BAB 2 LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 LANDASAN TEORI. yang tak kosong yang anggotanya disebut vertex, dan E adalah himpunan yang

BAB I PENDAHULUAN. dirasakan peranannya, terutama pada sektor sistem komunikasi dan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Penugasan Sebagai Masalah Matching Bobot Maksimum Dalam Graf Bipartisi Lengkap Berlabel

BAB I PENDAHULUAN. himpunan bagian bilangan cacah yang disebut label. Pertama kali diperkenalkan

G r a f. Pendahuluan. Oleh: Panca Mudjirahardjo. Graf digunakan untuk merepresentasikan objek-objek diskrit dan hubungan antara objek-objek tersebut.

BAB 2 LANDASAN TEORI

TEORI GRAF UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER ILHAM SAIFUDIN PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS TEKNIK. Selasa, 13 Desember 2016

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan definisi dan teorema yang berhubungan dengan

LOGIKA DAN ALGORITMA

Bab 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II MODEL KOMPUTASI FINITE STATE MACHINE. Pada Bab II akan dibahas teori dasar matematika yang digunakan

Dasar-Dasar Teori Graf. Sistem Informasi Universitas Gunadarma 2012/2013

APLIKASI PEWARNAAN SIMPUL GRAF UNTUK MENGATASI KONFLIK PENJADWALAN MATA KULIAH DI FMIPA UNY

BAB II LANDASAN TEORI

PENGERTIAN GRAPH. G 1 adalah graph dengan V(G) = { 1, 2, 3, 4 } E(G) = { (1, 2), (1, 3), (2, 3), (2, 4), (3, 4) } Graph 2

Graph. Politeknik Elektronika Negeri Surabaya

BAB II LANDASAN TEORI

APLIKASI PEWARNAAN GRAF PADA PENGATURAN LAMPU LALU LINTAS

TEORI GRAF DALAM MEREPRESENTASIKAN DESAIN WEB

II.TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dijelaskan tentang definisi serta konsep-konsep yang mendukung

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI. Secara garis besar ilmu statistik dibagi menjadi dua bagian yaitu:

Aplikasi Algoritma Dijkstra dalam Pencarian Lintasan Terpendek Graf

GRAF. V3 e5. V = {v 1, v 2, v 3, v 4 } E = {e 1, e 2, e 3, e 4, e 5 } E = {(v 1,v 2 ), (v 1,v 2 ), (v 1,v 3 ), (v 2,v 3 ), (v 3,v 3 )}

BAB II LANDASAN TEORI. definisi, teorema, serta istilah yang diperlukan dalam penelitian ini. Pada bab ini

II. KONSEP DASAR PELUANG

Discrete Mathematics & Its Applications Chapter 10 : Graphs. Fahrul Usman Institut Teknologi Bandung Pengajaran Matematika

BAB II LANDASAN TEORI

LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan diberikan beberapa konsep dasar teori graf dan bilangan. kromatik lokasi sebagai landasan teori pada penelitian ini.

Graf. Program Studi Teknik Informatika FTI-ITP

Aplikasi Pewarnaan Graf untuk Sistem Penjadwalan On-Air Stasiun Radio

BAB II LANDASAN TEORI

LATIHAN ALGORITMA-INTEGER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kromatik lokasi sebagai landasan teori dari penelitian ini.

Graf dan Analisa Algoritma. Pertemuan #01 - Dasar-Dasar Teori Graf Universitas Gunadarma 2017

BAB II LANDASAN TEORI

PEWARNAAN GRAF SEBAGAI METODE PENJADWALAN KEGIATAN PERKULIAHAN

PELUANG. LA - WB (Lembar Aktivitas Warga Belajar) MATEMATIKA PAKET C TINGKAT VI DERAJAT MAHIR 2 SETARA KELAS XI. Oleh: Hj. ITA YULIANA, S.Pd, M.

BAB 2 LANDASAN TEORI

LANDASAN TEORI. Bab Konsep Dasar Graf. Definisi Graf

Pemanfaatan Algoritma Sequential Search dalam Pewarnaan Graf untuk Alokasi Memori Komputer

PENDAHULUAN MODUL I. 1 Teori Graph Pendahuluan Aswad 2013 Blog: 1.

