BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. oklusi sentrik, relasi sentrik dan selama berfungsi (Rahardjo, 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 1. Anatomi Palatum 12

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

III. KELAINAN DENTOFASIAL

PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Perawatan ortodonti Optimal * Hasil terbaik * Waktu singkat * Biaya murah * Biologis, psikologis Penting waktu perawatan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. empat tipe, yaitu atrisi, abrasi, erosi, dan abfraksi. Keempat tipe tersebut memiliki

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Analisa Ruang Metode Moyers

BAB II KLAS III MANDIBULA. Oklusi dari gigi-geligi dapat diartikan sebagai keadaan dimana gigi-gigi pada rahang atas

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Oklusi secara sederhana didefinisikan sebagai hubungan gigi-geligi maksila

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PERAWATAN MALOKLUSI KELAS I ANGLE TIPE 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sampai perawatan selesai (Rahardjo, 2009). Hasil perawatan ortodontik

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Lengkung gigi terdiri dari superior dan inferior dimana masing-masing

II. ORTODONSI INTERSEPTIF

BAB 1 PENDAHULUAN. Crossbite posterior adalah relasi transversal yang abnormal dalam arah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. wajah dan jaringan lunak yang menutupi. Keseimbangan dan keserasian wajah

BAB 1 PENDAHULUAN. studi. 7 Analisis model studi digunakan untuk mengukur derajat maloklusi,

BAB I PENDAHULUAN. berbentuk maloklusi primer yang timbul pada gigi-geligi yang sedang

BAB 1 PENDAHULUAN. Ukuran lebar mesiodistal gigi bervariasi antara satu individu dengan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maloklusi adalah ketidakteraturan letak gigi geligi sehingga menyimpang dari

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TI JAUA PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ortodontik (Shaw, 1981). Tujuan perawatan ortodontik menurut Graber (2012)

III. PERAWATAN ORTODONTIK

TINGKAT KEPARAHAN MALOKLUSI DAN KEBUTUHAN PERAWATAN ORTODONTI BERDASARKAN INDEX OF COMPLEXITY, OUTCOME, AND NEED (ICON) PADA MURID SMA NEGERI 18 MEDAN

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. (Alexander,2001). Ortodonsia merupakan bagian dari ilmu Kedokteran Gigi yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 12, 13

ORTODONTI III. H.Nazruddin Drg. C.Ort. Ph.D.

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kesehatan gigi, estetik dan fungsional individu.1,2 Perawatan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LEMBAR PENJELASAN KEPADA ORANG TUA/ WALI OBJEK PENELITIAN. Kepada Yth, Ibu/ Sdri :... Orang tua/ Wali Ananda :... Alamat :...

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewasa ini masyarakat semakin menyadari akan kebutuhan pelayanan

BAB II CELAH PALATUM KOMPLET BILATERAL. Kelainan kongenital berupa celah palatum telah diketahui sejak lama. Pada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Maloklusi adalah keadaan yang menyimpang dari oklusi normal dengan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

III. RENCANA PERAWATAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran lebar mesiodistal gigi setiap individu adalah berbeda, setiap

BAB III PREVENTIF ORTHODONTIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rongga mulut memiliki peran yang penting bagi fungsi

BAB I PENDAHULUAN. wajah yang menarik dan telah menjadi salah satu hal penting di dalam kehidupan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Makanan yang pertama kali dikonsumsi bayi adalah Air Susu Ibu (ASI).

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan ortodontik bertujuan memperbaiki fungsi oklusi dan estetika

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada tindakan pencegahan dan koreksi terhadap maloklusi dan malrelasi pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari berbagai macam penyebab dan salah satunya karena hasil dari suatu. pertumbuhan dan perkembangan yang abnormal.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem mastikasi merupakan unit fungsional dalam pengunyahan yang mempunyai

LAPORAN KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN GIGI ANAK SPACE MAINTAINER. Disusun oleh: Hasna Hadaina 10/KG/8770. Low Xin Yi 10/KG/ Pembimbing:

PEMILIHAN DAN PENYUSUNAN ANASIR GIGITIRUAN PADA GIGITIRUAN SEBAGIAN LEPASAN (GTSL)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dari struktur wajah, rahang dan gigi, serta pengaruhnya terhadap oklusi gigi geligi

4 Universitas Indonesia

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehilangan gigi geligi disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. gigi dalam melakukan diagnosa dan perencanaan perawatan gigi anak. (4,6,7) Tahap

BAB 1 PENDAHULUAN. gigi permanen bersamaan di dalam rongga mulut. Fase gigi bercampur dimulai dari

