: NUSRAT NADHWATUNNAJA A

dokumen-dokumen yang mirip
: NUSRAT NADHWATUNNAJA A

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia

I PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. 5 Khasiat Buah Khasiat Cabai Merah.

ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PRODUKSI PEMBENIHAN IKAN GURAMI PETANI BERSERTIFIKAT SNI

Paprika dengan nama latin Capsicum Annuum var Grossum ini termasuk. Pertanian, 2003). Adapun jenis-jenis paprika ada banyak, antara lain wonder bell,

III. KERANGKA PEMIKIRAN

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH. Oleh : EKO HENDRAWANTO A

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEPOK VARIETAS DEWA-DEWI (Averrhoa carambola L)

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA

III KERANGKA PEMIKIRAN

ANALISIS USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN DAN PADI ANORGANIK (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: RIDWAN A

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT. Oleh NORA MERYANI A

Salah satu tanaman hortikultura yang memiliki peranan cukup penting adalah

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGEMBANGAN PEMBIBITAN (BREEDING)SAPI POTONG PADA PT LEMBU JANTAN PERKAS (LJP), SERANG, PROPINSI BANTEN

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PAPRIKA HIDROPONIK

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

III. KERANGKA PEMIKIRAN

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI

KELAYAKAN FINANSIAL INVESTASI USAHATANI ASPARAGUS (Asparagus officionalis) RAMAH LINGKUNGAN, PT AGRO LESTARI, BOGOR HERLIANA RIDHAWATI A

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis, Sumber, dan Metode Pengumpulan Data 4.3. Metode Pengambilan Sampel

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

III. KERANGKA PEMIKIRAN

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1.

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISIS PERENCANAAN PENGENDALIAN PERSEDIAAN TOMAT BANDUNG DI SUPERMARKET SUPER INDO MUARA KARANG JAKARTA UTARA SKRIPSI

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERANAN PESANTREN AL ZAYTUN TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN GANTAR, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT

III. KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kajian Empirik Komoditas Tomat

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari

DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM KREDIT KEPADA KOPERASI PRIMER UNTUK ANGGOTANYA (KKPA) TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI KELAPA SAWIT

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI AGRIBISNIS NANAS

III. KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Bruto (PDB) Indonesia, dan berperan penting dalam perekonomian nasional

III. KERANGKA PEMIKIRAN

PENGARUH STATUS DAN LUAS LAHAN USAHATANI KENTANG (Solanum tuberosum L.) TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI

BAB I PENDAHULUAN. mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian pada setiap tahap

III. KERANGKA PEMIKIRAN

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT. Oleh : Nandana Duta Widagdho A

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A

BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA

III. KERANGKA PEMIKIRAN

ANALISIS CABANG USAHATANI DAN SISTEM TATANIAGA PISANG TANDUK

ANALISIS USAHATANI DAN PEMASARAN PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

II. TINJAUAN PUSTAKA. berbeda dengan pendapatan yang diterima oleh petani lainnya. Bahkan seorang

ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN BUNGA POTONG KRISAN LOKA FARM KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BOGOR. Afnita Widya Sari A

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. perekonomian di Bali. Sektor ini menyumbang sebesar 14,64% dari total Produk

III. KERANGKA PEMIKIRAN. konsep efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi, serta konsep penerimaan,

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

ANALISIS USAHATANI PADI PESTISIDA DAN NON PESTISIDA DI DESA PURWASARI, KECAMATAN DARMAGA, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT. Oleh: VERRA ANGGREINI A

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG

I. PENDAHULUAN. anorganik menjadi bahan organik dengan bantuan tumbuh-tumbuhan dan

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT

ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KEPUASAN PETERNAK TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN AYAM BROILER

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor di bidang ekonomi yang memiliki

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura

BAB IV. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor potensial yang memiliki peranan

IV. METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. pertanian. Tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian memegang peranan

Tahun Bawang

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBENIHAN KERAPU KECAMATAN GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG, BALI. Oleh: NI WAYAN NARITA SUGAMA A

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN PADI RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI

I. PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011)

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

KERANGKA PEMIKIRAN. 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. adalah jamur konsumsi (edible mushroom). Jamur konsumsi saat ini menjadi salah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. KERANGKA PEMIKIRAN

KAJIAN USAHATANI TANAMAN TOMAT TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI,

Transkripsi:

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PAPRIKA HIDROPONIK DI DESA PASIR LANGU, KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BANDUNG Oleh : NUSRAT NADHWATUNNAJA A14105586 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

RINGKASAN NUSRAT NADHWATUNNAJA. Analisis Pendapatan Usahatani dan Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Paprika Hidroponik di Desa Pasir Langu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung. Di bawah bimbingan HARMINI. Paprika merupakan salah satu komoditas hortikultura yang potensial untuk dikembangkan, karena selain tingkat permintaannya yang cukup tinggi paprika juga termasuk sayuran yang bernilai ekonomis tinggi, dan sebagai salah satu penyumbang devisa bagi negara melalui ekspor. Peningkatan permintaan paprika terjadi baik di pasar lokal maupun ekspor. Namun demikian Indonesia belum mampu memanfaatkan peluang pasar secara optimal, khususnya pasar ekspor. Salah satu indikasinya adalah belum terpenuhinya permintaan ekspor. Koperasi Petani (Koptan) Mitra Sukamaju merupakan perintis budidaya paprika hidroponik di Desa Pasir Langu. Produksi paprika Koptan Mitra Sukamaju masih belum dapat memenuhi permintaan pasar. Faktor yang menjadi kendala bagi para petani di Desa Pasir Langu baik petani anggota Koptan Mitra Sukamaju maupun petani non anggota adalah tingginya fluktuasi harga paprika dan produktivitas yang dirasakan petani masih kurang, sehingga para petani sulit untuk mengembangkan usahataninya. Untuk melihat dampak dari keberadaan Koptan Mitra Sukamaju terhadap kemajuan usahatani paprika di Desa Pasir Langu maka perlu dilakukan penelitian mengenai analisis pendapatan usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi paprika hidroponik di Desa Pasir Langu. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Menganalisis tingkat pendapatan usahatani paprika hidroponik di Desa Pasir Langu; (2) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani paprika hidroponik di Desa Pasir Langu. Penelitian ini dilakukan di Desa Pasir Langu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung. Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Responden dalam penelitian ini terdiri dari petani paprika hidroponik yang menjadi anggota Koptan Mitra Sukamaju dengan jumlah 20 orang dan petani yang tidak menjadi anggota dengan jumlah 20 orang. Wilayah kerja Koptan Mitra Sukamaju berada di Desa Pasir Langu yang terletak di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat. Desa Pasir Langu merupakan daerah perbukitan yang subur sehingga menjadi sentra produksi sayur-mayur dan bunga. Luas lahan yang digunakan untuk tanaman paprika adalah 15 hektar. Budidaya paprika hidroponik di Desa Pasir Langu dimulai pada tahun 1994 oleh para petani perintis yang tergabung dalam Kelompok Tani Mitra Sukamaju. Dengan semakin berkembangnya usahatani paprika hidroponik di Desa Pasir Langu, maka petani-petani yang tidak tergabung dalam Koptan Mitra Sukamaju mulai tertarik, sehingga ada beberapa petani yang bergabung menjadi anggota, dan sebagian besar lainnya mempelajari budidaya paprika dari petani lain yang sudah berhasil. Proses budidaya paprika hidroponik di Desa Pasir Langu baik untuk petani anggota koptan maupun petani non anggota koptan sama, yaitu terdiri dari proses persiapan tanam, persemaian dan pembibitan, penanaman, penyiraman dan pemberian nutrisi, perawatan dan pemeliharaan serta panen dan pasca panen. Namun dalam proses pasca panen

