HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG )

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metoda

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai. Bahan dan Alat Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Unsur Hara Makro pada Serasah Daun Bambu. Unsur Hara Makro C N-total P 2 O 5 K 2 O Organik

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Sifat fisik. mikroorganisme karena suhu merupakan salah satu indikator dalam mengurai

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman.

III. BAHAN DAN METODE

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengamatan Perubahan Fisik. mengetahui bagaimana proses dekomposisi berjalan. Temperatur juga sangat

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kompos Cacing Tanah (CASTING)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Pengaruh Variasi Bobot Bulking Agent Terhadap Waktu Pengomposan Sampah Organik Rumah Makan

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian. pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman sawi

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengujian fisik

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Perubahan Fisik. dapat digunakan sebagai tolak ukur kinerja dekomposisi, disamping itu juga untuk

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. tersebut serta tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Sudiarto,

II. TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tahap 1. Pengomposan Awal. Pengomposan awal diamati setiap tiga hari sekali selama dua minggu.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Seiring dengan bertambahnya penduduk dan meningkatnya kesejahteraan. penduduk, kebutuhan akan pangan dan sayuran segar juga terus meningkat.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEMBUATAN KOMPOS DARI AMPAS TAHU DENGAN ACTIVATOR STARDEC

TINJAUAN PUSTAKA. Kompos. sampah dapur, sampah kota dan lain-lain dan pada umumnya mempunyai hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktifitas. banyak populasi jasad mikro (fungi) dalam tanah (Lubis, 2008).

JENIS DAN DOSIS AKTIVATOR PADA PEMBUATAN KOMPOS BERBAHAN BAKU MAKROALGA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada saat sekarang ini lahan pertanian semakin berkurang

I. PENDAHULUAN. Teknologi revolusi hijau di Indonesia digulirkan sejak tahun 1960 dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang

PERANGKAT UJI PUPUK ORGANIK (PUPO) (ORGANICFERTILIZER TEST KIT )

PEMBUATAN PUPUK ORGANIK

STUDI OPTIMASI TAKAKURA DENGAN PENAMBAHAN SEKAM DAN BEKATUL

KAJIAN KEPUSTAKAAN. diduga tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Merkel, 1981). Limbah

KAJIAN KEPUSTAKAAN. apabila diterapkan akan meningkatkan kesuburan tanah, hasil panen yang baik,

TINJAUAN PUSTAKA II.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SKRIPSI. Disusun Oleh: Angga Wisnu H Endy Wisaksono P Dosen Pembimbing :

I. PENDAHULUAN. bagi perekonomian Indonesia. Pada tahun 2012 luas perkebunan kakao di

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan

PEMBUATAN KOMPOS DENGAN MENGGUNAKAN LIMBAH PADAT ORGANIK (SAMPAH SAYURAN DAN AMPAS TEBU)

I. PENDAHULUAN. pupuk tersebut, maka pencarian pupuk alternatif lain seperti penggunaan pupuk

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae.

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu:

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kompos Ampas Aren. tanaman jagung manis. Analisis kompos ampas aren yang diamati yakni ph,

P e r u n j u k T e k n i s PENDAHULUAN

PEMBUATAN KOMPOS DENGAN MOL LIMBAH ORGANIK Dini Rohmawati Jurdik Kimia, FMIPA UNY

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007).