Analogi Pembunuhan Berantai Sebagai Graf Dalam Investigasi Kasus

Graf. Matematika Diskrit. Materi ke-5

Aplikasi Kombinatorial dan Peluang Diskrit dalam Permainan Dadu Cee-Lo

Pertemuan 11. Teori Graf

Peluang Aturan Perkalian, Permutasi, dan Kombinasi dalam Pemecahan Masalah Ruang Sampel Suatu Percobaan Peluang Suatu Kejadian dan Penafsirannya

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sebuah graf G didefinisikan sebagai pasangan himpunan (V,E), dengan V

Graf dan Pengambilan Rencana Hidup

BAB 2 GRAF PRIMITIF. 2.1 Definisi Graf

Aplikasi Pewarnaan Graf Pada Pengaturan Warna Lampu Lalu Lintas

Aplikasi Graf pada Hand Gestures Recognition

BAB II LANDASAN TEORI

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

II. LANDASAN TEORI. Ide Leonard Euler di tahun 1736 untuk menyelesaikan masalah jembatan

Penggunaan Graf Semi-Hamilton untuk Memecahkan Puzzle The Hands of Time pada Permainan Final Fantasy XIII-2

PELUANG. Permutasi dengan beberapa elemen yang sama: Dari n obyek terdapat n

L/O/G/O KOMBINATORIK. By : ILHAM SAIFUDIN

BAB II LANDASAN TEORI

Bab 11 PELUANG. Contoh : 5! = = 120

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan beberapa konsep dasar dalam teori graf dan teknik

OPERASI PADA GRAF FUZZY

BAB 2 LANDASAN TEORI

PENENTUAN ANGGOTA KELAS RAMSEY MINIMAL UNTUK PASANGAN (2K 2, C 4 )

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORITIS

= himpunan tidak-kosong dan berhingga dari simpul-simpul (vertices) = himpunan sisi (edges) yang menghubungkan sepasang simpul

HAND OUT MATA KULIAH TEORI GRAF (MT 424) JILID SATU. Oleh: Kartika Yulianti, S.Pd., M.Si.

Pengaplikasian Graf dalam Pendewasaan Diri

II. TINJAUAN PUSTAKA. Graf G adalah suatu struktur (V,E) dengan V(G) = {v 1, v 2, v 3,.., v n } himpunan

Algoritma Prim sebagai Maze Generation Algorithm

Aplikasi Pewarnaan Graf pada Penjadwalan Pertandingan Olahraga Sistem Setengah Kompetisi

Penerapan Kombinatorial dan Peluang Diskrit dalam Double Down Pada BlackJack

Menyelesaikan Topological Sort Menggunakan Directed Acyclic Graph

Probabilitas dan Statistika Ruang Sampel. Adam Hendra Brata

Gugus dan Kombinatorika

ANALISIS JARINGAN LISTRIK DI PERUMAHAN JEMBER PERMAI DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA PRIM

II. TINJAUAN PUSTAKA. disebut vertex, sedangkan E(G) (mungkin kosong) adalah himpunan tak terurut dari

INF-104 Matematika Diskrit

Penerapan Travelling Salesman Problem dalam Penentuan Rute Pesawat

MEMBANDINGKAN KEMANGKUSAN ALGORITMA PRIM DAN ALGORITMA KRUSKAL DALAM PEMECAHAN MASALAH POHON MERENTANG MINIMUM

Kode MK/ Matematika Diskrit

Pertemuan 14. Kombinatorial

Kombinatorial. Oleh: Panca Mudjirahardjo. Definisi dan tujuan. Kombinatorial adalah cabang matematika yang mempelajari pengaturan objek-objek

PELABELAN GRACEFUL SISI BERARAH PADA GRAF GABUNGAN GRAF SIKEL DAN GRAF STAR. Putri Octafiani 1, R. Heri Soelistyo U 2

Penggunaan Algoritma Dijkstra dalam Penentuan Lintasan Terpendek Graf

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

Graf Sosial Aplikasi Graf dalam Pemetaan Sosial

8/29/2014. Kode MK/ Nama MK. Matematika Diskrit 2 8/29/2014

BAB I PENDAHULUAN. dari suatu graf G disebut himpunan titik G, dinotasikan dengan V(G) dan

Penerapan Pohon Keputusan pada Penerimaan Karyawan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Diktat Algoritma dan Struktur Data 2

Transkripsi:

BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa konsep dasar seperti teorema dan beberapa definisi yang akan penulis gunakan sebagai landasan berpikir dalam melakukan penelitian ini sehingga mempermudah penulis untuk menunjang pencarian rumus untuk menghitung subgraf dari suatu graf. Adapun konsep dasar yang dimaksud adalah yang berkaitan dengan penelitian ini seperti definisi dan konsep dasar graf, jenis jenis graf, kaidah kaidah dasar menghitung, serta mengenai konsep permutasi dan kombinasi. 2.1 Definisi dan Konsep Dasar Graf Suatu graf adalah sebuah objek matematika yang terdiri dari: (1) Himpunan titik titik tak kosong V yang unsur unsurnya disebut titik atau verteks, dan (2) himpunan garis E yang menghubungkan verteks verteks dan disebut rusuk (edge). Dengan perkataan lain, suatu graf adalah sebuah himpunan berhingga yang terdiri dari verteks dan rusuk yang setiap ujung rusuk tersebut menghubungkan verteks verteks. Suatu graf dapat ditulis sebagai G (V,E) atau graf G saja. Verteks verteks dalam graf G ditulis dengan huruf kecil seperti u, v, atau v i, v j. Rusuk rusuk dalam graf G dapat dipresentasikan sebagai e 1,e 2,e 3,,e n. Suatu rusuk dapat juga ditulis sebagai sebuah pasangan verteks verteks ujung seperti (v 1,v 2 ), (v 2,v 3,),,(v i,v j ). Jika e = (v i,v j ) E (G) maka v i dan v j disebut verteks bertetangga (adjacent vertices), maksudnya adalah apabila 2 buah verteks dihubungkan oleh sebuah rusuk maka kedua verteks itu disebut bertetangga. Jika rusuk e i dan e j keduanya bertemu pada satu verteks yang sama maka kedua rusuk itu disebut rusuk terhubung (incident edges). Selain itu pada verteks bertetangga (adjacent vertices) v i dan v j yang dihubungkan oleh rusuk e maka rusuk e dikatakan terhubung (incident)

pada v i dan v j, dan begitu juga sebaliknya v i dan v j dikatakan terhubung (incident) pada e. Contoh 2.1.1 : Berikut adalah contoh graf G (6,10), yaitu graf dengan 6 verteks dan 10 rusuk. Himpunan verteksnya adalah V = {v 1, v 2, v 3, v 4, v 5, v 6 } dan himpunan rusuknya adalah E = {e 1, e 2, e 3, e 4, e 5, e 6, e 7, e 8, e 9, e 10 } = {(v 2, v 3 ),( v 2, v 3 ),( v 2, v 5 ), (v 3, v 4 ),( v 1, v 1 ),( v 1, v 4 ),( v 4, v 4 ),( v 4, v 6 ),( v 5, v 6 ),(v 5, v 6 )}. Jika A adalah himpunan dua verteks yang bertetangga (adjacent vertices) v i dan v j maka A = {(v i, v j )} = {(v 2, v 3 ),( v 2, v 3 ),( v 2, v 5 ),( v 3, v 4 ),( v 1, v 1 ),( v 1, v 4 ),( v 4, v 4 )( v 4, v 6 ),( v 5, v 6 ),(v 5, v 6 )} Hal ini menunjukkan bahwa v 2 bertetangga dengan v 3, v 2 bertetangga dengan v 5, dan seterusnya seperti yang ditunjukkan oleh unsur unsur di himpunan A. Namun v 1 tidak bertetangga dengan v 2 karena tidak ada rusuk yang menghubungkan kedua verteks tersebut, begitu juga yang terjadi dengan verteks verteks lainnya jika tidak ada rusuk yang menghubungkan mereka. Selain itu dapat pula dikatakan bahwa e 1 terhubung (incident) pada v 2 dan v 3, sebaliknya juga v 2 dan v 3 terhubung (incident) pada e 1. Selanjutnya apabila himpunan I adalah himpunan rusuk rusuk terhubung (incident edges) e i,e j,e k, maka I = {(e 1,e 2,e 3 ),( e 1,e 2,e 4 ),(e 3,e 9,e 10 ),( e 4,e 6,e 7,e 8 ), ( e 5,e 6 ),( e 8,e 9,e 10 )}. Pada himpunan I ditunjukkan bahwa rusuk rusuk yang saling terhubung pada satu verteks bisa saja lebih dari dua rusuk. e 1 v 2 e 5 e 2 e 3 v 3 v 1 e 6 e 4 v 6 e 8 v 4 e 9 e 7 e 10 v 5 Gambar 2.1 : Graf dengan 6 verteks dan 10 rusuk