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Gigi-Geligi dan Oklusi Perkembangan oklusi mengalami perubahan signifikan sejak kelahiran sampai dewasa. Perubahan dari gigi-geligi desidui menjadi gigi-geligi permanen merupakan suatu fenomena kompleks yang mengandung adaptasi fisiologis oklusi yang bervariasi. Perubahan berkesinambungan pada hubungan gigi ini melalui beberapa fase gigi-geligi yang bervariasi dan dapat dibagi menjadi beberapa periode perkembangan yaitu : 6,7,13,15,17 1. Periode pre-dental 2. Periode gigi-geligi desidui 3. Periode gigi-geligi bercampur 4. Periode gigi-geligi permanen 2.1.1. Periode Pre-Dental (Usia 0-6 Bulan) Periode pre-dental merupakan periode setelah kelahiran selama bayi masih belum memiliki gigi. Periode ini biasanya berlangsung selama 6 bulan setelah kelahiran. Gigi sangat jarang ditemukan bererupsi pada saat kelahiran. Gigi yang ada pada saat kelahiran disebut natal teeth. Kadang-kadang gigi erupsi pada usia sangat dini. Gigi yang erupsi pada umur satu bulan disebut neonatal teeth. Natal teeth dan neonatal teeth sering berada pada regio insisivus mandibula dan menunjukkan faktor keturunan. 6,14,15,17 2.1.2. Periode Gigi-Geligi Desidui (Usia 6 Bulan - 6 Tahun) Gigi geligi desidui mulai erupsi sekitar umur 6 bulan. Erupsi seluruh gigi desidui selesai pada umur 2 ½ - 3 ½ tahun yaitu ketika gigi molar dua desidui berada di dalam oklusi. 6,7,15 Kronologi pertumbuhan gigi-geligi desidui tertera pada tabel 1.

6 Tabel 1. Kronologi erupsi gigi-geligi desidui menurut Kronfeld R. 1,13,15 Gigi Pembentukan jaringan keras Jumlah enamel terbentuk saat lahir Pembentukan enamel lengkap Erupsi Pembentukan akar Rahang atas Insisivus 4 miu 5/6 1½ bulan 7½ bulan 1 ½ tahun sentralis Insisivus 4 ½ miu 2/3 2½ bulan 9 bulan 2 tahun lateralis Kaninus 5 miu 1/3 9 bulan 18 bulan 3 ¼ tahun Molar 5 miu Penyatuan 6 bulan 14 bulan 2 ½ tahun satu cusp Molar dua 6 miu Ujung cusp masih tertutup 11 bulan 24 bulan 3 tahun Rahang bawah Insisivus 4 ½ miu 3/5 2½ bulan 6 bulan 1 ½ tahun sentralis Insisivus 4 ½ miu 3/5 3 bulan 7 bulan 1 ½ tahun lateralis Kaninus 5 miu 1/3 9 bulan 16 bulan 3 ¼ tahun Molar 5 miu Penyatuan 5½ bulan 12 bulan 2 ¼ tahun satu cusp Molar dua 6 miu Ujung cusp masih tertutup 10 bulan 20 bulan 3 tahun Keterangan : miu = month intra uterine

7 Tabel 2. Kronologi erupsi gigi-geligi permanen menurut Kronfeld R. 1,13,15 Pembentukan jaringan keras Pembentukan enamel lengkap Erupsi Pembentukan akar lengkap Rahang atas Insisivus 3-4 bulan 4-5 tahun 7-8 tahun 10 tahun sentralis Insisivus 10-12 bulan 4-5 tahun 8-9 tahun 11 tahun lateralis Kaninus 4-5 bulan 6-7 tahun 11-12 tahun 13-15 tahun Premolar 1 ½ - 1 ¾ tahun 5-6 tahun 10-11 tahun 12-13 tahun satu Premolar 2-2 ¼ tahun 6-7 tahun 10-12 tahun 12-14 tahun dua Molar satu Saat lahir 2 ½ - 3 tahun 6-7 tahun 9-10 tahun Molar dua 2 ½ - 3 tahun 7-8 tahun 12-13 tahun 14-16 tahun Rahang bawah Insisivus 3-4 bulan 4-5 tahun 6-7 tahun 9 tahun sentralis Insisivus 3-4 bulan 4-5 tahun 7-8 tahun 10 tahun lateralis Kaninus 4-5 bulan 6-7 tahun 9-10 tahun 12-14 tahun Premolar 1 ¾ -2 tahun 5-6 tahun 10-12 tahun 12-13 tahun satu Premolar 2 ¼ - 2 ½ tahun 6-7 tahun 11-12 tahun 13-14 tahun dua Molar satu Saat lahir 2 ½ - 3 tahun 6-7 tahun 9-10 tahun Molar dua 2 ½-3 tahun 7-8 tahun 11-13 tahun 14-15 tahun

8 Insisivus sentralis mandibula adalah gigi pertama yang erupsi dalam rongga mulut pada umur 6-7 bulan. Waktu erupsi gigi sangat bervariasi. Variasi 3 bulan dari umur rata-rata terhitung normal. Pada umur 3-6 tahun, lengkung gigi relatif stabil dan sangat sedikit perubahan yang terjadi. 6,15,17 2.1.3 Periode Gigi-Geligi Bercampur (Usia 6-12 Tahun) Periode gigi-geligi bercampur adalah transisi ketika gigi desidui tanggal secara berurutan dan diikuti dengan erupsi gigi penggantinya. Fase gigi bercampur terjadi pada umur 6-12 tahun, dimulai dengan erupsinya gigi permanen pertama, biasanya gigi insisivus sentralis atau molar satu mandibula. Perubahan signifikan pada oklusi terlihat pada periode ini dengan tanggalnya 20 gigi desidui dan erupsinya gigi permanen pengganti. Kebanyakan maloklusi terjadi pada fase gigi bercampur. 6 Kronologi pertumbuhan gigi-geligi permanen tertera pada tabel 2. Periode gigi-geligi bercampur dapat digolongkan menjadi tiga fase yaitu : 6,15 1. Periode transisional pertama (usia 6-8 tahun) Karakteristik periode transisi pertama yaitu munculnya gigi molar satu permanen dan pergantian gigi insisivus desidui dengan gigi insisivus permanen. a. Munculnya gigi molar satu permanen Gigi molar satu mandibula merupakan gigi permanen pertama yang erupsi pada umur sekitar 6 tahun. Lokasi dan hubungan gigi molar satu permanen sangat tergantung pada hubungan permukaan distal gigi molar dua desidui rahang atas dan rahang bawah. Gigi molar satu permanen dituntun menuju lengkung gigi oleh permukaan distal gigi molar dua desidui. 6,15 Letak dan hubungan gigi molar satu permanen tergantung hubungan permukaan distal antara molar dua desidui maksila dan mandibula yang ditunjukkan pada gambar 1.

