BAB II KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS. 1. Berat Badan Pasien Schizofrenia dengan Gizi Kurang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V PEMBAHASAN. seseorang saat ini. Menurut Depkes untuk memudahkan penyelenggaraan terapi diet

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental. Tingkat. lampau, bahkan jauh sebelum masa itu (Budiyanto, 2002).

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi dari makanan diet khusus selama dirawat di rumah sakit (Altmatsier,

BAB I KONSEP DASAR. menderita deferensiasi murni. Anak yang dengan defisiensi protein. dan Nelson membuat sinonim Malnutrisi Energi Protein dengan

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

Fungsi Makanan Dalam Perawatan Orang Sakit

BAB I PENDAHULUAN. atrofi otot karena kurang bergerak. Atrofi (penyusutan) otot menyebabkan otot

BAB I PENDAHULUAN. pada macam pembedahan dan jenis penyakit penyerta.

BAB I PENDAHULUAN. TB Paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh. Mycobacterium tuberculosis, yaitu kuman aerob yang mudah mati dan

BAB I PENDAHULUAN. Schizophrenia adalah penyakit otak yang timbul akibat. normal. Sering kali diikuti dengan delusi (keyakinan yang salah) dan

BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Gambaran Umum RS Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta

BAB 1 PENDAHULUAN. penunjang medik yang merupakan sub sistem dalam sistem pelayanan. mempunyai peranan penting dalam mempercepat tercapainya tingkat

GIZI KESEHATAN MASYARAKAT. Dr. TRI NISWATI UTAMI, M.Kes

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

OLEH : KELOMPOK 5 WASLIFOUR GLORYA DAELI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PROSES ASUHAN GIZI TERSTANDAR (PAGT) INSTALASI GIZI RSU HAJI SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Penyelenggaraan kegiatan pelayanan gizi di Rumah Sakit, pada dasarnya terdiri dari kegiatan pengadaan makanan,

BAB II LANDASAN TEORI

METODE PENELITIAN. Populasi penelitian = 51 orang. 21 orang keluar. Kriteria inklusi. 30 orang responden. Gambar 2 Cara penarikan contoh

BAB 1 PENDAHULUAN. setelah pembedahan tergantung pada jenis pembedahan dan jenis. dilupakan, padahal pasien memerlukan penambahan kalori akibat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI. Agus Yohena Zondha (2010), membahas mengenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 : PENDAHULUAN. dijadikan sebagai contoh bagi masyarakat dalam kehidupan sehari hari. Makanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


BAB 1 PENDAHULUAN. dari persentase pria dan wanita dari penduduk lanjut usia berdasarkan estimasi


BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Esti Nurwanti, S.Gz., Dietisien., MPH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID


BAB I PENDAHULUAN. Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, secara

BAB 1 PENDAHULUAN. setelah dikonsumsi mengalami proses pencernaan di dalam alat pencernaan.

BAB I PENDAHULUAN. kaum lanjut usia, namun juga telah diderita usia dewasa bahkan usia remaja.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pedoman umum mengacu pada prinsip gizi seimbang: tumpeng gizi seimbang (TGS) Gizi seimbang bertujuan mencegah permasalahan gizi ganda Bentuk pedoman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, masih ditemukan berbagai masalah ganda di bidang kesehatan. Disatu sisi masih ditemukan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. berupaya untuk mencapai pemulihan penderita dalam waktu singkat. Upayaupaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. proses-proses kehidupan (Soenarjo, 2000). Menurut Soenarjo (2000), Nutrisi

BAB I PENDAHULUAN. gejala, yang akan berkelanjutan pada organ target, seperti stroke (untuk otak),

BAB 1 PENDAHULUAN. yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk

B A B II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan manusia bekerja secara maksimal (Moehji, 2009).

METODE PENELITIAN. Keterangan: N = besar populasi n = besar subyek d 2 = tingkat kepercayaan / ketepatan yang diinginkan (0.1) n = 1 + N (d 2 )

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

BAB I PENDAHULUAN. adanya kenaikan gula darah (hiperglikemia) kronik. Masalah DM, baik aspek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan.

