VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL

dokumen-dokumen yang mirip
V. STRUKTUR PEREKONOMIAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAHTANGGA

IX. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN

VI. ANALISIS DAMPAK INVESTASI, EKSPOR DAN SIMULASI KEBIJAKAN SEKTOR PERTAMBANGAN

IV. METODOLOGI. Kebijakan di sektor transportasi jalan dengan investasi atau pengeluaran

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK


BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB VI ANALISIS MULTIPLIER & DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA. Investasi infrastruktur transportasi di Provinsi Jawa Barat diharapkan

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP EKONOMI

P U S J A T A N. Muktar Napitupulu 1), Mangara Tambunan 2), Arief Daryanto 3), Rina Oktaviani 4)

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai

V. PERAN SEKTOR PERTAMBANGAN BATUBARA PADA PEREKONOMIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

VII. PERANAN DAN DAMPAK KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK DALAM PEREKONOMIAN

VI. STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN ANGKA PENGGANDA SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

BAB V GAMBARAN INFRASTRUKTUR JALAN, STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN KETENAGAKERJAAN DI JAWA BARAT

BAB 3 METODE PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO)

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif.

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

KESIMPULAN DAN SARAN

PERAN SEKTOR AGROINDUSTRI DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN. Sri Hery Susilowati 1

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BENGKULU TAHUN 2016

METODE PENELITIAN. menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder. Data sekunder adalah data yang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data tabel FSNSE pada tahun Jenis data

DAMPAK TRANSFER PAYMENT TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA PETANI DAN PEMBANGUNAN EKONOMI DI INDONESIA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. mengenai dampak investasi pemerintah di sektor perdagangan sebesar Rp27

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

BAB I PENDAHULUAN. pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010

PENGARUH INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI TENGAH

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Produk Domestik Bruto (PDB)

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Kuncoro (2010: 4) menyebutkan bahwa pembangunan di Negara Sedang

V. METODE PENELITIAN

BERITA RESMI STATISTIK

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

V. MEMBANGUN DATA DASAR

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

KETERKAITAN SEKTOR EKONOMI DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI JAWA: PENDEKATAN SOCIAL ACCOUNTING MATRIX

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kebijakan Revitalisasi Perkeretaapian Terhadap Pendapatan Faktor Produksi, Institusi, dan Sektor Produksi.

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2008

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil analisis angka pengganda (multiplier) meliputi value added multiplier

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

BERITA RESMI STATISTIK

DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TENGAH (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama bagi negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan. masyarakat meningkat dalam periode waktu yang panjang.

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal

DIPONEGORO JOURNAL OF ECONOMICS Volume 2, Nomor 1, Tahun 2013, Halaman 1

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

INDIKATOR MAKRO EKONOMI KABUPATEN TEGAL

PERAN SEKTOR AGROINDUSTRI DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN

1.1. Latar Belakang dan Masalah

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS. penelitian mengenai dampak investasi infrastruktur transportasi terhadap

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak.

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Model ekonomi keseimbangan umum digunakan untuk menganalisis secara

PERKEMBANGAN PDRB TRIWULAN II-2009 KALIMANTAN SELATAN

PERTUMBUHAN EKONOMI SEKADAU TAHUN 2014

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut. Dalam menghitung

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah)

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014

KINERJA PEREKONOMIAN SULAWESI SELATAN TRIWULAN II 2014

PDB per kapita atas dasar harga berlaku selama tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 13,8% (yoy) menjadi Rp30,8 juta atau US$ per tahun.

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA

6. HASIL DAN PEMBAHASAN

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II 2013

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia.

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN

Transkripsi:

VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL 7.. Analisis Multiplier Output Dalam melakukan kegiatan produksi untuk menghasilkan output, sektor produksi selalu membutuhkan input, baik input primer maupun input antara yang berasal dari sektor produksi lainnya. Kenaikan output suatu sektor produksi akan mendorong peningkatan permintaan faktor produksi yang pada akhirnya akan mendorong peningkatan sektor produksi lainnya. Peningkatan permintaan faktor produksi akan mengakibatkan kenaikan balas jasa faktor produksi yang dimiliki oleh institusi. Keseluruhan proses kegiatan produksi ini dapat terlihat pada Social Accounting Matrix Inter-regional Jawa-Bali Sumatera (IRSAMJASUM) melalui nilai koefisien multiplier yang menggambarkan perubahan output yang terjadi pada suatu sektor bila terjadi shock (guncangan) output pada sektor tertentu. Analisis accounting multiplier effect digunakan untuk menganalisis dampak perubahan variabel eksogen terhadap variabel endogen seperti output sektor produksi, institusi dan faktorial. Perubahan variabel eksogen tersebut membuat output sektor yang diguncang meningkat pertama sekali sebesar nilai guncangan yang diberikan, kemudian menjalar sebagai dampak ke sektor atau wilayah lain. Pada dasarnya, koefisien multiplier merupakan penjumlahan dampak langsung dan dampak tidak langsung. Dampak langsung merupakan dampak yang langsung diterima sektor produksi tertentu sebesar nilai injeksi yang diberikan kepadanya. 7... Multiplier Output Intra-regional Pada Lampiran 7, koefisien pengganda (multiplier) output bruto intraregional terbesar di Sumatera adalah sektor industri makanan, minuman, dan tembakau dengan nilai 2.698. Ini mengandung makna bahwa shock sebesar unit

