BAB I PENDAHULUAN. Kejang merupakan masalah neurologi yang paling sering kita jumpai pada

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. otak (Dipiro et.al, 2005). Epilepsi dapat dialami oleh setiap orang baik laki-laki

BAB 1 PENDAHULUAN. (American Academy of Pediatrics, 2008). Penyebab demam pada pasien

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Epilepsi merupakan penyakit kronis di bidang neurologi dan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. mencerminkan derajat kesehatan bangsa, sebab anak sebagai generasi. penerus bangsa memiliki kemampuan yang dikembangkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia mempunyai dua faktor yang berpengaruh besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menduduki urutan ke 10 dari urutan prevalensi penyakit. Inflamasi yang terjadi pada sistem saraf pusat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Epilepsi merupakan salah satu penyakit pada otak tersering mencapai 50 juta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dijumpai di masyarakat, baik anak-anak, remaja, dewasa. maupun lanjut usia. Cedera kepala dapat dikaitkan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rosenbaum dkk, palsi serebral adalah gangguan permanen gerakan

BAB I PENDAHULUAN. kejadian anak yang mengalami keterlambatan bicara (speech delay) cukup tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. intelektual serta gangguan fungsi fisiologis lainnya. Hal ini disebabkan oleh karena

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena penderitanya sebagian besar orang muda, sehat dan produktif (Ropper &

Epilepsi merupakan salah satu penyebab

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gangguan tidur dijumpai 25% pada populasi anak yang sehat, 1-5%

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak didapatkan infeksi intrakranial ataupun kelainan lain di otak. 1,2 Demam

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting. Untuk menilai tumbuh kembang anak banyak pilihan cara. Penilaian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kejang demam merupakan salah satu kejadian bangkitan kejang yang

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Saraf dan Ilmu Penyakit

BAB I PENDAHULUAN. kandungan. Kelainan penyerta yang timbul pada bayi baru lahir akan menghambat

BAB I PENDAHULUAN. disabilitas intelektual dapat belajar keterampilan baru tetapi lebih lambat

Dr. Soeroyo Machfudz, Sp.A(K), MPH Sub.bag Tumbuh Kembang/Ped. Sosial INSKA RS. Hermina / Bag. IKA FK-UII Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Epilepsi merupakan kelainan kronik dari sistem saraf pusat yang

BAB I PENDAHULUAN. Insiden epilepsi di dunia berkisar antara tiap penduduk tiap

BAB 1 PENDAHULUAN. atau lebih dikenal dengan istilah Millenium Development Goals (MDGs) yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 60 bulan disertai suhu tubuh 38 C (100,4 F) atau lebih yang tidak. (SFSs) merupakan serangan kejang yang bersifat tonic-clonic di

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan perseorangan dan upaya kesehatan masyarakat. 1

BAB 1. PENDAHULUAN. Nyeri kepala mungkin merupakan bagian terbesar dari penderitaan manusia,

ABSTRAK. Kata Kunci: Gangguan Pendengaran, Audiometri

MANAJEMEN KEJANG PASCA TRAUMA

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bells Palsy adalah kelumpuhan atau kerusakan pada nervus facialis

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Stroke adalah sindroma yang ditandai oleh onset. akut defisit neurologis/ gangguan fungsi otak yang

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan mendengar dan berkomunikasi dengan orang lain. Gangguan

BAB I PENDAHULUAN. badan kurang dari 2500 gram saat lahir 1, sedangkan Berat Badan Lahir

Di Indonesia penelitian epidemiologik tentang epilepsi belum pernah dilakukan, namun epilepsi tidak jarang dijumpai dalam masyarakat.

KELOMPOK E DEPERTEMEN ANAK SRIYANTI B. MATHILDIS TAMONOB RANI LEKSI NDOLU HARRYMAN ABDULLAH

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di Amerika Serikat setelah penyakit jantung dan kanker. Terhitung 1

BAB I PENDAHULUAN. dalam mendeteksi secara dini disfungsi tumbuh kembang anak. satunya adalah cerebral palsy. Cerebral palsy menggambarkan

BAB I PENDAHULUAN. Laporan Akhir Kasus Longitudinal MS-PPDS I IKA Fakultas Kedokteran UGM 1

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Anak usia prasekolah adalah

BAB I PENDAHULUAN. dengan menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk. negara-negara dunia diprediksikan akan mengalami peningkatan.