2.2 Jenis-Jenis Graf Pada dasarnya setiap peristiwa di alam nyata dapat dipresentasikan dalam bentuk graf. Hal ini mengakibatkan setiap orang dapat menggambar bermacam macam graf yang dia perlukan bergantung pada situasi ataupun kegiatan yang dia lakukan. Adapun secara umum graf dapat digolongkan kepada beberapa jenis yaitu dapat berdasarkan jenis rusuknya, ataupun dapat juga digolongkan berdasarkan ada atau tidaknya arah pada rusuk dari graf tersebut. Berdasarkan jenis rusuknya maka graf dibagi kepada 2 jenis yaitu graf sederhana (simple graph) dan graf tak sederhana (unsimple graph). Adapun graf sederhana adalah graf yang tidak mengandung gelang (loop) maupun rusuk ganda (multiple edge). Gelang (loop) adalah suatu rusuk yang terhubung (incident) dari suatu verteks dan kembali lagi ke verteks yang sama, atau dengan kata lain rusuk tersebut terhubung (incidents) dengan verteks tunggal saja serta dinotasikan menjadi e = ( v i, v i ). Sedangkan rusuk ganda (multiple edge) adalah beberapa buah rusuk yang terhubung (incident) pada pasangan verteks yang sama, atau dengan kata lain kedua verteks tersebut terhubung (incident) pada lebih dari satu rusuk. Kemudian graf tak sederhana adalah graf yang mengandung rusuk ganda dan dapat saja juga mengandung gelang. Adapun graf tak sederhana dapat dibagi 2 yaitu graf ganda (multi graph) dan graf semu (pseudo graph). Graf ganda adalah graf yang memiliki rusuk ganda tanpa memiliki gelang. Sedangkan graf semu adalah graf yang memiliki gelang dan bisa juga sekalian memiliki rusuk ganda atau hanya memiliki gelang tanpa rusuk ganda. Contoh 2.2.1 : Berikut adalah contoh graf sederhana G (5,5) v 1 e 1 e 2 e 3 e 5 v 2 e 4 v 3 v 4 v 5 Gambar 2.2 : Graf sederhana dengan 5 verteks dan 5 rusuk

Contoh 2.2.2 : Berikut adalah contoh graf ganda G (6,9) e 1 v 1 v 2 e 2 v 3 v 4 e 5 e 3 e 4 e 7 e 8 e 9 e 6 v 5 v 6 Gambar 2.3 : Graf ganda dengan 6 verteks dan 9 rusuk Pada gambar graf 2.3 di atas, rusuk ganda diperlihatkan oleh pasangan rusuk (e 1, e 3 ), (e 4, e 5 ), dan (e 8, e 9 ). Dengan adanya rusuk ganda di dalam graf tersebut menunjukkan bahwa graf itu adalah graf ganda. Contoh 2.2.3 : Berikut adalah contoh graf semu G (8,12) v 1 e 1 v 2 e 2 e 3 e 4 e 5 e 6 e 7 e 8 v 3 v 4 v 5 v 6 e 9 e 10 e 11 v 7 v 8 e 12 Gambar 2.4 : Graf semu dengan 8 verteks dan 12 rusuk Pada gambar graf 2.4 di atas, gelang diperlihatkan oleh rusuk e 11 dan e 12. Pada graf semu di atas juga terdapat rusuk ganda yaitu pasangan rusuk (e 4, e 5 ), namun suatu graf dikatakan graf semu tidak harus memiliki juga rusuk ganda melainkan graf tersebut minimal harus ada memiliki 1 gelang sehingga apabila suatu graf semu tidak memiliki rusuk ganda namun memiliki gelang maka graf tersebut tetap dinamakan

graf semu. Dengan adanya gelang di dalam graf tersebut menunjukkan bahwa graf itu adalah graf semu. Selanjutnya berdasarkan ada atau tidaknya arah pada rusuk, maka graf dapat terbagi 2 yaitu graf tak berarah (undirected graph) dan graf berarah (directed graph) yang biasa disebut juga digraf. Graf tak berarah adalah graf yang setiap rusuknya tidak memiliki arah sehingga setiap rusuknya hanya digambarkan berupa garis saja tanpa ada penunjuk arah. Adapun contoh dari graf tak berarah adalah seperti graf pada gambar 2.2, 2.3, dan 2.4. Sedangkan graf berarah adalah graf yang setiap rusuknya memiliki arah tertentu sehingga rusuk rusuknya digambarkan berupa garis beserta tanda panah sebagai penunjuk arah tertentu. Contoh 2.2.4 : Berikut adalah contoh graf berarah G (6,13) v 1 e 1 e 2 e 3 e 8 v 3 e 5 e 7 e 4 v 4 e 9 v 2 e 11 e 6 e 10 e 12 v 5 e 13 v 6 Gambar 2.5 : Graf berarah dengan 6 verteks dan 13 rusuk 2.3 Kaidah Kaidah Dasar Menghitung Materi pembahasan dalam bidang matematika diskrit dan kombinatorial biasanya dimulai dari pembahasan mengenai kaidah kaidah dasar dalam menghitung. Adapun kaidah dasar ini terbagi 2 yaitu kaidah penjumlahan (rule of sum) dan kaidah perkalian (rule of product). Di dalam percobaan percobaan ataupun aplikasi aplikasi matematika yang berhubungan dengan matematika diskrit baik yang sederhana maupun yang kompleks maka kedua kaidah ini sering dipakai untuk mencari solusi