9 b. Pergantian gigi insisivus Gambar 1. Pengaruh terminal plane pada hubungan molar gigi permanen 6 Selama periode transisional pertama, gigi insisivus desidui digantikan oleh gigi insisivus permanen. Insisivus sentralis mandibula biasanya adalah yang pertama erupsi. Gigi insisivus permanen ukurannya lebih besar daripada gigi desidui yang digantikannya. Perbedaan antara jumlah ruang yang dibutuhkan untuk mengakomodasi gigi insisivus dan jumlah ruang yang tersedia disebut incisal liability. Ukuran incisal liability sekitar 7 mm pada rahang atas dan 5 mm pada rahang bawah. 6,7,15,18 2. Periode inter-transisional Setelah gigi molar satu dan gigi insisivus permanen berada dalam oklusi, terdapat periode sementara sekitar 1-2 tahun sebelum permulaan periode transisi kedua. Periode ini disebut periode inter-transisional dimana lengkung rahang maksila dan mandibula terdiri dari gigi desidui dan gigi permanen. Di antara gigi insisivus permanen dan gigi molar satu permanen terdapat gigi molar desidui dan gigi kaninus desidui. Periode inter-transisional relatif stabil dan tidak ada perubahan yang terjadi. 6,15,17

10 3. Periode transisional kedua (usia 10-13 tahun) Tanggalnya kaninus mandibula pada umur sekitar 10 tahun biasanya memulai periode transisional kedua. Karakteristik periode ini yaitu pergantian gigi molar dan kaninus desidui oleh gigi premolar dan gigi kaninus permanen. 6,7,15 a. Erupsinya gigi kaninus permanen Kaninus mandibula bererupsi mengikuti gigi insisivus pada umur sekitar 10 tahun, sedangkan gigi kaninus maksila biasanya bererupsi setelah erupsi salah satu premolar yaitu sekitar umur 11-12 tahun. 6,17 b. Ugly duckling stage Maloklusi sementara dengan adanya diastema pada midline dan ukuran gigi insisivus permanen rahang atas yang lebih lebar dari gigi insisivus desidui biasanya terjadi pada regio anterior maksila pada umur 8 sampai 12 tahun. Keadaan tersebut dikenali sebagai perbaikan alami maloklusi dan Broadbent menyebutnya dengan istilah ugly duckling stage karena gigi anak terlihat jelek. Kondisi diastema akan membaik dengan sendirinya ketika gigi kaninus yang sedang bererupsi menggeser tekanan pada akar gigi insisivus lateral menuju mahkotanya. Seiring berjalannya waktu, kaninus bererupsi dengan sempurna sehingga diastema pada midline akan tertutup dan insisivus lateral disesuaikan dengan lengkung rahang. 6,7,17 c. Erupsinya gigi-gigi premolar Fase yang penting pada lengkung gigi dalam perkembangan oklusi adalah segmen premolar. Hal ini dikarenakan ukuran mesiodistal gigi premolar yang sedang bererupsi jauh lebih kecil daripada gigi molar desidui yang digantikannya. 6 d. Leeway Space of Nance Lebar mesiodistal gigi kaninus dan premolar permanen biasanya lebih kecil daripada lebar mesiodistal gigi kaninus dan molar desidui. Ruang yang berlebih yang dihasilkan perbedaan pada segmen posterior disebut dengan leeway space of Nance dan terdapat pada kedua rahang. Ukuran leeway space lebih besar pada lengkung mandibula daripada maksila. Pada maksila yaitu sekitar 1,8 mm (0,9 mm pada masing-masing sisi rahang) dan pada mandibula sekitar 3,4 mm (1,7 mm pada masing-masing sisi rahang). Kelebihan ruang yang terjadi setelah pergantian gigi