berbeda antara petani anggota Koptan Mitra Sukamaju dengan petani non anggota, karena untuk petani anggota proses pasca panen dilakukan oleh Koptan Mitra Sukamaju. Sebagian besar responden berusia antara 39-45 yaitu sebanyak 30 persen untuk petani anggota Koptan Mitra Sukamaju dan 35 persen untuk petani non anggota. Petani responden yang merupakan anggota Koptan Mitra Sukamaju pada umumnya berpendidikan SMA yaitu sebanyak sembilan orang atau 45 persen, sedangkan responden non anggota sebagian besar berpendidikan SMP yaitu sebanyak tujuh orang atau 35 persen. Petani anggota Koptan Mitra Sukamaju memiliki pengalaman antara 10-12 tahun yaitu sebanyak tujuh orang atau 35 persen, sedangkan petani non anggota memiliki pengalaman antara 4-6 tahun yaitu sebanyak delapan orang atau 40 persen. Responden anggota Koptan Mitra Sukamaju sebagian besar memiliki luas lahan untuk seluruh green house antara 500-1.500m 2 yaitu sebanyak tujuh orang atau 35 persen, sedangkan petani non anggota sebagian besar memiliki luas lahan untuk seluruh green house antara 1.501-2.500m 2 yaitu sebanyak tujuh orang atau 35 persen. Berdasarkan analisis pendapatan usahatani diperoleh bahwa pendapatan petani anggota Koptan Mitra Sukamaju lebih tinggi dibandingkan petani non anggota. Pendapatan atas biaya tunai dan atas biaya total petani anggota Koptan Mitra Sukamaju masing-masing sebesar Rp 19.638.973,12 dan Rp 7.916.973,12. Sedangkan pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total petani non anggota masing-masing sebesar Rp 15.943.192,79 dan Rp 4.221.192,79. Sama halnya dengan pendapatan, nilai R/C pada petani anggota koptan Koptan Mitra Sukamaju lebih tinggi dibandingkan petani non anggota. Nilai R/C rasio atas biaya tunai petani anggota Koptan Mitra Sukamaju adalah 1,74 dan nilai R/C rasio atas biaya total adalah 1,21. Sedangkan nilai R/C rasio petani non anggota adalah 1,62 untuk biaya tunai dan 1,11 untuk biaya total. Lebih besarnya pendapatan dan nilai R/C petani anggota Koptan Mitra Sukamaju dibandingkan petani non anggota karena pada saat penelitian harga paprika di pasar sedang turun, sehingga petani anggota koptan lebih diuntungkan karena harga paprika pada koptan stabil. Berdasarkan analisis fungsi produksi, faktor produksi luas lahan (X 1 ), nutrisi (X 3 ), pestisida (X 4 ), dan tenaga kerja (X 5 ) secara bersama-sama berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 99 persen terhadap produksi paprika hidroponik. Nilai koefisien determinasi untuk pendugaan didapat sebesar 94,1 persen, yang berarti bahwa 94,1 persen variasi produksi paprika dapat diterangkan oleh variabel-variabel bebas yang diduga sedangakan sisanya sebesar 5,9 persen dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak terdapat dalam model. Pengaruh variabel bebas secara parsial dilakukan dengan uji-t, hasil uji ini menunjukkan faktor produksi) nutrisi (X 3 ) dan pestisida (X 4 ) berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 99 persen, dan faktor produksi luas lahan (X 1 berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95 persen. Sedangkan faktor produksi tenaga kerja (X 5 ) tidak berpengaruh nyata terhadap produksi pada selang kepercayaan yang diharapkan. Dalam fungsi produksi Cobb-Douglas koefisien regresi juga menunjukkan elastisitas dari masing-masing variabel. Nilai koefisien regresi pada masingmasing faktor produksi adalah positif lebih kecil dari satu. Nilai positif ini menandakan bahwa pengaruh faktor-faktor produksi tersebut terhadap produksi paprika adalah berbanding lurus. Hasil uji skala usaha menunjukkan bahwa

usahatani paprika hidroponik di Desa Pasir Langu berada pada kondisi kenaikan hasil yang tetap (constant return to scale). Saran yang diberikan dalam penelitian ini adalah: (1) Kepada petani yang tidak ingin terlalu merasakan fluktuasi harga disarankan bergabung menjadi anggota koptan; (2) Untuk dapat meningkatkan produktivitas diharapkan Koptan Mitra Sukamaju dan Pemerintah memberikan bantuan dana kepada petani sehingga para petani dapat memperbaiki green house yang dimilikinya yang tentunya akan dapat meningkatkan produktivitas; (3) Pemerintah juga diharapkan memberikan bantuan modal kepada petani lainnya agar dapat membudidayakan paprika hidroponik, selain itu peranan Pemerintah mengenai informasi harga juga dibutuhkan terutama bagi petani non anggota; (4) Penelitian-penelitian lebih lanjut diharapkan dapat menganalisis efisiensi usahatani paprika hidroponik dari segi ekonomis yang tidak terdapat dalam penelitian ini.

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PAPRIKA HIDROPONIK DI DESA PASIR LANGU, KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BANDUNG Oleh : NUSRAT NADHWATUNNAJA A14105586 Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Judul : Analisis Pendapatan Usahatani Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Paprika Hidroponik Di Desa Pasir Langu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Nama : Nusrat Nadhwatunnaja NRP : A14105586 Menyetujui, Dosen Pembimbing Ir. Harmini, MSi NIP 131 688 732 Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP 131 124 019 Tanggal Kelulusan :

PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN UNTUK MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU, DAN SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI TIDAK MENGANDUNG BAHAN- BAHAN YANG PERNAH DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG TELAH DINYATAKAN DALAM NASKAH DAN DICANTUMKAN DALAM DAFTAR PUSTAKA PADA BAGIAN AKHIR SKRIPSI INI. Bogor, Januari 2008 Nusrat Nadhwatunnaja A14105586

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 24 September 1984 sebagai anak dari Bapak Machdum Rasyid dan Ibu Enung Nurjanah, penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis memulai pendidikan di SD Negeri Pengadilan 1 Bogor dan lulus pada tahun 1996. Pendidikan tingkat menengah diselesaikan penulis pada tahun 1999 pada SLTP Negeri 8 Bogor. Pendidikan tingkat atas diselesaikan penulis pada tahun 2002 pada SMU Al Azhar Plus Bogor. Pada Tahun 2002, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, pada Program Studi Diploma III Manajemen Agribisnis, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian dan selesai pada tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Pendapatan Usahatani Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Paprika Hidroponik Di Desa Pasir Langu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung yang merupakan syarat dalam menyelesaikan pendidikan pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya dapat membangun terutama untuk kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Bogor, Januari 2008 Penulis

UCAPAN TERIMAKASIH Syukur Alhamdulillah akhirnya penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendoa kan, serta memberikan dukungan baik moril maupun materil. Oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesarbesarnya kepada : 1. Kedua orang tua atas doa, perhatian dan kasih sayang yang tulus serta dukungan moril dan materil yang telah diberikan selama ini. 2. Ibu Ir. Harmini, MSi sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyelesaian skripsi ini. 3. Ibu Ir. Yayah K Wagiono, MEc selaku dosen evaluator pada kolokium yang telah memberikan kritik, saran dan masukan kepada penulis. 4. Ibu Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS selaku dosen penguji utama pada ujian sidang skripsi. 5. Ibu Tintin Sarianti, Sp selaku dosen penguji komdik pada ujian sidang skripsi. 6. Para petani responden di Desa Pasir Langu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung yang telah bersedia memberikan informasi dan data mengenai usahatani paprika hidroponik. 7. Ibu Darwilah yang telah menyediakan tempat tinggal kepada penulis selama penelitian. 8. Kakakku Restu Amalia dan adikku Tri Nurmalasari yang selalu mendoa kan.