dalam menghitung banyaknya jumlah kemungkinan dari percobaan tersebut. Jadi misalnya pada percobaan memasukkan sebuah kelereng ke dalam sebuah kantung, percobaan memasukkan beberapa kelereng ke dalam beberapa kantung, memilih wakil dari beberapa kelompok mahasiswa, memasang taruhan pada lomba pacuan kuda, percobaan melemparkan sekeping koin, percobaan menggulirkan sepasang dadu, membagi kartu pada permainan poker, dan masih banyak lagi percobaan percobaan matematika lainnya. 2.3.1 Kaidah Penjumlahan (Rule of Sum) Ketika melakukan suatu percobaan matematika, bisa saja unsur unsur di dalam percobaan tersebut tidak saling memiliki hubungan. Dalam terminologi Himpunan, unsur unsur tersebut dapat dianggap sebagai unsur unsur yang tidak beririsan (intersection) ataupun tidak memiliki unsur bersama. Pada situasi inilah Kaidah Penjumlahan dipakai untuk menghitung banyaknya jumlah kemungkinan dari percobaan tersebut. Secara sederhana Kaidah Penjumlahan (rule of sum) dapat didefinisikan sebagai cara menghitung jumlah total kemungkinan dari cara suatu pekerjaan itu dilakukan yang melibatkan beberapa unsur kegiatan yang tidak saling berhubungan / tidak beririsan sedemikian hingga jumlah total dari kemungkinan kemungkinan tersebut adalah penjumlahan dari setiap kemungkinan dari setiap unsur. Misalkan suatu pekerjaan mempunyai m cara untuk melakukannya dan sebuah pekerjaan lainnya mempunyai n cara untuk melakukannya. Jika kedua pekerjaan itu tidak dapat dilakukan secara bersamaan ataupun juga tidak bisa dilakukan secara berturut yang berarti harus dipilih salah satu dan meninggalkan yang lainnya, maka total keseluruhan cara untuk melakukan pekerjaan itu adalah sebanyak m + n cara. Contoh 2.3.1 : Berikut adalah contoh persoalan yang memakai Kaidah Penjumlahan dalam penyelesaiannya :

Ada 2 cara untuk pergi dari Jakarta ke Pontianak, yaitu dengan menggunakan kapal terbang atau kapal laut. Untuk kapal terbang ada 4 penerbangan, sedangkan kapal laut ada 3 kapal. Ada berapa banyak cara untuk bepergian dari Jakarta ke Pontianak? Jawaban : Karena cara bepergian dari Jakarta ke Pontianak dengan kapal terbang atau kapal laut adalah merupakan dua hal yang terpisah sehingga harus dipilih salah satunya saja. Maka total banyaknya cara untuk bepergian dari Jakarta ke Pontianak adalah sebanyak 4 + 3 = 7 cara. Yaitu dalam persoalan ini dipakailah Kaidah Penjumlahan untuk penyelesaiannya. (Budhi, 2003:145) 2.3.2 Kaidah Perkalian (Rule of Product) Ketika melakukan suatu pekerjaan, adakalanya pekerjaan tersebut memiliki beberapa tahap pengerjaan. Dalam hal ini tahap tahap pengerjaan tersebut adalah saling lepas yaitu tidak saling bergantung/tidak mempengaruhi satu sama lain. Pada situasi seperti inilah Kaidah Perkalian dipakai untuk menghitung banyaknya jumlah total kemungkinan dari urutan tahapan tahapan pekerjaan itu. Secara sederhana Kaidah Perkalian (rule of product) dapat didefinisikan sebagai cara menghitung jumlah total kemungkinan dari kemungkinan kemungkinan urutan urutan pengerjaan dari suatu pekerjaan yang memiliki tahapan tahapan di dalam pengerjaannya. Misalkan suatu pekerjan dapat dilakukan dengan 2 tahap pengerjaan yang saling lepas, tahap pertama memiliki m cara pengerjaan sedangkan tahap kedua memiliki n cara pengerjaan. Maka pekerjaan tersebut dapat dilakukan dengan total kemungkinan kemungkinan urutan tahapan pengerjaannya adalah sebanyak m.n cara. Contoh 2.3.2 : Berikut adalah contoh persoalan yang memakai Kaidah Perkalian dalam penyelesaiannya :