11 molar dan kaninus desidui digunakan untuk pergeseran mesial gigi-gigi molar mandibula untuk mendapatkan hubungan molar klas I. 1,6,7,15,17 e. Erupsi gigi molar dua permanen Munculnya gigi molar dua permanen idealnya mengikuti erupsinya gigi premolar. Jika gigi molar dua bererupsi sebelum gigi premolar bererupsi sempurna, pengurangan lengkung rahang yang signifikan dan maloklusi juga lebih cenderung terjadi. 6,7,17 2.1.4 Periode Gigi-Geligi Permanen Fase gigi-geligi permanen terbentuk pada umur 13 tahun dengan erupsinya seluruh gigi-gigi permanen kecuali gigi molar tiga. 6,17 Gigi-geligi permanen terbentuk pada rahang segera setelah kelahiran, kecuali cusp-cusp gigi molar satu permanen yang terbentuk sebelum lahir. Insisivus permanen berkembang pada sisi lingual atau palatal gigi insisivus desidui dan bergerak ke arah labial pada saat erupsi. Gigi premolar berkembang di bawah akar-akar gigi molar desidui. 15,17 Kronologi pertumbuhan gigi permanen terlampir pada tabel 2. Urutan erupsi gigi permanen lebih bervariasi dibandingkan gigi desidui. Ada beberapa perbedaan signifikan pada urutan erupsi gigi permanen di maksila dan mandibula. 15 Pada mandibula, gigi kaninus erupsi sebelum gigi premolar sedangkan pada maksila gigi kaninus umumnya erupsi setelah gigi premolar. Urutan erupsi yang paling umum pada maksila yaitu gigi M1-I1-I2-P1-C-P2-M2-M3 atau M1-I1-I2-P1- P2-C-M2-M3. Urutan erupsi yang paling umum pada mandibula yaitu gigi M1-I1-I2- C-P1-P2-M2-M3 atau M1-I1-I2-P1-C-P2-M2-M3. 6,7,15 2.2 Oklusi Kamus kedokteran Rickett Dorlands mendefinisikan oklusi adalah suatu tindakan penutupan atau proses ditutup. Dalam kedokteran gigi, oklusi adalah hubungan timbal balik dari permukaan yang berlawanan antara gigi maksila dan mandibula yang terjadi selama pergerakan mandibula dan kontak penuh yang

12 berulang-ulang pada lengkung gigi maksila dan mandibula. 17,19 Angle menyatakan oklusi adalah hubungan normal bidang oklusal gigi ketika rahang ditutup. Oklusi adalah sebuah fenomena kompleks yang melibatkan gigi, ligamen periodontal, sendi temporomandibula, otot dan sistem syaraf. 15,20,21 Istilah oklusi memiliki dua aspek yaitu aspek statis dan aspek dinamis. Aspek statis mengacu pada bentuk, susunan dan artikulasi gigi di antara lengkung gigi dan hubungan gigi dengan struktur pendukungnya. Aspek dinamis mengacu pada fungsi dari sistem stomatognasi secara keseluruhan yang terdiri dari gigi, struktur pendukung, sendi temporomandibula, sistem neuromuskular dan nutrisi. 6,15 2.3 Maloklusi 2.3.1 Definisi Maloklusi Maloklusi adalah susunan gigi geligi dan hubungannya satu sama lain dengan rahang yang tidak sesuai dengan konfigurasi morfologi kompleks maxillo-dentofacial yang diterima pada manusia. 19 Definisi maloklusi adalah penyimpangan yang cukup besar dari oklusi ideal yang tidak memuaskan secara estetis maupun secara fungsional. 18,22 Maloklusi adalah hubungan abnormal gigi-gigi pada rahang atas dengan rahang bawah pada saat oklusi sentrik. 21 Fisk (1960) menyatakan maloklusi adalah suatu kondisi pada struktur gigi yang keharmonisannya tidak dapat diterima struktur fasial atau struktur lainnya dan/atau kranium, sehingga mengganggu atau menunjukkan potensi buruk pada perkembangan dan pemeliharaan jaringan normal, fungsi efektif atau masalah sikap psikologis. 23 2.3.2 Klasifikasi Maloklusi Sistem klasifikasi yang paling sering digunakan dalam ortodontik yaitu klasifikasi yang disampaikan oleh Edward Angle pada awal abad 20. Klasifikasi Angle didasarkan pada hubungan oklusal antara molar permanen maksila dan molar permanen mandibula. Ia menetapkan tiga klasifikasi umum yaitu : 6,15,17,23-26

13 1. Klas I Karakteristik maloklusi Klas I Angle yaitu adanya hubungan molar yang normal. Cusp mesiobukal molar satu permanen beroklusi pada groove bukal molar satu permanen mandibula. 6,15,23-26 Hubungan skeletal dan fungsi otot normal. Pada maloklusi Klas I Angle dapat terjadi ketidakteraturan gigi seperti gigi berjejal, spacing, rotasi, gigi yang hilang dan lain lain. 15,25 Maloklusi lainnya sering dikategorikan sebagai Klas I protrusi bimaksilari, dimana pada pasien terdapat hubungan molar Klas I tetapi gigi pada lengkung rahang atas dan bawah terletak di posisi lebih maju yang mempengaruhi profil wajah. 15 Maloklusi Klas I tertera pada gambar 2. Gambar 2. Maloklusi Klas I 6 2. Klas II Karakteristik maloklusi Klas II Angle adalah hubungan molar dimana cusp distobukal gigi molar satu permanen atas beroklusi pada groove bukal gigi molar satu permanen rahang bawah. 6,15,23,24 Groove mesiobukal gigi molar satu permanen rahang bawah berada lebih posterior atau lebih ke distal dari cusp mesiobukal gigi molar satu rahang atas. 13,24,25 Dikarenakan adanya beberapa tipe kemungkinan pergeseran skeletal dan dental pada hubungan Klas II, maloklusi ini dibagi menjadi divisi 1, divisi 2 dan klas II subdivisi. 6,15,23,24

