BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Kelompok B Pembimbing

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

4 Hasil dan Pembahasan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4 Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Membran Pengertian membran Klasifikasi membran

4 Hasil dan Pembahasan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

4 Hasil dan pembahasan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

4 Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB II. KESEIMBANGAN

PENGANTAR ILMU KIMIA FISIK. Subtitle

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Pengaruh Suhu dan Tekanan Tangki Destilasi terhadap Kinerja Permeasi Uap dengan Membran Keramik dalam Pemurnian Larutan Etanol-Air

BATERAI BATERAI ION LITHIUM

C w : konsentrasi uap air dalam kesetimbangan, v f dan f w menyatakan laju penguapan dengan dan tanpa film di permukaan

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Adsorption nomenclature [4].

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

KARAKTERISASI MEMBRAN PADA PEMISAHAN CAMPURAN MTBE METANOL DENGAN TEKNIK PERVAPORASI. Abstrak

20. Yang, H.; Nguyen Q. T,; Ping Z., Desorption and Pervaporation Properties of Zeolite-filled Poly(dimethylsiloxane) membranes, Springer-Verlag,

4. Hasil dan Pembahasan

KIMIA ANALITIK (Kode : B-08) PERVAPORASI ETANOL-AIR MENGGUNAKAN MEMBRAN SELULOSA ASETAT - ALUMINA

PEMISAHAN DENGAN MEMBRAN

PEMURNIAN ETANOL SECARA MIKROFILTRASI MENGGUNAKAN MEMBRAN SELULOSA ESTER

BAB III PEMILIHAN DAN PENGUJIAN MEMBRAN UNTUK SISTEM VAPOR RECOVERY

a. Pengertian leaching

Film adalah lapisan suatu zat yang menyebar melalui permukaan dengan ketebalan sangat kecil, dan pengaruh gravitasi dapat diabaikan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lembaran Pengesahan KINETIKA ADSORBSI OLEH: KELOMPOK II. Darussalam, 03 Desember 2015 Mengetahui Asisten. (Asisten)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI

4. Hasil dan Pembahasan

Universitas Gadjah Mada

Kegiatan Belajar 1: Sifat Koligatif Larutan. Menguasai teori aplikasi materipelajaran yang diampu secara mendalam pada kimia larutan.

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

Sulistyani M.Si

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian

KELARUTAN ZAT PADAT DALAM CAIRAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

4 Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULAN. 1.1 Latar Belakang

4 Hasil dan Pembahasan

Efektivitas Membran Hibrid Nilon6,6-Kaolin Pada Penyaringan Zat Warna Batik Procion

Hasil dan Pembahasan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan Ca-Bentonit. Na-bentonit memiliki kandungan Na +

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

3 Metodologi Penelitian

KESETIMBANGAN FASA. Sistem Satu Komponen. Aturan Fasa Gibbs

Bab III Metodologi Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

LAPORAN PENELITIAN HELEN JULIAN

BAB II DASAR TEORI. 7 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Bab I. Pendahuluan I-1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KELARUTAN DAN GEJALA DISTRIBUSI. Oleh : Nur Aji, S.Farm., Apt

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dalam kelompok senyawa polisakarida. Kitosan adalah kitin yang terdeasetilasi

Sudaryatno Sudirham ing Utari. Mengenal Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Preparasi Adsorben

EKSTRAKSI CAIR-CAIR. Bahan yang digunkan NaOH Asam Asetat Indikator PP Air Etil Asetat

UNIVERSITAS INDONESIA

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Voltametri

KESETIMBANGAN FASA. Komponen sistem

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

JAWABAN 1. REVERSE OSMOSIS (RO)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Skema interaksi proton dengan struktur kaolin (Dudkin et al. 2004).

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

HUKUM RAOULT. campuran

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan)

BAB III METODE PENELITIAN. selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENENTUAN KADAR KARBONAT DAN HIDROGEN KARBONAT MELALUI TITRASI ASAM BASA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan.

BAB 2 LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan pada senyawa berukuran atau berstruktur nano khususnya dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

D. Tinjauan Pustaka. Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam

4. Hasil dan Pembahasan

Kelarutan & Gejala Distribusi

HASIL DAN PEMBAHASAN. kedua, dan 14 jam untuk Erlenmeyer ketiga. Setelah itu larutan disaring kembali, dan filtrat dianalisis kadar kromium(vi)-nya.