PENGERTIAN DAN JENIS MAKANAN. Rizqie Auliana


METODE PENELITIAN. n =

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perdarahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Anak yang sehat semakin bertambah umur semakin bertambah tinggi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Malnutrisi merupakan salah satu permasalahan yang banyak dialami

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Status nutrisi adalah kondisi kesehatan yang dipengaruhi oleh asupan dan

BAB I PENDAHULUAN. kemasan merupakan hal yang penting dan diperlukan oleh konsumen, terutama bagi konsumen dengan kondisi medis tertentu yang

BAB I PENDAHULUAN. masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun),

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 sebesar 34 per kelahiran hidup.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare adalah salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian pada

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan kecerdasan anak. Pembentukan kecerdasan pada masa usia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan mulai dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipengaruhi oleh konsumsi makanan dan absorpsi yang diukur dari berat dan

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan gizi ruang rawat inap adalah rangkaian kegiatan mulai dari

PENATALAKSANAAN DIIT PADA HIV/AIDS. Susilowati, SKM, MKM.

PENGARUH KOMPETENSI BIDAN DI DESA DALAM MANAJEMEN KASUS GIZI BURUK ANAK BALITA TERHADAP PEMULIHAN KASUS DI KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2008 ARTIKEL

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 400 per kematian (WHO, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

A. Asuhan nutrisi pada pasien HIV Aids

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan anggaran belanja, pengadaan bahan makanan, penerimaan. pencatatan, pelaporan serta evaluasi (PGRS, 2013).

BAB VI PEMBAHASAN. subyek penelitian di atas 1 tahun dilakukan berdasarkan rekomendasi untuk. pemberian madu sampai usia 12 bulan.

Transkripsi:

BAB II KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS A. Kerangka Teori 1. Berat Badan Pasien Schizofrenia dengan Gizi Kurang 1.1.Berat Badan Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitive terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat badan adalah ukuran antropometri yang sangat labil. Mengingat karakteristik berat badan yang labil, maka dapat menggambarkan status gizi seseorang saat ini (current nutritional status). 3 Berat badan dipergunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizi, kecuali terdapat kelainan klinis seperti dehidrasi, asites, edema dan adanya tumor. Di samping itu pula berat badan dipergunakan sebagai dasar perhitungan dosis obat dan makanan. 3. Penimbangan berat badan adalah pengukuran antropometri yang umum digunakan dan merupakan kunci yang memberi petunjuk nyata dari perkembangan tubuh yang baik maupun yang buruk 4. Berat badan merupakan ukuran yang paling 20

baik mengenai konsumsi energi, protein dan merupakan suatu pencerminan dari kondisi yang sedang berlangsung 4. Hal-hal yang harus diperhatikan jika berat badan sebagai salah satu kriteria menentukan keadaan gizi seseorang adalah : Berat badan harus dimonitor untuk memberikan informasi yang memungknkan intervensi gizi preventif secara dini (dan intervensi guna mengatasi kecenderungan penurunan/penambahan berat yang tidak dikehendaki). Berat badan harus dievaluasi dalam konteks riwayat berat badan, baik gaya hidup maupun status berat badan yang terakhir 12. IMT ( Indeks Massa Tubuh ) merupakan sarana untuk mengukur resiko penyakit kronis 12. 1.2. Pasien Schizophrenia Pasien schizophrenia adalah pasien dengan deskripsi suatu sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted). Kesadaran yang jernih (clear 21

conciousness) dan kemampuan intelektual tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian. Schizophrenia merupakan penyakit otak kronis berat yang dapat melumpuhkan kerja otak. Kira-kira 1% penduduk terjangkiti schizophrenia selama jangka waktu hidup mereka. Orang dengan schizophrenia dapat berbicara yang tidak masuk akal, dapat duduk selama berjam-jam tanpa bergerak atau banyak bicara, atau dapat terlihat baik-baik saja sampai mereka mengatakan apa yang sebenarnya mereka pikirkan. Kebanyakan orang dengan schizophrenia memiliki kesulitan dalam bekerja atau mengurusi diri mereka sendiri, beban pada keluarga dan masyarakat menjadi cukup signifikan. Perawatan yang tersedia dapat melepaskan banyak dari gejala-gejala gangguan ini, namun kebanyakan orang yang mengalami schizophrenia harus tetap mengalami gangguan yang tersisa sepanjang hidup mereka. 1.3. Gizi Kurang Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang 1. Status gizi baik atau status gizi optimal terjaadi bila tubuh memperoleh cukup zatzat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan serta kesehatan secara umum pada tingkat setingggi mungkin 1. 22

