BAB I PENDAHULUAN. narasi. Di dalam wacana naratif mengandung suatu gagasan atau informasi dari

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi. Kalimat berperan sebagai unsur pembangun bahasa saja. Satuan

BAB I PENDAHULUAN. kalimat satu dengan kalimat lain, membentuk satu kesatuan. dibentuk dari kalimat atau kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan sehari-hari manusia dan bahasa tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan kemampuan berbahasa Indonesia sangat penting sebagai alat

BAB I PENDAHULUAN. yang saling berhubungan untuk menghasilkan rasa kepaduan atau rasa kohesi

BAB I PENDAHULUAN. karena dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berhubungan dengan bahasa.

PROBLEMATIKA MENGANALISIS WACANA SECARA TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL MAHASISWA FKIP UNA

B AB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. wacana sangat dibutuhkan untuk mengimbangi perkembangan tersebut.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

PENANDA HUBUNGAN REPETISI PADA WACANA CERITA ANAK TABLOID YUNIOR TAHUN 2007

Analisis Deiksis dalam Komik Angkara Tan Nendra Karya Resi Wiji S. dalam Majalah Panjebar Semangat

NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1. Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB II LANDASAN TEORI. digunakan untuk mengetahui keaslian penelitian yang dilakukan. Tinjauan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Menulis merupakan suatu representasi bagian dari kesantunankesantunan

ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL DALAM NOVEL KIRTI NJUNJUNG DRAJAT KARYA R. Tg. JASAWIDAGDA

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dalam berkomunikasi memerlukan sarana yang sangat

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

PRATIWI AMALLIYAH A

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan

Penanda Kohesi Gramatikal dan Leksikal Skripsi Mahasiswa PBSI UNP Kediri Tahun 2014

KOHESI DAN KOHERENSI WACANA PADA CATATAN MOTIVASI MARIO TEGUH DI PROFIL FACEBOOK

KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA INTERAKTIF DALAM KOLOM DETEKSI HARIAN JAWA POS EDISI JUNI 2007 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Peranan bahasa sangat penting dalam kegiatan komunikasi di

ANALISIS TEKSTUAL POSTER PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT PEKAN ILMIAH MAHASISWA NASIONAL TAHUN 2013

KAJIAN KOHESI DAN KOHERENSI DALAM NOVEL KADURAKAN ING KIDUL DRINGU KARYA SUPARTO BRATA

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca).

ANALISIS PENANDA KOHESI DAN KOHERENSI PADA KARANGAN. NARASI SISWA KELAS VIII MTs AL-HIDAYAH GENEGADAL TOROH GROBOGAN TAHUN AJARAN 2012/2013

PENANDA KOHESI PADA WACANA RUBRIK SUARA MAHASISWA DALAM HARIAN JOGLO SEMAR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri tanpa kehadiran

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun tulisan. Bahasa juga memegang peranan penting dalam kehidupan sosial

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa jurnalistik merupakan ragam bahasa tersendiri yang dipakai dalam

ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN DEMONSTRATIF WAKTU DAN TEMPAT PADA TEKS LAGU IHSAN DALAM ALBUM THE WINNER

PENANDA KOHESI PADA TAJUK RENCANA HARIAN SURAT KABAR KOMPAS EDISI JANUARI 2015

PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk,

BAB I PENDAHULUAN. dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir tidak pernah terlepas

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009

ANALISIS WACANA TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL KHOTBAH IDUL ADHA

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan bahasa lisan dan bahasa tulisan. Bahasa lisan merupakan ragam bahasa

BAB I PENDAHULUAN. sangat berpengaruh terhadap makna yang terdapat dalam sebuah wacana. Salah

PENANDA KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA TAJUK RENCANA SURAT KABAR SEPUTAR INDONESIA EDISI MARET 2009

ANALISIS PENGGUNAAN PIRANTI KOHESI PADA WACANA NASKAH LAKON SANDOSA SOKRASANA: SANG MANUSIA KARYA YANURA NUGRAHA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling memahami maksud atau keinginan seseorang.

ASPEK LEKSIKAL DAN GRAMATIKAL PADA LIRIK LAGU JIKA KARYA MELLY GOESLOW. Rini Agustina

KOHESI DAN KOHERENSI RUBRIK BERITA MAJALAH MANDUTA TAHUN SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

BAB III METODE PENELITIAN. menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bersifat

PENANDA KOHESI SUBSITUSI PADA WACANA KOLOM TAJUK RENCANA SUARA MERDEKA BULAN AGUSTUS 2009 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Suatu wacana dituntut untuk memiliki keutuhan struktur. Keutuhan

zs. /or.wisman lladi, M.Hum. ANA,LISIS PENAI{DA KOHESI GRAMATIKAL ARTIKEL POLITIK PADA MEDIA OFII.,INE KOMPASIANA.COM ARTIKEL Asrul Khairillrsibuan

ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN PERSONA PADA TERJEMAHAN AL-QURAN SURAT AL-KAHFI (SURAT 18)

BAB I PENDAHULUAN. ada di dalam pikiran kepada orang lain yaitu dengan bahasa, baik secara lisan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat, bahasa bukanlah satu-satunya alat

BAB I PENDAHULUAN. novel, buku, surat, dan dokumen tertulis, yang dilihat dari struktur lahirnya (dari

SARANA KOHESI DALAM CERPEN ROBOHNYA SURAU KAMI KARYA A. A. NAVIS. Jurnal Skripsi. Oleh TENRI MAYORE NIM JURUSAN SASTRA INDONESIA

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Pada bagian akhir tesis ini, penulis sajikan simpulan sebagai jawaban atas rumusan

ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL DALAM NASKAH DRAMA BARABAH KARYA MOTINGGO BUSYE : SEBUAH ANALISIS WACANA SASTRA. Rudi A. Nugroho

ANALISIS DEIKSIS DALAM NOVEL EMPRIT ABUNTUT BEDHUG KARYA SUPARTO BRATA

KOHESI GRAMATIKAL DAN KOHESI LEKSIKAL DALAM LIRIK GRUP BAND CAPTAIN JACK INTISARI

PENANDA KOHESI SUBSTITUSI PADA NOVEL SANG PEMIMPI KARYA ANDREA HIRATA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR A.