53 moneter pada sektor tersebut di Sumatera, menyebabkan output sektor itu meningkat 2.698 unit moneter yang terdiri dari efek langsung sebesar unit moneter (sama besarnya dengan nilai guncangan awal) dan.698 unit moneter sebagai dampak tidak langsung. Kondisi ini mengandung pengertian bahwa output sektor ini sebesar unit moneter mendorong sektor tersebut meningkatkan permintaan input, baik input primer maupun input antara yang berasal dari sektor lain. Guna memenuhi kebutuhan input antara tersebut, sektor-sektor lain meningkatkan produksinya yang berarti meningkatkan kebutuhan faktor produksi. Pada sisi lain, peningkatan permintaan input meningkatkan pendapatan institusi sebagai pemilik faktor produksi. Meningkatnya pendapatan institusi menyebabkan institusi lebih komsumtif sehingga mendorong peningkatan output sektor-sektor lain, begitu seterusnya terjadi secara berulang hingga tidak terjadi lagi efek guncangan tersebut. Dampak pengganda (multiplier effect) pada SAM menggambarkan peningkatan output suatu wilayah dan distribusi pendapatan, baik distribusi pendapatan faktorial maupun pendapatan institusi. Nilai tambah sektor industri makanan, minuman, dan tembakau di Sumatera sebesar.6 ternyata bukan yang terbaik. Makna dari nilai ini adalah guncangan output pada sektor tersebut, menghasilkan nilai tambah sebesar.6 yang terdistribusikan melalui tenagakerja sebesar.557 dan modal/ kapital sebesar.64. Bila ditinjau dari sisi koefisien multiplier nilai tambah, ternyata sektor industri makanan, minuman, dan tembakau bersifat padat modal, yang tercermin dari nilai koefisien multiplier bukan tenagakerja (modal) sebesar.64 lebih besar dibandingkan nilai tenagakerja.557. Sektor konstruksi jalan dan jembatan di Sumatera memiliki koefisien pengganda output bruto sebesar 2.298 (Gambar 29), merupakan yang terbesar

54 keempat setelah sektor industri makanan, minuman dan tembakau, sektor listrik, gas dan air minum, dan sektor industri kayu dan barang dari kayu, Nilai ini menunjukkan bahwa sektor konstruksi jalan dan jembatan memiliki kontribusi cukup signifikan dalam output bruto di Sumatera. 3 2.698 2.5 2.298 2.5.5.6.55.698.298.557.437.64.68 Output Bruto Dampak Langsung Dampak Tidak Langsung Nilai Tambah Tenaga Kerja Bukan tenaga kerja Industri Maakanan, minuman dan Tambak(tertinggi) Konstruksi Jalan dan Jembatan Gambar 29. Multiplier Output dan Nilai Tambah di Sumatera Tahun 27 Nilai tambah sektor jalan dan jembatan sebesar.55 bersifat padat modal yang ditunjukkan dari nilai koefisien multiplier bukan tenagakerja.68 jauh lebih besar dari koefisien multiplier tenagakerja sebesar.437. Bila dibandingkan kedua sektor yang merupakan agregasi sektor konstruksi, ternyata konstruksi jalan dan jembatan, dan konstruksi non jalan dan jembatan memiliki nilai multiplier berimbang, baik multiplier output bruto maupun nilai tambah (pendapatan). Sama halnya dengan pulau Sumatera, sektor industri makanan, minuman, dan tembakau di Jawa-Bali memiliki koefisien pengganda output bruto terbesar yakni sebesar 3. (Lampiran 8). Bila diamati dari koefisien nilai tambah, ternyata sektor industri makanan, minuman, dan tembakau di Jawa-Bali bersifat padat karya. Hal tersebut tercermin dari nilai koefisien pengganda tenagakerja (.892) lebih besar dibandingkan nilai bukan tenagakerja/ modal (.82).