Gizi kurang adalah keadaan kekurangan berat badan yang disebabkan oleh kurang gizi karena rendahnya konsumsi energi dalam makanan seharihari 3. Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi essensial 1. Klasifikasi gizi kurang pada pasien rawat inap berdasarkan penyebabnya terbagi menjadi dua yaitu primer dan sekunder. Penyebab primer gizi kurang adalah karena asupan zat gizi yang tidak adekuat sedangkan penyebab sekunder gizi kurang adalah penyakit yang dapat mempengaruhi asupan makanan, meningkatnya kebutuhan, perubahan metabolisme dan malabsorbsi. 6 Klasifikasi gizi kurang berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT dihitung dengan pembagian berat badan (dalam kg) oleh tinggi badan (dalam m) pangkat dua 12. Berat badan (kg) IMT = Tinggi badan 2 (m) Batas ambang IMT pada orang dewasa ditentukan dengan merujuk pada FAO/WHO. Batas ambang IMT Indonesia adalah sebagai berikut : 23

Tabel 2.1 Batas Ambang IMT Indonesia Status Gizi Kategori IMT Kurang Status gizi kurang tingkat berat Status gizi kurang tingkat ringan <17,0 17,0 18,5 Normal > 18,5 25.0 Lebih Status gizi lebih tingkat ringan Status gizi lebih tingkat berat > 25,0 27,0 > 27,0 Sumber : Direktorat Bina Gizi Masyarakat DepKes RI Tahun 1994 1.4. Akibat Gizi Kurang Manusia membutuhkan energi untuk mempertahankan hidup, menunjang pertumbuhan dan melakukan aktifitas fisik. Energi diperoleh dari karbohidarat 68.6 %, lemak 20.6%, sedangkan protein sebesar 10.8%. Hal ini diperoleh dari Biro Pusat Statistik Tahun 1996, sedangkan WHO (1990) menganjurkan rata-rata konsumsi energi makanan sehari adalah 10-15% berasal dari protein, 15-30% dari lemak dan 55-75% dari karbohidrat 9. Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin 1. Akibat kurang gizi terhadap proses tubuh 24

tergantung pada zat-zat gizi apa yang kurang. Kekurangan gizi secara umum (makanan kurang dalam kuantitas dan kualitas) menyebabkan gangguan pada proses-proses : Produksi Tenaga Kekurangan energi berasal dari makanan, menyebabkan seseorang kekurangan tenaga untuk bergerak, bekerja dan melakukan aktivitas. Orang menjadi malas, merasa lelah, dan produktifitas kerja menurun. Pertahanan Tubuh Daya tahan terhadap tekanan atau stress menurun. Sistem imunitas dan antibody berkurang, sehingga orang mudah terkena infeksi seperti pilek, batuk dan diare. Struktur dan fungsi Otak Kurang gizi pada usia muda dapat berpengaruh terhadap perkembangan mental, dengan demikian kemampuan berpikir berkurang. Kekurangan gizi dapat berakibat terganggunya fungsi otak secara permanen. Perilaku Baik anak-anak maupun dewasa yang kurang gizi menunjukkan perilaku tidak tenang. Mereka mudah tersinggung, cengeng dan apatis 1. Dari keterangan di atas tampak, bahwa gizi yang baik merupakan modal bagi pengembangan sumber daya manusia. 1 25

2. Pemberian Makanan Tambahan 2.1 Asupan Makanan Pasien yang memerlukan dukungan gizi : Malnutrisi berat (dengan penurunan berat badan yang mencolok dan atrofi muskuler) Malutrisi sedang (berkurangnya masukkan makanan dalam bulan sebelumnya; parameter nutrisi yang rendah/normal-rendah) Status gizi normal/mendekati normal (tetapi menghadapi risiko KKP (Kekurangan Kalori Protein) akibat penyakit atau sakit yang ada dibaliknya dalam keadaan tanpa dukungan gizi) 20 Pemberian diet TKTP (Tinggi Kalori Tinggi Protein) pada pasien gizi kurang adalah langkah yang tepat. Tujuan pemberian diet TKTP ini adalah memberikan makanan secukupnya untuk memenuhi kebutuhan kalori dan protein yang bertambah guna mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan tubuh atau guna menambah berat badan hingga mencapai normal. Untuk memudahkan penyelenggaraan, makanan yang diperlukan untuk menambah konsumsi kalori dan protein ditambahkan pada makanan biasa berupa tambahan lauk dan susu. 2. 26