PENANDA HUBUNGAN ELIPSIS PADA WACANA KATALOG ORIFLAME EDISI JANUARI 2009

ANALISIS PENANDA KOHESI PADA KARANGAN SISWA TINGKAT SEKOLAH MENENGAH PERTAMA KELAS VIII SMP MUHAMMADIYAH 5 SURAKARATA

PENANDA HUBUNGAN REFERENSI DALAM WACANA BERITA PADA SITUS SKRIPSI

ANALISIS PENANDA HUBUNGAN KONJUNGSI SUBORDINATIF PADA CERITA ANAK DI SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. individu maupun kelompok. Ramlan (1985: 48) membagi bahasa menjadi dua

REFERENSI DALAM WACANA TULIS PADA SURAT KABAR SOLOPOS EDISI JANUARI 2010 NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan hal penting yang perlu dipelajari karena bahasa

KOHESI DAN KOHERENSI WACANA MOTIVASI MARIO TEGUH GOLDEN WAYS TENTANG WANITA PADA STASIUN METRO TV. Abstract

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa tidak pernah lepas dari kehidupan manusia sehari-hari. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

PENANDA HUBUNGAN ELIPSIS PADA RUBRIK LAYANG SAKA WARGA MAJALAH JAYA BAYA EDISI APRIL-MEI 2009

KEHESI DAN KOHERENSI DALAM KARANGAN NARASI SISWA KELAS VIII SMPN 6 BOJONEGORO

PENDAHULUAN Bahasa Jawa adalah bahasa yang digunakan oleh masyarakat suku Jawa untuk berkomunikasi antarsesama masyarakat Jawa.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR. A. Landasan Teori. pikiran, ide yang utuh, yang dapat dipahami oleh pembaca atau pendengar.

BAB I PENDAHULUAN. untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam lingkungan. manusia untuk saling menyampaikan pesan dan maksud yang akan

ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN PERSONA DALAM WACANA DIALOG ACARA BUKAN EMPAT MATA EPISODE 30 OKTOBER 2013

WACANA GLANGGANG REMAJA RUBRIK TEKNO DALAM MAJALAH PANJEBAR SEMANGAT. (Kajian Kohesi dan Koherensi)

BAB I PENDAHULUAN. saatnya menyesuaikan diri dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

BAB I PENDAHULUAN. proses bersosialisasi tersebut. Komunikasi merupakan cara utama dalam menjalin

ANALISIS WACANA CELATHU BUTET PADA SURAT KABAR SUARA MERDEKA: TINJAUAN DARI SEGI KULTURAL, SITUASI, SERTA ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. tabloid harian, tabloid mingguan, dan majalah. Media elektronik audiotif berupa

RELASI TEMPORAL ANTARKLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK BERTINGKAT PADA WACANA KUMPULAN CERPEN DARI SITUS SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. bahasa itu, biasanya akan dijawab, bahasa adalah alat komunikasi. Menurut

ANALISIS WACANA PADA TAYANGAN INFOTAINMENT SILET DI RAJAWALI CITRA TELEVISI INDONESIA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang memerlukan bahasa untuk berkomunikasi. Komunikasi

Oleh: SEPTIKA NIKEN ERLINDA A

KOHESI GRAMATIKAL DALAM KUMPULAN CERPEN SENYUM KARYAMIN KARYA AHMAD TOHARI

Analisis Wacana Tekstual Lirik Lagu Langgam Pada Kempalan Langgam Karawitan Jawi Oleh Sri Widodo

TINJAUAN TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL ANALISIS LIRIK LAGU KALA CINTA MENGGODA KARYA GURUH SOEKARNO PUTRA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (Harimurti Kridalaksana, 2008: 24). Kelangsungan hidup suatu bahasa sangat

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wacana naratif merupakan suatu wacana yang disampaikan dalam bentuk narasi. Di dalam wacana naratif mengandung suatu gagasan atau informasi dari pengarang atau penulis wacana yang ditujukan kepada pembaca. Informasi yang lengkap dan baik memuat unsur kohesi yang lengkap, yaitu kohesi gramatikal dan kohesi leksikal. Oleh sebab itu, wacana yang mengandung kedua unsur kohesi tersebut pada umumnya memuat informasi yang jelas, mudah dimengerti, serta mempunyai tingkat keterpautan dan kekohesifan yang tinggi. Secara umum, novel berbahasa Jawa merupakan suatu produk budaya sastra yang berupa wacana naratif lokal atau daerah yang di dalamnya memuat sarana kohesi yang lengkap. Kohesi gramatikal dan kohesi leksikal dalam wacana naratif novel saling memberikan pertalian informasi yang padu sehingga pembaca dapat mudah memahami cerita dan gagasan yang disampaikan oleh pengarang novel. Penelitian terhadap kohesi yang terkandung dalam wacana naratif berbentuk novel khususnya novel berbahasa Jawa masih sangat jarang dilakukan. Hal ini tidak mengherankan, karena novel berbahasa daerah seperti bahasa Jawa sangat sulit ditemukan di pasaran, selain itu juga minat terhadap wacana lokal yang merupakan budaya daerah dewasa ini dianggap kuno dan ketinggalan jaman. Sementara kita mengetahui bahwa budaya nasional yang berakar dari budaya-budaya daerah merupakan suatu jati diri dan karakter bangsa yang tidak ternilai harganya karena merupakan identitas suatu bangsa. 1

2 Latar belakang umum dalam pengambilan judul penelitian ini dilandasi oleh rasa prihatin kepada wacana naratif bahasa Jawa yang semakin hari semakin berkurang frekuensi kemunculannya di media massa cetak maupun eletronik. Hal ini dikarenakan pengaruh globalisasi yang tidak tersaring dengan baik sehingga membuat eksistensi bahasa daerah semakin terancam. Terlebih daripada itu, tidak sedikit moralitas warga negara cenderung tidak mencerminkan kebudayaan nasional yang berakar pada nilai-nilai kearifan lokal budaya dan bahasa daerah yang tercermin pada hal-hal kejahatan seperti korupsi, pembunuhan, pelecehan seksual dan sebagainya. Latar belakang khusus pada pengambilan judul penelitian ini dalam sudut pandang kohesi adalah ditemukannya fenomena penggunaan kohesi yang digunakan secara khas oleh pengarang novel. Kekhasan atau karakteristik kohesi yang digunakan oleh pengarang dapat berupa jenis atau bentuk kohesi, pendominasian alat-alat kohesi yang berada di wacana naratif tersebut, serta karatreristik lain ditunjukkan pada penggunaan alat-alat kohesi yang mempunyai pertalian dengan bagian-bagian dalam unsur intrinsik / internal wacana naratif novel tersebut. Dengan diuraikannya latar belakang di atas, penulis telah memformulasikan rumusan masalah penelitian ini sedemikian rupa untuk dapat mengungkapkan kekkhasan wacana naratif bahasa Jawa. 1.2 Rumusan Masalah Apabila merujuk pada latar belakang masalah di atas, telah diketahui bahwa wacana naratif dapat dijadikan sebagai bahan penelitian yang baik dari segi kohesi. Hal ini dikarenakan pada wacana naratif terdapat berbagai macam kohesi yang komplit dalam membentuk wacana naratif yang utuh dan mudah dipahami. Oleh sebab itu, permasalahan secara umum pada penelitian ini adalah untuk mengetahui