9. Shanty, Nita, Renie, dan Chacha atas dukungan dan kebersamaan selama kuliah dan menyelesaikan skripsi. 10. Teman-teman ekstensi MAB 11. Sahabat-sahabatku Dini, Novi, Tutik, Arry yang selalu mendoa kan 12. Semua pihak yang turut membantu dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya, semoga Allah SWT memberikan rahmat dan hidayah-nya, serta membalas segala kebaikannya. Bogor, Januari 2008 Penulis

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... xi DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xii I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 4 1.3. Tujuan Penelitian... 6 1.4. Kegunaan Penelitian... 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Paprika... 7 2.2. Hidroponik... 9 2.3. Penelitian Terdahulu... 10 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis... 17 3.1.1. Konsep Usahatani... 17 3.1.2. Fungsi Produksi... 19 3.1.4. Model Fungsi Produksi... 24 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional... 26 3.3. Hipotesis... 28 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian... 29 4.2. Jenis dan Sumber Data... 29 4.3. Metode Penarikan Contoh... 29 4.4. Metode Analisis... 30 4.4.1. Analisis Pendapatan Usahatani... 30 4.4.2. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi... 31 4.5. Definisi Operasional... 39 V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Umum Wilayah... 41 5.2. Sejarah dan Perkembangan Paprika di Desa Pasir Langu... 42 5.3. Sistem Agribisnis Paprika Hidroponik... 43 5.3.1. Subsistem Sarana Produksi... 43

5.3.2. Subsistem Usahatani... 45 5.4. Karakteristik Responden... 51 VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI 6.1. Analisis Usahatani Paprika Hidroponik Petani Anggota Koptan Mitra Sukamaju... 54 6.1.1. Penerimaan Usahatani... 54 6.1.2. Biaya Usahatani... 55 6.1.3. Pendapatan Usahatani... 57 6.2. Analisis Usahatani Paprika Hidroponik Petani Non Anggota... 58 6.2.1. Penerimaan Usahatani... 58 6.2.2. Biaya Usahatani... 59 6.2.3. Pendapatan Usahatani... 61 6.3. Analisis Perbandingan Usahatani Paprika Petani Anggota Koptan Mitra Sukamaju dan Petani Non Anggota... 61 VII.ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PAPRIKA HIDROPONIK 7.1. Analisis Fungsi Produksi Paprika Hidroponik... 65 7.2. Analisis Skala Usaha... 70 VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan... 72 8.2. Saran... 73 DAFTAR PUSTAKA... 75 LAMPIRAN... 77

DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Volume dan Nilai Ekspor Paprika Indonesia ke Singapura Tahun 2004-2005... 3 2. Kandungan Gizi Paprika Dalam 100 gram Buah Hijau Segar... 8 3. Jumlah Penduduk Desa Pasir Langu Berdasarkan Mata Pencaharian Pokok, Tahun 2006... 42 4. Komponen Nutrisi Koptan Mitra Sukamaju berdasarkan Unsur dan Dosis... 45 5. Sebaran Jumlah Responden Petani Anggota Koptan Mitra Sukamaju dan Petani Non Anggota Menurut Umur... 51 6. Sebaran Jumlah Responden Petani Anggota Koptan Mitra Sukamaju dan Petani Non Anggota Menurut Tingkat Pendidikan... 51 7. Sebaran Jumlah Responden Petani Anggota Koptan Mitra Sukamaju dan Petani Non Anggota Menurut Pengalaman... 52 8. Sebaran Jumlah Responden Petani Anggota Koptan Mitra Sukamaju dan Petani Non Anggota Menurut Luas Lahan... 53 9. Analisis Struktur Biaya dan Pendapatan Usahatani Paprika Hidroponik Petani Anggota Koptan Mitra Sukamaju per Luas Green House 1.000m 2... 55 10. Analisis Struktur Biaya dan Pendapatan Usahatani Paprika Hidroponik Petani Non Anggota per Luas Green House 1.000m 2... 59 11. Analisis Perbandingan Usahatani Paprika Hidroponik Petani Anggota Koptan Mitra Sukamaju dan Petani Non Anggota per Luas Green House 1.000m 2... 62 12. Perbandingan Produktivitas Usahatani Paprika Hidroponik Petani Anggota Koptan Mitra Sukamaju dan Petani Non Anggota... 64 13. Hasil Analisis Regresi Fungsi Produksi Paprika Hidroponik dengan Metode OLS Setelah Menghilangkan Variabel Bebas Benih dan Dummy Status Petani... 67

DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Daerah Produksi dan Elastisitas Produksi... 22 2. Kerangka Pemikiran Operasional... 28

DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Perhitungan Penyusutan Alat dan Green House per 1.000m 2... 77 2. Data Penggunaan Faktor Produksi Usahatani Paprika Hidroponik per Musim Tanam... 78 3. Hasil Analisis Regresi Fungsi Produksi Usahatani Paprika Hidroponik dengan Metode OLS Sebelum Menghilangkan Variabel Bebas Benih... 79 4. Hasil Analisis Regresi Fungsi Produksi Usahatani Paprika Hidroponik dengan Metode OLS Setelah Menghilangkan Variabel Bebas Benih... 80 5. Hasil Analisis Regresi Fungsi Produksi Usahatani Paprika Hidroponik dengan Metode OLS Setelah Menghilangkan Variabel Bebas Benih dan Dummy Status Petani... 81 6. Uji Normalitas dan Homoskedastisitas Fungsi Produksi Paprika Hidroponik dengan Metode OLS Setelah Menghilangkan Variabel Bebas Benih... 82 7. Uji Skala Usaha... 83