Berdasarkan analisis deskripsi terhadap perubahan BB pada pasien schizophrenia dengan gizi kurang pada setelah perlakuan 1 dan setelah perlakuan 2, sebanyak 34.8% pasien tidak mengalami kenaikan BB setalah diberikan perlakuan 1 sedangkan hanya 8.9 % pasien tidak mengalami kenaikkan BB setelah perlakuan. Dengan demikian diharapkan ada perbedaan BB yang signifikan setelah perlakuan 1 dan 2. Perencanaan ini dibuat untuk memenuhi kebutuhan pasien dengan memperhatikan beberapa hal seperti faktor : 1) Kebutuhan gizi sehingga membantu dan mempercepat penyembuhan. 2) Menyesuaikan dengan kebiasaan dan pola makan pasien termasuk makanan kesukaan dan makanan yang dipantang. 3) Keadaan sosial ekonomi (untuk perorangan). 4) Kemampuan rumah sakit 6. Dalam pelaksanaan asuhan gizi, penentuan terapi gizi pasien harus berpedoman pada tepat zat gizi (bahan makanan), tepat formula, tepat bentuk, tepat cara pemberian, serta tepat dosis dan waktu 7. 27

Dalam Nirwanawati (1997), perlu adanya aturan yang dipakai untuk memberikan makanan secara rasional yaitu : 1. Tepat Indikasi Perlu ditetapkan apakah pemberian makanan pada penderita secara oral, enteral atau parenteral. 2. Tepat Penderita Kedaaan penderita mempengaruhi tujuan, dosis, jenis makanan yang akan kita berikan. Misalnya bagi penderita penyakit ginjal atau hati perlu ditentukan pilihan jenis maupun dosis protein yang diberikan. 3. Tepat Gizi Misalnya penderita DM perlu diatur kalorinya sesuai dengan BB, TB maupun kondisi pasien pada saat itu. 4. Tepat Dosis Yang dimaksud adalah cara pemberian, tepat waktu dan lama pemberian 5. Waspada terhadap efek samping Efek samping yang terjadi pada makanan oral adalah alergi, sedangkan efek samping makanan enteral adalah kolik dan diare 18. 28

Setelah dokter menentukan diet pasien tersebut, ahli gizi akan mempelajari preskripsi diet dan bila sudah sesuai selanjutnya akan menterjemahkan ke dalam menu dan porsi makanan serta frekuensi makan yang akan diberikan. Cara pemberian dan bentuk makanan yang akan diberikan disesuaikan dengan kondisi pasien. Apabila dari preskripsi diet tersebut diperlukan penyesuaian, maka ahli gizi akan mengkonsultasikannya kepada dokter 4. Wewenang tertinggi dalam memberikan pelayanan pada pasien adalah pada dokter, jadi memberikan anjuran diet diperbolehkan sepanjang diketahui atau atas permintaan dokter. 9 2.2 Bentuk Makanan Tambahan Setiap individu mempunyai kemampuan yang berbeda dalam mencerna makanan. Oleh karena itu, seorang ahli gizi akan membantu pasien dalam memilih bahan makanan yang dianjurkan atau yang harus dibatasi 10. Selain itu hal yang perlu diperhatikan adalah bentuk makanan yang dapat diterima dan tidak memberatkan fungsi organ tubuh 7. Bentuk makanan yang biasa diberikan dalam asuhan gizi adalah bentuk makanan yang mengacu pada standar makanan rumah sakit dan standar makanan khusus. Standar makanan rumah sakit terdiri dari 5 macam, yaitu makanan biasa, makanan lunak, makanan saring, makanan cair dan makanan 29

lewat pipa. Dan untuk standar makanan khusus di antaranya adalah diet tinggi kalori tinggi protein, diet rendah kalori, diet rendah garam, dsb 2. nutrisi : Bila terdapat faktor-faktor dibawah ini perlu segera adanya dukungan 1. Masukan makanan yang tidak adekuat selama lebih dari 10 hari. 2. Berat badan turun lebih dari 10 % dalam waktu singkat. 3. Berat badan terakhir kurang dari 80 % dari berat badan ideal. 4. Kadar serum albumin kurang dari 3 gram 20. Dukungan gizi dapat diberikan dengan dua cara yaitu makanan enteral dan makanan parenteral. Makanan enteral merupakan pilihan utama bilamana fungsi gastro intestinal tidak terganggu, karena prosesnya berlangsung fisiologik 20. Makanan Enteral merupakan suatu metode pemberian makanan dalam bentuk cair melalui saluran cerna dengan tujuan meningkatkan keefektifan penyerapan zat gizi 22. Berdasarkan cara pemberiannya nutrisi enteral dapat diberikan melalui jalur oral maupun pipa. Dalam Warpadji Sarwono, dkk Istilah makanan enteral merupakan suatu metode pemberian dalam bentuk cair melalui saluran cerna. Jadi di dalamnya termasuk makanan normal 21. Menurut Iqbal Mustafa tahun 2003 dalam konsesus nutrisi enteral, makanan 30