3 bagaimana karakteristik atau kekhasan kohesi yang terdapat pada wacana naratif bahasa Jawa khususnya pada novel Katrenan Kang Angker karya Suparta Brata. Untuk mendukung permasalahan secara umum tersebut, peneliti merinci permasalahan tersebut menjadi beberapa permasalahan seperti berikut. 1. Bagaimanakah jenis penanda kohesi gramatikal dan kohesi leksikal dalam wacana naratif bahasa Jawa? 2. Bagaimanakah penanda kohesi gramatikal dan kohesi leksikal yang dominan pada wacana naratif bahasa Jawa? 3. Mengapa sarana keutuhan wacana penanda kohesi bertalian dengan unsur intrinsik wacana naratif bahasa Jawa? 1.3 Tujuan penelitian Penelitian pada wacana naratif ini, secara umum mempunyai tujuan untuk mengetahui karakteristik yang terdapat pada wacana naratif bahasa Jawa dalam studi kasus novel Katresnan Kang Angker karya Suparta Brata. Secara lebih detail, tujuan umum ini dapat digambarkan dengan tujuan-tujuan khusus berikut ini : (i) Mendeskripsikan jenis kohesi gramatikal dan kohesi leksikal dalam wacana naratif bahasa Jawa, (ii) Menjelaskan pendominasian kohesi dan menafsirkan alasan sarana keutuhan wacana yang mendominasi pada wacana naratif bahasa Jawa, dan (iii) Menjelaskan dan menafsirkan sarana keutuhan wacana kohesi dalam pertaliannya dengan unsur intrinsik wacana naratif bahasa Jawa. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini dibagi menjadi dua macam, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. Aspek manfaat teoritis dalam penelitian ini dapat bermanfaat dalam penyusunan teori kohesi wacana naratif bahasa Jawa dalam novel yang komprehensif

4 melalui pengujian dan penyempurnaan teori tersebut. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan sumbangan-sumbangan yang bermanfaat dalam bidang kajian wacana, khususnya dari segi kohesi. Sementara itu, aspek manfaat praktis yang dapat diambil adalah hasil penelitian ini dapat memudahkan pembaca dalam memahami isi wacana bahasa Jawa khususnya wacana naratif bahasa Jawa. Penelitian ini juga dapat digunakan sebagai gambaran penelitian bahasa di masa mendatang dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan acuan penelitian wacana dalam bentuk yang lain seperti retorika, lirik lagu, bahasa iklan, narasi media massa dan sebagainya. 1.5 Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai wacana telah cukup banyak dilakukan. Salah satunya dalam kaitan pendekatan kohesi. Adapun penelitian terdahulu yang bersinggungan dengan kajian kohesi antara lain seperti Aris Munandar (2001), Dian Erlina (2003), Meisri Istantiarti (2004), Budiasih (2009), Nita Zakiyah (2011), dan lain-lain. Penelitian Aris Munandar (2001) meneliti kohesi dengan judul Analisis Wacana Selebaran Partai Rakyat Demokratik (PRD). Penelitian ini diawali dengan membahas pendeskripsian kohesi dan koherensi. Setelah memndeskripsikan kohesi dan koherensi, penelitian ini membahas tentang konteks sosial yang melekat pada selebaran partai tersebut, dan pada akhir permasalahannya membahas sarana retorika yang digunakan. Berbeda dengan Aris Munandar (2001), Dian Erlina (2003) meneliti tentang kohesi dan koherensi dalam cerita anak. Penelitian ini membahas analisis wacana dengan cara mendeskripsikan kohesi dan koherensinya, serta memaparkan

5 keseringan kohesi yang muncul. Sumber data cerita anak ini menggunakan bahasa Indonesia yang dikumpulkan dari berbagai judul cerita anak berbahasa Indonesia. Sementara itu, Meisri Istandiarti (2004) meneliti tentang kohesi dengan judul Kohesi dan Koherensi Wacana Tajuk Rencana dalam Media Massa berbahasa Indonesia. Penelitian ini berfokus pada beberapa surat kabar di propinsi DIY dan Jawa Tengah. Penelitian ini masih sebatas berisi pendeksripsian kohesi dan koherensi pada media massa berbahasa Indonesia tersebut. Persamaan hampir terlihat antara Meisri Istandiarti (2004) dengan Budiasih (2009) yang mengambil judul penelitian Kohesi Pada Tajuk Rencana Harian Republika dan Suara Pembaruan. Kedua penelitian ini berfokus pada sumber data yang sama yaitu media massa. Namun, pada penelitian Budiasih (2009) mengambil dua sumber data saja. Penelitian ini diawali dengan pendeskripsian kohesi dan koherensi, kemudian mengontraskan penanda kohesi dan koherensi pada kedua media massa cetak tersebut. Penelitian yang lain adalah Nita Zakiyah (2011) yang meneliti tentang kohesi dan koherensi dalam surat Al-Kahfi. Penelitian ini dimulai dengan masalah pendeskripsian kohesi dan koherensi, kemudian ditutup dengan pembahasan keterpautan antara kohesi dan koherensi pada surat Al-Kahfi tersebut. Perbedaan masalah penelitian terdapat pada penelitian wacana naratif bahasa Jawa yang diteliti penulis. Adapun penulis tekankan pada penelitian wacana naratif bahasa Jawa dengan studi kasus pada novel Katresnan Kang Angker karya Suparta Brata adalah menganalisis deskripsi kohesi gramatikal dan kohesi leksikal disertai teknik-teknik analisis bahasa untuk eksplanasi, memaparkan penanda kohesi yang dominan dari wacana naratif bahasa Jawa disertai alasan pendominasian sebagai

6 eksplanasi, serta menjelaskan eksplanasi alat keutuhan wacana dalam pertaliannya dengan unsur intrinsik novel wacana naratif bahasa Jawa. 1.6 Landasan Teori 1.6.1 Pengertian Wacana Definisi wacana menurut Kridalaksana (1983:179) adalah satuan bahasa terlengkap; dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi dan terbesar. Wacana ini direalisaikan dalam bentuk karangan yang utuh (novel, buku, seri ensiklopedia, dsb.), paragraf, kalimat atau kata yang membawa amanat yang lengkap.. Pendapat ini memberikan pengertian bahwa wacana adalah satuan lingual tertinggi bahasa yang di dalamnya memuat hubungan antara makna kalimat yang gramatikal dalam bentuk tulisan. Sementara itu, dalam kamus bahasa Inggris, Webster (1983:522) menjelaskan pengertian wacana dengan istilah discourse berasal dari bahasa Latin yaitu discursus yang berarti lari kian-kemari (yang diturunkan dari dis- dari, dalam arah yang berbeda, dan currere lari. Kemudian lebih lanjut wacana diartikan sebagai berikut. 1. komunikasi pikiran dengan kata-kata; ekspresi ide-ide atau gagasan-gagasan; konversasi atau percakapan. 2. komunikasi secara umum, terutama sebagai suatu subjek studi atau pokok telaah. 3. risalat tulis; disertasi formal; kuliah; ceramah; khotbah. Pengertian wacana pada era tahun 2000-an juga dikemukakan dengan rinci oleh Mulyana (2001:1) yang berpendapat bahwa wacana merupakan unsur kebahasaan yang relatif paling kompleks dan paling lengkap. Satuan pendukung kebahasaannya meliputi fonem, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf,