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK VOLUM MOLAL PARSIAL. Nama : Ardian Lubis NIM : Kelompok : 6 Asisten : Yuda Anggi

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemisahan dengan Membran Membran adalah lapisan tipis semi permeabel di antara dua fasa yang dapat melewatkan komponen tertentu secara selektif. Kemampuan membran untuk memisahkan komponen suatu campuran dipengaruhi oleh perbedaan sifat fisika dan kimia komponen tersebut. Peristiwa perpindahan suatu komponen melewati membran disebabkan oleh suatu gaya dorong. Mekanisme pemisahan dengan membran dapat digambarkan sebagai berikut: MEMBRAN FASA 1 FASA 2 UMPAN PERMEAT GAYA DORONG ΔC, ΔP, ΔT, ΔE Gambar 2.1 Mekanisme pemisahan dengan membran Proses pemisahan dengan membran dapat dikelompokkan berdasarkan gaya dorongnya. Gaya dorong yang menyebabkan terjadinya perpindahan komponen dalam membran sebanding dengan laju permeasi, seperti dinyatakan dalam persamaan (Mulder,1996): J = -A(dX/dx) (2.1) A adalah faktor proporsional yang menunjukkan kecepatan perpindahan komponen melewati membran dan (dx/dx) adalah gaya dorong perpindahan yang dinyatakan oleh gradien X (temperatur, konsentrasi, tekanan) terhadap koordinat x yang tegak lurus dengan penampang membran. Pengelompokkan ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini. 4

Tabel 2.1 Proses pemisahan dengan membran berdasarkan gaya dorongnya Beda tekanan Beda konsentrasi (aktivitas) Beda temperatur Beda potensial listrik Mikrofiltrasi Ultrafiltrasi Nanofiltrasi Reverse osmosis Piezodialisis Pervaporasi Pemisahan gas Permeasi uap Dialisis Dialisis-difusi Carrier-mediated transport Thermoosmosis Distilasi membran Elektrodialisis Electro-osmosis Membraneelectrolysis Berdasarkan material bahan baku, membran terbagi menjadi membran alami dan sintetik. Membran sintetik terbagi menjadi 3 jenis didasarkan pada struktur dan prinsip pemisahan, yaitu: 1. Membran berpori Pemisahan terjadi karena adanya perbedaan ukuran partikel komponen dalam campuran. Ukuran pori membran menentukan karakteristik pemisahan, sedangkan material membran hanya mempengaruhi kestabilan kimia, termal, dan mekanik membran. 2. Membran tak berpori Membran ini digunakan pada pemisahan campuran dengan ukuran partikel komponen yang hampir sama. Pemisahan terjadi karena adanya perbedaan kelarutan dan/atau difusivitas masing-masing komponen campuran. Sifat intrinsik material membran mempengaruhi selektivitas dan permeabilitas. 3. Carrier membran Pemisahan tidak ditentukan oleh karakteristik dan material membran. Unjuk kerja pemisahan ditentukan oleh molekul pembawa (specific carrier molecules). Berdasarkan kehomogenan struktur, membran sintetik terbagi menjadi 2 jenis, yaitu: 1. Membran simetris Struktur dari membran ini homogen, bisa berupa membran berpori saja atau tak berpori saja. Ketebalan membran berkisar 10-200 μm. Hambatan dalam perpindahan massa ditentukan oleh ketebalan total dari membran. 5

2. Membran asimetris Membran ini terdiri dari dua lapisan, lapisan utama dan lapisan penyangga. Lapisan utama berupa membran tak berpori yang berfungsi menyeleksi komponen dalam campuran, sedangkan lapisan penyangga berfungsi hanya untuk memperkuat lapisan utama tanpa mempunyai kemampuan menyeleksi komponen dalam campuran. 2.2 Pemisahan dengan Pervaporasi Pervaporasi adalah proses pemisahan campuran homogen fasa cair melalui membran tak berpori yang melibatkan adanya perubahan fasa. Umpan berupa campuran berfasa cair akan terpisah menjadi permeat berfasa uap dan retentat. Aplikasi pervaporasi pada proses kimia terbagi dalam tiga area, yaitu: dehidrasi pelarut organik, menghilangkan senyawa organik dari aliran aqueous, dan memisahkan campuran organik-organik Pervaporasi mampu memisahkan campuran azeotrop. Sehingga, saat ini pervaporasi banyak digunakan untuk memisahkan campuran azeotrop. Kelebihan pervaporasi dibandingkan dengan proses pemisahan lainnya antara lain : Konsumsi energi relatif rendah, sehingga lebih ekonomis Selektivitas pemisahan tinggi Ramah lingkungan, tidak menghasilkan limbah Sistem lebih kompak dan tidak membutuhkan desain alat yang besar 2.2.1 Mekanisme solution-diffusion Pervaporasi melibatkan perubahan fasa cair umpan menjadi fasa uap di permeat. Hal ini dimungkinkan karena tekanan di bagian permeat dikondisikan serendah mungkin sehingga melewati tekanan jenuh komponen yang lebih mudah melewati membran. Kondisi ini diatur menggunakan pompa vakum atau gas pembawa. 6

Gambar 2.2 Mekanisme pervaporasi menggunakan carrier gas Gambar 2.3 Mekanisme pervaporasi vacuum Gaya dorong dalam proses pervaporasi adalah perbedaan tekanan parsial komponen yang lebih mudah melewati membran pada sisi umpan dan sisi permeat, di mana sisi permeat dipertahankan dalam kondisi vakum. Pada proses pervaporasi, pemisahan dilakukan berdasarkan perbedaan kelarutan dan difusivitas komponen dalam membran. Peristiwa perpindahan pada proses pervaporasi cukup rumit karena melibatkan perpindahan massa dan energi secara bersamaan. Perubahan dari fasa cair ke fasa uap mengindikasikan adanya panas yang harus disediakan untuk penguapan permeat. Proses pemisahan dalam pervaporasi mengikuti mekanisme solution-diffusion.teori ini mengungkapkan bahwa pervaporasi terdiri dari tiga tahap, yaitu: 1. Adsorpsi selektif komponen ke dalam membran, 2. Difusi selektif komponen melalui membran, dan 3. Desorpsi komponen dari membran. 7