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan yang penting dalam pembangunan perekonomian nasional diantaranya dalam pembentukan PDB, penyerapan tenaga kerja, pembangunan ekonomi daerah, ketahanan pangan, dan dalam pelestarian lingkungan hidup. 1 Kontribusi sektor pertanian terhadap PDB tahun 2007 pada triwulan pertama adalah sebesar 13,7 persen 2. Sektor pertanian terdiri dari sub sektor tanaman pangan yang meliputi padi, palawija dan hortikultura, serta sub sektor tanaman perkebunan. Dari keempat sub sektor tersebut hortikultura merupakan salah satu bagian dari sektor pertanian yang dapat dijadikan sumber pertumbuhan ekonomi. Pelaksanaan pengembangan hortikultura dilakukan melalui pengembangan budidaya dan penerapan teknologi, pemberdayaan kelembagaan petani, penguatan modal usaha, fasilitas promosi investasi dan produk, serta fasilitas kerjasama dan kemitraan usaha antara produsen dan pelaku usaha di sentra produksi dan sentra pemasaran. Secara keseluruhan, produksi dan luas panen hortikultura menunjukan adanya peningkatan. Produksi hortikultura pada tahun 2006 meningkat sebesar 5,47 persen dibandingkan tahun 2005, sedangkan peningkatan luas areal panen sebesar 2,62 persen. Peningkatan produksi ini terjadi akibat dari pertambahan luas areal tanam, semakin banyaknya tanaman yang berproduksi, berkembangnya teknologi produksi yang diterapkan petani, semakin intensifnya bimbingan dan 1 Departemen Pertanian, 2006. www.deptan.go.id 2 Berita Resmi Statistik No 27/05/TH X. www.bps.go.id

fasilitas yang diberikan kepada petani dan pelaku usaha, dan adanya penguatan kelembagaan agribisnis petani (Ditjen Hortikultura, 2006). 3 Sayuran merupakan salah satu komoditi hortikultura yang mengalami peningkatan produksi. Produksi sayuran pada tahun 2005 meningkat sebesar 42.310 ton atau sebesar 18,82 persen dibandingkan tahun 2004 (BPS, 2006). Pemerintah juga menyarankan agar masyarakat Indonesia mengikuti anjuran FAO untuk mengkonsumsi sayuran minimal 65,75 kilogram/kapita/tahun untuk menjaga keseimbangan tubuh. 4 Seiring dengan perkembangan industri yang semakin maju, maka lahanlahan pertanian khususnya di pulau Jawa beralih fungsi menjadi lahan non pertanian. 5 Oleh karena itu untuk menyesuaikan dengan kondisi pertanian saat ini diperlukan peningkatan produktivitas, sehingga diharapkan dapat meningkatkan hasil produksi. Salah satu teknologi yang tepat untuk mencapai peningkatan produksi khususnya sayuran dengan kualitas dan kontinuitas yang baik adalah dengan pembudidayaan secara hidroponik. Paprika merupakan salah satu komoditas sayuran komersial yang dapat dibudidayakan secara hidroponik. Saat ini penanaman paprika terus dikembangkan karena adanya kebutuhan pasar yang terus meningkat, sehingga paprika memiliki prospek yang cerah untuk dibudidayakan (Prihmantoro dan Indriani, 2003). Dalam beberapa tahun terakhir terdapat peningkatan permintaan paprika di Indonesia, baik untuk pasar lokal maupun ekspor. Namun petani belum mampu memenuhi kebutuhan konsumen terutama pasar ekspor. Konsumen paprika dalam negeri adalah penduduk asing yang menetap di Indonesia dan 3 Ditjen Hortikultura, 2006. www.hortikultura.gi.id 4 Departemen Pertanian, 2003. www.deptan.go.id 5 Pengaruh Alih Fungsi Lahan Petanian. www.digilib.itb.ac.id

masyarakat kalangan menengah ke atas, sehingga pasar yang banyak meminta komoditas paprika ini adalah swalayan, hotel, restoran, dan katering. Paprika Indonesia diekspor ke beberapa negara diantaranya Belanda, Hongkong, Singapura dan Taiwan. Saat ini negara tujuan utama ekspor paprika adalah Singapura. Hingga saat ini Indonesia hanya mampu memenuhi paprika kualitas ekspor maksimal empat ton per minggu ke Singapura dari permintaan 10 ton. 6 Volume dan Nilai Ekspor Paprika Indonesia ke Singapura dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Volume dan Nilai Ekspor Paprika Indonesia ke Singapura Tahun 2004-2005 Bulan 2004 2005 Volume (kg) Nilai (Rp) Volume (kg) Nilai (Rp) Januari * * 2.185 21.293.000 Februari * * 2.205 24.763.000 Maret * * 1.390 15.164.000 April * * 1.965 21.184.500 Mei * * 2.700 25.328.000 Juni * * 6.285 75.166.500 Juli 2.050 19.470.000 1.500 17.516.500 Agustus 3.105 29.761.000 4.175 48.231.500 September 1.869 18.625.000 3.405 38.771.000 Oktober 2.165 21.807.500 6.670 82.150.000 November 3.920 34.645.000 7.420 90.637.750 Desember 3.235 28.997.500 10.485 44.438.500 Total 16.344 153.306.000 50.365 505.274.750 Sumber : Asosiasi Pengusaha Paprika, 2005 dalam Kartikasari, 2006 Keterangan :* Tidak ada data Pada Tabel 1 dapat dilihat ekspor paprika ke Singapura pada tahun 2004-2005 berfluktuatif baik volume maupun nilainya, kenaikan terbesar terjadi pada bulan Juni 2005 sedangkan penurunan terbesar terjadi pada bulan Juli 2005. Pada tabel tersebut juga dapat diketahui bahwa trend ekspor paprika ke Singapura 6 Gunadi, Nikardi 2007 Perdagangan Ekspor Paprika Belum Dioptimalkan. www.kompas.com. Selasa, 15 mei 2007.

mengalami peningkatan. Keadaan tersebut merupakan peluang bagi petani paprika di Indonesia untuk menghasilkan paprika dengan kualitas dan kontinuitas yang baik. 1.2. Rumusan Masalah Paprika merupakan salah satu komoditas hortikultura yang potensial untuk dikembangkan, karena selain tingkat permintaanya yang cukup tinggi paprika juga termasuk sayuran yang bernilai ekonomis tinggi, dan sebagai salah satu penyumbang devisa bagi negara melalui ekspor. Peningkatan permintaan paprika terjadi baik di pasar lokal maupun ekspor. Namun demikian Indonesia belum mampu memanfaatkan peluang pasar secara optimal, khususnya pasar ekspor. Salah satu indikasinya adalah belum terpenuhinya permintaan ekspor. Budidaya paprika secara hidroponik akan memberikan penerimaan yang lebih besar dibandingkan budidaya paprika secara konvensional, karena produksi yang dihasilkan lebih besar. Namun usaha budidaya paprika hidroponik memerlukan biaya yang besar untuk investasinya yaitu green house dan sarana penunjang lainnya. Selain itu diperlukan juga biaya yang besar untuk kegiatan budidayanya seperti biaya input, biaya pemeliharaan, dan biaya lain-lain. Di Kabupaten Bandung terdapat tiga kecamatan yang merupakan sentra produksi paprika, yaitu Kecamatan Parongpong, Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Lembang. Menurut Dinas Pertanian Kabupaten Bandung, luas lahan paprika di Kabupaten Bandung pada tahun 2003 mencapai 40 hektar dengan jumlah tanaman mencapai 1.200.000 pohon. 7 Desa Pasir Langu merupakan salah 7 www.pikiran-rakyat.com