55 Koefisien multiplier sektor peternakan dan perikanan juga cukup tinggi (3.4) dengan nilai tambah sebesar.477 di Jawa-Bali. Untuk Jawa-Bali, sektor yang tidak membutuhkan keahlian khusus umumnya bersifat padatkarya, berbeda dengan sektor yang berciri spesialisasi seperti sektor industri kimia pupuk, hasil dari tanah liat dan semen, dan sektor listrik, gas dan air minum, serta sektor bank dan asuransi, besaran multiplier bukan tenagakerja (modal) jauh lebih besar daripada tenagakerja. Sementara itu, shock pada setiap sektor di pulau Jawa-Bali terhadap perekonomiannya (intra-regional) memberikan dampak ekonomi yang lebih besar dibandingkan shock di setiap sektor di wilayah Sumatera. Hal ini dapat diketahui dari besaran nilai multiplier setiap sektor untuk output bruto di wilayah Jawa-Bali lebih besar dari nilai koefisien pengganda di wilayah Sumatera. 3.5 3 3. 2.748 2.5 2.5 2..748.33.323.692.645.678.62.5 Output Bruto Dampak Langsung Dampak Tidak Langsung Nilai Tambah Tenaga Kerja Bukan tenaga kerja Industri Maakanan, minuman dan Tambak(tertinggi) Konstruksi Jalan dan Jembatan Gambar 3. Multiplier Output dan Nilai Tambah di Jawa-Bali Tahun 27 Sektor konstruksi jalan dan jembatan di Jawa-Bali memiliki koefisien pengganda output bruto sebesar 2.748 (Gambar 3), lebih kecil dari koefisien pengganda output bruto konstruksi non jalan dan jembatan sebesar 2.826 yang

56 berarti dampak yang ditimbulkannya lebih kecil. Nilai tambah sektor jalan dan jembatan sebesar.323 bersifat padatkarya dan padatmodal yang seimbang, ditunjukkan dari nilai koefisien multiplier tenagakerja.645 hampir sama dengan koefisien multiplier bukan tenagakerja (modal) sebesar.678. Hal tersebut dapat dimaklumi mengingat pulau Jawa-Bali memiliki penduduk yang melimpah sehingga tenagakerja dapat terserap dengan banyak, namun juga memiliki kapital yang besar. Hal ini dapat dibandingkan dengan pulau Sumatera yang lebih bersifat padatmodal. 7..2. Multiplier Output Inter-regional Koefisien pengganda inter-regional model IRSAM pada dasarnya memiliki makna yang selaras dengan koefisien pengganda intra-regional pada model SAM, bedanya pada IRSAM tergambarkan efek perubahan neraca eksogen terhadap endogen pada suatu wilayah melimpah keluar (spill-over) dan mempengaruhi neraca endogen wilayah lain. Lampiran 9 menunjukkan koefisien pengganda inter-regional antar wilayah. Bila terjadi peningkatan output di Sumatera, akan berdampak pada peningkatan output perekonomian sektor-sektor produksi di Jawa-Bali yang selalu lebih besar dibandingkan apabila terjadi kenaikan output di Jawa-Bali yang berdampak terhadap peningkatan output di Sumatera. Koefisien pengganda inter-regional menggambarkan peningkatan output suatu sektor produksi tertentu di suatu wilayah sebesar nilai penggandanya bila terjadi peningkatan output di wilayah lain sebesar unit moneter. Lampiran 2 menunjukkan bahwa koefisien penggada inter-regional Jawa-Bali terhadap pulau Sumatera pada seluruh sektor besarnya jauh di bawah satu. Koefisien multiplier inter-regional output bruto yang jauh di bawah satu tersebut mencerminkan

57 kurangnya efek pengganda yang melimpah ke pulau Sumatera akibat adanya shock (guncangan) di berbagai sektor di Jawa-Bali. Gambar 3 menunjukkan sektor di Jawa-Bali yang memberikan kontribusi terbesar dalam peningkatan output sektoral di Sumatera adalah sektor listrik, gas, dan air minum (.432), disusul sektor industri kayu dan barang dari kayu (.422). Berdasarkan koefisien pengganda sektor listrik, gas dan air minum ini menunjukan bahwa sektor ini banyak meng-input dari output sektor di Sumatera sehingga menimbulkan nilai koefisien pengganda terbesar dibanding sektor produksi lainnya. Sebagai contoh, output batubara yang dihasilkan sektor produksi di Sumatera banyak dibutuhkan sebagai input oleh sektor listrik, gas, dan air minum di Jawa-Bali untuk meningkatkan output sektor tersebut. Pengganda output yang terjadi dari Jawa-Bali ke Sumatera menimbulkan nilai tambah yang relatif kecil. Nilai tambah berupa kapital (modal) lebih banyak digunakan daripada tenagakerja..4.2.95.3.867.8.6.4.2.579.55.432.238.432.242.262.36.3 Output Bruto Sum- JB Output Bruto JB- Sum Nilai Tambah Sum- JB Nilai Tambah JB- Sum Listrik gas, air minum industri pemintalan tekstil konstruksi jalan dan jembt Gambar 3. Multiplier Output dan Nilai Tambah Inter-regional Tahun 27