Misalkan seseorang akan pergi dari kota A ke kota C dan harus melalui kota B. Dari kota A menuju ke kota B terdapat 3 jalan, dan dari kota B menuju ke kota C terdapat 2 jalan. Ada berapa banyak kemungkinan cara untuk pergi dari kota A ke kota C melalui kota B? Jawaban : Persoalan ini adalah mengenai suatu pekerjaan yang dilakukan secara bertahap yaitu di soal ini ada 2 tahapan. Tahapan pertama adalah memilih jalan dari kota A ke kota B, kemudian dilanjutkan dengan tahapan kedua yaitu memilih jalan dari kota B ke kota C. Maka pertama sekali hal yang harus dilakukan adalah memilih jalan dari kota A ke kota B, adapun pilihan jalan dari kota B ke kota C tidak tergantung pada pilihan jalan dari kota A ke kota B yang berarti keduanya saling lepas. Dengan demikian Kaidah Perkalian dapat diterapkan pada persoalan ini. Maka menurut Kaidah Perkalian, banyaknya kemungkinan cara perjalanan dari kota A ke kota C melalui kota B adalah sebanyak 3 2 = 6 cara. Apabila jalanan dari kota A ke kota B diberi lambang a, b, c sedangkan jalanan dari kota B ke kota C diberi lambang 1 dan 2. Maka pemilihan jalanan ini adalah sama halnya dengan memasangkan lambang lambang tadi yaitu a1, a2, b1, b2, c1, c2 yang dapat dihitung berjumlah 6 cara pemilihan jalan. (Budhi, 2003:149-150) 2.4 Permutasi dan Kombinasi Ada beberapa ide dan pemikiran matematika yang dapat dikembangkan dari Kaidah Kaidah Dasar Menghitung. Beberapa diantaranya adalah yang berkaitan erat dengan Kaidah Perkalian yaitu Permutasi dan Kombinasi. Adapun konsep Kombinasi didapat dari pengembangan konsep Permutasi. Secara sederhana Permutasi dapat didefinisikan sebagai penyusunan n unsur yang berbeda menjadi berbagai bentuk / ukuran susunan dengan memperhatikan urutan unsur unsur pada susunan tersebut. Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa urutan unsur unsur di setiap susunan tersebut adalah penting untuk diperhatikan dan tidak boleh diabaikan sehingga apabila ada beberapa susunan yang

seluruh unsur unsurnya sama namun urutannya berbeda maka susunan susunan tersebut tetap dianggap berbeda satu sama lain. Contoh 2.4.1 : Berikut adalah contoh persoalan yang memakai konsep Permutasi dalam penyelesaiannya : Misalkan ada 3 angka 5, 6, dan 7. Berapakah jumlah susunan yang dapat dibentuk dari 3 unsur angka tersebut dimana setiap susunan juga terdiri dari 3 angka serta tanpa pengulangan unsur? Jawaban : Karena unsur unsur dari susunan tersebut berupa angka angka maka tentu dapat dipahami bahwa urutan adalah hal yang penting dan tidak bisa diabaikan di dalam susunan itu karena tentunya 657 dengan 576 adalah dianggap susunan yang berbeda meskipun seluruh unsur unsurnya adalah sama. Maka di dalam persoalan ini dapat diterapkan konsep Permutasi untuk menyelesaikannya, selain juga dipakai Kaidah Perkalian. Untuk urutan pertama ada 3 kemungkinan unsur, untuk urutan kedua ada 2 kemungkinan unsur karena satu unsur telah dipakai di urutan pertama serta karena tidak boleh ada pengulangan unsur, terakhir untuk urutan ketiga ada 1 kemungkinan unsur. Dengan memakai Kaidah Perkalian maka total kemungkinan susunannya adalah 3 2 1 = 6 macam susunan. Adapun susunan tersebut adalah 567, 576, 657, 675, 756, 765. Selanjutnya karena persoalan ini adalah persoalan Permutasi dimana urutan unsur adalah faktor yang penting, maka jawaban ini adalah benar. Pada contoh 2.4.1 di atas diketahui bahwa terdapat 3 unsur yang kemudian disusun menjadi beberapa susunan yang masing masing susunan tersebut terdiri dari 3 unsur juga tanpa pengulangan unsur. Hal ini berarti contoh 2.4.1 menunjukkan mengenai suatu n unsur yang disusun menjadi susunan susunan yang masing masing susunan tersebut terdiri dari sebanyak n unsur juga, atau dengan kata lain n unsur yang berbeda dipermutasikan kepada n unsur juga. Lalu bagaimana jika dari n unsur disusun menjadi susunan-susunan yang terdiri kurang dari n unsur? Katakanlah jika dari n unsur akan dibentuk beberapa susunan yang masing masing susunannya terdiri dari r unsur, dimana 1 r n.