BAB I PENDAHULUAN. darah menuju otak, baik total maupun parsial (sebagian) (Čengić et al., 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang

BAB I PENDAHULUAN. insulin, atau kedua-duanya. Diagnosis DM umumnya dikaitkan dengan adanya gejala

BAB I PENDAHULUAN. Stroke adalah sindroma neurologis yang terjadi. tiba-tiba karena cerebrovascular disease (CVD).

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian yang berskala cukup besar di Indonesia dilakukan oleh

LAPORAN PENDAHULUAN RETARDASI MENTAL. Disusun Oleh : Hadi Ari Yanto

BAB I PENDAHULUAN. Kanker adalah penyakit tidak menular yang ditandai dengan pertumbuhan sel

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kejang berulang disebabkan oleh pelepasan sinkron berulang, abnormal, dan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, khususnya di

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan sehingga mampu meningkatkan rata-rata usia harapan hidup.

DAFTAR ISI. SAMPUL DALAM... i. LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii. KATA PENGANTAR...iii. DAFTAR ISI... iv. DAFTAR TABEL... vii

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya dimana kerusakan disebabkan gaya mekanik dari luar sehingga timbul gangguan

PENILAIAN PERKEMBANGAN ANAK SANTI E. PURNAMASARI

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. Anak dalam perkembangannya dapat berkembang normal atau mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak lepas terkait dengan status gizi ataupun kesehatan setiap. individu. Indikator yang digunakan salah satunya adalah Indeks

BAB I PENDAHULUAN. stimulus (Anurogo & Usman, 2014, h. 66). Epilepsi adalah kelainan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem saraf manusia mempunyai struktur yang kompleks dengan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan saat ini sudah bergeser dari penyakit infeksi ke

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi sumber daya yang berkualitas tidak hanya dilihat secara fisik namun

Vol.2, No.1 Bagian Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas YARSI Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas

BAB I PENDAHULUAN. dengan obat-obatan masih merupakan pilihan utama untuk terapi epilepsi pada

GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA PADA ANAK PENYANDANG EPILEPSI USIA BALITA DI POLIKLINIK ANAK RSUP.PERJAN DR. HASAN SADIKIN BANDUNG.

TESIS TINGKAT PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK DENGAN EPILEPSI UMUM USIA 6 SAMPAI 68 BULAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke merupakan masalah bagi negara-negara berkembang. Di dunia

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. kasus baru TB BTA positif dengan kematian Menurut. departemen kesehatan sepertiga penderita tersebut ditemukan di RS dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 o C) yang disebabkan oleh proses

BAB I PENDAHULUAN. absolute atau relatif. Pelaksanaan diet hendaknya disertai dengan latihan jasmani

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sindrom neurokutaneus merupakan sekelompok besar kelainan kongenital

DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... i HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii HALAMAN PERNYATAAN... iv HALAMAN PERSEMBAHAN... v KATA PENGANTAR...

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dari setengahnya terdapat di negara berkembang, sebagian besar dari

BAB 1 : PENDAHULUAN. membungkus jaringan otak (araknoid dan piameter) dan sumsum tulang belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tahun (Smeltzer C. Suzanne, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang juta diantaranya terdapat di Asia Tenggara. Dari hasil WHO Multi Center

BAB 1 PENDAHULUAN. yang saat ini makin bertambah jumlahnya di Indonesia (FKUI, 2004).