58 Kebalikannya, spill-over dari Sumatera ke Jawa-Bali relatif tinggi (sebagian besar di atas ). Pengganda output bruto terbesar dari Sumatera ke Jawa-Bali disumbangkan oleh sektor industri pemintalan, tekstil, pakaian dan kulit (.95), disusul berikutnya oleh sektor transportasi dan komunikasi sebesar.88 dan sektor perdagangan, restoran dan hotel sebesar.23. Sektor industri pemintalan, tekstil, pakaian dan kulit ini juga menyebabkan peningkatan nilai tambah yang dilimpahkan ke Jawa-Bali baik berupa balas jasa modal (bukan tenagakerja) maupun balas jasa tenagakerja. Balas jasa modal relatif besar dibandingkan balas jasa tenagakerja, hal ini menunjukkan bahwa wilayah Jawa-Bali relatif lebih besar dalam meng-input modal daripada tenagakerja nya ke Sumatera. Khusus sektor konstruksi jalan dan jembatan, spill-over effect output bruto dari Sumatera ke Jawa-Bali adalah.3, hampir 4.2 kali spill-over effect Jawa- Bali ke Sumatera sebesar.238. Begitu pula spill-over effect nilai tambah dari Sumatera ke Jawa-Bali (.55) jauh lebih besar daripada spill-over effect dari Jawa-Bali ke Sumatera (.3). Analisis multiplier sektor konstruksi jalan dan jembatan dalam penelitian ini memperkuat hasil penelitian yang dilakukan oleh Alim (26), yang menganalisis keterkaitan sektor produksi antara pulau Jawa dan Sumatera pada tahun 22. Berdasarkan analisis Alim (26), efek multiplier yang melimpah dari Sumatera ke Jawa (spill-over effect) lebih besar dibandingkan spill-over effect dari Jawa ke Sumatera termasuk sektor konstruksi. Kondisi ini memberikan indikasi bahwa:. Dalam aktivitas perdagangan antara Jawa-Bali dan Sumatera, aliran uang yang tercipta dari kegiatan tersebut lebih besar dari Sumatera ke Jawa-Bali dibanding sebaliknya.

59 2. Peningkatan permintaan input Sumatera dari output sektor-sektor produksi Jawa-Bali relatif besar dibanding sebaliknya, sehingga aktivitas produksi meningkat di Jawa-Bali dan pada akhirnya meningkatkan output pada semua sektor produksi di Jawa-Bali karena efek berantai (multiplier effect), dan 3. Tidak signifikannya efek sebar balik (backwash effect) ke perekonomian Sumatera akibat peningkatan ekonomi di Jawa-Bali padahal peningkatan tersebut awalnya berasal dari kemajuan ekonomi Sumatera. Perbedaan spill-over juga dapat menunjukkan perbedaan impor kedua wilayah untuk memenuhi kebutuhan input maupun komsumsi. Analisis menunjukkan bahwa impor Sumatera dari Jawa-Bali jauh lebih besar dari impor Jawa-Bali dari Sumatera. 7.2. Analisis Multiplier Pendapatan Institusi. Peningkatan perekonomian melalui shock terhadap suatu sektor akan meningkatkan pendapatan para pelaku ekonomi yaitu sektor institusi yang terdiri dari rumahtangga, perusahaan dan pemerintah dengan dampak yang berbedabeda. Keadaan ini pada akhirnya menyebabkan perubahan distribusi pendapatan antar institusi rumahtangga, pemerintah dan perusahaan maupun distribusi pendapatan antar golongan rumahtangga. Dampak shock terhadap distribusi pendapatan institusi dapat dilihat melalui sebaran nilai multiplier masing-masing institusi, artinya bila terjadi guncangan output satu unit moneter di sektor tertentu, akan mengakibatkan kenaikan pendapatan institusi (rumahtangga, pemerintah, dan perusahaan) sebesar nilai multiplier masing-masing institusi tersebut. 7.2.. Multiplier Pendapatan Institusi Intra-regional Lampiran 2 dan Gambar 32 menunjukkan dampak shock setiap sektor terhadap pendapatan masing masing institusi di Sumatera. Peningkatan output