14 a. Klas II divisi 1 Karakteristik pada maloklusi Klas II divisi 1 yaitu gigi-gigi insisivus rahang atas proklinasi yang menyebabkan meningkatnya overjet. Overbite insisivus yang dalam dapat terjadi pada regio anterior. 6,15,23 Cusp distobukal molar satu rahang atas beroklusi dengan groove bukal molar satu rahang bawah. 25 Karakteristik lain maloklusi Klas II divisi 1 adalah adanya aktivitas otot yang abnormal. Bibir atas biasanya hipotonik, pendek dan inkompeten. Bibir bawah berkontak dengan sisi palatal gigi rahang atas, keadaan ini disebut dengan lip trap. 6,15 Maloklusi Klas II divisi 1 tertera pada gambar 3. Gambar 3. Maloklusi Klas II divisi 1 6 b. Klas II divisi 2 Gambaran klasik maloklusi Klas II divisi 2 adalah adanya inklinasi ke arah lingual pada insisivus sentralis rahang atas dan gigi insisivus lateral rahang atas yang tipping ke arah labial dan overlap dengan gigi-gigi insisivus sentralis. 6,15,23,24 Overbite biasanya lebih dalam daripada normal karena adanya inklinasi gigi insisivus atas. 25 Pada maloklusi Klas II divisi 2 pasien menunjukkan aktivitas otot mulut yang normal. 15 Maloklusi Klas II divisi 2 tertera pada gambar 4.

15 Gambar 4. Maloklusi Klas II divisi 2 6 c. Klas II subdivisi Ketika hubungan molar Klas II terjadi pada salah satu sisi rahang dan hubungan molar Klas I terjadi pada sisi lainnya, maka hal itu disebut sebagai Klas II subdivisi. 15,23,24 Jika hubungan molar Klas II berada pada salah satu sisi rahang dan pada rahang lainnya terdapat hubungan molar Klas I dan terdapat proklinasi gigi anterior maksila, disebut dengan maloklusi Angle Klas II divisi 1 subdivisi. Jika hubungan molar Klas II berada pada salah satu sisi rahang dan pada rahang lainnya terdapat hubungan molar Klas I serta terdapat retroklinasi gigi anterior maksila, disebut dengan maloklusi Angle Klas II divisi 2 subdivisi. 6,15,25 3. Klas III Pada hubungan molar maloklusi Klas III cusp mesiobukal gigi molar satu permanen maksila beroklusi pada ruang interdental di antara molar satu dan molar dua mandibula. 6,15,17,23-25 Pada maloklusi Klas III, biasanya gigi-gigi insisivus mandibula terletak lebih ke depan daripada gigi-gigi insisivus maksila dan menyebabkan crossbite anterior atau reverse overjet. 24 Maloklusi Klas III tertera pada gambar 5.

16 Gambar 5. Maloklusi Klas III 6 Maloklusi Klas III dapat diklasifikasikan menjadi : a. Pseudo Class III Karakteristik maloklusi pseudo class III yaitu umumnya terjadi karena kebiasaan. Tipe maloklusi ini disebabkan oleh pergerakan mandibula ke depan pada saat penutupan rahang. 6,15,17,23 Berikut adalah beberapa penyebab maloklusi pseudo Class III : 15 - Adanya kontak prematur oklusal yang mengarahkan mandibula ke depan - Pada kasus premature loss gigi desidui posterior, anak akan lebih cenderung menggerakan mandibula ke depan untuk mendapatkan kontak dengan regio anterior - Anak dengan kelenjar adenoid yang membesar cenderung menggerakkan mandibulanya ke depan untuk mencegah lidah berkontak dengan adenoid b. True Class III True Class III merupakan maloklusi Klas III yang berasal dari genetik yang dapat disebabkan oleh : 6,15 - Ukuran mandibula yang berlebih - Letak mandibula yang lebih maju - Maksila lebih kecil dari ukuran normal - Maksila yang retroposisi - Kombinasi penyebab di atas Gigi insisivus rahang bawah cenderung memiliki inklinasi lingual. Pada pasien bisa terdapat overjet yang normal, hubungan insisivus edge-to-edge atau crossbite

17 anterior. Ruang yang tersedia untuk lidah biasanya lebih besar. Sehingga lidah menempati posisi lebih rendah yang menyebabkan lengkung rahang atas lebih sempit. c. Klas III subdivisi Pada maloklusi Klas III juga terdapat Klas III subdivisi. Karakteristik dari kondisi subdivisi adalah hubungan molar Klas III pada salah satu sisi rahang dan hubungan molar Klas I pada sisi lainnya. 6,15,17,23,25 2.3.3 Etiologi Maloklusi Faktor yang menyebabkan maloklusi secara luas dapat diklasifikasikan pada dua kategori umum yaitu faktor etiologi umum dan faktor etiologi lokal. Penafsiran etiologi maloklusi merupakan suatu aspek penting sebagai awal kelainan dalam ortodonti yang menjadi kunci dalam merencanakan perawatan. Graber membagi faktor etiologi menjadi faktor umum dan faktor lokal dan menyajikan klasifikasi yang sangat komprehensif yaitu : 6,17 1. Faktor Umum a. Herediter b. Kongenital c. Lingkungan : - Prenatal (trauma, diet ibu hamil, campak, metabolisme selama kehamilan, dll) - Postnatal (cedera kelahiran, cerebral palsy, cedera sendi temporomandibular) d. Penyakit metabolisme : - Ketidakseimbangan endokrin - Gangguan metabolik - Penyakit infeksi (poliomyelitis) e. Masalah diet (defisiensi nutrisi) f. Kebiasaan dan penyimpangan fungsional yang abnormal - Kebiasaan menghisap yang abnormal - Kebiasaan menghisap jari dan ibu jari - Kebiasaan mendorong-dorong dan menghisap lidah - Kebiasaan menggigit bibir dan jari