Contoh 2.4.2 : Di dalam suatu kelas terdapat 10 orang siswa yang dicalonkan untuk menjadi ketua kelas, wakil ketua kelas, sekretaris, dan bendahara. Ada berapakah semua susunan yang mungkin untuk jabatan jabatan tersebut dimana setiap siswa dari 10 orang itu tidak boleh menduduki dua jabatan sekaligus? Jawaban : Untuk menjawab persoalan ini maka perlu disusun dulu jumlah kemungkinan dari masing masing jabatan. Adapun susunannya adalah : Jabatan : Ketua Kelas Wakil Ketua Sekretaris Bendahara Jumlah Kemungkinan : 10 9 8 7 Masing masing jabatan jumlah kemungkinannya berkurang 1 dari jumlah sebelumnya karena tidak boleh ada seorang siswa yang merangkap lebih dari satu jabatan sehingga ketika seseorang sudah terpilih untuk suatu jabatan maka pada pemilihan jabatan yang lain dia tidak diikut sertakan. Selanjutnya karena persoalan ini pada dasarnya adalah mengenai suatu pekerjaan yang bertingkat tingkat yaitu pekerjaan yang dilakukan bertahap dimana tahap pertama adalah pemilihan ketua kelas selanjutnya tahap kedua adalah pemilihan wakilnya dan begitu seterusnya, maka jelaslah bahwa persoalan ini dapat diselesaikan dengan Kaidah Perkalian. Maka jumlah total semua susunan yang mungkin untuk jabatan jabatan tersebut adalah 10 9 8 7 = 5040 kemungkinan susunan. Apabila contoh 2.4.2 diperhatikan dengan seksama, maka dapat diketahui bahwa persoalan pada contoh tersebut adalah suatu persoalan Permutasi. Hal ini karena pada persoalan tersebut salah satu unsur yang penting dan tidak dapat diabaikan adalah urutan unsur unsur dalam susunan tersebut yaitu urutan pertama untuk ketua kelas kemudian urutan kedua untuk wakilnya dan seterusnya. Tentu saja pada suatu susunan tertentu dimana seorang siswa berada di urutan ke-3 yaitu menjadi sekretaris dengan apabila di kemungkinan susunan lainnya siswa yang sama tersebut berada di urutan ke-2 yaitu menjadi wakil ketua kelas, maka tentu saja susunan susunan tersebut akan dianggap berbeda walaupun mungkin seluruhnya dari keempat orang siswa yang

terpilih tersebut adalah kumpulan siswa yang sama di susunan susunan tersebut. Sehingga apabila merujuk pada konsep Permutasi maka persoalan di contoh 2.4.2 adalah persoalan Permutasi dari 10 unsur yang berbeda kepada 4 unsur. Maka berdasarkan hasil yang telah didapat sebelumnya, hasil tersebut dapat diolah menjadi sebagai berikut : 10 9 8 7 = 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 6 5 4 3 2 1 = 10! 6! = 10! (10 4)! Dari hasil ini dapat diketahui bahwa permutasi dari 10 unsur kepada 4 unsur dapat dituliskan menjadi 10!. Apabila hasil ini diperumum maka menunjukkan (10 4)! bahwa permutasi dari n unsur yang berbeda kepada r unsur adalah n! (n r)!, dengan n! merupakan notasi untuk n faktorial yang didefinisikan dengan : 0! = 1 n! = n.(n - 1).(n - 2)..(3).(2).(1), untuk n 1. Dari definisi ini maka bisa diketahu bahwa 1! = 1, 2! = 2.1 = 2, 3! = 3.2.1 = 6, 4! = 4.3.2.1 = 24, dan seterusnya. Secara umum, jika ada n unsur yang dinotasikan a 1, a 2, a 3,, a n, dan ada sebuah bilangan asli r dengan 1 r n, maka berdasarkan Kaidah Perkalian, banyaknya jumlah susunan permutasi berukuran r unsur yang diambil dari n unsur adalah : n (n 1) (n 2) (n r + 1 ) = urutan I urutan II urutan III urutan ke r n (n 1) (n 2) (n r + 1 ) n r n r 1 (3)(2)(1) n r n r 1 (3)(2)(1) = n! (n r)!. Kemudian Permutasi dari n unsur kepada r unsur dinotasikan dengan P (n,r) dimana 0 r n. Pada contoh 2.4.2, permutasinya dinotasikan P(10,4) = 10! = 10! (10 4)! 6!