Umpan Membran Permeat Gambar 2.4 Pemisahan pada membran tidak berpori [Mulder, 1996] Pada tahap adsorpsi selektif, perpindahan penetran melalui membran dipengaruhi oleh interaksi atau afinitas penetran terhadap membran. Interaksi ini dinyatakan dengan kelarutan (solubility) komponen penetran. Kelarutan yang besar akan berpengaruh pada fleksibilitas rantai polimer dan dapat menurunkan selektivitas. Pada tahap difusi selektif, perpindahan penetran secara difusi mengikuti hukum Ficks : C J = - D( ) (2.2) x Di mana J adalah fluks membran, D adalah koefisien difusi, dan gaya dorong C/ x adalah gradien konsentrasi dalam membran. Untuk suatu komponen i, pada kondisi tunak persamaan ini diintegrasikan menjadi: (2.3) C o,i dan C x,i adalah konsentrasi dalam membran pada sisi umpan dan permeat, sedangkan x adalah ketebalan membran. Berdasarkan Hukum Henry, terdapat hubungan yang linear antara konsentrasi di dalam membran dengan tekanan parsial di luar membran. C i = S i.p i (2.4) dimana S i [=cm 3 (STP)/cm 3.bar] adalah koefisien kelarutan komponen i di dalam membran. Dengan memasukkan persamaan (2.4) ke persamaan (2.3) didapat: 8

(2.5) Hasil kali koefisien difusi D dengan koefisien kelarutan S disebut koefisien permeabilitas (P) P = S.D (2.6) Jadi persamaan (4) dapat ditulis sebagai: (2.7) Nilai permeabilitas dapat ditentukan dengan diketahuinya nilai fluks, ketebalan, dan juga beda tekanan pada kedua sisi membran yang bersangkutan (Mulder, 1996). Menurut mekanisme solution-diffusion, permeabilitas membran merupakan hasil perkalian solubilitas (S) dan difusivitas (D). Solubilitas adalah parameter termodinamik yang memberikan pengukuran jumlah penetran yang diserap oleh membran pada kondisi kesetimbangan. Kelarutan gas dalam elastomer yang sangat rendah dapat dijelaskan oleh Hukum Henry. Namun, Hukum Henry tidak berlaku untuk cairan organik. Difusivitas merupakan parameter kinetik yang menunjukkan seberapa cepat suatu penetran dipindahkan melalui membran dan bergantung pada geometri dan jenis penetran. Jika ukuran geometri bertambah maka koefisien difusi menurun, begitu pula sebaliknya. Kekuatan interaksi molekul dengan material membran tergantung dari jenis molekul penetran. Interaksi kuat dapat berpengaruh besar pada fenomena difusi. Pada saat terjadi interaksi, molekul penetran dapat menyebabkan terjadi swelling pada membran. Fenomena swelling menyebabkan bertambahnya volume kosong pada membran dan perubahan media difusi penetran, sehingga koefisien difusi akan bertambah. Jika interaksi antara penetran dengan material membran terlalu besar, misalnya disebabkan oleh parameter kelarutan yang besar, akan terjadi swelling yang berlebihan. Hal ini dapat menyebabkan membran sobek. 9

Terdapat dua tipe perpindahan melalui membran dense, yaitu sistem ideal dimana solubilitas dan difusivitas akan bernilai konstan dan sistem yang nilai difusivitas dan solubilitasnya akan bergantung kepada konsentrasi. Untuk sistem-sistem yang ideal, di mana solubilitas tidak bergantung pada konsentrasi, maka sorpsi isotermalnya akan linear (mengikuti hukum Henry). Sifat ini pada umumnya ditunjukkan gas-gas yang melewati elastomer. Pada polimer-polimer glassy, bentuk kurva sorpsi isotermnya tidak linear (Langmuir sorption), terutama pada tekanan tinggi. Hal ini menunjukkan terjadinya interaksi yang kuat antara uap atau cairan organik dengan polimer. Sorpsi dari sistem non-ideal ini dapat dijelaskan dengan konsep volum bebas dan model termodinamika Florry-Huggins. c (a) (b) (c) c c P P P Gambar 2.5 Kurva sorpsi isoterm untuk sistem ideal/linier (a), sistem polimer glassy (b), dan sistem dengan interaksi kuat antara uap atau cairan organik dengan polimer/tidak linier (c) Penyimpangan yang terjadi pada polimer glassy dapat dijelaskan dengan teori dualsorption, di mana terjadi dua mekanisme sekaligus secara simultan, yaitu sorpsi yang berdasarkan hukum Henry dan sorpsi tipe Langmuir. Gambar 2.6 Mekanisme sorpsi pada model dual sorption: mengikuti Hukum Henry (a), tipe sorpsi Langmuir (b) 10