satu daerah di Kecamatan Cisarua yang membudidayakan paprika secara hidroponik dengan teknik irigasi manual. Sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani, dan sekitar 100 orang diantaranya merupakan petani paprika. Koperasi Petani (Koptan) Mitra Sukamaju pada awalnya merupakan kelompok tani yang merupakan perintis budidaya paprika hidroponik di Desa Pasir Langu. Koptan Mitra Sukamaju merupakan perkumpulan petani paprika di Desa Pasir Langu yang dibentuk untuk menjalin komunikasi antar petani paprika. Koptan Mitra Sukamaju juga melakukan pembinaan terhadap petani melalui pelatihan teknis dan pelatihan manajemen secara berkesinambungan, sehingga dapat meningkatkan kinerja dan mampu menciptakan komoditas yang diharapkan dengan kuantitas dan kualitas yang tinggi. Tahun 2006 produksi paprika di Koptan Mitra Sukamaju yaitu sebesar 305.185 kilogram, namun produksi tersebut masih belum dapat memenuhi permintaan pasar. Saat ini permintaan yang belum terpenuhi oleh Koptan Mitra Sukamaju sebanyak 70 ton per minggunya. 8 Faktor yang menjadi kendala bagi para petani di Desa Pasir Langu baik yang menjadi anggota Koptan Mitra Sukamaju maupun yang tidak menjadi anggota (non anggota) adalah tingginya fluktuasi harga paprika dan produktivitas paprika yang dirasakan petani masih kurang, sehingga para petani sulit untuk mengembangkan usahataninya. Untuk melihat dampak dari keberadaan Koptan Mitra Sukamaju terhadap kemajuan usahatani paprika di Desa Pasir Langu maka permasalahan yang perlu dikaji dalam penelitian ini adalah: 8 Wawancara dengan Sekertaris Koptan Mitra Sukamaju

1. Bagaimana tingkat pendapatan usahatani paprika hidroponik di Desa Pasir Langu? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi usahatani paprika hidroponik di Desa Pasir Langu? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas maka penelitian ini bertujuan: 1. Menganalisis tingkat pendapatan usahatani paprika hidroponik di Desa Pasir Langu. 2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani paprika hidroponik di Desa Pasir Langu. 1.4. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi petani di Desa Pasir Langu selaku unit pengambil keputusan tentang usahatani paprika hidroponik, dan bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya serta pihak lain yang berkepentingan. Bagi peneliti sendiri hasil penelitian ini digunakan sebagai sarana untuk menerapkan ilmu yang diperoleh di bangku kuliah.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Paprika Tanaman paprika memiliki nama ilmiah Capsium annum var.grossum. Cabai ini termasuk satu keluarga dengan tanaman tomat dan terung yaitu famili Solonaceae karena memiliki bunga seperti terompet. Paprika merupakan tanaman yang berasal dari negara sub tropis dan bukan tanaman asli Indonesia sehingga dalam pembudidayaanya diperlukan kondisi yang mirip daerah asalnya. Di Indonesia paprika umumnya dibudidayakan secara hidroponik. Paprika telah dikembangkan di daerah dataran tinggi seperti Lembang, Cipanas, Cisarua (Jawa Barat); Dieng, Purwokerto (Jawa Tengah); dan Brastagi (Sumatera Utara). Selain di dataran tinggi, paprika juga mulai ditanam di dataran menengah antara lain Karanganyar (Jawa Tengah) dan Sukabumi (Jawa Barat) (Prihmantoro dan Indriani, 2003). Tanaman paprika merupakan tanaman semusim yang berbentuk perdu dan perakarannya berbentuk horizontal. Batang utama tegak, halus, pangkalnya berkayu dan bercabang banyak. Daun tunggal, berbentuk bulat telur mengkilat serta daunnya runcing dengan ukuran yang agak besar dan berwarna hijau gelap. Bentuk buah paprika sangat unik karena mirip cabai besar atau tomat, tetapi lebih bulat, pendek dengan permukaan bergelombang besar atau bersegisegi yang jelas. Paprika memiliki daging yang tebal, berbiji sedikit, rasa buahnya tidak pedas karena tidak mengandung zat capcaisin yaitu semacam senyawa alkaloid yang menyababkan rasa pedas. Selain bentuk buahnya yang unik, paprika juga memiliki berbagai macam warna, yang umumnya dijumpai adalah hijau,

merah dan kuning. Saat ini cabai paprika ada juga yang berwarna ungu, orange, dan putih. Seperti cabai lainnya, paprika juga mengandung zat gizi yang cukup tinggi yaitu terdiri dari protein, lemak, karbohidrat, vitamin A, B dan C, serta mineral. Jumlah kandungan gizi paprika dalam 100 gram buah hijau dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kandungan Gizi Paprika Dalam 100 gram Buah Hijau Segar Komponen Jumlah Protein (g) 0,90 Lemak (g) 0,30 Karbohidrat (g) 4,40 Ca (mg) 7,00 Fe (mg) 0,40 P (mg) 2,00 K (mg) 11,00 Vitamin A (IU) 22,00 Vitamin B1 (mg) 540,00 Vitamin B2 (mg) 0,02 Niacin (mg) 0,40 Vitamin C (mg) 160,00 Sumber: Prihmantoro dan Indriani, 2003 Dalam pembudidayaan paprika perlu diperhatikan faktor lingkungan yang menjadi syarat tumbuhnya yaitu tanah atau media, suhu, air, cahaya dan kelembapan. Menurut Prihmantoro dan Indriani (2003) tanah yang baik untuk pertumbuhan paprika adalah yang cukup subur, gembur, kaya akan bahan organik atau humus dan beraerasi baik. Ukuran PH yang cocok untuk tanaman paprika berkisar antara 5,5-6,5. Tanaman paprika tumbuh dengan baik pada kisaran suhu antara 16-25 derajat, namun paprika masih dapat tumbuh dengan baik pada suhu sampai 30 derajat dengan kelembapan udara berkisar 80 persen, paprika merupakan tanaman yang tidak tahan terhadap intensitas cahaya matahari yang tinggi karena akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya sehingga untuk menanggulanginya dibutuhkan naungan. Paprika juga merupakan tanaman

yang sangat responsif terhadap air, kebutuhan tanaman paprika dewasa terhadap air dalam satu hari rata-rata 0,5 liter, namun demikian kebutuhan tersebut tergantung dari keadaan suhu, kelembapan dan sirkulasi udara di sekitar tanaman. 2.2. Hidroponik Hidroponik berasal dari bahasa Yunani, yaitu Hydro yang berarti air dan Phonos yang berarti bekerja, sehingga hidroponik berarti pekerjaan yang menggunakan air atau secara lebih luas dapat diartikan sebagai cara bercocok tanam tanpa tanah. Media yang digunakan dalam hidroponik adalah media yang porus, ringan dan steril sehingga tidak mempengaruhi jumlah unsur hara yang diberikan. Contoh media yang digunakan dalam hidroponik adalah arang sekam, pasir, zeolit dan serbuk kelapa. Kegiatan budidaya hidroponik memerlukan suatu lingkungan tumbuh yang terkendali, tanaman harus terlindung dari siraman air hujan, angin yang terlalu kencang, dan cahaya sinar matahari langsung. Oleh karena itu dikembangkan sistem rumah plastik (green house), sehingga dapat mengendalikan faktor alam (Prihmantoro dan Indriani, 2003). Alasan utama untuk menanam hidroponik adalah dapat menanam berbagai jenis sayuran sepanjang musim dengan hasil melimpah dan berkualitas tinggi. Selain itu ada beberapa keuntungan dari penanaman hidroponik yaitu: (1) Produktivitas tanaman lebih tinggi dibandingkan penanaman secara konvensional; (2) Tanaman tumbuh lebih cepat; (3) Bila ada tanaman yang mati, dapat diganti dengan tanaman baru dengan mudah; (4) Tanaman akan memberikan hasil yang kontinu; (5) Kualitas daun, buah dan bunga lebih terjamin; (6) Beberapa jenis