18 - Kebiasaan menelan yang abnormal (penelanan yang tidak tepat) - Kelainan bicara - Pernafasan abnormal (pernafasan dari mulut) - Adanya amandel dan adenoid - Psychogenetic dan bruksism g. Postur h. Trauma dan kecelakaan 2. Faktor lokal : a. Anomali jumlah gigi : - Gigi supernumerari - Gigi yang hilang (hilang kongenital atau hilang karena kecelakaan, karies) b. Anomali ukuran gigi c. Anomali bentuk gigi d. Frenulum labial yang abnormal e. Premature loss f. Resistensi gigi desidui yang berkepanjangan g. Erupsi gigi permanen yang terlambat h. Jalur erupsi gigi yang abnormal i. Ankilosis j. Karies gigi k. Restorasi gigi yang kurang baik 2.4 Premature loss 2.4.1 Definisi Premature Loss Premature loss didefinisikan sebagai hilangnya gigi desidui sebelum waktu tanggal alaminya. 8 Premature loss gigi desidui adalah hilangnya sebuah gigi dari lengkung gigi sebelum gigi permanen penggantinya cukup berkembang untuk erupsi dan menempati ruang yang kosong dan sebelum gangguan oklusal dimulai. 19 Premature loss gigi desidui adalah kondisi ketika gigi desidui hilang, tanpa

19 memperhatikan alasan hilangnya gigi tersebut. Premature loss didasarkan pada tabel kronologi erupsi gigi permanen oleh Kronfeld yang tertera pada tabel 2 dan dikurangi 12 bulan sebagaimana dinyatakan Cardoso dkk. 4,27 Urutan tanggalnya gigi desidui secara alami berdasarkan umur tertera pada tabel 3. Tabel 3. Urutan tanggalnya gigi desidui secara alami 28 Urutan Umur rata-rata (tahun, bulan) Laki-laki Perempuan Mandibula Maksila 1 6,0 5,7 Insisivus sentralis 2 6,10 6,7 Insisivus sentralis 3 7,2 6,10 Insisivus lateralis 4 7,10 7,5 Insisivus lateralis 5 10,5 9,7 Kaninus 6 10,8 10,2 Molar satu 7 10,11 10,6 Molar satu 8 11,3 10,7 Kaninus 9 11,9 11,5 Molar dua Molar dua 2.4.2 Etiologi Premature Loss Etiologi premature loss gigi desidui umumnya dihubungkan dengan karies gigi. Penyebab lain kehilangan dini gigi desidui yaitu trauma, erupsi ektopik, kelainan kongenital, dan defisiensi panjang lengkung yang kemudian menyebabkan resorpsi gigi desidui. 6,9,29 Penyebab hilangnya gigi desidui berbeda pada kedua regio. Pada regio anterior, kehilangan gigi terutama dikarenakan trauma dan penyebab lainnya yaitu karies gigi. Walaupun prevalensi karies gigi tampaknya menurun, namun sejumlah anak masih menderita karies botol dan karies rampan. Pola karies ini dapat menyebabkan kehilangan gigi di kedua regio yaitu anterior dan posterior. Pada regio posterior kebanyakan kehilangan gigi dikarenakan karies, jarang disebabkan oleh trauma. 9,13

20 2.4.3 Faktor yang Mempengaruhi Efek Premature Loss Premature loss gigi desidui dapat berpengaruh pada perkembangan oklusi, khususnya pada distribusi ruang dan kesimetrisan pada lengkung gigi yang terlibat. Derajat keparahan maloklusi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: 15,18,26 1. Umur Semakin cepat gigi desidui hilang, maka gigi berjejal akan semakin berpotensi terjadi. 2. Gigi berjejal Semakin berjejal gigi pada lengkung rahang, maka kehilangan ruang akan semakin berpotensi terjadi sebagai hasil premature loss gigi desidui. 3. Tipe gigi Posisi gigi yang terlibat di lengkung gigi juga mempengaruhi distribusi ruang: 11,13,17,25 Gigi insisivus desidui jarang mempengaruhi ruang pada gigi-geligi permanen kecuali jika gigi insisivus dilakukan pencabutan karena trauma atau resorpsi dini. Gigi kaninus desidui jarang mengalami kehilangan dini, tetapi jika terjadi maka dapat menimbulkan pergeseran midline ke arah sisi yang terlibat pada kasus unilateral, terutama pada gigi-geligi yang berjejal. Gigi molar satu desidui dapat menyebabkan pergeseran midline ketika hilang secara dini dan unilateral. Dalam keadaan gigi berjejal, kehilangan dini gigi ini juga dapat menyebabkan kehilangan ruang melalui pergerakan maju segmen bukal dan menyebabkan gigi premolar yang berjejal. - Gigi molar dua desidui jarang mempengaruhi midline ketika terjadi premature loss, namun kehilangan dini gigi molar dua desidui mempengaruhi posisi gigi molar satu permanen. Kehilangan dini dapat menyebabkan pergerakan bodily ke depan dari gigi molar satu permanen jika tidak erupsi atau terjadi tipping dan rotasi jika erupsi. 2.4.4 Akibat Premature Loss Gigi Molar Desidui Premature loss pada gigi molar desidui biasanya berakibat pada berkurangnya