2.2.2 Unjuk Kerja Pervaporasi Unjuk kerja pervaporasi dapat dinyatakan dengan fluks massa (kg/m 2 jam), koefisien permeabilitas, dan selektivitas pemisahan. Laju permeasi atau fluks adalah laju perpindahan massa per satuan luas permukaan membran per satuan waktu. Pernyataan tersebut dirumuskan dalam persamaan: 1 dm J = (2.8) A dt dengan : m = massa permeat (gram) A = luas permukaan membran (m 2 ) t = waktu pengambilan sampel (Jam) dm / dt= slope kurva massa permeat terhadap waktu Koefisien permeabilitas (P) adalah parameter perpindahan massa yang melewati membran. Koefisien permeabilitas membran dapat dihitung dengan persamaan : x P = J (2.9) Δp dengan: P = koefisien permeabilitas (kg/m.mmhg.jam) J = fluks (kg/m 2.jam) x = tebal membran (m) Δp = beda tekan antara sisi upstream dan downstream (mmhg) Selektivitas menyatakan kemampuan membran melewatkan suatu komponen relatif terhadap komponen lain. Selektivitas juga menyatakan seberapa banyak retentat yang ikut lolos bersama permeat. Secara matematis, selektivitas dirumuskan menjadi: ( w1 w2) dengan : w 1 = fraksi berat komponen 1 w 2 = fraksi berat komponen 2 permeat ( w1 w2)umpan α = (2.10) 11

2.3 Membran Pervaporasi Membran yang digunakan dalam pervaporasi berupa membran tak berpori berstruktur asimetri, struktur tidak berpori pada lapisan utama dan berpori pada lapisan pendukung (support layer). Pemilihan membran berstruktur asimetrik bertujuan untuk memperoleh selektivitas yang tinggi dari membran tak berpori dan laju permeasi yang tinggi pada membran berpori. Membran pervaporasi dapat dibedakan menjadi dua jenis, hidrofilik dan hidrofobik. Membran hidrofilik digunakan untuk proses dehidrasi larutan organik sedangkan membran hidrofobik digunakan untuk menghilangkan campuran organik dari air. 2.3.1 Membran Polimer Material membran dipilih berdasarkan mekanisme perpindahan yang terjadi melalui membran dan aplikasi penggunaan membran. Mekanisme perpindahan pada membran non-porous(dense) dipengaruhi oleh interaksi penentran terhadap material membran. Akibat adanya interaksi antara penetran dengan material membran, kinerja membran dipengaruhi oleh kelarutan dan laju difusi penetran di dalam membran. Kelarutan yang besar mempengaruhi sifat perpindahan. Koefisien difusi penetran tergantung pada konsentrasi cairan di dalam membran. Salah satu material membran yang berkembang saat ini adalah polimer. Berdasarkan keteraturan struktur molekulnya, polimer terbagi menjadi amorf dan semi kristalin, dan kristalin (100%). Struktur molekul pada kristalin lebih teratur daripada struktur amorf. Pada polimer kristalin, perpindahan massa sulit terjadi karena strukturnya yang rapat dan teratur. Sedangkan pada polimer amorf, perpindahan massa yang melewati membran besar tetapi selektivitasnya rendah. Sehingga untuk memperoleh unjuk kerja membran yang baik, polimer semikristalin menjadi pilihan utama menjadi material membran. 12

Pemilihan jenis polimer untuk membran pervaporasi harus didasarkan pada pertimbangan kestabilan mekanik, termal, dan kimia. Sifat-sifat mekanik, termal, kimia, dan perpindahan pada polimer dipengaruhi oleh fasa polimer tersebut. Parameter yang penting dalam menentukan fasa polimer (state of polymer) adalah temperatur transisi gelas (T g ) dan kristalinitas. Temperatur transisi gelas adalah temperatur di mana sifat fisik polimer amorf berubah secara drastis dari kondisi glassy menjadi rubbery sedangkan kristalinitas menunjukkan derajat keteraturan susunan molekul rantai-rantai polimer. Parameter-parameter ini ditentukan oleh struktur polimer seperti fleksibilitas rantai, interaksi rantai, dan berat molekul polimer. Jenis polimer yang banyak digunakan untuk membran pervaporasi adalah polimer amorf. Hal ini disebabkan oleh kristalinitas yang rendah sehingga hambatan dalam transportasi komponen melalui membran lebih kecil. Polimer amorf yang dipanaskan melewati temperatur glass, akan mengalami perubahan kondisi glassy menjadi rubbery. Sifat-sifat fisik yang berubah seiring perubahan fasa polimer di antaranya adalah volum spesifik, panas spesifik, indeks bias, dan permeabilitas. Permeabilitas polimer akan meningkat dengan semakin tingginya mobilitas rantai polimer atau meningkatnya elastisitas polimer. Pada fasa rubbery, volume bebas polimer akan bertambah dan menyebabkan swelling (kemampuan mengembang). Kemampuan swelling yang terlalu besar dapat meningkatkan fluks tetapi dengan pengurangan selektivitas yang signifikan. Salah satu cara untuk mengurangi derajat swelling suatu polimer untuk mempertahankan selektivitas adalah melalui proses crosslinked dengan polimer lain yang mempunyai derajat swelling rendah. log E Glassy State Rubbery State T g T Gambar 2.7 Modulus tarik sebagai fungsi temperatur pada polimer amorf 13