= 10 9 8 7 6! 6! = 10 9 8 7 = 5040. Sehingga secara umum, banyaknya Permutasi n unsur yang berbeda kepada r unsur dinotasikan dengan P (n,r) = n! (n r)! Selanjutnya, konsep Kombinasi dapat didefinisikan sebagai penyusunan n unsur yang berbeda menjadi berbagai bentuk/ukuran susunan tanpa memperhatikan urutan unsur unsur pada susunan itu. Dari definisi ini dapat dipahami bahwa pada Kombinasi, urutan unsur adalah hal yang tidak penting sehingga dapat diabaikan. Hal yang dapat membedakan antara suatu susunan dengan susunan lainnya adalah hanya unsur unsur pada susunan itu sedangkan apabila semua unsur unsur dari beberapa susunan adalah sama maka susunan susunan itu dianggap sama walaupun mungkin urutan unsur unsur antara satu susunan dengan susunan lainnya berbeda. Secara umum, banyaknya Kombinasi n unsur yang berbeda kepada r unsur dinotasikan dengan C (n, r) = P (n,r) r! = n! r! (n r)! Contoh 2.4.3 : Di dalam suatu kelas terdapat 10 orang siswa yang akan dipilih sebanyak 4 orang untuk diutus menjadi peserta olimpiade matematika. Ada berapakah semua susunan yang mungkin untuk keempat peserta tersebut? Jawaban : Untuk menjawab persoalan ini maka perlu disusun dulu jumlah kemungkinan dari keempat peserta yang akan dipilih. Adapun susunannya adalah : 10 siswa 9 siswa 8 siswa 7 siswa urutan I urutan II urutan III urutan IV

Persoalan ini sekilas mirip dengan persoalan Permutasi pada contoh 2.4.2, namun persoalan ini adalah persoalan yang berbeda karena merupakan soal Kombinasi karena pada persoalan ini susunan unsur unsur menjadi tidak penting dan dapat diabaikan. Dengan pengabaian ini maka susunan susunan yang keseluruhan unsur unsurnya sama maka susunan susunan tersebut dianggap sama. Maka jumlah kemungkinan susunan Kombinasi ini adalah C (10,4) = kemungkinan susunan. P (10,4) 4! = 10! 4! (10 4)! = 10! 4! 6! = 210 Teorema 2.1 Andaikan x dan y adalah variabel variabel dan n adalah bilangan bulat positif, maka : (x + y) n = C (n, 0)x 0 y n + C (n, 1)x 1 y n 1 + C (n, 2)x 2 y n 2 + + C (n, n 1)x n 1 y 1 + C (n, n)x n y 0 n = n k xk y n k (Grimaldi, 1985:14) k=0 Selanjutnya apabila pada teorema binomial diatas dimasukkan nilai nilai x = 1 dan y = 1 maka akan menghasilkan : (x + y) n = C (n, 0)1 0 1 n + C (n, 1)1 1 1 n 1 + C (n, 2)1 2 1 n 2 + + C (n, n 1)1 n 1 1 1 + C (n, n)1 n 1 0 = C (n, 0). 1.1 + C (n, 1). 1.1 + C (n, 2). 1.1 + + C (n, n 1). 1.1 + C (n, n). 1.1 = C (n, 0) + C (n, 1) + C (n, 2) + + C (n, n 1) + C (n, n) n = k=0 C (n, k) = (1 + 1) n = 2 n (Budhi, 2003:221) Atau persamaan tersebut secara sederhana dapat ditulis : n k=0 C (n, k) = C (n, 0) + C (n, 1) + C (n, 2) + + C (n, n 1) + C (n, n) = 2 n