BAB 2 NYERI KEPALA. B. Pertanyaan dan persiapan dokter muda

BAB I PENDAHULUAN. mengisi rongga dada, terletak disebelah kanan dan kiri dan ditengah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hasil survei Badan Pusat Statistik pada tahun 2010 menyatakan bahwa dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke, yang juga dikenal dengan istilah cerebrovascular

BAB I PENDAHULUAN. Stroke masih merupakan masalah kesehatan yang utama. Di dunia, stroke

BAB I PENDAHULUAN. terdiagnosis pada masa kanak-kanak dengan bangkitan awal sebelum 18

BAB I PENDAHULUAN. namun juga sehat rohani juga perlu, seperti halnya di negara sedang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi penuh sejak janin berada dalam rahim(kira-kira pada. gestasi minggu ke-8). Tanpa adanya jantung yang berdenyut dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Flaviviridae dan ditularkan melalui vektor nyamuk. Penyakit ini termasuk nomor dua

BAB 1 PENDAHULUAN. serta tidak didapatkan infeksi ataupun kelainan intrakranial. Dikatakan demam

BAB 1 PENDAHULUAN. Komplikasi akut adalah gangguan keseimbangan kadar glukosa darah jangka

BAB I PENDAHULUAN. maupun psikososial. Namun, sebagian orang tua belum. pertumbuhan dan perkembangannya (Nursalam, 2005: 31-

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kejang merupakan masalah neurologi yang paling sering kita jumpai pada anak, dan biasanya kejang sudah dimulai sejak usia bayi dan anak-anak. Kejang pada anak-anak dapat disebabkan oleh proses intrakranial maupun proses ekstrakranial. Proses intrakranial yang dapat menimbulkan kejang di antaranya infeksi susunan saraf pusat, massa intrakranial, hidrosefalus, perdarahan intrakranial, trauma, dan penyebab lain yang tidak diketahui, sedangkan proses ekstrakranial yang dapat menyebabkan kejang di antaranya gangguan keseimbangan elektrolit, syok hipovolemik, dan penyakit metabolik. Epilepsi adalah kejang tanpa provokasi yang terjadi dua kali atau lebih dengan interval waktu lebih dari 24 jam. Epilepsi dapat disebabkan oleh berbagai penyakit dan gangguan yang berat misalnya malformasi kongenital, pasca infeksi, tumor, penyakit vaskuler, dan pasca trauma otak. Penelitian prevalensi epilepsi telah dilaporkan dari berbagai negara tetapi perbandingannya sering sulit dilakukan karena para peneliti menggunakan metode pemilihan kasus dan klasifikasi epilepsi yang berbeda-beda. Prevalensi epilepsi di negara maju 4-9/1000 populasi, dengan insiden 25-50/100.000 populasi/tahun, sedangkan di negara berkembang prevalensi 14-57/1000 populasi, insiden 30-115/100.000 populasi/tahun ( Shakya, dkk., 2003; Kwan, dkk., 2010 ). Prevalensi epilepsi dari berbagai penelitian berkisar 1,5 31/1000 penduduk. Prevalensi epilepsi di Afrika 1

2-58/1000 penduduk sedangkan prevalensi epilepsi di Asia 5-10/1000 penduduk. Prevalensi epilepsi di Norwegia 4,3/1000 dan di Islandia 5,2/1000 penduduk. Berapa banyak pasien epilepsi di Indonesia, sampai sekarang belum tersedia data hasil studi berbasis populasi. Indonesia dibandingkan dengan negara berkembang lain dengan tingkat ekonomi sejajar, kemungkinan penyandang epilepsi di Indonesia diramalkan sekitar 0,7-1,0%, yang berarti berjumlah 1,5-2 juta orang dan ada peneliti yang mengatakan prevalensi sewaktu 4-10 per 1000 pada populasi umum. Prevalensi epilepsi pada bayi dan anak-anak cukup tinggi, menurun pada dewasa muda dan pertengahan, kemudian meningkat lagi pada kelompok usia lanjut. Prevalensi epilepsi berdasarkan tipe kejang pada anak, kejang umum tonik-klonik 53%, kejang parsial sederhana dan kejang miscellaneous 6% kejang parsial kompleks 27% ( Passat, 1999; Panayiotopoulos, 2005; Duggan, 2010; Rantanen dkk., 2011 ). Insiden dan prevalensi epilepsi hampir sama di semua negara sekitar 1-2% populasi di seluruh dunia ( Silanpaa dan Schmidt, 2011; Lorigados dkk., 2013 ). Insidens epilepsi pada anak dilaporkan dari berbagai negara dengan variasi yang luas, sekitar 4-6 per 1000 anak, tergantung pada desain penelitian dan kelompok umur populasi. Penderita epilepsi aktif di seluruh dunia saat ini diperkirakan 50 juta orang, 40% pada anak dan remaja, 40% pada dewasa, serta 20% usia lanjut ( Fosgren, 2001). Pada penelitian di Tanzania didapatkan insiden epilepsi 77 per 100.000 penduduk per tahun ( Banerjee dan Hauser, 2007 ). Di Indonesia terdapat paling sedikit 700.000-1.400.000 kasus epilepsi dengan pertambahan sebesar 2