2.3.2 Membran Cellulose Acetate Percobaan ini menggunakan membran selulosa asetat (CA), polimer yang bersifat semikristalin. Struktur semikristalin memberikan kekuatan mekanik yang baik, bersifat termoplastik, dan relatif mudah dibuat. Membran ini bersifat hidrofilik sehingga cocok digunakan untuk proses dehidrasi alkohol. Namun, membran CA memiliki beberapa kelemahan, antara lain memiliki sifat higroskopis, temperatur alir yang tinggi, dan mudah terbiodegradasi. Oleh karena itu, dibutuhkan modifikasi membran CA sehingga kelemahan yang ada dapat ditanggulangi. Selulosa asetat adalah ester asam organik berupa padatan putih yang tidak berbau, tidak berasa, tidak beracun, warnanya jenih, stabil dan tahan lama dalam bentuk film atau plastik (wikipedia.com, 2007). Kelarutan yang tinggi dalam aseton, salah satu pelarut yang relatif murah dan aman (tidak beracun), membuat selulosa asetat dapat digunakan secara luas dalam dunia industri. Sifat-sifat selulosa asetat antara lain: Bersifat termoplastik Mempunyai kekuatan mekanik yang baik dan mudah diproses dengan mesin Mempunyai ketahanan yang baik terhadap larutan encer asam basa dan garam anorganik, hidrokarbon parafinik, dan alkohol superior. Mudah diikat oleh agen plastisasi, panas, dan tekanan Mudah larut dalam pelarut umum (aseton dan pelarut organik) Bersifat hidrofilik, mudah terbasahi, mempunyai koefisien perpindahan dan absorpsi yang baik terhadap fasa cair H OCOCH 3 CH 2 OCOCH 3 H OCOCH 3 H H O CH 2 OCOCH 3 H O H H OH H O H H OCOCH 3 O n Gambar 2.8 Rumus bangun selulosa asetat (Solomons,1996) 14

2.3.3 Modifikasi Membran Selulosa Asetat Modifikasi yang dapat dilakukan pada membran selulosa asetat adalah dengan penambahan material tertentu ke dalam membran polimer (filled polymeric membrane). Material yang ditambahkan tidak boleh memiliki sifat bertentangan dengan membran polimer yang akan menyebabkan proses pemisahan terganggu. Membran CA bersifat hidrofilik sehingga material penambahan harus bersifat hidrofilik. Material yang digunakan pada percobaan ini berupa zeolit alam Malang. Zeolit adalah struktur mikropori berupa padatan kristalin yang mengandung aluminum, silikon, dan oksigen yang tersusun dalam suatu kerangka tertentu. Atom silikon dan aluminum tersusun secara tetrahedral dengan dikelilingi oleh atom oksigen. Pada umumnya zeolit bersifat polar karena penambahan kation seperti Na +, Ca 2+, dan K + pada struktur unit sel zeolit. Interaksi yang kuat antara kation-kation dengan molekul air menyebabkan zeolit bersifat sangat hidrofilik. Membran zeolit merupakan lapisan zeolit polikristalin yang terdeposisi pada suatu lapisan support anorganik. Kelebihan membran zeolit dibandingkan membran polimer konvensional adalah: Membran zeolit membran tidak mengalami pembengkakan (swelling) seperti membran polimer Membran zeolit mempunyai pori-pori berukuran molekular dengan diameter yang seragam. Zeolit mempunyai struktur yang cenderung lebih stabil secara kimiawi daripada polimer membran sehingga dapat memisahkan campuran yang mempunyai ph sangat rendah. Zeolit mempunyai kestabilan yang baik pada temperatur tinggi (700-900 o C). Kelemahan yang dimiliki membran zeolit diantaranya adalah biaya produksi yang relatif lebih mahal dan sifatnya yang lebih rapuh (brittle) dibandingkan dengan membran polimer. Pemisahan dengan membran zeolit akan baik dilakukan pada komponen yang mempunyai perbedaan ukuran molekul dan kemampuan adsorpsi yang signifikan 15

