Polimorfisme Lokus Mikrosatelit RM185 Sapi Bali di Nusa Penida

dokumen-dokumen yang mirip
MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Sampel Pengambilan Sampel Ekstraksi DNA Primer

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dari empat primer yang

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Lokus Mikrosatelit D8S1100 pada Populasi Monyet Ekor Panjang di Bukit Gumang, Karangasem, Bali.

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita

METODE. Materi. Tabel 1. Jumlah Sampel DNA yang Digunakan dan Asal Pengambilan Sampel Darah.

Gambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%.

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Sapi Perah FH

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

III. MATERI DAN METODE. Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

III. Bahan dan Metode

Karakteristik Lokus Mikrosatelit D7S1789 pada Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Wenara Wana, Padang Tegal, Ubud, Bali.

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and

BAB III METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

ABSTRAK Polimorfisme suatu lokus pada suatu populasi penting diketahui untuk dapat melihat keadaan dari suatu populasi dalam keadaan aman atau

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria

II. BAHAN DAN METODE

Diversitas Genetik Populasi Monyet Ekor Panjang. di Mekori Menggunakan Marka Molekul Mikrosatelit D3S1768

LAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer

Asam Asetat Glacial = 5,7 ml EDTA 0,5 M ph 8.0 = 10 ml Aquades ditambahkan hingga volume larutan 100 ml

POLIMORFISME LOKUS MIKROSATELIT D10S1432 PADA POPULASI MONYET EKOR PANJANG DI SANGEH

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

20,0 ml, dan H 2 O sampai 100ml. : Tris 9,15 gram; HCl 3ml, dan H 2 O sampai 100ml. : ammonium persulfat dan 0,2 gram H 2 O sampai 100ml.

BAB III METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

MATERI DAN METODE. Materi

Lampiran 1 Ekstraksi dan isolasi DNA dengan metode GeneAid

3. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling

Struktur Genetika Populasi Monyet Ekor Panjang Di Alas Kedaton Menggunakan Marka Molekul Mikrosatelit D18S536

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

Karakteristik Lokus Mikrosatelit D10s1432 pada Populasi Monyet Ekor Panjang Di Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan termasuk ke dalam penelitian dasar dimana adanya

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR;

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD

Polimorfisme Genetik DNA Mikrosatellite GEN BoLA Lokus DRB3 pada Sapi Bali (Bos indicus)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

BAB III METODE PENELITIAN. bertujuan untuk menidentifikasi gen angiotensin converting enzyme (ACE)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan dari bulan Agustus 2010 Agustus Penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk

Asosiasi Keragaman Lokus DNA Mikrosatelit DRB3 Gen Bola dengan Berat Badan Induk dan Berat Lahir Pedet pada Sapi Bali

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3

LAMPIRAN. Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer

BAB III METODE PENELITIAN

Lampiran 1 Prosedur Rotofor

Polimorfisme Lokus Mikrosatelit D18S536 pada Populasi Monyet Ekor Panjang di Pancasari, Bali

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu

Asosiasi Polimorfisme Mikrosatelit DRBP1 Gen BoLa (Bovine Leucocyte Antigen) dengan Ukuran Tubuh pada Sapi Bali

III. METODE PENELITIAN. Wajwalku Wildlife Laboratory, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Kasetsart

I. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Materi Sampel Darah Kambing Primer Bahan dan Alat Analisis PCR

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk

BAB III BAHAN DAN METODE

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif yang

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK BEBERAPA POPULASI IKAN BATAK (Tor soro) DENGAN METODE RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHISM DNA (RAPD) 1

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA

PENDAHULUAN. dikenal dengan sebutan sapi kacang atau sapi kacangan, sapi pekidulan, sapi

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup dari penelitian ini meliputi bidang ilmu sitogenetika.