70.000 kasus baru setiap tahun dan diperkirakan 40%-50% terjadi pada anak-anak ( Suwarba, 2011 ). Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM pada tahun 1990 didapatkan 172 pasien epilepsi baru di antara 6830 pasien yang datang ke klinik Saraf Anak atau 77.016 pasien yang datang ke poliklinik bagian IKA FKUI-RSCM, sehingga prevalensi di antara pasien yang datang di RSCM adalah 2 per 1000 pasien. Sedangkan pada tahun 1991 didapatkan 181 pasien epilepsi baru di antara 6372 pasien yang berobat ke klinik Saraf Anak atau 56.518 pasien yang datang ke poliklinik bagian IKA FKUI-RSCM, suatu prevalensi sebesar 3 per 1000 pasien. Pada tahun 1990 dan 1991 didapatkan pasien epilepsi baru terbanyak pada kelompok umur 5-12 tahun masing-masing tahun 1990 sebesar 43,6% dan tahun 1991 sebesar 48,6%. Dua puluh dua dari 64 kasus yang terdeteksi dari pemantauan 11 tahun mendapatkan pendidikan khusus. Di antara 32 kasus yang terdeteksi pada pemantauan 16-23 tahun, 12 menderita cacat mental (Passat, 1999). Pada penelitian di RSUP Sanglah dijumpai pasien epilepsi baru 276 kasus, rata-rata 69 kasus pertahun. Kejadian epilepsi dibandingkan dengan pasien yang berkunjung ke poliklinik anak RSUP Sanglah Denpasar sebesar 5,3%. Insiden terbanyak ditemukan pada kelompok umur 1-5 tahun sebesar 42%, sedangkan onset epilepsi terbanyak pada kelompok umur < 1 tahun sebanyak 46% ( Suwarba, 2011 ). Anak-anak yang telah didiagnosis dengan epilepsi akan mempunyai peluang yang lebih besar untuk mendapatkan serangan kejang berikutnya, sehingga pada anak-anak dengan epilepsi diberikan terapi dalam jangka waktu yang lama dengan 3

harapan tidak terjadinya kejang berikutnya. Epilepsi pada anak-anak dapat menimbulkan masalah yang sangat besar pada kehidupan sosial-ekonomi keluarga, dan masalah tumbuh kembang anak yang meliputi masalah neurobehavioural dan kognitif anak ( Rantanen dkk., 2008 ). Ada berbagai alat untuk menilai pertumbuhan dan perkembangan anak yang sudah distandardisasi salah satunya adalah dengan skala Mullen. Skala Mullen digunakan untuk mengukur fungsi kognitif anak umur 0 sampai 68 bulan, menilai lima aspek pertumbuhan dan perkembangan yaitu gross motor, visual reception, fine motor, expressive language, and receptive language. Penilaian skala Mullen menggunakan alat permainan yang sangat menarik sehingga mudah diaplikasikan ke anak-anak. Hasil pengukuran dari skala Mullen dikelompokkan menjadi lima kategori yaitu very high, above average, average, below average, dan very low ( Mullen, 1995 ). Rantanen dkk. ( 2008 ) pada penelitian Social Competence of Preschool Children with Epilepsy mendapatkan prevalensi gangguan pemusatan perhatian dan perilaku sebesar 35% pada anak usia prasekolah dengan epilepsi. Rantanen dkk. ( 2011 ) pada penelitian Cognitive Impairment in Preschool Children with Epilepsy mendapatkan prevalensi gangguan perkembangan kognitif pada anak usia prasekolah dengan epilepsi, normal dan borderline 50%, retardasi ringan 22%, retardasi berat dan sangat berat 28%. Siilanpaa dalam penelitian Prognosis Intelegensia dan Penyesuaian Sosial penderita Epilepsi mendapatkan 47,3% penderita dengan intelegensia normal, 13,1% dengan retardasi mental ringan dan sisanya dengan retardasi mental sedang atau berat. Di samping itu terdapat 4