Kristal zeolit yang terdapat pada pada zeolit filled membrane tidak berada dalam lapisan yang kontinyu melainkan terisolasi dalam suatu matriks polimer. Dibandingkan dengan membran zeolit, lapisan kristal yang tidak kontinyu ini ternyata memberikan selektivitas atau faktor pemisahan yang lebih kecil daripada membran zeolit. Walaupun begitu, zeolite filled membrane bersifat lebih fleksibel dan lebih mudah dibuat daripada membran zeolit. Kristal zeolit yang ditambahkan terisolasi di dalam matriks polimer CA. Pada prinsipnya, penambahan kristal zeolit dalam matriks membran dapat meningkatkan mobilitas partikel yang lebih permeabel dalam polimer sekaligus menghambat mobilitas partikel yang tidak/kurang permeabel dalam polimer. Penambahan zeolit dapat meningkatkan perolehan fluks dengan tanpa atau sedikit pengurangan selektivitas atau meningkatkan selektivitas dengan tanpa atau sedikit pengurangan fluks. Pada temperatur rendah, peristiwa perpindahan melalui pori zeolit terjadi karena difusi komponen pada permukaan. Pada temperatur tinggi, peristiwa adsoprsi menjadi tidak signifikan karena terjadinya difusi komponen pada fasa gas. Difusi komponen pada permukaan mengikuti mekanisme adsorpsi-difusi di mana molekul berdifusi dari ruah cairan ke permukaan zeolit. Tahap perpindahan selanjutnya adalah adsorpsi molekul ke pusat aktif pori zeolit. Dalam pori zeolit, molekul berpindah dengan cara melompat dari satu pusat aktif ke pusat aktif lainnya. Jika molekul mempunyai ukuran 60% lebih besar daripada diameter pori zeolit, peristiwa perpindahan berlangsung secara difusi konfigural atau difusi permukaan teraktivasi. Peristiwa perpindahan dalam pori disebabkan oleh perbedaan potensial kimia di sepanjang pori dan afinitas molekul yang tinggi. Selanjutnya pada sisi permeat, molekul terdesorpsi dari zeolit dan kemudian berdifusi ke ruah permeat. Mekanisme perpindahan berdasarkan ukuran pori dapat dilihat pada Tabel 2.2. 16

Tabel 2.2 Mekanisme perpindahan komponen pada berbagai diameter pori Diameter Pori Mekanisme Perpindahan 0,1-10 mm Aliran konvektif 2-100 nm Difusi Knudsen 0,5-2 nm Saringan molekular (difusi permukaan) Membran tanpa pori Solution-diffusion Pada kondisi pervaporasi, adsorpsi komponen pada zeolit merupakan adsorpsi fisik. Molekul dapat teradsorpi ke dalam pori zeolit karena gaya tarik intermolekular antar adsorben dan adsorbat. Semakin besar momen dipol dari suatu komponen, panas adsorpsinya akan semakin besar. Selain itu, gaya dispersi komponen akan meningkat dengan bertambahnya ukuran atau berat molekul dan berkurang dengan bertambahnya jumlah cabang akibat penurunan luas permukaan kontak. Pemilihan jenis zeolit yang akan digunakan untuk memodifikasi polimer dapat ditentukan dari perbandingan ukuran pori zeolit relatif terhadap molekul yang akan dipisahkan. Ukuran pori berbagai tipe zeolit dan diameter kinetik molekul yang akan dipisahkan dapat dilihat pada Tabel 2.3. dan Tabel 2.4. Tabel 2.3 Ukuran pori berbagai tipe zeolit Ukuran pori No. Zeolit (nm) Si/Al Struktur 1 Tipe A 0.32 0.43 1 3D 2 ZSM-5 0.51 0.56 10-500 2D 3 Silikalit-1 0.51 0.56 2D 4 Theta-1 0.44 0.55 > 11 1D 5 Offretite 0.36 0.67 3-4 3D 6 Mordenite 0.26 0.7 5-6 2D 7 Faujasite 0.74 1,5-3 3D Sumber : Mulder,1996 17

Tabel 2.4 Diameter kinetik molekul polar No. Molekul Formula Diameter Kinetik (nm) 1 Air H 2 O 0,296 2 Metanol CH 4 O 0,380 3 Etanol C 2 H 6 O 0,430 4 2-propanol C 3 H8O 0,470 5 2-butanol C 4 H 10 O 0,504 Sumber : Bowen,2004 Dari kedua tabel tersebut dapat dilihat bahwa ukuran pori zeolit lebih besar daripada diameter kinetik molekul air. Zeolit tipe A mempunyai ukuran pori lebih kecil daripada molekul etanol, 2-propanol, dan 2-butanol tetapi tipe zeolit lain mempunyai ukuran pori yang lebih besar daripada diameter kinetik molekul alkohol. Pada proses pervaporasi dengan membran selulosa asetat, air merupakan komponen penetran utama karena membran selulosa asetat bersifat hidrofilik. Hidrofilitas zeolit dapat dilihat dari nilai Si/Al. Untuk meningkatkan fluks penetran, membran dimodifikasi dengan penambahan zeolit dengan kapasitas adsorpsi yang tinggi untuk air tetapi relatif rendah untuk alkohol. Kapasitas adsorpsi air pada beberapa zeolit dapat dilihat pada Tabel 2.5. Tabel 2.5 Kapasitas adsorpsi maksimum komponen dalam pervaporasi Jumlah teradsorp (mmol/ gram zeolit) Zeolit Air Metanol Etanol 2-propanol Metode Analisis Silicalite-1 2,6 4,8-2,8 Volumetrik (Uap) NaY 6,2 1,2 - - Kromatografi (Uap) Ge-ZSM-5 2,1 - - 3,0 Volumetrik(Uap) Na-ZSM-5 2,7 0,6 - - Kromatografi (Uap) NaA 15 6,2 4,0 - Volumetrik (Uap) Mordenite 5,8 1,6 - - Kromatografi (Uap) 18