DAFTAR ISI 1 GENETIKA DASAR 1

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein

3 Metodologi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit

Lampiran 1 Pembuatan Medium Kultur DMEM Lampiran 2 Pembuatan Larutan PBS Lampiran 3 Prosedur Pewarnaan HE

Transkripsi:

Polimorfisme Lokus Mikrosatelit RM185 Sapi Bali di Nusa Penida ZAKIATUN MUHAMMAD 1, I KETUT PUJA 2, I NENGAH WANDIA 1 1 Lab Anatomi Hewan, 2 Lab Histologi Hewan Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana. Jl.P.B.Sudirman Denpasar Bali tlp. 0361-223791 Email: ABSTRAK Polimorfisme pada suatu populasi sering kali digunakan sebagai salah satu indeks keragaman genetik. Sifat polimorfik ini ditentukan dengan mengidentifikasi jumlah alel pada suatu populasi. Dengan adanya identifikasi jumlah alel maka akan dapat ditentukan frekuensi alel dan nilai heterozigositas suatu populasi. Sampel berupa darah sapi dari populasi sapi bali (Bos Sondaicus) di Nusa Penida. Sebanyak 21 sampel darah sapi bali digunakan sebagai sumber DNA. Pengekstraksian sampel darah menggunakan QIAamp DNA Blood Mini Kit produk QIAGEN. Amplifikasi lokus mikrosatelit DRB3 menggunakan dengan teknik PCR dengan suhu annealing 58 0 C. Produk PCR yang merupakan suatu alel dipisahkan melalui elektroforesis pada gel acrilamid 7% dan dimuculkan dengan pewarnaan perak. Hasil penelitian polimorfisme lokus mikrosatelit RM185 pada 21 ekor sapi bali di Nusa Penida teridentifikasi 7 alel yaitu 76 pb, 84 pb, 86 pb, 90 pb, 98 pb, 100 pb, dan 104 pb. Genotip pada setiap individu bersifat heterozigot. Alel 86 pb merupakan frekuensi alel tertinggi dengan nilai frekuensi 0,31. Sedangkan nilai frekuensi alel terendah adalah alel 76 pb dengan nilai frekuensi alel 0,02. Keragaman genetika populasi sapi bali di Nusa Penida dengan penanda molekuler lokus mikrosatelit RM185 memiliki nilai heterozigositas ĥ = 0,804. Kata kunci : Polimorfisme Lokus Mikrosatelit RM185, Genotip sapi bali. 505

PENDAHULUAN Penyebaran sapi bali saat ini hampir meliputi seluruh wilayah Indonesia. Empat provinsi yang memiliki jumlah sapi bali terbesar di Indonesia adalah Provinsi Sulawesi Selatan, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Provinsi Bali dan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Mengingat jumlahnya yang cukup besar dan penyebarannya yang cukup luas maka sapi bali merupakan bangsa ternak sapi yang cukup penting dalam penyediaan daging nasional. Sapi bali memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan yang kurang baik, namun demikian sapi bali ternyata memiliki kerentanan yang sangat tinggi terhadap beberapa jenis penyakit. Sapi bali sangat peka terhadap penyakit jembrana dan Malignant Catarrhal Fever (MCF). Tingkat insidens penyakit jembrana per tahun dilaporkan oleh Peranginangin (1990) sebesar 0,55% dengan persentase kematian dari hewan yang terserang mencapai 11,18%. Sapi bali juga sangat rentan dengan penyakit Malignant Catarrhal Fever (MCF), kematian dapat mencapai 100% dari ternak yang sakit. Oleh karena itu, daerah pengembangan sapi bali menjadi agak terbatas dan harus dipilih daerah-daerah yang mempunyai populasi kambing dan domba yang rendah. Salah satu faktor yang menentukan ketahanan individu terhadap penyakit adalah Mayor Histocompatibility Complex (MHC) yang pada sapi dikenal dengan sebutan Bovine Leukocyte Antigen (BoLA) (Untalan et al., 2007). Mayor Histocompatibility Complex (MHC) dibedakan menjadi tiga klas yaitu MHC klas I, MHC klas II, dan MHC klas III (Bastos-Silveira et al., 2007). Fungsi keseluruhan dari Bovine Leukocyte Antigen (BoLA) ini adalah berperan dalam imunitas yang berhubungan dengan kerentanan atau ketahanan terhadap penyakit. Gen Bovine Leukocyte Antigen (BoLA) berperan penting pada reaksi imun tubuh sapi terhadap berbagai penyakit. Keragaman Bovine Leukocyte Antigen (BoLA) berkorelasi dengan kekebalan serta ketahanan terhadap penyakit. Kulberg et al. (2007) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara keragaman kepekaan terhadap penyakit dengan gen Bovine Leukocyte Antigen (BoLA). Gen Bovine Leukocyte Antigen (BoLA) menciri dengan banyaknya alel dalam setiap lokus serta keragamam asam amino pada setiap alelnya. Sifat polimorfisme yang tinggi 506