tanaman dapat ditanam di luar musim; (7) Mengurangi ketergantungan kondisi alam; (8) Mengatasi keterbatasan ruang; dan (9) Pengendalian hama penyakit tanaman lebih terjamin (Lingga, 1995). Cara penanaman paprika secara hidroponik agak berbeda dengan cara menanam ditanah, namun secara garis besarnya sama yaitu meliputi persiapan, persemaian, pembibitan, penanaman, pemeliharaan dan panen. Menanam paprika secara hidroponik lebih menguntungkan dibandingkan secara konvensional karena jumlah produksi yang lebih tinggi, harga jual lebih tinggi, dan produknya lebih berkualitas. Selain itu paprika dapat ditanam dua kali dalam setahun (Prihmantoro dan Indriani, 2003). 2.3. Penelitian Terdahulu Dalam penelitian Badrutamam (2005) yang berjudul Pengembangan Usahatani Cabai Paprika Pada Tiga Sistem Hidroponik di PD Lima Bersaudara menunjukkan bahwa pada tingkat suku bunga 18 persen hasil kelayakan secara finansial pada masing-masing sistem hidroponik yang dilakukan menunjukkan NPV positif yaitu sebesar Rp 30.615.416,00 untuk sistem penyiraman manual, Rp 46.238.389,00 untuk sistem irigasi tetes, dan Rp 54.152.092,00 untuk sistem NFT (Nutrient Film Technique). Nilai Net B/C, IRR dan payback period untuk sistem penyiraman manual masing-masing adalah 1,4; 35 persen dan dua tahun tujuh bulan. Untuk sistem irigasi tetes masing-masing adalah 1,68; 47 persen dan dua tahun enam bulan, dan untuk sistem NFT masing-masing adalah 1,79; 51 persen dan dua tahun lima bulan. Dengan demikian usahatani paprika hidroponik ini layak diusahakan pada ketiga sistem hidroponik tersebut. Analisis sensitivitas

menunjukkan usahatani paprika hidroponik tidak layak dijalankan saat terjadi penurunan produktivitas hingga 1,978 kilogram per tanaman untuk sistem penyiraman manual, 2,332 kilogram per tanaman untuk sistem irigasi tetes dan 2,467 kilogram per tanaman untuk sistem NFT. Usaha ini juga menjadi tidak layak jika terjadi peningkatan harga nutrisi sebesar 42,28 persen untuk sistem penyiraman manual, 67,14 persen untuk sistem irigasi tetes dan 78,63 persen untuk sistem NFT. Selain itu usahatani paprika hidoponik ini juga menjadi tidak layak jika terjadi penurunan harga jual masing-masing sebesar 10,8 persen, 15,7 persen dan 17,78 persen. Ningsih (2005) melakukan penelitian mengenai analisis usahatani paprika hidroponik di Desa Pasir Langu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung. Fokus utama dalam penelitian ini adalah analisis kesempatan kerja dan analisis pendapatan usahatani paprika. Analisis kesempatan kerja dilakukan dengan menggunakan analisis HOK per 300 m 2 per musim tanam (240 hari). Penggunaan TKDK untuk petani golongan I (luas green house <1900m 2 ) yaitu 202,9 HOK, sedangkan TKLK sekitar 65,5 HOK. Petani golongan II (luas green house >1900m 2 ) membutuhkan TKDK sebesar 180,2 HOK dan TKLK 85,5 HOK. Porsi pemakaian tenaga kerja tidak tetap terbesar pada jenis pekerjaan persiapan lahan dan green house sebesar 60 HOK untuk petani golongan I dan 61,6 HOK untuk petani golongan II, sedangkan pemakaian tenaga kerja dalam keluarga terbesar pada kegiatan pemeliharaan. Petani golongan I menggunakan TKDK sebesar 198,4 HOK dan petani golongan II sebesar 178,1 HOK. Biaya yang dikeluarkan untuk TKLK rata-rata petani golongan I adalah Rp 546.168,60 per musim tanam, sedangkan biaya yang dibutuhkan untuk TKLK rata-rata petani golongan II adalah

Rp 712.471, 50 per musim tanam. Hasil analisis pendapatan atas biaya tunai dan atas biaya total usahatani paprika hidroponik petani golongan I lebih besar dibandingkan petani golongan II. Petani golongan I memiliki pandapatan atas biaya tunai sebesar Rp 11.753.657,90 dan pendapatan atas biaya totalnya sebesar Rp 8.612.819,20, sedangkan besarnya pendapatan atas biaya tunai dan atas biaya total untuk petani golongan II adalah Rp 10.546.489,50 dan Rp 7.913.911,90 selama satu musim tanam. Nilai R/C rasio atas biaya tunai usahatani hidroponik paprika petani golongan I sebesar 2,7 dan petani golongan II sebesar 2,4. Nilai R/C rasio atas biaya total sebesar 1,9 untuk petani golongan I dan 1,8 untuk petani golongan II. Nur Iman (2001) melakukan penelitian mengenai analisis perbandingan efisiensi produksi dan pendapatan usahatani tomat antara petani Gapoktan (gabungan kelompok tani) Goalpara dan petani Non Gapoktan di Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi. Analisis yang dilakukan adalah analisis fungsi produksi Cobb-Douglas dengan metode regresi komponen utama. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa penggunaan faktor-faktor produksi baik petani gapoktan maupun petani non gapoktan belum mencapai kondisi optimal, karena rasio NPM dan BKM tidak sama dengan satu. Hal ini menunjukkan petani gapoktan tidak lebih efisien dibandingkan petani non gapoktan dalam penggunaan input produksi. Hasil analisis imbangan penerimaan dan biaya menunjukkan nilai R/C rasio atas biaya tunai dan nilai R/C rasio atas biaya total petani gapoktan adalah sebesar 1,71 dan 1,63. Sedangkan petani non gapoktan lebih rendah yaitu 1,54 untuk R/C rasio atas biaya tunai dan 1,42 untuk R/C rasio atas biaya total.

Sehingga usahatani gapoktan lebih efisien dibandingkan dengan usahatani non gapoktan. Irawati (2006) menganalisis pendapatan dan efisiensi penggunaan faktorfaktor produksi usahatani padi program PTT dan non program PTT. Berdasarkan hasil analisis pendapatan diperoleh bahwa pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas total petani non program lebih tinggi dibandingkan petani program PTT. Rata-rata pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total untuk petani program PTT masing-masing adalah Rp 6.849.493,58 dan Rp 4.606.644,07. Sedangkan untuk petani non program PTT adalah Rp 7.683.263,14 dan Rp 4.743.219,76. Nilai R/C rasio atas biaya tunai dan atas biaya total masingmasing sebesar 2,66 dan 1,72 untuk petani program PTT, sedangkan untuk petani non program PTT sebesar 2,97 dan 1,69. Pada kondisi optimal pendapatan total yang diterima petani program PTT lebih besar dibandingkan dengan petani non program PTT, masing-masing sebesar Rp 35.807.791,02 dan Rp 32.709.864,52, serta nilai R/C rasio atas biaya total masing-masing sebesar 2,49 dan 2,01. Hasil analisis fungsi produksi Cobb-Douglas untuk petani program PTT menunjukkan bahwa faktor produksi luas lahan, benih, pupuk urea, pupuk NPK, obat cair dan tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produksi, sedangkan pupuk sp-36 dan obat padat tidak nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen. Untuk petani non program PTT faktor produksi yang berpengaruh nyata yaitu luas lahan, benih, NPK dan tenaga kerja, sedangkan sp-36, obat padat dan obat cair tidak nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen. Baik petani program PTT maupun petani non program PTT belum efisien dalam penggunaan faktor-faktor produksi, karena rasio NPM dan BKM tidak sama dengan satu. Kombinasi optimal pada usahatani