6 sektor konstruksi jalan dan jembatan memberikan pengaruh terhadap pendapatan institusi secara total sebesar.693, artinya shock (guncangan output) unit moneter pada sektor konstruksi jalan dan jembatan, meningkatkan pendapatan institusi secara agregat.693 unit moneter, yang didistribusikan melalui rumahtangga.694, perusahaan sebesar.332 dan pemerintah sebesar.279. Guncangan output sektor pertanian tanaman pangan dan tanaman lainnya di Sumatera memberikan pengaruh paling besar terhadap kenaikan pendapatan institusi secara agregat dibandingkan sektor-sektor lain yaitu sebesar.4789 yang terdistribusi melalui kenaikan pendapatan rumahtangga sebesar.57, disusul perusahaan.3369 dan pemerintah.264 (Gambar 32). Hal ini menunjukkan sektor tersebut lebih banyak menggunakan input primer dibandingkan sektor lainnya, sehingga lebih meningkatkan nilai tambah sektor tersebut dibandingkan sektor lain di Sumatera. Kenaikan nilai tambah tersebut didistribusikan ke faktor produksi yaitu tenagakerja dan bukan tenagakerja dalam bentuk balas jasa tenagakerja (upah dan gaji) dan balas jasa kapital/ surplus usaha (upah sewa kapital). 2.5.4789.57.693.5.694.335.3369.279.264 Rumahtangga Perusahaan Pemerintah T otal institusi Pertanian Tanaman Pangan dan tanaman lain Konstruksi Jalan dan jembatan Gambar 32. Multiplier Output terhadap Pendapatan Institusi Sumatera (Intra-regional)

6 Sektor lain yang memberikan kenaikan pendapatan institusi terbesar berikutnya adalah sektor jasa pemerintah dan jasa lainnya (.4), peternakan dan perikanan (.227), sektor kehutanan dan perburuan (.226), sektor industri kimia, pupuk, hasil dari tanah liat dan semen (.22). Peningkatan output setiap sektor di Sumatera memberikan dampak terhadap kenaikan pendapatan institusi, baik rumahtangga, perusahaan/ produsen maupun pemerintah, namun dampak terbesar terjadi pada peningkatan pendapatan rumahtangga dibandingkan terhadap pendapatan perusahaan maupun pemerintah. Hal ini mengindikasikan bahwa secara agregat rumahtangga paling mendapat keuntungan setiap terjadinya kenaikan output pada sektor produksi. Lampiran 2 dan Gambar 33 menunjukkan kenaikan pendapatan terbesar terjadi pada rumahtangga golongan rendah di desa setiap terjadinya kenaikan output pada masing-masing sektor produksi. Guncangan output sektor konstruksi jalan dan jembatan meningkatkan pendapatan rumahtangga sebesar.694, yang terdistribusi melalui rumahtangga buruh tani sebesar.23, pengusaha tani sebesar.996, rumahtangga golongan rendah desa sebesar.754, golongan atas desa sebesar.3, golongan rendah kota sebesar.56, dan golongan atas kota sebesar.843..2.57.8.6.694.4.2.2954.394.682.754.224.996 Buruh T ani Pengusaha Tani RT Rendah Desa.82.937.3 RT Atas Desa.56 RT Rendah Kota.37.834 RT Atas Kota Total Rumah T angga Pertanian Tanaman Pangan dan tanaman lain Konstruksi Jalan dan jembatan Gambar 33. Multiplier Output terhadap Pendapatan Rumahtangga Sumatera (Intra- regional)

62 Lain halnya dengan Sumatera, dampak shock sektor konstruksi jalan dan jembatan terhadap kenaikan pendapatan institusi di Jawa-Bali secara agregat lebih besar dibandingkan Sumatera, yaitu sebesar.475, masing-masing terdistribusi sebesar.995 untuk rumahtangga,.359 untuk perusahaan dan.75 untuk pemerintah (Lampiran 22 dan Gambar 34). Kenaikan pendapatan institusi terbesar secara agregat di Jawa-Bali terjadi bila ada guncangan output pada sektor transportasi dan komunikasi. Efek kenaikan institusi terbesar berikutnya adalah akibat shock di sektor pertanian tanaman pangan dan tanaman lainnya sebesar.95, sektor jasa pemerintahan dan jasa lainnya sebesar.762 dan sektor-sektor lainnya. 2.5 2.5.5.9976.952.59.475.359.995.564.372.359.23.772.75 Rumahtangga Perusahaan Pemerintah T otal institusi Transportasi dan komunikasi (terbesar) Pertanian tanaman pangan dan tanaman lain (terbesar2) Konstruksi Jalan dan Jembatan Gambar 34. Multiplier Output terhadap Pendapatan Institusi Jawa - Bali (Intra- regional) Tahun 27 Guncangan output sektor konstruksi jalan dan jembatan menyebabkan kenaikan pendapatan institusi sebesar.475 artinya guncangan output unit moneter pada sektor konstruksi jalan dan jembatan, meningkatkan pendapatan institusi sebesar.475 unit moneter yang terdistribusi melalui rumahtangga sebesar.995, perusahaan sebesar.359 dan pemerintah.75.