ini menimbulkan variasi ekspresi yang berbeda pada setiap individu. Sampai saat ini belum banyak penelitian yang mengungkap keragaman gen Bovine Leukocyte Antigen (BoLA) pada sapi bali. Berdasarkan informasi di atas peneliti tertarik melakukan penelitian tentang polimorfisme lokus mikrosatelit RM185 pada sapi bali di Nusa Penida. Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan: Seberapa banyak alel yang dapat ditemukan pada marka mikrosatelit RM185 pada sapi bali di Nusa Penida? Berapa frekuensi masing-masing alel lokus mikrosatelit RM185 pada sapi bali di Nusa Penida? Berapa heterozigositas sapi bali di Nusa Penida dengan marka mikrosatelit RM185? Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk : Mengidentifikasi alel lokus mikrosatelit RM185 sapi bali di Nusa Penida. Mengetahui frekuensi alel lokus mikrosatelit RM185 sapi bali di Nusa Penida. Mendeteksi heterozigositas sapi bali di Nusa Penida dengan lokus mikrosatelit RM185. Manfaat Penelitian ini adalah : Menambah khasanah informasi di bidang genetika terutama polimorfisme lokus mikrosatelit RM185 sapi bali di Nusa Penida. Sebagai referensi penelitian dalam hal pemuliabiakan dan seleksi genetik sapi bali. MATERI DAN METODE Materi Objek penelitian ini adalah darah sapi bali yang di-sampling dari Nusa Penida sebagai sumber DNA. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : QIAamp DNA Blood Mini Kit, alkohol, aquades, RNase, etanol 100%, seperangkat bahan PCR (MgCl, DNTP, buffer PCR, aquades bebas ion, enzim DNA polimerase), seperangkat bahan elektroforesis (larutan akrilamit 30%, ADS, buffer TBE 5X), seperangkat bahan pewarnaan perak (CTAB, aquades, amoniak, perak nitrat, NaOH, asam asetat 1%, sodium karbonat dengan formalin), dan primer mikrosatelit RM185. Lokus : RM 185 F + R F T-G-G-C-C-T-G-C-T-T-A-T-G-C-T-T-G-C-A-T-C ( F ) R G-A-G-T-T-T-C-C-T-T-T-G-C-A-T-G-C-C-A-G-T-C ( R ) 507

Peralatan yang digunakan selama penelitian ini antara lain tube berisi anti koagulan, vortex, kotak es, centrifuge, mikropipet, tip, tabung mikro, rak tabung mikro, seperangkat alat visualisasi, seperangkat alat PCR, seperangkat alat elektroforesis, seperangkat alat pewarnaan perak, dan timbangan elektrik. Metode Rancangan penelitian yang digunakan dalm penelitian ini adalah rancangan penelitian observasional deskriptif cross sectional. Sapi bali di Nusa Penida Sampel Convenience sampling Koleksi (darah) Ekstraksi DNA Amplifikasi (PCR) Elektroforesis Pewarnaan Perak Identifikasi Alel Jumlah alel Frekuensi Alel Heterozygositas Penyajian Data Gambar 1. Prosedur Rancangan Penelitian. 508

Variabel Penelitian Variabel yang akan diamati dalam penelitian ini yaitu : a. Jumlah Alel Jumlah alel yaitu banyaknya alel yang dapat ditemukan pada lokus mikrosatelit RM 185 dalam populasi sapi bali di Nusa Penida. b. Frekuensi Alel Frekuensi alel merupakan jumlah relatif masing-masing alel pada lokus RM185 dalam populasi sapi bali di Nusa Penida yang dinyatakan dalam persen (%) atau desimal. c. Heterozigositas Heterozigositas adalah keragaman genetik populasi yang diduga dengan menggunakan frekuensi alel. Cara Pengumpulan Data (Sampling) Sampling dilakukan dengan metode convenience sampling. Sebanyak 20 ekor sapi bali diambil dari populasi sapi bali di Nusa Penida dengan tidak memperhatikan jenis kelamin dan umur sapi. Prosedur Penelitian Cara Pengambilan Sampel darah. Prosedur pengambilan sampel darah yaitu darah sapi sebanyak 10 cc diambil dari vena jugularis dengan menggunakan venoject yang telah berisi anti koagulan berupa heparin. Ekstraksi DNA Ekstraksi DNA menggunakan kits (blood mini kits) dari QIAGEN dengan tahapan pengerjaan sebagai berikut: Tahap pertama, enzim protease 20 µl, sampel darah sapi bali 200 µl, dan buffer AL 200 µl dimasukkan ke dalam tabung eppendorf 1,5 µl kemudian dicampur dengan menggunakan vorteks selama 15 detik. Campuran ini diinkubasi pada suhu 56 0 C selama 10 menit, selanjutnya dipusing beberapa saat untuk menurunkan embun yang menempel pada tutup 509