enteral merupakan suatu metode pemberian makanan dalam bentuk cair melalui saluran cerna dengan tujuan meningkatkan keefektifan penyerapan zat gizi 21. Berdasarkan cara pemberiannya makanan enteral dapat diberikan melalui jalur oral maupun pipa 21. Beberapa persyaratan makanan enteral di antaranya adalah : 1. Memiliki kepadatan kalori tinggi (densitas) Agar dalam bentuk cair tetap memiliki kalori yang cukup maka harus memiliki kepadatan kalori tinggi, sehingga dengan volume yang tidak terlalu besar jumlah jumlah dapat dicapai. Kepadatan kalori yang ideal adalah 1 kkal/ml cairan 2. Kandungan zat gizinya seimbang Dalam jumlah minimal untuk kebutuhan sehari-hari harus mudah mengandung semua komponen zat gizi essensial seperti protein, asam amino, lemak, vitamin, elektrolit dan elemen lain yang memenuhi jumlah kebutuhan 3. Memelihara osmolaritas yang sama dengan osmolaritas cairan tubuh Jika osmolaritas makanan enteral tinggi, maka akan menimbulkan diare karena cairan tubuh akan ditarik masuk ke dalam lumen usus. Maka 31

agar tidak terjadi hal tersebut, osmolaritas makanan enteral idealnya adalah 300-400 mmol sesuai dengan osmolaritas cairan ekstraseluler. 4. Mudah diabsorbsi Bahan baku enteral, sebaiknya berasal dari komponen yang mudah diabsorbsi sehingga hanya memerlukan sedikit kegiatan pencernaan. 5. Dibuat hanya untuk 24 jam 21. Keuntungan makanan enteral : 1. Ekonomis 2. Memacu sekresi hormon pencernaan 3. Mencegah atrofi villi 4. Mencegah pertumbuhan bakteri dan translokasi bakteri 5. Tanpa resiko sepsis kateter dan flebitis Indikasi pemberian makanan enteral adalah pasien dengan gangguan intake lewat oral dan intake oral tidak mencukupi. 2.3. Asupan Makanan Tambahan Daya terima makanan adalah kesanggupan seseorang untuk menghabiskan makanan yang disajikan sesuai dengan kebutuhannya. 32

Beberapa faktor yang menyebabkan seseorang tidak menghabiskan makanan disajikan antara lain : 1. Faktor internal Faktor yang berasal dari dalam diri si penerima makanan sendiri seperti nafsu makan, kebiasaan makan dan rasa bosan. 2. Faktor eksternal Faktor makanan itu sendiri terutama menyangkut kualitas makanan yang terdiri dari cita rasa makanan (penampilan dan rasa makanan), waktu makan, jarak makan dan juga cara penyajian makanan 13. Menurut Sunita Almatsier dalam Ismayanti dalam gambaran daya terima makanan terhadap cita rasa makanan pada pasien rawat inap dewasa di perawatan kelas II RS Haji Jakarta, faktor-faktor yang mempengaruhi daya terima makanan yang disajikan antara lain adalah cita rasa makanan, faktor demografi (umur dan tingkat pendidikan) faktor lingkunngan dan selera makan 14. Berdasakan data yang diolah Direktorat Bina Gizi Masyarakat dari 107 RS Pemerintah dari berbagai kelas, 40% makanan yang disajikan baru dalam arti fisik saja. Hal ini merupakan tantangan bagi pelaksanaan pelayanan gizi di Rumah Sakit untuk dapat menyajikan makanan dengan baik. Dalam 33