gangguan perkembangan motor halus pada 42,7% pasien, gangguan berbicara pada 40% pasien dan kesulitan dalam hubungan interpersonal pada 37,8% pasien. Sebanyak 60% pasien dapat mengikuti sekolah normal dan hanya 4,7% pasien yang dapat melanjutkan ke Perguruan Tinggi ( Passat, 1999; Rantanen dkk., 2008; Rantanen dkk., 2011 ). Penelitian di RSUP Sanglah Denpasar jenis epilepsi berdasarkan tipe kejang ditemukan sebagian besar 62% kejang umum tonik klonik, 12,3% tipe tonik, dan 4,3% tipe absanse. Epilepsi fokal/parsial ditemukan pada 12,6%, sedangkan sindrom epilepsi yang ditemukan hanya spasme infantil 6,9% kasus. Etiologi ditemukan terbanyak 74,3% kasus idiopatik. Berdasarkan skrining Denver II, mendapatkan hasil tumbuh kembang normal sebesar 75% dan suspek sebesar 25% ( Suwarba, 2011 ). Penelitian epilepsi dalam kaitannya dengan tingkat perkembangan kognitif anak belum pernah dikerjakan di Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK UNUD/ Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar oleh karena itu diadakan penelitian ini yang terbatas pada penilaian tingkat perkembangan kognitif anak usia 6 sampai 68 bulan dengan epilepsi umum menggunakan skala Mullen. 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah yang akan diteliti yaitu: Bagaimana tingkat perkembangan kognitif anak usia 6 sampai 68 bulan dengan epilepsi umum? 5

1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini dibagi menjadi : 1. Tujuan umum adalah untuk membuktikan hubungan tingkat perkembangan kognitif anak dengan epilepsi umum usia 6 sampai 68 bulan. 2. Tujuan khusus adalah a. Untuk membuktikan hubungan tingkat perkembangan kognitif anak yang menderita epilepsi umum usia 6 sampai 68 bulan dengan usia awitan. b. Untuk membuktikan hubungan tingkat perkembangan kognitif anak yang menderita epilepsi umum usia 6 sampai 68 bulan dengan frekuensi kejang. c. Untuk membuktikan hubungan tingkat perkembangan kognitif anak yang menderita epilepsi umum usia 6 sampai 68 bulan dengan lamanya kejang. d. Untuk membuktikan hubungan tingkat perkembangan kognitif anak yang menderita epilepsi umum usia 6 sampai 68 bulan dengan gambaran EEG. e. Untuk membuktikan hubungan tingkat perkembangan kognitif anak yang menderita epilepsi umum usia 6 sampai 68 bulan dengan pemberian obat anti epilepsi. 6

1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: a. Manfaat terhadap penderita: penderita dan keluarga memahami tentang penyakit epilepsi yang diderita, komplikasi yang ditimbulkan termasuk gangguan perkembangan kognitif, dan penatalaksanaanya. b. Manfaat terhadap pelayanan kesehatan: untuk deteksi dini dan intervensi dini gangguan perkembangan kognitif pada anak dengan epilepsi umum. c. Manfaat terhadap pengembangan ilmu: hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk melakukan penelitian yang lain. 7