tabung eppendorf. Tahap kedua, ethanol (96-100%) 200 µl ditambahkan pada sampel kemudian dicampur menggunakan vorteks selama 15 detik dan dipusing beberapa saat untuk menurunkan embun yang menempel pada tutup tabung eppendorf. Tahap ketiga, campuran ini dimasukkan ke dalam tabung minispin dan dipusing pada 6000x g selama 1 menit, selanjutnya memindahkan isi tabung minispin ini ke dalam tabung minispin yang baru (ambil bagian atas, bagian bawah yang mengandung filtrat dibuang). Tahap keempat yaitu memasukkan buffer AW1 500 µl ke dalam tabung minispin kemudian dipusing selama 1 menit pada 6000x g, selanjutnya memindahkan isi tabung minispin ini ke dalam tabung minispin yang baru (ambil bagian atas, bagian bawah yang mengandung filtrat dibuang). Tahap kelima masukkan buffer AW2 500 µl ke dalam tabung minispin dan dipusing selama 3 menit pada 20000x g. Tahap keenam memindahkan isi tabung minispin ke tabung eppendrof 1,5 ml, kemudian ditambahkan buffer AE 200 µl, selanjutnya diinkubasi pada suhu ruang (15-25 0 C) selama 1 menit. DNA yang diperoleh disimpan pada suhu -20 0 C untuk proses selanjutnya (Wandia et al. 2009). Hasil ekstraksi dilihat dengan cara elektroforesis pada gel agrosa 0,5% volume 80 ml dalam larutan 1 x TAE (Tris Acetat EDTA) ph 0,8 dengan menggunakan marka DNA λ Hindll untuk mengetahui adanya fragmen DNA dengan berat molekul tinggi (high molecular weight DNA). Fragmen dimunculkan dengan pewarna etidium bromide setelah dimigrasi selama 35 menit dengan voltase 50 V. Amplifikasi Lokus Mikrosatelit RM185 Amplifikasi lokus mikrosatelit RM185 menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction) dengan volume akhir 12,5 µl. Satu unit reaksi PCR terdiri atas :10 x Bufer Taq 1,25 µl, 25 mmol MgCl 2 1 µl, 10 mmol dntp 0,2 µl, 10 µm Primer F 0,5 µl, 10 µm Primer R 0,5 µl, DW (air) 7,95 µl, 1 µl template, taq DNA polimerase sebanyak 0,7 u. Reaksi PCR dilakukan 3 tahapan yaitu Pre PCR, dan Post PCR. Pre PCR dilakukan selama satu siklus dengan tahapan denaturasi ( 94 0 C ) selama 5 menit. PCR dilakukan selama tiga puluh siklus dengan tahapan denaturasi ( 94 0 C ) 510