padi program PTT dapat tercapai apabila penggunaan lahan, benih, urea, sp-36 dan NPK ditingkatkan, dan penggunaan obat padat, obat cair dan tenaga kerja dikurangi. Sedangkan kombinasi optimal pada usahatani padi non program PTT dapat tercapai apabila penggunaan lahan, benih, urea, NPK, obat cair dan tenaga kerja ditingkatkan, sedangkan penggunaan sp-36 dan obat padat dikurangi. Farah (2007) melakukan penelitian mengenai evaluasi pemanfaatan tanah wakaf pertanian terhadap pendapatan petani penggarap di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur dengan menganalisis pendapatan usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas usahatani yang dilakukannya yaitu usahatani padi. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa usahatani padi sawah beririgasi dengan status sewa memiliki pendapatan paling tinggi baik pendapatan kotor maupun pendapatan bersih dibandingkan usahatani padi sawah beririgasi dengan status bagi hasil dan usahatani padi sawah tadah hujan. Nilai R/C rasio baik atas biaya tunai maupun atas biaya total usahatani sawah beririgasi dengan status sewa adalah 2,10 dan 1,88. Sedangkan nilai R/C rasio baik atas biaya tunai maupun atas biaya total usahatani sawah beririgasi dengan status bagi hasil adalah 1,44 dan 1,34, dan untuk usahatani sawah tadah hujan adalah 1,44 dan 1,28. Sehingga usahatani sawah beririgasi dengan status sewa dianggap yang paling menguntungkan petani. Berdasarkan hasil analisis fungsi produksi diperoleh bahwa faktor produksi benih, pupuk urea, pupuk TSP, pestisida, tenaga kerja, status lahan, dan sistem irigasi secara bersama-sama mempengaruhi produktivitas padi. Secara parsial faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap produktivitas padi pada selang kepercayaan 95 persen adalah benih, pupuk TSP, dummy status lahan dan dummy status irigasi, sedangkan faktor produksi lainnya

tidak berpengaruh nyata. Berdasarkan nilai koefisien regresi masing-masing faktor produksi memiliki nilai positif kecuali faktor produksi pestisida. Nilai koefisien regresi juga menunjukkan skala usaha dari usahatani yang sedang berlangsung, nilai total koefisien regresi sebesar 0,6803 yang berarti bahwa usahatani padi petani penggarap ini berada pada skala hasil yang menurun (decreasing return to scale). Kartikasari (2006) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani paprika hidroponik dengan sistem penyiraman irigasi tetes di Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung. Berdasarkan analisis fungsi produksi, hasil uji F sebesar 130,97 menunjukkan secara bersama-sama faktor-faktor produksi berpengaruh nyata terhadap produksi paprika hidroponik pada tingkat kepercayaan 99 persen. Hasil uji t menunjukkan variabel luas green house, benih, tenaga kerja dan obat-obatan berpengaruh nyata terhadap produksi, sedangkan variabel pengalaman dan tingkat pendidikan tidak berpengaruh nyata. Analisis efisiensi penggunaan faktor produksi menunjukkan bahwa faktor produksi belum efisien. Rasio NPM dan BKM faktor produksi luas green house, benih, tenaga kerja, dan obat-obatan lebih besar dari satu artinya jumlah faktorfaktor produksi tersebut harus ditingkatkan untuk mendapatkan hasil yang optimal. Hasil analisis pendapatan menunjukkan rata-rata penerimaan petani sebesar Rp 166.688.615,00 dan total biaya sebesar Rp 91.812.267,00, sehingga pendapatan yang diperoleh petani paprika sebesar Rp 74.867.347,29, dan nilai R/C rasio yang diperoleh sebesar 1,82. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu di atas, penulis mencoba menganalisis mengenai pendapatan usahatani dan faktor-faktor yang

mempengaruhi produksi paprika hidroponik di Desa Pasir Langu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung. Penelitian mengenai analisis pendapatan usahatani sekaligus mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi produksi paprika hidroponik di daerah penelitian belum pernah dilakukan. Penelitian-penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya dijadikan sebagai referensi terhadap perbandingan hasil penelitian ini.

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Usahatani Usahatani adalah setiap organisasi dari alam, tenaga kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian. Pada dasarnya unsur-unsur pokok usahatani terdiri atas lahan, tenaga kerja dan manajemen. Keempat unsur tersebut memiliki peranan yang cukup penting dalam kegiatan usahatani (Rivai dalam Hernanto, 1988). Mosher dalam Mubyarto (1989), mengemukakan usahatani adalah himpunan dari sumber-sumber alam yang terdapat di suatu tempat yang diperlukan untuk produksi pertanian seperti tanah dan air, sinar matahari, bangunan-bangunan yang didirikan di atas tanah tersebut dan sebagainya. Tujuan dari berusahatani dapat dikategorikan menjadi dua yaitu memaksimumkan keuntungan atau meminimumkan biaya. Konsep maksimisasi keuntungan adalah bagaimana mengalokasikan sumberdaya dengan jumlah tertentu seefisien mungkin, untuk memperoleh keuntungan maksimum. Sedangkan konsep minimisasi biaya adalah bagaimana menekan biaya produksi sekecil-kecilnya untuk mencapai tingkat produksi tertentu (Soekartawi, 2002). Keberhasilan suatu usahatani tidak terlepas dari faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Pertama adalah faktor didalam usahatani (intern) itu sendiri yang meliputi petani pengelola, tanah usahatani, tenaga kerja, modal, tingkat teknologi, kemampuan petani mengalokasikan penerimaan keluarga, dan jumlah keluarga petani. Yang kedua faktor diluar usahatani (ekstern) yang

meliputi ketersediaan sarana transportasi dan komunikasi, aspek-aspek menyangkut pemasaran hasil dan input usahatani, fasilitas kredit dan sarana penyuluhan bagi petani (Hernanto,1988). Dalam usahatani tentunya para petani memperhitungkan biaya-biaya yang dikeluarkan serta memperhitungkan penerimaan yang diperoleh. Menurut Soekartawi et, al (1986), biaya atau pengeluaran total usahatani adalah semua nilai masukan yang habis dipakai atau dikeluarkan dalam produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani. Biaya usahatani dapat dibedakan menjadi biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai usahatani didefinisikan sebagai jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani. Sedangkan biaya yang diperhitungkan merupakan pengeluaran secara tidak tunai yang dikeluarkan oleh petani, biaya ini dapat berupa faktor produksi yang digunakan petani tanpa mengeluarkan uang tunai seperti sewa lahan yang diperhitungkan atas lahan milik sendiri, penggunaan tenaga kerja dalam keluarga, penggunaan bibit dari hasil produksi dan penyusutan dari sarana produksi. Berdasarkan sifatnya biaya produksi usahatani meliputi biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variabel cost). Biaya tetap ialah pengeluaran usahatani yang tidak bergantung kepada besarnya produksi, sedangkan biaya tidak tetap didefinisikan sebagai pengeluaran yang digunakan untuk tanaman tertentu dan jumlahnya berubah kira-kira sebanding dengan besarnya produksi tanaman tersebut. Penerimaan tunai usahatani adalah nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani. Pengeluaran tunai usahatani merupakan sejumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani. Selisih antara