21 panjang lengkung gigi, migrasinya gigi tetangga dan antagonis, berkurangnya ruang untuk erupsi gigi permanen yang kesemuanya mengarahkan pada rotasi gigi, crowding pada gigi permanen dan impaksi gigi. Premature loss gigi desidui juga dapat mempengaruhi postur mandibula dan posisi oklusal. 1,4,5,15 1. Berkurangnya panjang lengkung gigi Hampir semua kasus kehilangan dini gigi molar desidui menyebabkan kehilangan panjang lengkung gigi. 1 Kehilangan panjang lengkung gigi umumnya dihubungkan dengan migrasinya gigi karena kehilangan dini gigi desidui. 3,8 Berkurangnya panjang lengkung gigi dapat menyebabkan gigi berjejal, impaksi dan ketidakteraturan pada gigi-geligi permanen. Kehilangan gigi molar dua desidui memberikan efek yang paling besar pada kehilangan panjang lengkung gigi yaitu penutupan ruang sebesar 2-4 mm per kuadran pada kedua rahang. 30 2. Migrasi gigi tetangga dan gigi antagonis Kehilangan dini gigi molar satu desidui sebelum erupsi gigi molar satu permanen dapat menyebabkan pergerakan mesial gigi-gigi molar satu permanen dengan hilangnya ruang untuk gigi-gigi premolar satu. Kehilangan dini gigi-gigi molar dua desidui dapat menyebabkan migrasi mesial gigi-gigi molar satu permanen dan mengarah pada impaksinya gigi premolar dua. 18,31 Ketika suatu unit pada lengkung gigi hilang, lengkung gigi cenderung mengkerut dan ruangan cenderung menutup. Penutupan ruang dikaitkan dengan terjadinya mesial drift pada gigi posterior yang berasal dari tekanan oklusi. Mesial drift merupakan fenomena yang terjadi hanya pada gigi molar permanen. Alasan utama gigi-gigi bergerak ke mesial ketika ada ruang terbuka adalah inklinasi mesial gigi tersebut sehingga gigi-gigi bererupsi secara mesial dan oklusal. Mesial drift pada gigi molar satu permanen setelah terjadi premature loss gigi molar dua desidui berkontribusi besar pada perkembangan gigi berjejal pada bagian posterior lengkung dental. 13,32 Ketika gigi molar satu desidui mengalami premature loss terdapat kecenderungan ruang bekas pencabutan untuk menutup. Hal ini dikarenakan adanya drifting ke arah distal pada gigi-gigi insisivus. Dorongan yang menyebabkan distal

22 drift memiliki dua sumber yaitu tekanan dari kontraksi aktif serat transeptal pada gingiva dan tekanan dari bibir dan pipi. Tarikan dari serat transeptal mungkin yang paling konsisten berkontribusi pada kecenderungan penutupan ruangan dan tekanan bibir merupakan komponen tambahan. Jika gigi kaninus atau gigi molar satu desidui mengalami premature loss pada salah satu sisi, gigi permanen drifting ke arah distal yang mengarah menuju asimetri oklusi dan kecenderungan crowding. 13,32 Selain mesial drift dan distal drift, jika sebuah gigi tanggal dari lengkung giginya seringkali akan terjadi erupsi berlebihan dari gigi antagonisnya atau perkembangan vertikal dari struktur dentoalveolar yang berlebihan. Prosesus dentoalveolar yang elongasi dapat menyebabkan masalah fungsional dan ganguan oklusal. 3,33 Keadaan ini dapat terjadi setelah tanggalnya gigi-gigi desidui, namun hanya bersifat sementara. Erupsi dari gigi-gigi penggantinya, bersama dengan pertumbuhan alveolar yang berlanjut, biasanya akan menyebabkan terbentuknya bidang oklusal yang benar, asalkan gigi-gigi pengganti bisa saling beroklusi. 3 Migrasinya gigi tetangga dan antagonis setelah terjadi premature loss dapat dilihat pada gambar 6. Gambar 6. Perubahan yang terjadi karena premature loss gigi molar satu desidui rahang bawah 34 3. Kehilangan ruang untuk erupsi gigi permanen Sejauh menyangkut oklusi dan posisi gigi, efek paling penting dari tanggalnya

23 gigi-gigi desidui yang terlalu cepat adalah penutupan ruang. Efek kehilangan dini gigi molar satu desidui pada kedua rahang tergantung pada keadaan erupsi gigi molar satu permanen. Bila gigi molar satu desidui hilang setelah gigi molar satu permanen erupsi dan gigi molar desidui dua masih berada pada posisinya, kehilangan ruang yang lebih sedikit bisa terjadi pada masing-masing lengkung. 1,4 Walaupun gigi-gigi molar satu permanen telah erupsi, kehilangan panjang lengkung dapat terjadi jika tidak ada gigi molar dua desidui sebagai penuntun erupsi. Kehilangan ruang sebanyak 8 mm pada maksila telah dibuktikan karena molar pertama permanen berpindah ke mesial melalui pergerakan mahkota-akar gigi secara keseluruhan dan rotasi mesiolingual pada akar palatal. Kehilangan dini gigi molar dua desidui pada mandibula menyebabkan kehilangan ruang 4 sampai 6 mm per kuadran. 1,34 Pada gambar 7, tampak penutupan ruang setelah premature loss gigi molar dua desidui. 4. Crowding Gambar 7. Penutupan ruang karena premature loss gigi molar dua desidui 34 Premature loss gigi molar dua desidui dapat menyebabkan kehilangan ruang untuk erupsi gigi premolar sehingga gigi premolar dua dipaksa erupsi di bagian lingual atau bukal. 6 Pada akhirnya terjadi gigi posterior yang berjejal dimana keparahannya mencerminkan pergerakan mesial yang telah terjadi. 18 Pada premature