selama 40 detik, Anneling (58 0 C) selama 40 detik dan elongasi (37 0 C) selama 40 detik. Post PCR yaitu PCR dilakukan selama satu siklus dengan waktu elongasi (72 0 C) selama 5 menit. Elektroforesis A. Pembuatan Gel Acrilamid 7%. Langkah-langkah dalam pembuatan Gel Poliakrilamit 7% dengan volume 25 ml yaitu memasukkan air (DW) 15 ml ke dalam glas beker dihomogenisasi (sampai larutan jernih). Selanjutnya menambahkan acrilamid 30% sebanyak 5 ml, APS sebanyak 150 µl, temed sebanyak 15 µl (larutan dihomogenisasi). Larutan dituang ke dalam cetakan gel vertikal yang telah disiapkan terlebih dahulu. Letakkan sisir di atas cetakan gel untuk membentuk sumur-sumur pemuat dan dibiarkan sampai campuran memadat menjadi gel. B. Elektroforesis pada Gel Poliacrilamid Vertikal Elektroforesis dilakukan dengan mencampurkan 1 µl produk PCR dengan 0,2 µl 5x loding dye kemudian masukan ke dalam sumur pada gel acrilamid yang sebelumnya telah disiapkan. Kemudian menghidupkan alat elektroforesis tegangan 125 volt selama 90 menit. Setelah selesai gel disiapkan untuk pewarnaan Perak. Pewarnaan Perak Tahapan pewarnaan perak adalah sebagai berikut gel dilepas dari cetakan dan ditempatkan pada wabah gel. Tuangkan larutan ke-1 (terdiri atas CTAB 0,2 gram dalam air deionase dengan volume akhir 200 ml) ke dalam wabah gel dan gel dibiarkan terendam selama 5 menit sambil digoyang. Larutan 1 dibuang, kemudian gel dicuci dengan 200 ml air deionase selama 5 menit. Air dibuang, lalu tuangkan larutan ke-2 (2,4 ml NH 4 OH dalam air deionase dengan volume akhir 200 ml) sambil digoyang selama 5 menit. Larutan ke-2 dibuang, selanjutnya masukkan larutan ke-3 (0,23 g AgNO 3, 0,08 NaOH 10 N, 0,8 ml NH 4 OH dalam air deionase dengan volume akhir larutan 200 ml) dan digoyang selama 7 menit. Kemudian buang larutan ke-3 dan dicuci dengan larutan deionase selama 5 menit. Air bekas pencucian dibuang lalu ditambahkan larutan ke-4 (4 g Na 2 CO 3, 100 µl 511

formaldehida dalam air deionase sehingga volume akhir 200 ml) sambil digoyang sampai muncul pita. Larutan ke-4 segera dibuang setelah pita (alel)muncul, dan masukkan larutan ke-5 (asam asetat glasial 1% dengan volume 200 ml) untuk menghentikan reaksi perak. Selanjutnya gel dapat dipres dan direndam dulu dengan gliserol 20% sebelum dipres untuk tujuan penyimpanan yang lama. Identifikasi Alel Identifikasi alel dilakukan dengan cara mengukur jarak migrasi alel yang dibandingkan dengan penandamolekuler 100 Pb ladder. Alel dinyatakan dengan pasang basa. Analisis Data Data yang diperoleh dari variabel akan diamati dalam penelitian ini adalah 1. Jumlah Alel Menghitung jumlah alel setelah dilakukan pelurusan pen pita (alel) pita (alel)dna yang muncul pada gel acrilamid 7%. 2. Frekuensi Alel Frekuensi alel dihitung dengan rumus 7.1 (Nei, 1987) X1 = ( 2N11 + N12 ) 2N Ket : X1 adalah frekuensi alel 1 N11 adalah jumlah individu yang bergenotipe homozygot alel 1. N12 adalah jumlah individu yang bergenotipe heterozygot alel 1. N adalah jumlah total individu. 512

3. Heterozigositas Hererozygositas dihitung dengan menggunakan rumus penduga tidak bias 8.4 (Nei 1987). ĥ = 2N (1- xi ² ) 2N - 1 ket : ĥ adalah heterozigositas. N adalah jumlah individu. x adalah frekuensi alel. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Mei 2011. Sampel darah sapi bali sudah tersedia di Laboratorium Pusat Penelitian Satwa Primata, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat - Universitas Udayana. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Hasil visualisasi pada elektroforesis produk PCR dari 21 ekor sapi bali di Nusa Penida dengan lokus mikrosatelit RM185 dalam gel acrilamid 7% menunjukkan jumlah pita DNA (alel) yang muncul terdiri atas 2 pita. Namun pitapita DNA yang ditemukan memiliki jarak laju migrasi yang berbeda-beda sehingga dapat dibedakan menjadi 7 tipe pita (alel) dengan basis pasang basa. Ketujuh tipe alel tersebut yaitu 76 pb, 84 pb, 86 pb, 90 pb, 98 pb, 100 pb, dan 104 pb (Gambar 2). 513