63 2.75.5.25.75.5.25.6.8 Buruh T ani.27.28 Pengusaha Tani.4.9 RT Rendah Desa.8. RT Atas Desa.38.29 RT Rendah Kota.29 RT Atas Kota.2.32.99 Total Rumah T angga Transportasi dan komunikasi (terbesar) Konstruksi Jalan dan Jembatan Gambar 35. Multiplier Output terhadap Pendapatan Rumahtangga Jawa-Bali (Intra-regional) Tahun 27 Dampak shock pada sektor pertanian, tanaman pangan dan tanaman lainnya ternyata menghasilkan kenaikan pendapatan rumahtangga terbesar dibandingkan shock pada sekor lain yaitu sebesar.59, dan golongan rumahtangga rendah kota memperoleh porsi terbesar yaitu.4358 (Lampiran 23). Sama halnya kenaikan pendapatan rumahtangga di Sumatera, kenaikan pendapatan rumahtangga Jawa-Bali untuk setiap sektor relatif merata. Namun kenaikan pendapatan rumahtangga secara agregat di Sumatera akibat kenaikan pendapatan seluruh sektor lebih kecil dibandingkan Jawa-Bali. Ini menunjukkan bahwa akibat guncangan output sektor produksi, rumahtangga di Jawa-Bali lebih menikmati kenaikan pendapatan dibandingkan rumahtangga di Sumatera. 7.2.2. Multiplier Pendapatan Institusi Inter-regional. Peningkatan pendapatan institusi inter-regional suatu wilayah sebenarnya mencerminkan alokasi pendapatan yang diterima oleh institusi di wilayah tersebut yang berasal dari alokasi pendapatan faktor produksi wilayah lain akibat peningkatan perekonomian wilayah lain tersebut (spill-over effect). Alokasi pendapatan faktor ini diperoleh sebagai kompensasi kepemilikan faktor produksi

64 yang dimiliki rumahtangga di wilayah lain, misalnya rumahtangga di Sumatera memiliki faktor produksi tertentu di Jawa-Bali. Pendapatan yang akan diterima oleh rumahtangga di Sumatera akibat kepemilikan faktor di Jawa-Bali dinamakan pendapatan inter-regional rumahtangga. Lampiran 24 menunjukkan peningkatan pendapatan inter-regional rumahtangga di Jawa-Bali akibat guncangan output pada sektor produksi di Sumatera mencapai 2.5 sampai 5 kali lebih tinggi dibandingkan sebaliknya..75.65.55.45.35.25.5.5 -.5.43.43 RT Sum-Jawa Bali.38.9.6.6.8 RT Jawa Bali- Sum.9.9.6 Perusahaan Sum-Jawa Bali.8 Perusahaan Jawa Bali-Sum.7.4.4 Pemda Sum- Jawa Bali.8.3.2.2 Pemda Jawa Bali-Sum Transportasi dan komunikasi (terbesar) Pertanian tanaman pangan dan tanaman lain (terbesar2) Konstruksi Jalan dan Jembatan Gambar 36. Multiplier Pendapatan Institusi Inter-regional Tahun 27 Rumahtangga Jawa-Bali menerima peningkatan pedapatan rumahtangga sebesar.3827 yang disebabkan peningkatan sektor konstruksi jalan dan jembatan di Sumatera. Angka ini berarti shock sebesar unit moneter pada sektor konstruksi jalan dan jembatan di Sumatera, meningkatkan pendapatan rumah tangga di Jawa-Bali secara agregat sebesar.3827 unit moneter. Sementara itu peningkatan yang diterima rumahtangga Sumatera dari Jawa-Bali sebesar.84 atau hampir 5 kali lebih kecil dari Jawa-Bali ke Sumatera.