24 loss gigi molar desidui rahang atas, dapat terjadi migrasi mesial gigi-gigi molar permanen yang menyebabkan kehilangan panjang lengkung gigi. Lalu gigi kaninus rahang atas yang merupakan gigi anterior yang terakhir erupsi dapat mengubah jalur erupsinya dan erupsi di bagian labial sehingga terjadi gigi berjejal pada bagian anterior. 2,6 Crowding pada regio premolar rahang bawah tertera pada gambar 8 dan crowding pada premolar dua rahang atas tampak pada gambar 9. Gambar 8. Crowding pada regio premolar rahang bawah setelah premature loss gigi molar 35 5. Impaksi Gambar 9. Crowding pada premolar dua rahang atas karena premature loss gigi molar dua desidui 18 Gigi impaksi adalah gigi-gigi yang tertanam dalam alveolus atau gigi yang

25 posisinya terhambat tulang atau gigi lain sehingga erupsinya terhalang. Impaksi gigi premolar dapat terjadi karena faktor lokal yaitu pergerakan mesial dari gigi karena adanya premature loss gigi molar desidui. 3,36,37 Kebanyakan gigi impaksi karena panjang lengkung gigi dan ruang untuk erupsi yang tidak cukup dimana panjang lengkung tulang alveolar lebih kecil dari panjang lengkung gigi. Pada anterior mandibula, gigi premolar erupsi setelah gigi molar satu dan kaninus. Jika ruang untuk erupsi tidak cukup, salah satu dari gigi premolar biasanya premolar kedua tidak erupsi dan menjadi impaksi atau erupsi pada bukal atau lingual lengkung gigi. 37 Impaksi gigi karena premature loss gigi molar tampak pada gambar 10. 6. Efek pada postur mandibula Gambar 10. Impaksi gigi karena premature loss gigi molar desidui 37 Pada kasus kehilangan seluruh gigi molar desidui sebelum gigi molar permanen erupsi dapat menyebabkan postur mandibula lebih maju yang mengarah ke maloklusi Klas III. 3 Maloklusi dapat terjadi setelah premature loss gigi desidui ketika anak menempatkan rahangnya di posisi abnormal dalam upaya untuk mendapatkan oklusi fungsional dan efisiensi dalam mastikasi. 19 Tanggalnya gigi-gigi desidui yang terlalu cepat bisa mempengaruhi fungsi pengunyahan. Fungsi pengunyahan beralih pada gigi insisivus dengan cara memajukan posisi mandibula, namun posisi ini hanya berlangsung singkat. Pada saat penutupan mandibula menuju posisi istirahat, insisivus rahang atas dan rahang bawah mengalami kontak prematur yang selanjutnya akan menyebabkan pergeseran posisi

26 mandibula menjadi lebih maju. 1,3 Pada akhirnya gigi geligi dapat beroklusi secara permanen pada hubungan abnormal ke depan maupun arah lateral. 19 7. Efek asimetris akibat tanggalnya gigi-gigi desidui Pada lengkung yang berjejal, jika tanggalnya gigi desidui hanya terjadi pada satu sisi rahang, pergerakan ke distal dari gigi-gigi yang terletak di depan ruang bekas gigi yang tanggal tersebut bisa mengakibatkan asimetris dari lengkung gigi, dengan disertai penyimpangan midline yang sulit dirawat. 3 Premature loss gigi molar dua desidui pada satu sisi dengan kehilangan leeway space unilateral merupakan penyebab umum terjadinya maloklusi Klas II subdivisi. Maloklusi Klas II subdivisi dapat terjadi apabila posisi gigi molar mandibula lebih ke distal pada satu sisi (sisi Klas II) atau posisi gigi molar maksila lebih ke mesial pada sisi Klas II. 15,38 Pergerakan mesial dapat menyebabkan maloklusi Klas II ataupun Klas III walaupun pada seseorang dengan pola skeletal Klas I. Pergerakan mesial yang asimetris dapat menyebabkan asimetris midline atau kondisi dimana seseorang mengalami Klas I Angle pada satu sisi tapi Klas II ataupun Klas III pada sisi lainnya. Kehilangan lengkung gigi yang parah pada mandibula dapat menyebabkan overjet meningkat, sedangkan kehilangan lengkung gigi yang parah pada maksila dapat menyebabkan crossbite anterior. Pada bagian posterior dapat menyebabkan crossbite di bagian lingual maupun bagian bukal. Pergerakan gigi dapat menyebabkan retroklinasi atau proklinasi gigi anterior yang menyebabkan perubahan pada overbite. 39

27 2.5 Kerangka Teori Periode Gigi Geligi Desidui Bercampur Permanen Oklusi Maloklusi Definisi Klasifikasi Etiologi Lokal Umum Premature loss gigi desidui Definisi Etiologi Akibat

28 2.6 Kerangka Konsep Pasien Ortodonsia di RSGMP FKG USU tahun 2010-2014 Prevalensi premature loss gigi molar desidui