1 2 3 M 4 5 6 Gambar 2. Hasil Elektroforesis Lokus Mikrosatelit RM185 Sapi Bali di Nusa Penida. Nomor 1-6 = nomor sampel. M = Marker (100 bp ladder). Tabel 1. Genotip Sapi Bali di Nusa Penida dengan Lokus RM185 Genotip Jumlah Sapi (ekor) 76/104 1 84/100 4 86/98 5 86/100 8 90/100 1 90/104 2 Frekuensi Alel Berdasarkan hasil elektroforesis lokus mikrosatelit RM185 sapi bali di Nusa Penida menunjukkan alel 86 pb adalah alel yang memiliki frekuensi kemunculan tertinggi dengan nilai frekuensi 0,31. Alel 76 pb memiliki frekuensi kemunculan terendah dengan nilai frekuensi 0,02. 514

Tabel 2. Frekuensi Alel Lokus Mikrosatelit RM185 Sapi Bali di Nusa Penida Alel Frekuensi Alel (%) 76 0,02 84 0,09 86 0,31 90 0,07 98 0,12 100 0,28 104 0,09 Heterozigositas Nilai heterozigositas (ĥ) merupakan cara yang paling akurat untuk mengukur variasi genetik. Keragaman genetik populasi sapi bali di Nusa Penida dengan menggunakan lokus mikrosatelit RM185 memiliki heterozigositas ĥ = 0,804. Pembahasan Perkembangan yang terjadi pada teknik molekuler telah banyak membantu dalam menghasilkan data tentang variasi genetik pada tingkat DNA. Teknik PCR yang memanfaatkan amplifikasi DNA yang mampu mendeteksi adanya variasi genetik dalam waktu yang relatif singkat. Keuntungan menggunakan PCR dalam mengamplifikasi DNA adalah dapat menghasilkan DNA dalam jumlah yang banyak meskipun hanya dari beberapa atau bahkan satu molekul DNA saja dalam waktu yang relative singkat (White, 1996). Berdasarkan hasil analisis pada populasi sapi bali di Nusa Penida dengan menggunakan penanda lokus mikrosatelit RM185 memiliki 7 alel. Jumlah alel ini lebih banyak dari jumlah alel yang diidentifikasi pada penelitian yang dilakukan oleh Untalan et al. (2007). Hasil penelitian Untalan et al. (2007) mengindentifikasi 6 alel dengan menggunakan penanda yang sama pada jenis populasi sapi yang berbeda (sapi persilangan Bos Taurus dan Bos Indicus). Pasang basa alel yang terdeteksi berkisar antara 76 pb sampai 104 pb. Alel 86 pb merupakan frekuensi tertinggi (0,31). Sedangkan alel 76 pb terdeteksi menjadi alel terendah (0,02). Frekuensi alel terendah pada sapi bali di Nusa 515

Penida dengan menggunakan penanda lokus mikrosatelit RM185 perlu mendapat perhatian. Menurut Wandia (2001), rendahnya frekuensi sejumlah alel kemungkinan besar sebagai akibat random genetic drift. Kemungkinan lain bahwa alel tersebut produk mutasi terkini sehingga belum tersebar keseluruh anggota populasi. Nilai heterozigositas pada populasi sapi bali di Nusa Penida dengan penanda lokus mikrosatelit RM185 ĥ= 0,804. Nilai ini lebih besar bila dibandingkan dengan yang dilakukan Abdullah dkk. (2008) dengan menggunakan 16 lokus mikrosatelit. Abdullah dkk. (2008) mendapatkan nilai rataan heterozigositas ĥ= 0,491 ± 0,299. Perbandingan ini mungkin berkaitan dengan beberapa hal, diantaranya 1) sampel yang dilakukan Abdullah dkk (2008) diambil ruang lingkup lebih kecil (P3 Bali) dibanding dengan penelitian ini, 2) rataan heterozigositas yang didapatkan pada penelitian Abdullah (2008) berasal dari rataan polimorfik dan monomorfik, 3) perbedaan pada penanda molekuler mikrosatelit yang digunakan. Studi tentang variasi genetik pada suatu organisme terutama pada hewan ternak baik inter maupun antar jenis organisme adalah sangat penting karena berhubungan dengan variasi pada fenotip. Menurut Mittler dan Greeg (1969) variasi fenotip yang terjadi bisa disebabkan karena adanya variasi genetik atau variasi lingkungan atau karena variasi lingkungan dan genetik. Pengetahuan tentang variasi genetik mempunyai sejumlah aplikasi yang bermanfaat. Aplikasi dari variasi genetik ini misalnya untuk mengidentifikasikan hewan dan mencari asal usulnya, mengetahui hubungan kekerabatan dan pemetaan gen Variasi genetik juga dapat dijadikan dasar untuk konservasi jenis. Pelestarian terhadap jenis-jenis hewan sangat penting dilakukan karena banyak jenis-jenis hewan yang sekarang ini terancam kepunahan dan gen-gen yang mereka bawa mungkin bermanfaat di waktu mendatang. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian terdapat 7 buah alel yang ditunjukan dengan munculnya pita-pita (alel) dalam gel acrilamid 7%. Jenis alel yang teridentifikasi adalah 76 pb, 84 pb, 86 pb, 90 pb, 98 pb, 100 pb, dan 104 pb. Alel dengan 516