7 hingga karangan utuh. Namun wacana pada dasarnya juga merupakan unsur bahasa yang bersifat pragmatis. Kemudian disusul oleh Sumarlam (2010:30) dalam bukunya Teori dan Praktik Analisis Wacana dengan menjabarkan pengertian wacana adalah sebagai satuan bahasa terlengkap yang dinyatakan secara lisan seperti cerpen, novel, buku, surat dan dokumen tertulis yang dilihat dari struktur lahirnya (dari segi bentuk) bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat koheren, terpadu. Uraian tentang pengertian wacana telah dikemukakan oleh para ahli linguistik, dan penulis menyimpukan bahwa wacana adalah suatu satuan bahasa yang lengkap yang disampaikan dalam dua cara yaitu dengan cara lisan dan cara tertulis. Wacana yang baik merupakan wacana yang mengandung kohesi dan koherensi yang saling terpadu dan menjadi sebuah harmonisasi yang selaras dalam pengungkapan sebuah gagasan atau ide. 1.6.2 Wacana Naratif dan Unsur Intrinsik Jenis wacana berdasarkan cara dan tujuan pemaparannya menurut Sumarlam (2010:30-36) dalam bukunya yang berjudul Teori dan Praktik Analisis Wacana, wacana dibagi menjadi lima yaitu wacana narasi, deskripsi, eksposisi, argumentasi, dan persuasi. Definisi wacana narasi dalam buku ini adalah wacana narasi atau wacana penceritaan, disebut juga wacana penuturan yaitu wacana yang mementingkan urutan waktu, dituturkan oleh persona pertama atau ketiga dalam waktu tertentu. Wacana ini berorientasi pada pelaku dan seluruh bagiannya diikat secara kronologis. Jenis wacana narasi pada umumnya terdapat pada berbagai fiksi.

8 Sementara itu Keraf (1989:135) dalam bukunya Argumentasi dan Narasi membagi wacana narasi menjadi dua yaitu narasi ekspositoris dan narasi sugestif. Narasi ekspositoris membahas tahap-tahap kejadian, rangkaian-rangkaian perbuatan kepada para pembaca. Runtun kejadian yang disajikan itu dimaksudkan untuk menyampaikan informasi untuk memperluas pengetahuan dan pengertian pembaca. Contoh narasi ini dapat berupa bagaimana seseorang membuat nasi goreng, membuat roti, dan sebagainya. Sementara itu, narasi sugestif ingin mencapai atau menciptakan sebuah kesan kepada para pembaca atau pendengar mengenai objek narasi. Hal itu berarti narasi sugestif berusaha untuk memberi suatu maksud tertentu, menyampaikan suatu amanat terselubung kepada para pembaca atau pendengar. Pada wacana naratif khususnya dalam narasi sugestif memuat unsur intrinsik / unsur internal. Nurgiyantoro (2013:29) memberikan definisi unsur intrinsik merupakan unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur intrinsik juga berarti unsur yang berada di dalam karya sastra atau wacana naratif itu sendiri. Secara jelas Nurgiyantoro (2013) menyebutkan unsur tersebut di antaranya peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa dan gaya bahasa, dan lain-lain. Secara garis besar, unsur intrinsik itu terdiri dari tema, penokohan, latar, alur, sudut pandang pengarang, dan amanat. Hakikat tema menurut Sayuti (2000:187) merupakan makna cerita, gagasan sentral, atau dasar cerita. Definisi tokoh atau penokohan oleh Stanton (1964:17) dalam bukunya An Introduction to Fiction adalah individu-individu yang muncul dalam cerita. Sementara itu, latar atau setting merupakan di mana dan kapan kejadian itu berlangsung. Alur atau plot dalam definisi Pujiharto (2010:32) adalah merupakan peristiwa-peristiwa yang memiliki hubungan kausalitas antara satu dengan yang lainnya. Sudut pandang pengarang oleh

9 Keraf (1989:192) dibagi menjadi dua, yaitu pengarang sebagai orang pertama dan pengarang sebagai orang ketiga. Sementara itu, amanat merupakan pesan implisit yang diambil oleh para pembaca. 1.6.3 Sarana Keutuhan Wacana Sarana keutuhan wacana merupakan syarat dalam mencapai pembentukan wacana yang baik. Sarana keutuhan wacana memuat komponen-komponen yang saling melengkapi dan terpadu. Komponen-komponen wacana yang terpadu akan membuat wacana itu dapat dimengerti oleh mitra tutur atau pembaca. Wacana yang baik pada umumnya mengandung hubungan kepaduan bentuk yang disebut dengan kohesi, dan kepaduan makna yang disebut dengan koherensi. Kohesi dibagi menjadi dua bagian, yaitu aspek gramatikal dan aspek leksikal. Oleh sebab itu, sarana keutuhan wacana memuat kohesi dan koherensi. MAK Halliday dan Ruqaiya Hasan dalam bukunya Cohesion in English membagi kohesi menjadi beberapa bagian yaitu reference (pengacuan), substitution (penggantian), ellipsis (pelesapan), conjunction (perangkaian), dan lexicalcohesion (kohesi leksikal). MAK Halliday dan Ruqaiya Hasan (1976:6) membagi kohesi menjadi dua, yaitu kohesi gramatikal dan kohesi leksikal. Hal ini senada dengan Sumarlam (2010:55) mengemukakan bahwa kepaduan wacana selain didukung oleh aspek gramatikal atau kohesi gramatikal juga didukung oleh aspek leksikal atau kohesi leksikal. Sementara itu, M Ramlan (1993:12) dalam bukunya Paragraf : Alur Pikiran dan Kepaduannya Dalam Bahasa Indonesia juga memaparkan pendapat Halliday

10 dan Ruqaiya Hasan dan menyebut kohesi sebagai penanda hubungan antar kalimat dan koherensi sebagai pertalian makna antar kalimat. Dengan merujuk pada pendapat para ahli, penulis menyimpulkan bahwa suatu wacana dapat dikatakan baik apabila dilihat dari segi kepaduan komponen sarana keutuhan wacananya lengkap. Sarana keutuhan wacana itu terdiri dari kohesi dan koherensi. Apabila sarana keutuhan wacana ini saling terkait, wacana itu dapat memudahkan pembaca atau mitra tutur untuk memahami informasi, gagasan atau ide yang dipaparkan penulis atau pembicara. 1.6.3.1 Kohesi Mulyana (2005:26) mendefinisikan Konsep kohesi pada dasarnya mengacu kepada hubungan bentuk, artinya unsur-unsur wacana (kata atau kalimat) yang digunakan untuk menyusun suatu wacana memiliki keterkaitan secara padu dan utuh. Dalam kata lain kohesi termasuk dalam aspek internal wacana. Kohesi dalam wacana diartikan sebagai kepaduan bentuk yang secara struktural membentuk ikatan sintaktikal. Sementara itu, Halliday dan Hasan menjelaskan Cohesion is a semantic relation between an element in the text and some other element that is crucial to the interpretation of it (Halliday dan Hasan, 1976:8) yaitu berartibahwa kohesi adalah suatu hubungan semantik antara elemen di dalam teks dan beberapa elemen lain yang penting untuk menafsirkannya. Berdasarkan paparan definisi di atas,penulis menyimpulkan bahwa kohesi adalah suatu komponen keutuhan wacana yaitu hubungan semantik antara unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam wacana sehingga terciptalah keterkaitan yang utuh dan kohesi merupakan hubungan bentuk (form) antar bagian wacana.