65.5.4.43.43.38.3.2..9.3.6.8.3.2.9.6.3.2.5.3 Buruh Tani Pengusaha Tani RT Rendah Desa RT Atas Desa.2.2. RT Rendah Kota..9.8 RT Atas Kota Total Rumah Tangga Industri Maakanan, minuman dan Tambak(tertinggi) Transportasi dan komunikasi Konstruksi Jalan dan Jembatan Gambar 37. Multiplier Pendapatan Rumahtangga Jawa-Bali (Inter- regional) Akibat Guncangan Output di Sumatera. Peningkatan pendapatan paling besar diterima rumahtangga di Jawa-Bali sebesar.4334 yang disebabkan peningkatan output sektor industri pemintalan, tekstil, pakaian, dan kulit di Sumatera. Sektor lain di Sumatera yang menyumbang multiplier terbesar berikutnya ke Jawa-Bali adalah sektor transportasi dan komunikasi (.4292), sektor perdagangan, restoran, dan hotel (.43), dan sektor-sektor lainnya (Lampiran 25 atau Gambar 37). Pada gambar diatas, secara parsial guncangan output sebesar unit moneter pada sektor konstruksi jalan dan jembatan di Sumatera mengakibatkan kenaikan pendapatan institusi rumahtangga di Jawa-Bali sebesar.3827 unit moneter yang didistribusikan ke rumahtangga buruh tani sebesar.234 unit moneter, rumah tangga pengusaha tani sebesar.799 unit moneter, ke rumahtangga golongan rendah di desa sebesar.548 unit moneter, ke rumahtangga golongan atas desa sebesar.3 unit moneter, ke rumahtangga golongan rendah di kota sebesar.92 unit moneter, ke rumahtangga golongan atas kota sebesar,843 unit moneter. Hal ini berarti rumahtangga golongan rendah kota memperoleh porsi

66 terbesar dibandingkan golongan rumahtangga lainnya di Jawa-Bali sebagai akibat adanya shock pada output sektor konstruksi jalan dan jembatan serta di Sumatera. Sebaliknya, guncangan output unit moneter pada sektor konstruksi jalan dan jembatan di Jawa-Bali (Lampiran 26 dan Gambar 38) menyebabkan kenaikan pendapatan di Sumatera sebesar.84 unit moneter yang di distribusikan ke rumahtangga buruh tani sebesar.32 unit moneter, rumahtangga pengusaha tani sebesar.33 unit moneter, rumahtangga golongan rendah di desa.232 unit moneter, rumahtangga golongan atas desa.53 unit moneter, rumahtangga golongan rendah di kota.54 unit moneter, dan rumahtangga golongan atas kota. unit moneter. Rumahtangga golongan rendah desa di Sumatera yang memperoleh kenaikan pendapatan terbesar akibat adanya shock pada sektor konstruksi jalan dan jembatan dan sektor-sektor lain di Jawa-Bali..8.6.67.4.2.72.98.2.7.84.2.3.3.24.6.6.2 Buruh Tani Pengusaha Tani RT Rendah Desa RT Atas Desa RT Rendah Kota RT Atas Kota.8 Total Rumah Tangga Transportasi dan komunikasi (terbesar) Konstruksi Jalan dan Jembatan Gambar 38. Multiplier Pendapatan Rumahtangga Sumatera (interregional) Akibat Guncangan Output di Jawa-Bali 7.3. Analisis Spill-over dan Efek Total Robert D (998), dalam kajian ekonomi regional mengenai keterkaitan wilayah perkotaan dan pedesaan menjelaskan bahwa analisis dekomposisi multiplier terbagi menjadi dua bagian, yakni analisis dekomposisi multiplier

67 intra-regional dan analisis dekomposisi multiplier inter-regional. Spillover effect dan total effect dapat diperoleh dengan menggunakan analisis dekomposisi multiplier. Analisis dekomposisi multiplier intra-regional mengandung makna tentang pengaruh (efek) berantai dari guncangan output (shock) sektor produksi pada suatu wilayah terhadap perekonomian wilayah itu sendiri, sedangkan analisis dekomposisi multiplier inter-regional menjelaskan pengaruh shock yang terjadi pada sektor produksi di suatu wilayah terhadap perekonomian wilayah lain. Pengaruh atau efek total yang terjadi akibat shock output sektor produksi berlangsung melalui 3 tahapan yakni Own effect yang menunjukkan pengaruh shock output pada wilayah sendiri, open loop effect menunjukkan pengaruh guncangan output dari suatu wilayah ke wilayah lainnya, dan closed loop effect menunjukkan pengaruh guncangan output yang kembali dari wilayah lain ke wilayah/ blok neraca awal. Efek total intra-regional terjadi melalui dua tahapan yaitu own effect dan closed loop effect, sedangkan efek total inter-regional terjadi melalui tahapan open loop effect dan closed loop effect. Berdasarkan analisis IRSAMJASUM 27, ketergantungan sektor-sektor terhadap sektor konstruksi jalan dan jembatan di Sumatera cukup besar. Shock pada sektor konstruksi jalan dan jembatan di Sumatera sebesar unit moneter memberikan efek total multiplier (intra dan inter-regional) sebesar 6.539 unit moneter (gambar 39). Berdasarkan analisis dekomposisi multiplier, total efek sebesar 6.539 unit moneter tersebut terdistribusikan untuk mendorong kegiatan produksi atau sektor-sektor di wilayah sendiri Sumatera (self generate/ efek total intra-regional) di Sumatera sebesar 4.422 unit moneter yang bersumber dari injeksi awal sebesar unit moneter, own effect sebesar 3.4 dan close loop effect