penyelenggaraan makanan di Instalasi Gizi Rumah Sakit selalu dikaitkan dengan adanya sisa makanan 9. Sisa makanan adalah makanan yang tidak dimakan pasien. Dalam hal ini dapat dikategorikan menjadi dua yaitu waste dan plate waste. Waste adalah bahan makanan yang hilang yang tidak dapat diolah maupun tercecer. Sedangkan plate waste adalah makanan terbuang karena disajikan tetapi tidak dihabis dikonsumsi 13. Analisa sisa makanan adalah suatu hal yang menggambarkan daya terima pasien yang merupakan salah satu cara untuk mengevaluasi pelayanan gizi yang diberikan. Sisa makanan merupakan salah satu factor yang dapat dipakai untuk menilai pelayanan salah satu kegiatan yang dilakukan oleh pelayanan gizi rawat inap di suatu rumah sakit 5. Terjadinya sisa makanan yang tidak dihabiskan pasien kemungkinan karena porsi yang terlalu besar. Pasien yang tidak bisa menerima karena tidak punya selera makan atau sebab-sebab lain 13. Untuk menambah daya tarik makanan biasanya makanan disajikan dalam bentuk-bentuk tertentu. Bentuk yang serasi akan memberikan daya tarik tersendiri bagi setiap makanan yang disajikan 13. 34

Tujuan dari pengukuran sisa makanan adalah : 1. Mengetahui asupan makanan pasien yang dirawat. 2. Monitoring dan evaluasi asupan zat gizi sebagia acuan dalam pemberian obat yang dapat mempercepat masa penyembuhan 3. Evaluasi menu makanan yang disajikan rumah sakit 19. B. Kerangka Berfikir Dalam penelitian ini, kerangka berfikir yang peneliti gunakan adalah pengembangan dan penggabungan ini dianalisis melalui perbedaan berat badan dan daya terima makanan setelah diberikan makanan tambahan susu dan telur dalam bentuk modisko pada pasien schizophrenia di RS Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan (RSJSH) Perbedaaan penambahan berat badan pasien schizophrenia dengan status gizi kurang adalah perbedaan penambahan berat badan pasien schizophrenia dengan status gizi kurang setelah perlakuan 1 dan 2. Perbedaan rata-rata asupan makanan tambahan adalah perbedaan rata-rata jumlah makanan tambahan yang dikonsumsi oleh pasien schizophrenia dengan status gizi kurang baik pada pelakuan 1 dan 2. Salah satu intervensi untuk pasien dengan gizi kurang di RSJSH adalah dengan pemberian makanan tambahan berupa susu dan telur untuk meningkatkan berat badan pasien Selama ini susu dan telur disajikan dalam 35

bentuk terpisah. Artinya telur diolah dengan direbus dan susu bubuk putih 25 gr dengan gula pasir 15 gr dicampur ditambah air sehingga menjadi 200 cc susu. Dalam pemberiam intervensi tersebut kami menemukan kendala di antaranya adalah kondisi psikologis pasien dan sulitnya menambah berat badan pasien. Maka dari permasalahan di atas saya ingin mencoba merubah bentuk makanan tambahan susu dan telur yang pada awalnya terpisah menjadi bentuk modisko. Diharapkan makanan tambahan dalam bentuk ini dapat lebih diterima oleh pasien dan lebih efektif untuk meningkatkan berat badan pasien. Status gizi seseorang baik itu status gizi kurang maupun status gizi lebih disebabkan karena adanya gangguan gizi. Gangguan gizi disebabkan oleh factor primer atau sekunder. Faktor primer adalah bila susunan makanan seseorang salah dalam kuantitas dan atau kualitas yang dapat disebabkan oelah kemiskinan, kebiasaan makan yang salah. Faktor sekunder meliputi semua factor yang menyebabkan terganggunya pencernaan, faktor-faktor yang mempengaruhi absorbsi, metabolisme dan utilisasi zat gizi dan ekskresi. 36

C. Kerangka Konsep Infeksi Status Gizi Bentuk Makanan tambahan Asupan Makanan Tambahan Berat Badan Keterangan : = Variabel yang diteliti = Variabel yang tidak diteliti 37

SKEMA ALUR PENELITIAN Bentuk 1 Tanpa Perlakuan Bentuk 2 Susu + telur (terpisah) susu + telur (modisko) 7 hari 2 hari 7 hari BB1 BB2 BB3 BB4 Δ BB1 ΔBB2 D. Hipotesis Penelitian 1. Ada perbedaan rata-rata penambahan berat badan pasien schizophrenia dengan status gizi kurang berdasarkan bentuk makanan di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta 2. Ada perbedaan rata-rata asupan makanan tambahan pasien schizophrenia dengan status gizi kurang berdasarkan bentuk makanan di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta 3. Ada perbedaan rata-rata penambahan berat badan pasien schizophrenia dengan status gizi kurang berdasarkan asupan makanan tambahan di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta. 38