11 Mengenai pembagian kohesi, Halliday dan Hasan (1976:4) mengemukakan bahwa unsur-unsur kohesi wacana dapat dibagi menjadi lima jenis. Unsur kohesi tersebut terdiri dari reference (pengacuan), substitution (substitusi), ellipsis (pelesapan), conjunction (perangkaian) dan lexical cohesion (kohesi leksikal). Pengacuan, substitusi, pelesapan, dan perangkaian termsuk dalam kohesi gramatikal. Kemudian Sumarlam (2010:55) mengemukakan kohesi leksikal ada enam yaitu repetisi, sinonimi, kolokasi (sanding kata), hiponimi, antonimi, dan ekuivalensi (kesepadanan). a. Kohesi Gramatikal Kohesi gramatikal merupakan segi bentuk atau struktur lahir wacana, biasa disebut aspek gramatikal wacana. Aspek gramatikal ada empat, yaitu (1) pengacuan (referensi), (2) penyulihan (substitusi), (3) pelesapan (elipsis), dan (4) perangkaian (konjungsi). a.1 Pengacuan (Referensi) Referensi (penunjukan) adalah penggunaan kata atau frase untuk menunjuk atau mengacu kata, frase, atau mungkin satuan gramatikal lainnya. Dengan demikian dalam penunjukan terdapat 2 unsur, yaitu unsur penunjuk dan unsur tertunjuk (M.Ramlan, 1993:12). Menurut Sumarlam (2010:41) pengacuan atau referensi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual yang lain (atau suatu acuan) yang mendahului dan mengikutinya.

12 Menurut Sumarlam (2010:41) berdasarkan tempatnya, pengacuan dibedakan menjadi dua jenis: (1) pengacuan endofora apabila acuannya (satuan lingual yang diacu) berada di dalam teks dan (2) pengacuan eksofora, apabila acuannya berada diluar teks wacana. Pengacuan endofora dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu pengacuan anaforis (anaphoric reference) dan pengacuan kataforis (cataphoric reference). Pengacuan anaforis adalah salah satu kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain yang mendahuluinya, atau mengacu antesenden di sebelah kiri, atau mengacu pada unsur yang telah disebut terdahulu. Sementara itu pengacuan kataforis adalah salah satu kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain yang mengikutinya, atau mengacu antesenden di sebelah kanan, atau mengacu pada unsur yang baru disebutkan kemudian. Satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain itu dapat berupa persona (kata ganti orang), demonstratif (kata ganti penunjuk), dan komparatif (satuan lingual yang berfungsi membandingkan antar unsur yang satu dengan unsur yang lainnya). Pengacuan persona dapat direalisasikan melalui pronomina persona (kata ganti orang), yang meliputi persona pertama (persona I), kedua (persona II), dan ketiga (persona III), baik tunggal maupun jamak. Pronomina persona I tunggal, II tunggal dan III tunggal ada yang berbentuk bebas (morfem bebas) dan ada pula yang terikat (morfem terikat). Bentuk terikat ada yang melekat di sebelah kiri (lekat kiri) dan ada yang melekat di sebelah kanan (lekat kanan). Klasifikasi pronominal persona secara lebih lengkap dapat dilihat pada bagan I.

13 I Tunggal Jamak : aku, kula, ingsun, kawula terikat lekat kiri : dak-, taklekat kanan : -ku : kita, awake dhewe, kita sedaya PERSONA II Tunggal Jamak : kowe, sampeyan, sliramu, panjenengan, terikat lekat kiri : kok-, koterikat lekat kanan : -mu : kowe kabeh, panjenengan sedaya III Tunggal Jamak : dheweke, piyambakipun, panjenenganipun terikat lekat kiri : di-, dipunterikat lekat kanan : -e/-ne, -ipun : dheweke/dheweke kabeh, piyambakipun sedaya, panjenenganipun sedaya. Bagan I : Klasifikasi Pengacuan Pronomina Persona (Bahasa Jawa) Pengacuan demonstratif (kata ganti penunjuk) dapa dibedakan menjadi dua, yaitu demonstratif waktu (temporal) dan demonstratif tempat (lokasional). Pronomina demonstratif waktu ada yang mengacu waktu kini (saiki, sapunika), waktu lampau (wingi, biyen, kepungkur), yang akan datang (sesuk, mengko, sukmben) dan waktu netral (enjing, sonten, siyang). Sementara itu, pronominal demonstratif tempat ada yang mengacu pada tempat yang dekat dengan pembicara (kene, iki), agak jauh dengan pembicara (kono,iku/kuwi), jauh dengan penutur (kana, kae) dan menunjuk secara eksplisit (Surakarta, Yogyakarta). di bawah ini. Klasifikasi pronomina demonstratif tersebut dapat diilustrasikan pada bagan 2 DEMONSTRATIF Waktu kini: saiki, sapunika, samenika lampau:wingi, biyen, kepungkur y.a.d : sesuk, ngarep, sukmben netral : enjing, siyang, sonten, dalu dekat dengan penutur : kene, iki agak dekat dengan penutur : kono, iku, kuwi Tempat jauh dengan penutur : kana, kae menunjukkan secara eksplisit :, Sala, Yogya Bagan II : Klasifikasi Pengacuan Demonstratif

14 Pengacuan komparatif (perbandingan) adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang bersifat membandingkan dua hal atau lebih yang mempunyai kemiripan atau kesamaan dari segi bentuk/wujud, sikap, watak, perilaku, dan sebagainya. Setelah melihat paparan di atas,penulis menyimpulkan pengertian pengacuan (referensi) adalah hubungan antara unsur tertentu yaitu satuan lingual tertentuyang mengacu pada satuan lingual yang lain, satuan lingual itu dapat mengikuti acuan atau mendahului acuan. a.2 Penyulihan (Substitusi) Menurut Sumarlam (2010:47) mengemukanan bahwa penyulihan (substitusi) adalah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa penggantian satuan lingual tertentu (yeng telah disebut) dengan satuan lingual lain dalam wacana untuk memperoleh unsur pembeda. Dari segi lingualnya, substitusi dapat dibagi menjadi substitusi nominal, verbal, frasal, dan klausal. Substitusi nominal adalah penggantian satuan lingual yang berkategori nomina (kata benda) dengan satuan lingual lain yang juga berkategori nomina. Substitusi verbal adalah penggantian satuan lingual yang berkategori verba (kata kerja) dengan satuan lingual lain yang juga berkategori verba. Substitusi frasal merupakan penggantian satuan lingual tertentu yang berupa kata atau frasa dengan satuan lingual lain yang berupa frasa. Sementara itu, substitusi klausal adalah penggantian satuan lingual tertentu yang berupa klausa atau kalimat dengan satuan lingual lain yang berupa kata atau frasa. Selain sebagai aspek pendukung kepaduan wacana, penggantian satuan lingual tertentu dengan satuan lingual lain dalam wacana (substitusi) juga berfungsi untuk menghadirkan variasi bentuk, menciptakan dinamisasi narasi, menghilangkan kemonotonan dan memperoleh unsur pembeda.