Semakin banyak jumlah aluminium di dalam zeolit (Si/Al kecil), sifat hidrofilitasnya akan semakin kuat. Akibatnya, kapasitas adsorpsi air dalam proses pervaporasi akan meningkat. Hal ini dapat dilihat dari perbandingan Tabel 2.3 dan Tabel 2.5. Zeolit tipe A yang mempunyai Si/Al bernilai 1 mempunyai kapasitas adsorpsi air maksimum yang lebih besar daripada zeolit Modernite yang mempunyai Si/Al bernilai 5-6. Zeolit alam yang digunakan dalam percobaan ini adalah zeolit alam Malang yang sebagian besar komponen penyusunnya adalah mordenite. Mordenite mempunyai sifat hidrofilik dan mempunyai struktur pori sehingga selaras dengan karakterisasi proses dehidrasi campuran etanol-air dengan proses pervaporasi. Sifat-sifat dari mordenite sebagai unsur penyusun utama zeolit alam Malang dapat dilihat pada tabel 2.6. Penelitian yang dilakukan oleh Dimas dan Ananta menghasilkan kesimpulan bahwa penambahan zeolit Alam Malang sebesar 20% berat polimer ke dalam membran selulosa asetat dapat meningkatkan fluks sebesar 1,3-1,7 kali dan selektivitas sebesar 3-8 kali dibandingkan dengan membran selulosa asetat homogen. Selain itu, membran selulosa asetat yang telah dimodifikasi dengan penambahan zeolit memberikan kestabilan yang lebih baik pada proses pervaporasi. Tabel 2.6 Sifat-sifat zeolit tipe modernite Mineral Zeolit Mordenite Alam Rumus Molekul (Ca,Na 2,K 2 )Al 2 Si 10 O 24 7(H 2 O) Rumus Empirik Na 1.1 Ca 0.5 K 0.1 Al 2.2 Si 9.8 O 24 5.9(H 2 O) Berat Molekul 874,11 Kristalografi Dimensi (Å) a=18,096 Å, b=20,473 Å, c=7,515 Å α = β = γ =90,00 ; Z=8 Struktur Kristal Orthorombik Dimensi Pori (Å) 6,5 x 7,0 (Eliptikal) Sistem pori 1 dimensi Densitas (gm/cc) 2,14 Ukuran Partikel (mm) 0,05 0,05 0,30 Sifat Fisik Densitas elektron (mg/cc) 2,13 Ratio Si/Al 6 Warna Putih, kekuningan, merah muda 19

2.3.4 Cara Pembuatan Membran Membran untuk pervaporasi adalah membran non pori yang dapat disiapkan dengan teknik inversi fasa (phase inversion) dan solution coating. Teknik inversi fasa adalah proses perubahan fasa polimer secara terkendali dari fasa cair ke fasa solid. Proses solidifikasi ini biasanya bermula dari transisi cairan satu fasa menjadi cairan dua fasa. Pada tahap tertentu selama proses tersebut, cairan polimer konsentrasi tinggi mengalami solidifikasi dan menghasilkan matriks padatan. Faktor-faktor yang mempengaruhi morfologi membran antara lain : Pemilihan material membran (polimer) Pemilihan polimer yang digunakan mempengaruhi unjuk kerja membran. Karena unjuk kerja membran ditentukan oleh kelarutan dan difusivitas penetran di dalam membran. Pemilihan jenis polimer akan membatasi jenis pelarut yang digunakan pada proses inversi fasa. Pemilihan solvent/nonsolvent system dalam pembuatan membran Pada pembuatan membran dengan cara inversi fasa, polimer yang dipilih bersifat dapat larut. Solven dan nonsolven yang digunakan harus saling melarutkan. Berdasarkan termodinamika proses pencampuran, maka seberapa besar kelarutan dari polimer dan pelarut dapat dinyatakan dengan parameter kelarutan (δ). Hansen (Mulder,1996) membagi parameter kelarutan menjadi tiga, yaitu berdasarkan gaya dispersi, gaya polar, dan ikatan hidrogen. δ 2 = δ d 2 + δ p 2 + δ h 2 (2.11) dengan : δ 2 = parameter kelarutan total komponen δ d 2 = parameter kelarutan berdasarkan gaya dispersi δ p 2 = parameter berdasarkan gaya polar δ h 2 = parameter berdasarkan ikatan hidrogen Kelarutan suatu polimer dalam pelarut akan semakin baik jika selisih antara parameter kelarutan polimer dan pelarut (δp-δs) 2 semakin kecil. Ketiga parameter kelarutan (δ d, δ p, δ h ) merupakan vektor pada suatu bidang tiga dimensi. Kelarutan polimer dapat dilihat dari jarak vektor antara polimer dan pelarut yang dinyatakan sebagai Δ pada persamaan 20

