan bunga pinjaman 22% dan jangka waktu kredit selama 1 tahun. Adapun total biaya investasi yang dibutuhkan untuk industri batu bata pola mekanis sederhana dengan kapasitas produksi 30 m3 per siklus (1 bulan) adalah sebesar Rp109.122.500. Sumber dana investasi berasal dari pinjaman kredit 70% (Rp71.134.000) dan dana sendiri 30% (Rp37.988.500), dengan bunga pinjaman 14% dan jangka waktu pengembalian 2 tahun. Modal kerja yang dibutuhkan adalah sebesar Rp7.502.500 yang dibiayai dari pinjaman kredit 70% (Rp5.251.750) dan biaya sendiri 30% (Rp2.250.750), dengan bunga pinjaman 22% dan jangka waktu kredit selama 1 tahun. Secara finansial industri batu bata pola manual dinilai layak dilaksanakan dengan kriteria nilai NPV Rp15.079.095, IRR 57,69%, Net B-C Ratio 1,85 dan PBP 2,4 tahun (28.8 bulan). Demikian pula dengan industri batu bata pola mekanis sederhana dinilai layak dilaksanakan dengan kriteria NPV Rp80.516.307, IRR 31,80%, Net B-C Ratio 1,74 dan PBP 4,2 tahun (50,4 bulan). Pada analisa sensitivitas juga menunjukkan bahwa dengan penurunan pendapatan 10%, atau kenaikan biaya variabel 10%, industri batu bata masih layak dilaksanakan. Demikian juga 49

dengan penurunan pendapatan dan kenaikan biaya variabel sekaligus masing-masing sebesar 9% untuk pola manual dan sebesar 10% untuk pola mekanis, masih layak dilaksanakan. Pada pendekatan pembiayaan syariah, secara finansial industri batu bata pola manual dinilai layak dilaksanakan dengan kriteria nilai NPV Rp19.040.871, IRR 55,84%, Net B-C Ratio 2,08 dan PBP 2,11 tahun (25.3 bulan). Demikian pula dengan industri batu bata pola mekanis sederhana dinilai layak dilaksanakan dengan kriteria NPV Rp76.536.172, IRR 34,60%, Net B-C Ratio 1,75 dan PBP 4,0 tahun (48 bulan). Dengan tingkat margin 15,8% untuk kedua pola usaha batu bata, dapat dibayarkan kewajiban kepada shahibul maal (LKS) dan dihasilkan keuntungan yang memadai. Artinya, industri batu bata secara finansial layak dilaksanakan. Dari aspek sosial ekonomi, pengembangan industri batu bata memberikan manfaat yang positif antara lain tersedianya lapangan kerja, peningkatan pendapatan masyarakat, sumber pendapatan daerah, dan memberikan multiplier effect bagi perekonomian wilayah sekitarnya. Namun dari sisi lingkungan, industri batu bata menimbulkan dampak negatif karena (i) berkontribusi secara langsung pada penebangan pohon dan degradasi hutan, dan (ii) meninggalkan lubang galian yang dalam yang tidak bisa lagi digunakan untuk kegiatan pertanian dalam arti luas. Selain itu, asap dari pembakaran batu bata dapat dipandang sebagai bentuk polusi yang memberi pengaruh kurang baik bagi kesehatan manusia khususnya merekamereka yang menghirupnya secara langsung. Mempertimbangkan kelayakan usaha industri batu bata berdasarkan potensi bahan baku, prospek pasar, aspek produksi, dan aspek financial, maka penelitian ini merekomendasikan kepada perbankan dan instansi pemerintah terkait untuk meningkatkan kerja sama dalam pembinaan dan pengembangan usaha batu bata sesuai tupoksi masingmasing. Untuk meningkatkan akses pengusaha batu bata ke sumber-sumber pembiayaan formal, skim-skim kredit yang ditawarkan hendaknya mempertimbangkan kendala pengusaha batu bata dari segi pemenuhan persyaratan izin usaha, laporan keuangan, dan agunan. Perbankan perlu mempertimbangkan penetapan pengembalian kredit dua atau tiga bulanan sesuai dengan pola cash inflow usaha batu bata. Skim-skim kredit yang tersedia perlu lebih disosialisasikan kepada pengusaha UMKM. Selain itu, pemerolehan izin usaha UMKM perlu dipermudah baik dari sisi prosedur pengurusannya maupun biayanya. Dalam rangka pembinaan dan pengembangan usaha batu bata, upaya-upaya lain yang perlu dilakukan adalah pendataan, pendampingan untuk pembuatan perencanaan bisnis, pelatihan produksi, market survei dan manajemen keuangan, pendirian Koperasi dan kerja sama kelompok, dan melakukan eksperimen produksi batu bata untuk mendapatkan hasil terbaik. Upaya-upaya ini dapat dilakukan pemerintah bekerja sama dengan universitas dan lembagalembaga non-pemerintah. Di samping itu, instansi terkait perlu memperbaiki kondisi jalan ke 50

sentra-sentra produksi untuk membantu kelancaran pemasaran batu bata, meningkatkan nilai tanah yang sekaligus merupakan nilai agunan pengusaha, dan meningkatkan akses perbankan ke calon-calon debitur pengusaha batu bata. Hal lain yang penting untuk mendapat perhatian pemerintah adalah perlunya upaya mengurangi dampak negatif usaha batu bata terhadap lingkungan. Penelitian atau eksperimen penggalian tanah yang lebih mempertimbangkan aspek lingkungan dan pemanfaatan lahan bekas galian perlu dilakukan, dan hasilnya disosialisasikan kepada pengusaha batu bata. Langkah-langkah lain yang bisa dilakukan adalah (i) penggunaan bahan campuran yang bisa mempermudah proses pembakaran dan memperingan bobot batu bata, seperti penggunaan sekam, abu gergaji, dan kulit kacang tanah untuk mengurangi tekanan terhadap hutan, (2) mendorong penanaman pohon melalui pola agro-forestry pada usaha tani-usaha tani yang ada di sekitarnya, (3) pengusahaan pohon yang bisa menghasilkan kayu bakar dengan nilai kalorifik yang lebih tinggi dengan jalan memilih spesies pohon yang cocok seperti eucalyptus, dan (4) perlu diaktifkan kembali usaha-usaha aforestasi dan reforestasi dengan menjamin partisipasi masyarakat lokal. Selain itu, pemerintah dan instansi terkait mungkin perlu membuat pola perencanaan tata ruang di sekitar lokasi sentra industri batu bata dengan pertimbanganpertimbangan komprehensif, terpadu, dan bersifat jangka panjang. 51

Halaman ini sengaja dikosongkan 52