15 Berdasarkan paparan di atas, penulis menyimpulkan bahwa pengertian penyulihan (substitusi) adalah penggantian satuan lingual tertentu dengan satuan lingual lain dengan syarat mempunyai referen yang sama untuk memperoleh unsur pembeda sehingga menghasilkan wacana baik danvariatif. a.3 Pelesapan (Elipsis) Sedangkan Mulyana (2005:134) berpendapat bahwa elipsis merupakan penggantian unsur kosong (zero), yaitu suatu unsur yang sebenarnya ada tetapi sengaja dihilangkan atau disembunyikan. Pada analisis wacana unsur konstituen yang dilesapkan itu biasa ditandai dengan konstituen nol atau zero (atau dengan lambang ) pada tempat terjadinya pelesapan unsur tersebut. Pelesapan (elipsis) menurut Sumarlam (2010:49-50) adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa penghilangan atau pelesapan satuan lingual tertentu yang telah disebutkan sebelumnya. Unsur atau satuan lingual yang dilesapkan itu dapat berupa kata, frasa, klausa, atau kalimat. Jadi, penulis menyimpulkan pengertian pelesapan (elipsis) adalah suatu proses penghilangan atau peniadaan kata/unsur kebahasaan lain yang telah disebutkan sebelumnya dengan tujuan keefektitan kalimat. a.4 Perangkaian (Konjungsi) Ramlan (1993:26) mendefinisikan perangkaian sebagai adanya kata atau katakata yang merangkaiakan kalimat satu dengan yang lain. Menurut Kridalaksana (2008:131) konjungsi adalah partikel yang dipergunakan untuk menggabungkan kata dengan kata, frase dengan frase, klausa dengan klausa, kalimat dengan kalimat atau paragraf dengan paragraf. Berdasarkan pendapat para pakar di atas, penulis menyimpulkan bahwa pengertian konjungsi (perangkaian) yaitu hubungan suatu bentuk yang ditandai oleh

16 adanya suatu kata atau kata-kata sambung diantara dua kata, frasa, klausa, kalimat atau paragraf. Menurut Mulyana (2005:29) membagi konjungsi menjadi beberapa jenis, antara lain: a) konjungsi adversatif (namun, tetapi), b) konjungsi kausal (sebab, karena), c) konjungsi korelatif (apalagi, demikian juga), d) konjungsi subordinatif (meskipun, kalau), e) konjungsi temporal (sebelumnya, sesudahnya, lalu, kemudian). Sementara itu, Sumarlam (2010:52-53) membedakan konjungsi menjadi: sebab-akibat, pertentangan, kelebihan, perkecualian, konsesif, tujuan, penambahan, pilihan, harapan, urutan, perlawanan, waktu, syarat, cara serta makna lainnya. Berikut perangkaian dalam bentuk bahasa Jawa. 1. sebab-akibat (kausalitas) : sebab sebab, awit mulai, amarga karena, jalaran karena, mulane makanya. 2. pertentangan : nanging tetapi. 3. kelebihan (eksesif) : malah malah, bahkan 4. perkecualian (ekseptif) : kajaba kecuali. 5. konsesif : sanadyan meskipun, nadyan meski. 6. tujuan : amrih supaya, supados/supaya supaya. 7. penambahan (aditif) : lan dan, uga/ugi juga, sarta serta. 8. pilihan (alternatif) : utawa atau, apa apa, punapa apa-apa 9. harapan (optatif) : muga-muga semoga, mugi-mugi semoga 10. urutan (sekuensial) : banjur lalu, terus terus, lajeng kemudian 11. perlawanan : suwalike sebaliknya,kosokbaline kebalikannya 12. waktu (temporal) : sawise setelah, sabubare sesudah, sabanjure setelah, sadurunge sebelumnya

17 13. syarat : yen jika, menawa misalkan, mangkono seperti itu. 14. cara : kanthi (cara) mangkono dengan (cara) demikian b. Kohesi Leksikal Hubungan leksikal merupakan hubungan yang disebabkan oleh adanya katakata yang secara leksikal memiliki pertalian (Ramlan : 1993). Mulyana (2005: 29) mendefinisikan kohesi leksikal atau perpaduan leksikal adalah hubungan leksikal antara bagian-bagian wacana untuk mendapatkan keserasian struktur secara kohesif. Sementara itu,sumarlam (2010: 55) menyatakan pendapatnya bahwa kohesi leksikal adalah hubungan antarunsur dalam wacana secara semantis. Dalam hal ini, untuk menghasilkan wacana yang padu, pembicara atau penulis dapat menempuhnya dengan cara memilih kata-kata yang sesuai dengan isi kewacanaan yang dimaksud. Kohesi leksikal dalam wacana dapat dibedakan menjadi enam macam, yaitu a) repetisi (pengulangan), b) sinonimi (padan kata), c) antonimi (lawan kata), d) kolokasi (sanding kata), e) hiponimi (hubungan atas bawah), f) ekuivalensi (kesepadanan). b.1 Repetisi (Pengulangan) Repetisi (pengulangan) adalah pengulangan satuan lingual (bunyi, suku kata, kata, atau bagian kalimat) yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai (Sumarlam, 2010:55). Berdasarkan tempat satuan lingual yang diulang dalam baris, klausa atau kalimat, repetisi dapat dibagi menjadi delapan macam, yaitu repetisi anafora, repetisi epistrofa, repetisi tautotes, repetisi epizeuksis, simploke, mesodiplosis, epanalepsis dan repetisi anadiplosis