Δ = {(δ d,p - δ d,s ) 2 + (δ p,p - δ p,s ) 2 + (δ h,p - δ h,s ) 2 } (2.12) dengan subskrip p menyatakan polimer sedangkan s menyatakan solute. Afinitas antara polimer dan pelarut akan meningkat dengan berkurangnya nilai Δ. Berikut merupakan parameter kelarutan polimer selulosa asetat dan Δ pada beberapa pelarut. Tabel 2.7 Koefisien kelarutan selulosa asetat dalam berbagai pelarut Polimer dan Pelarut δ (cal/cm 3 ) 0,5 δ δ d δ p δ h Δ Selulosa asetat 10,70 7,90 3,50 6,30 Aseton 9,77 7,58 5,10 3,40 11,07 Dioksan 10,00 9,30 0,90 3,60 16,01 Dimetil Formamide (DMF) 12,14 8,52 6,70 5,50 11,26 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pelarut yang paling baik digunakan untuk polimer selulosa asetat adalah aseton karena aseton mempunyai nilai Δ terkecil. Konsentrasi polimer Peningkatan konsentrasi polimer dalam larutan polimer dapat menyebabkan konsentrasi polimer di permukaan meningkat. Sehingga porositas lapisan atas membran akan berkurang dan menurunkan fluks. Selain itu, semakin tinggi konsentrasi polimer, membran yang terbentuk akan semakin tebal karena delay time pada proses demixing akan meningkat. Komposisi bak koagulasi Penambahan solvent pada bak koagulasi akan menunda proses demixing. Penambahan solvent pada bak koagulasi ini digunakan untuk menghasilkan membran nonpori dengan delayed demixing, membran tipis dan dense top layer. Komposisi larutan casting Penambahan nonsolvent pada larutan casting dapat dilakukan dengan syarat tidak terjadi demixing pada larutan casting. Penambahan ini dapat menyebabkan terjadinya instantaneous demixing yang menghasilkan membran pori. 21

Morfologi membran dapat diatur dengan pengendalian tahap awal transisi fasa. Inversi fasa dapat dibedakan menjadi beberapa teknik, yaitu : Presipitasi dengan penguapan pelarut Presipitasi dari fasa uap Presipitas dengan penguapan terkendali Presipitasi termal Immersion precipitations Teknik presipitasi dengan penguapan pelarut adalah teknik yang paling sederhana dibandingkan dengan teknik-teknik inversi fasa lainnya. Pada teknik ini, polimer dilarutkan dalam suatu pelarut kemudian di-casting pada lapisan support tanpa anyam (nonwoven). Lapisan ini dapat berupa lapisan berpori seperti pada poliester nonwoven atau lapisan non pori seperti logam, kaca, atau teflon. Pelarut kemudian diuapkan dalam suatu inert udara atmosferik agar molekul air ikut teruapkan dan membran homogen non pori dapat diperoleh. Teknik immersion precipitation adalah teknik yang paling banyak digunakan dalam preparasi membran komersial. Pada teknik ini, larutan polimer di-casting pada lapisan support yang sesuai dan diimersikan dalam bak koagulasi yang berisi cairan nonsolvent. 2.4 Sistem Alkohol-Air Alkohol-air adalah campuran yang bersifat azeotrop. Pada campuran dengan komposisi azeotrop, pemisahan secara distilasi biasa tidak dapat dilakukan. Pada titik azeotrop, komposisi fasa uap dan fasa cair komponen dalam larutan adalah identik sehingga volatilitas relatif, α = 1, sehingga untuk pemisahannya diperlukan energi yang sangat besar atau jumlah tray yang sangat banyak. Seri alkohol-air yang mempunyai titik azeotrop dapat dilihat pada Tabel 2.8. Pemisahan campuran pada komposisi azeotrop dapat dilakukan dengan distilasi azeotrop atau distilasi ekstraktif. Kedua jenis distilasi ini pada dasarnya menggunakan 22

komponen ketiga sebagai bahan pengekstrak atau pelarut untuk membentuk sistem azeotrop baru dengan salah satu komponen dalam campuran. Salah satu komponen ketiga yang digunakan pada distilasi ekstraktif adalah membran. Tabel 2.8 Sistem azeotrop alkohol-air Alkohol Komposisi azeotrop (% Titik didih azeotrop mol air) ( C) Etanol 10,57 78,15 Allyl alkohol 54,50 88,20 n-propil alkohol 56,83 87,72 Isopropil alkohol 31,46 80,37 n-butil alkohol 75,0 92,25 Isobutil alkohol 67,14 89,92 Sec-Butil alkohol 66,0 88,50 Isoamil alkohol 82,79 95,15 ters-butil alkohol 35,41 79,91 Amil alkohol 65,00 87,00 Sumber : Perry, 1997 23