menggunakan penanda lokus mikrosatelit RM185 bersifat polimorfik dalam populasi sapi bali di Nusa Penida. Nilai frekuensi alel tertinggi pada populasi sapi bali di Nusa Penida yaitu alel 86 dengan nilai frekuensi alel 0,31. Sedangkan alel 76 pb adalah alel terendah dengan nilai frekuensi 0,02. Nilai heterozigositas pada populasi sapi bali dengan penanda lokus mikrosatelit RM185 ĥ= 0,804. SARAN Adanya polimorfisme pada suatu spesies akan sangat bermanfaat dalam bidang genetika maupun untuk kepentingan seleksi. Keragaman genetik mempengaruhi fenotip pada setiap spesies. Semakin tinggi tingkat keragaman genetik pada suatu populasi dalam hal ini khususnya populasi sapi bali di Nusa Penida dirasa cukup aman untuk masa itu. Untuk menjaga keragaman genetika khususnya pada sapi bali di Nusa Penida perlu ada tindakan yang bersifat preventif sebagai usaha pencegahan erosi suatu populasi sapi bali di Nusa Penida. Penelitian-penelitian yang mengarah pada bidang genetika perlu terus dilakukan sehingga keragaman genetika pada populasi sapi bali dapat dimonitoring dari zaman ke zaman guna kelestarian sapi bali. DAFTAR PUSTAKA Abdullah, M.A.N., Noor, R.R., dan Solihin, D.D,. 2008. Karakteristik Sapi Aceh Dengan Menggunakan DNA Mikrosatelit. J.Indon.Trop.Anim.Agric. 33 [3] Bastos-Silveira C, Luís C, Ginja C, Gama LT and Oom MM, 2007. Genetic variation in BoLA microsatellite loci in Portuguese cattle breeds. Animal Genetic 40: 101-105. Kulberg S., Heringstad B., Guttersrud O.A. and Olsaker I. 2007. Study on the association of BoLA-DRB3.2 Allels with clinical mastitis in Norwegian Red cows. Journal of Animal Breeding and Genetics 124, 201-7. Mittler, L.E. and T.G. Gregg. 1969. Population Genetics and Evolution. Englewood Clifie: Prentice Hall Inc. 517

Peranginangin, T.A. 1990. Perkembangan dan pengendalian penyakit sapi Bali di wilayah pelayanan BPPH VI Denpasar makalah yang disajikan dalam Seminar Nasional Sapi Bali yang diselenggarakan Fakultas Peternakan Universitas Udayana Denpasar tanggal 20-22 September 1990. Untalan, P. M., Pruett, J. H. & Steelman, C. D. (2007) Association of the bovine leukocyte antigen major histocompatibility complex class II DRB3*4401 allele with host resistance to the Lone Star tick, Amblyomma americanum. Veterinary Parasitology. 145, 190-195. Wandia, I.N. 2001. Variasi Genetik Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Beberapa Lokasi di Bali. Bogor. Program Pasca Srajana Institut Pertanian Bogor. Wandia, I.N. 2009. Polimorfisme Genetik Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fasicularis) di Lokasi Pariwisata Bali. Denpasar: Fakultas Kedokteran Hewan. White, T.J. 1996. The future ofpcr technology: diversification of technologies and applications. TIBTECH 14: 478-483. 518