68 sebesar.255, serta kegiatan sektor konstruksi jalan dan jembatan yang mempengaruhi perekonomian Jawa-Bali (efek total inter-regional) sehingga terjadi limpahan (spill-over) sebesar 2.7 unit moneter yang bersumber dari open loop effect sebesar 2.8 dan close loop effect sebesar.99 (Lampiran 27). 8 7 6 5 4 3 2 7.8 6.54 4.99 4.42 2.9 2.2 Dtot Intra-Regional Dtot Inter-regional Efek Total Multiplier Pertanian tanaman pangan dan tanaman lain (terbesar2) Konstruksi Jalan dan Jembatan Gambar 39. Analisis Spill-over dan Efek Total Sumatera Tahun 27 Ketergantungan (interdependency) sektor-sektor terhadap sektor pertanian tanaman pangan dan tanaman lainnya di Sumatera sangat besar, dibuktikan besar efek total multiplier (intra dan inter-regional) 7.85 unit moneter bila terjadi shock di sektor pertanian tanaman pangan dan tanaman lainnya di Sumatera dan paling besar dibandingkan bila guncangan di sektor lain Sektor yang memberi efek total multiplier terbesar kedua di Sumatera adalah sektor jasa pemerintahan dan jasa lainnya, serta terbesar ketiga sektor industri makanan, minuman, dan tembakau yang masing-masing 7.72 unit moneter dan 7.67 unit moneter. Lampiran 28 menunjukkan shock pada sektor konstruksi jalan dan jembatan di Jawa-Bali sebesar unit memberikan efek total multiplier (intra dan interregional) 6.28 unit moneter (Gambar 38). Berdasarkan analisis dekomposisi multiplier, total efek sebesar 6.28 unit moneter terdistribusikan pada dorongan

69 kegiatan produksi atau sektor-sektor di wilayah sendiri Jawa-Bali (self generate/ efek total intra-regional) sebesar 5.489 unit moneter yang bersumber dari injeksi awal unit, own effect 4.62 dan close loop effect.266, serta kegiatan sektor konstruksi jalan dan jembatan yang mempengaruhi perekonomian Sumatera (efek total inter-regional) sehingga terjadi spill-over sebesar.639 unit moneter yang bersumber dari open loop effect.68 dan close loop effect sebesar.3. Gambar 4. Analisis Spill-over dan Efek Total Jawa-Bali Sama halnya dengan Sumatera, shock pada output sektor pertanian tanaman pangan dan tanaman lainnya di Jawa-Bali sebesar unit memberikan efek total paling besar dibandingkan bila terjadi guncangan di sektor lain yaitu sebesar 7.377 unit moneter. Sektor kedua yang memberikan efek total terbesar di Jawa- Bali adalah jasa pemerintahan dan jasa lainnya sebesar 7.86 unit moneter serta sektor peternakan dan perikanan sebesar 6.94 unit moneter. Dampak limpahan (spill-over effect) dari Jawa-Bali ke Sumatera relatif sangat kecil hanya berkisar.43 persen dari dampak limpahan dari Sumatera ke Jawa-Bali, mengandung arti bahwa dampak yang terjadi dengan pemberian shock pada sektor jalan dan jembatan di Jawa-Bali sebagian besar dirasakan dampaknya di Jawa-Bali saja dan hanya sebagian kecil dilimpahkan ke Sumatera. Kondisi ini

7 sejalan dengan kontribusi PDRB pulau Sumatera terhadap nasional yang cenderung mengecil (BPS, 29). Demikian pula dengan rata-rata PDRB per kapita pulau Sumatera yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan pulau Jawa- Bali bahkan dengan pulau Sulawesi atau pulau Kalimantan (Farid dan Irawan, 27). Kondisi ini pada akhirnya dapat menyebabkan ketimpangan pendapatan regional yang semakin melebar antara pulau Jawa-Bali dengan pulau Sumatera.