18 Jadi, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa repetisi adalah pengulangan unsur bahasa atau satuan lingual beberapa kali yang mempunyai fungsi untuk memberikan tekanan dalam konteks. b.2 Sinonimi (Padan Kata) Dua unsur merupakan sinonim-sinonim jika mempunyai arti yang sama Lyons (1991: 438). Sementara itu, sinonim menurut Kridalaksana (1983:154) adalah bentuk bahasa yang maknanya mirip atau sama dengan bentuk lain; kesamaan itu berlaku bagi kata, kelompok kata atau kalimat, walaupun umumnya yang dianggap hanya kata-kata saja. Sinonimi dapat diartikan sebagai nama lain untuk benda atau hal yang sama; atau ungkapan yang maknanya kurang lebih sama (Abdul Chaer, 1990:85). Menurut Sumarlam (2010:61) sinonim merupakan aspek leksikal yang mendukung kepaduan wacana. Sinonimi berfungsi menjalin hubungan makna yang sepadan antara satuan lingual tertentu dengan satuan lingual lain dalam wacana. Berdasarkan wujud satuan lingualnya, sinonimi dapat dibedakan menjadi lima macam, yaitu (1) sinonimi morfem (bebas) dengan morfem (terikat), (2) kata dengan kata, (3) kata dengan frasa atau sebaliknya, (4) frasa dengan frasa, (5) klausa/kalimat dengan klausa/kalimat. Jadi, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa sinonimi adalah suatu bentuk bahasa atau satuan lingual yang maknanya mirip atau sama dengan bentuk lain, baik kata, kelompok kata atau kalimat. b.3 Antonimi (Oposisi Makna) Antonimi (oposisi makna) menurut Fatimah (1993:50) merupakan hubungan diantara kata-kata yang dianggap memiliki pertentangan makna. Sedangkan Kridalaksana (1983:13) memberi pengertian bahwa antonim adalah dua kata atau lebih dengan makna yang berlawanan.

19 Menurut Sumarlam (2010:62) antonimi dapat diartikan sebagai nama lain untuk benda atau hal yang lain; atau satuan lingual yang maknanya berlawanan/beroposisi dengan satuan lingual yang lain. Antonimi disebut juga oposisi makna. Berdasarkan sifatnya, antonimi dapat dibedakan menjadi lima macam, yaitu (1) oposisi mutlak, (2)oposisi kutub, (3) oposisi hubungan, (4) oposisi hirarkial, dan (5) oposisi majemuk. Berdasarkan penjelasan dari para pakar di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian antonimi adalah suatu satuan lingual yang terdiri dari dua kata atau lebih yang mempunyai makna berlawanan. b.4 Kolokasi (Sanding Kata) Kolokasi atau sanding kata adalah asosiasi tertentu dalam menggunakan pilihan kata yang cenderung digunakan secara berdampingan (Sumarlam, 2010:67).Kolokasi (sanding kata) adalah seluruh kemungkinan adanya beberapa kata dalam lingkungan yang sama (Kridalaksana, 1983:87). Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpukan bahwa pengertian kolokasi adalah hubungan suatu makna kata yang satu dengan makna kata yang lain yang memiliki hubungan ciri yang relatif tetap sehingga cenderung digunakan berdampingan. b.5 Hiponimi (Hubungan Atas-Bawah) Hiponim sama dengan sinonim, sebenarnya juga merupakan pengulangan, hanya dalam hiponim unsur pengulangannmempunyai makna yang mencakupi makna unsur terulang, atau sebaliknya makna unsur terulang, atau sebaliknya makna unsur terulang mencakupi makna unsur pengulangan. Unsur hiponim mencakup makna unsur yang lain disebut superordinat, dan unsur yang lain disebut subordinat (Ramlan, 1993 : 37)

20 Hiponimi dapat diartiakan sebagai satuan bahasa (kata, frasa, kalimat) yang maknanya dianggap merupakan bagian dari makna satuan lingual yang lain. Unsur atau satuan lingual yang mencakupi beberapa unsur atau satuan lingual yang berhiponim itu disebut hipernim atau superordinat (Sumarlam, 2010:68). Fungsi hipernim adalah untuk mengikat hubungan antarunsur atau antarsatuan lingual dalam wacana semantis, terutama untuk menjalin hubungan makna atasan dan bawahan, atau antara unsur yang mencakupi dan unsur yang dicakupi Jadi, dapat disimpulkan pengertian hiponimi adalah hubungan antara kata yang bersifat atas-bawah atau hubungan antara kata penggolong dengan anggotaanggota yang menjadi golongannya/bawahannya, bisa juga diartikan hubungan atasbawah antara suatu grup kata dengan anggota-anggota grupnya. b.6 Ekuivalensi (Kesepadanan) Ekuivalensi adalah kesepadanan antara satuan lingual tertentu dengan satuan lingual yang lain dlam sebuah paradigm. Dalam hal ini sejumlah kata proses afiksasi dari morfem asal yang sama menunjukan adanya hubungan kesepadanan (Sumarlam, 2010:69). Ekuivalensi adalah hubungan kesepadanan antara beberapa kata bentukan sebagai proses afiksasi yang berasal dari bentuk asal yang sama (Kridalaksana, 2008:56). Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan pengertian ekuivalensi adalah makna yang sangat berdekatan antara kata satu dengan kata yang lain yang memiliki kesamaan morfem dasar dan merupakan hasil proses afiksasi.

21 1.6.3.2 Koherensi Mulyana (2005:146) memaparkan Koherensi dapat dijelaskan sebagai unsur bahasa yang bersifat eksternal, yakni berupa aspek batiniah, aspek makna (meaning) dan berhubungan dengan aspek semantik. Koherensi dalam wacana dapat terjadi karena adanya kepaduan dan keterikatan antarbagian secara batiniah (semantis). Sementara itu Gorys Keraf (1984:38) juga berpendapat bahwa koherensi juga berarti hubungan timbale balik yang serasi antarunsur dalam kalimat. Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa koherensi adalah suatu hubungan pertalian makna atau isi kalimat di dalam suatu wacana. Di dalam koherensi terjadi hubungan timbal balik antarunsur kalimat yang serasi. Dalam penelitian ini yang dikaji hanya dari segi kohesi gramatikal dan kohesi leksikal. Koherensi hanya dipaparkan sebagai teori untuk mendukung penelitian ini.

22 1.7 Kerangka Pikir KOHESI WACANA NARATIF BAHASA JAWA PADA NOVEL KARAKTERISTIK WACANA NARATIF JENIS / BENTUK KOHESI KOHESI YANG MENDOMINASI KOHESI YANG MENDUKUNG UNSUR INTRINSIK WACANA NARATIF Aspek Gramatikal : - Pengacuan - Penyulihan - Pelesapan - Perangkaian Aspek Leksikal : - Repetisi - Sinonimi - Antonimi - Kolokasi - Hiponimi - Ekuivalensi Unsur Intrinsik : - Tema - Penokohan - Latar - Plot - Sudut Pandang Bagan 3. Kerangka Pikir