penerimaan tunai usahatani dan pengeluaran tunai usahatani disebut pendapatan tunai usahatani. Pendapatan kotor usahatani didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Selisih antara pendapatan kotor usahatani dan pengeluaran total usahatani disebut pendapatan bersih usahatani. Soeharjo dan Patong (1973) menyatakan bahwa pendapatan yang besar tidak selalu menunjukan efisiensi yang tinggi, karena ada kemungkinan pendapatan yang besar itu diperoleh dari investasi yang berlebihan. Oleh karena itu, analisis pendapatan selalu diikuti dengan pengukuran efisiensi. Salah satu ukuran efisiensi adalah penerimaan untuk rupiah yang dikeluarkan (revenue per cost ratio atau R/C rasio). R/C rasio menunjukan besarnya penerimaan yang diperoleh dengan pengeluaran dalam satu satuan biaya. Apabila R/C = 1 berarti usahatani yang dijalankan tidak untung dan tidak pula rugi. Apabila R/C > 1 berarti penerimaan yang diperoleh lebih besar dari unit biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh penerimaan tersebut. Sedangkan apabila R/C rasio < 1 maka tiap unit biaya yang dikeluarkan akan lebih besar dari penerimaan yang diperoleh. R/C rasio atas biaya tunai diperoleh dari rasio penerimaan tunai usahatani dengan pengeluaran tunai usahatani, sedangkan R/C rasio atas biaya total diperoleh dari rasio penerimaan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani. 3.1.2. Fungsi Produksi Menurut Soekartawi et al,(1986), fungsi produksi merupakan hubungan fisik antara masukan dan produksi. Masukan seperti tanah, pupuk, tenaga kerja, modal, iklim dan sebagainya itu mempengaruhi besar kecilnya produksi yang

diperoleh. Tidak semua masukan dipakai dalam analisis, hal ini tergantung dari penting tidaknya pengaruh masukan itu terhadap produksi. Jika bentuk produksi diketahui maka informasi harga dan biaya yang dikorbankan dapat dimanfaatkan untuk menentukan kombinasi masukan terbaik. Namun biasanya petani sukar melakukan kombinasi ini, karena: (1) Adanya faktor ketidaktentuan mengenai cuaca, hama dan penyakit tanaman; (2) Data yang dipakai untuk melakukan pendugaan fungsi produksi mungkin tidak benar; (3) Pendugaan fungsi produksi hanya dapat diartikan sebagai gambaran rata-rata suatu pengamatan; (4) Data harga dan biaya yang dikorbankan mungkin tidak dapat dilakukan secara pasti; dan (5) Setiap petani dan usahataninya mempunyai sifat yang khusus. Soekartawi (2003), juga mendefinisikan fungsi produksi sebagai hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X). Variabel yang dijelaskan biasanya berupa output dan variabel yang menjelaskan biasanya berupa input. Secara matematis fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut (Soekartawi et al, 1986) : Y = f (X 1, X 2, X 3,, X m ) dimana : Y = output f = bentuk hubungan yang mentransformasikan faktor-faktor produksi dengan hasil produksi X 1, X 2,, X m = input-input yang digunakan Hubungan masukan dan produksi pertanian mengikuti hukum kenaikan hasil yang berkurang (the law of diminishing return). Hukum ini memiliki arti bahwa setiap tambahan unit masukan akan mengakibatkan proporsi unit tambahan produksi yang semakin kecil dibanding tambahan unit masukan tersebut,

kemudian suatu ketika sejumlah unit tambahan masukan akan menghasilkan produksi yang terus berkurang. Menurut Soekartawi (2003), untuk mengukur tingkat produktivitas dari suatu produksi terdapat dua tolak ukur yaitu produk marjinal (PM) dan produk rata-rata (PR). Produk marjinal adalah tambahan satu-satuan input X yang dapat menyebabkan pertambahan atau pengurangan satu-satuan output Y. Sedangkan produk rata-rata adalah perbandingan antara produk total per jumlah input. Kedua tolak ukur ini dapat dirumuskan sebagai berikut : ΔY PM = Δ Xi PR = Y Xi Untuk mengukur perubahan dari jumlah produk yang dihasilkan yang disebabkan oleh faktor produksi yang dipakai dapat dinyatakan dengan elastisitas produksi. Elastisitas produksi (Ep) adalah persentase perubahan dari output sebagai akibat dari persentase perubahan dari input. Persamaan elastisitas produksi dapat dirumuskan sebagai berikut : ΔY/Y ΔY Xi Ep = = = ΔXi/Xi ΔXi Y PM PR dimana : Ep ΔY ΔXi Y Xi = elastisitas produksi = perubahan hasil produksi = perubahan faktor produksi ke-i = hasil produksi = jumlah faktor produksi ke-i Berdasarkan nilai elastisitas produksi, fungsi produksi dibagi atas tiga daerah yaitu daerah dengan elastisitas produksi lebih dari satu (daerah I), antara

nol dan satu (daerah II), dan lebih kecil dari nol (daerah III), dapat dilihat pada Gambar 1. Y PT I II III Ep>1 0<Ep<1 Ep<0 X PM/PR PM PR X Keterangan : PT = Produk Total PM = Produk Marjinal PR = Produk Rata-rata Y = Produksi X = Faktor Produksi X 1 X 2 X 3 Gambar 1. Daerah Produksi dan Elastisitas Produksi Sumber : Soekartawi, 2003 Daerah I mempunyai nilai elastisitas produksi lebih dari satu, yang berarti bahwa penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi lebih besar dari satu persen. Pada daerah ini produksi masih dapat ditingkatkan dengan pemakaian faktor produksi yang lebih banyak, oleh karena itu daerah ini disebut daerah irrasional.

Daerah II mempunyai nilai elastisitas produksi antara nol dan satu, yang berarti bahwa setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi paling tinggi satu persen dan paling rendah nol. Daerah ini dicirikan dengan penambahan hasil produksi yang menurun, pada daerah ini dicapai keuntungan maksimum dengan tingkat penggunaan faktor tertentu, daerah ini disebut daerah rasional. Daerah produksi III mempunyai elastisitas produksi lebih kecil dari nol, yang artinya setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penurunan jumlah produksi sebesar nilai elastisitasnya. Daerah ini mencerminkan pemakaian faktor-faktor produksi yang tidak efisien sehingga daerah ini disebut daerah irrasional. Soekartawi (2003), mendefinisikan skala usaha (return to scale) sebagai penjumlahan dari semua elastistas faktor-faktor produksi. Skala usaha dibagi menjadi tiga bagian, yaitu : 1. Kenaikan hasil yang meningkat (increasing return to scale). Pada daerah ini Σbi>1, yang berarti proporsi penambahan faktor produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang proporsinya lebih besar. 2. Kenaikan hasil yang tetap (constant return to scale). Pada daerah ini Σb i =1, yang berarti penambahan faktor produksi akan proporsional dengan penambahan produksi yang diperoleh. 3. Kenaikan hasil yang menurun (decreasing return to scale). Pada daerah ini Σb i <1, yang berarti proporsi penambahan faktor produksi melebihi proporsi penambahan produksi.