23 1.8 Metodologi Penelitian Metode penelitian merupakan cara, alat, prosedur dan teknik yang dipilih dalam melaksanakan penelitian. Metode adalah cara untuk mengamati atau menganalisis suatu fenomena, sedangkan metode penelitian mencakup kesatuan dan serangkaian proses penentuan kerangka pikiran, perumusan masalah, penentuan sampel data, teknik pengumpulan data dan metode analisis data (Edi Subroto, 1992:31). Dalam metode penelitian ini akan dijelaskan mengenai beberapa hal, antara lain : (a) jenis penelitian, (b) data dan sumber data, (c) metode pengumpulan data, dan (c) metode analisis data. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, yaitu mendeskripsikan satuan lingual secara khusus dengan mempertimbangkan frekuensi pemakaian bahasa. Penelitian deskriptif dilakukan dengan mencatat secara teliti dan cermat data yang berwujud kata-kata, kalimat-kalimat, wacana, gambar-gambar atau foto, catatan harian, memorandum, video-tape (Edi Subroto, 1992:7). Jadi, penelitian ini mendeskripsikan fenomena bahasa sesuai dengan fakta berupa satuan lingual. Di samping itu, metode kuantitatif juga digunakan untuk menghitung penanda kohesi yang mendominasi dalam wacana naratif bahasa Jawa. Data adalah semua informasi atau bahan yang disediakan oleh alam (dalam arti luas), yang harus dicari/dikumpulkan dan dipilih oleh peneliti (Edi Subroto, 1992:34). Data dalam penelitian ini adalah data tulis yaitu berupa penggalan teks (tuturan, dialog, atau narasi) yang di dalamnya terdapat alat-alat keutuhan wacana (kohesi gramatikal dan kohesi leksikal). Sumber data adalah penghasil atau pencipta bahasa sekaligus yang pencipta dan penghasil data tersebut, biasa disebut dengan narasumber (Sudaryanto, 1990:35).

24 Sumber data dalam penelitian ini adalah buku novel berbahasa Jawa yang berjudul Katresnan Kang Angker karya Suparta Brata. Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan metode simak. Metode simak dilakukan dengan teknik membaca, mempelajari, dan memperhatikan penggunaan bahasa tulis yang berupa kata-kata, kalimat-kalimat pada teks ceritawacana naratif bahasa Jawa. Selanjutnya teknik catat dilakukan dengan cara melakukan pencatatan terhadap data berupa kata-kata dan kalimat-kalimat ke dalam kartu data. Hasil penyimakan dan pencatatan selanjutnya diklasifikasi dan dianalisis. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut. 1. Menyimak (membaca, mempelajari dan memperhatikan) penggunaan bahasa tulis yang berupa kata-kata, kalimat, pada teks wacana naratif bahasa Jawayang dijadikan sampel. 2. Mencatat data yang memuat sarana penanda kohesi gramatikaldan kohesi leksikalwacana wacana naratif bahasa Jawa. 3. Mengklasifikasikan data berdasarkan bentuk penanda kohesi gramatikal dan kohesi leksikalnya. Pada tahap analisis data, menurut rumusan masalah yang pertama peneliti menganalisis dengan cara mendeskripsikan jenis-jenis atau bentuk kohesi gramatikal dan leksikal. Pada rumusan masalah pertama ini peneliti menggunakan metode distribusional. Metode distribusional adalah metode yang menganalisis bahasa berdasarkan perilaku atau tingkah laku satuan-satuan lingual tertentu dan mengamati dalam hubungannya dengan satuan lingual lain (Edi Subroto, 1992:84). Teknikteknik dalam metode distribusional yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik lesap dan teknik ganti.

25 Pada rumusan masalah nomor dua mengenai karakteristik pendominasian kohesi, peneliti mengumpulkan data jenis kohesi apa yang dominan, kemudian dijelaskan melalui eksplanasi yang berkaitan dengan alasan mengapa penanda kohesi tertentu itu dominan atau dapat mendominasi. Metode yang digunakan adalah metode kuantitatif dengan cara mengakumulasikan jumlah data dengan angka biasa dan angka persentase atau perseratus. Pada rumusan masalah nomor tiga, peneliti menganalisis karakteristik sarana keutuhan wacana penanda kohesi dalam pertaliannya dengan unsur intrinsik atau unsur internal novel. Rumusan masalah nomor tiga ini membuktikan bahwa penanda kohesi yang termasuk dalam ranah kajian ilmu Lingusitik mempunyai pertalian dan mempunyai nilai signifikan karena dapat berperan mendukung ataupun membangun unsur intrinsik karya sastra yang merupakan ranah kajian disiplin ilmu Sastra. Unsur intrinsik karya sastra dapat dipilah menjadi beberapa bagian yaitu, tema, penokohan atau perwatakan, alur, sudut pandang, setting dan amanat. Amanat merupakan bagian tersirat dalam novel dan sifatnya tafsiran pribadi, sehingga alat kohesi tidak dapat menjangkau amanat dari masing-masing tafsiran perorangan. Oleh sebab itu, amanat tidak dapat dianalisis dengan penanda kohesi. Penyajian hasil analisis menggunakan metode formal dan informal. Metode informal yaitu metode penyajian hasil analisis data dengan menggunakan kata-kata biasa atau sederhana agar mudah dipahami (Sudaryanto, 1993:145). Analisis dengan metode informal dalam penelitian ini dilakukan untuk mempermudah pemahaman pada setiap hasil penelitian. Metode formal adalah metode penyajian hasil analisis dengan menggunakan lambang atau tanda-tanda. Lambang yang dimaksud diantaranya : tanda kurung biasa ((...)), tanda garis miring (/), tanda pelesapan ( ), tanda kurung kurawal ({...}), tanda asterik untuk mengungkapkan tuturan tidak

26 gramatikal (*), dan tanda untuk menyatakan terjemahan dari satuan lingual yang disebutkan sebelumnya (... ) (Sudaryanto, 1993: 145). 1.9 Sistematika Penulisan Sistematika dalam penulisan ini meliputi lima bab. Kelima bab tersebut dapat diuraikan sebagai berikut. Pada bab I memaparkan dasar-dasar dari penelitian ini. Pada bab ini berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, kerangka penelitian dan metode penelitian. Bab II membahas rumusan masalah pertama. Pada bab ini membahas jenis atau bentuk kohesi gramatikal dan kohesi leksikal yang terdapat pada wacana naratif bahasa Jawa. Pada bab ini kohesi gramatikal dan leksikan masing-masing akan dipilah lagi untuk mengetahui jenis / bentuk kohesi wacana naratif bahasa Jawa. Pada bab III membahas rumusan masalah nomor dua. Oleh karena itu, pada bab ini memuat pembahasan data kohesi yang mendominasi disertai alasan atau analisis alat keutuhan wacana yang mendominasi pada wacana naratif bahasa Jawa tersebut. Bab IV mengupas rumusan masalah nomor tiga. Jadi, pada bab ini dipaparkan sarana keutuhan wacana kohesi dalam pertaliannya dengan unsur intrinsik novel wacana naratif bahasa Jawa. Sementara itu, bab V merupakan penutup. Bab ini berisi simpulan dan saran. Pada akhir tulisan ini disertakan daftar pustaka dan lampiran data penelitian.