PENGOMPOSAN JERAMI. Edisi Mei 2013 No.3508 Tahun XLIII. Badan Litbang Pertanian

Pupuk Organik dari Limbah Organik Sampah Rumah Tangga

MATERI DAN METODE. Materi

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari pertanian organik itu sendiri diantaranya untuk menghasilkan produk

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

Elysa Dwi Oktaviana Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Sri Rachmania Juliastuti, M. Eng. Ir. Nuniek Hendrianie, MT L/O/G/O

PENDAHULUAN. Sedangkan pads Bokashi Arang Sekam setelah disimpan selama 4 minggu C/N rationya sebesar 20.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 6. BAHAN ORGANIK DAN ORGANISME TANAH

PEMANFAATAN LIMBAH LUMPUR (SLUDGE) WASTEWATER TREATMENT PLANT PT.X SEBAGAI BAHAN BAKU KOMPOS

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bahan-bahan organik yang dibuat menjadi pupuk cair memiliki

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Berat Total Limbah Kandang Ternak Marmot. Tabel 3. Pengamatan berat total limbah kandang ternak marmot

Pembuatan Kompos Limbah Organik Pertanian dengan Promi

TINJAUAN PUSTAKA. A. Salak Pondoh. Menurut data dari Badan Pusat Stastistik tahun (2004) populasi tanaman

I. PENDAHULUAN. kebutuhan unsur hara tanaman. Dibanding pupuk organik, pupuk kimia pada

PENDAHULUAN. Buah melon (Cucumis melo L.) adalah tanaman buah yang mempunyai nilai

HASIL DAN PEMBAHASAN. selanjutnya diaplikasikan pada tanaman jagung manis (Zea Mays Saccharata

Pengaruh Nutrisi Terhadap Pertumbuhan Tanaman

CARA MEMBUAT KOMPOS OLEH: SUPRAYITNO THL-TBPP BP3K KECAMATAN WONOTIRTO

PENDAHULUAN. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas,

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kompos Kulit Buah Jarak Pagar

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERBEDAAN FISIK DAN KIMIA KOMPOS DAUN YANG MENGGUNAKAN BIOAKTIVATOR MOL DAN EM 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

PUPUK KANDANG MK : PUPUK DAN TEKNOLOGI PEMUPUKAN SMT : GANJIL 2011/2011

S U N A R D I A

PENGARUH WAKTU FERMENTASI DAN PENAMBAHAN AKTIVATOR BMF BIOFAD TERHADAP KUALITAS PUPUK ORGANIK

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 4. METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Hasil Analisis Kandungan Karbohidrat Kulit Talas Kimpul

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. KARAKTERISTIK BAHAN BAKU

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGGUNAAN EM-4 DALAM PENGOMPOSAN LIMBAH TEH PADAT

TINJAUAN PUSTAKA. yang baik yaitu : sebagai tempat unsur hara, harus dapat memegang air yang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

23 HASIL DAN PEMBAHASAN KarakteristikBahan Kompos Karakteristik kompos yang dihasilkan tergantung kepada jenis dan komposisi bahan organik yang dikomposkan, proses pengomposan dan tingkat kematangan kompos.bahan yang dikomposkan terdiri dari jerami padi, sampah pasar, kotoran sapi, kotoran sapi segar, dolomit, SP36, dan larutan gula merah. Kotoran sapi segar digunakan sebagai sumber bakteri pendegradasi selulosa dan sumber nitrogenbagi mikroorganisme dengan karakteristik tertera pada Tabel 4. Jerami padi yang dikomposkan mempunyai C/N rasio yang tinggi yaitu 43,77%. Kandungan C-organik yang tinggi pada jerami dapat dimanfaatkan oleh mikroba sebagai sumber karbon dan energi, dan kandungan nitrogenpada kotoran sapi dapat digunakan untuk sintesis protein (Isroi, 2004). Tabel 4. Karakteristik kotoran sapi, jerami dan sampah pasar Jenis Analisis Kotoran Sapi Segar Jerami Padi Sampah Pasar C-organik (%) 45.17 47.24 30.78 N % 1.18 1.08 1.95 C/N 38.28 43.77 15.78* Total fungi (koloni) 6.55 x 10 4 - - Total mikroba(koloni) 3.05 x 10 11 - - *Keterangan: Bahan tidak langsung dianalisis Kadar air bahan awal sampah pasar menunjukkan nilai sebesar 294,2% dan 505,5%.Tingginya kadar air pada sampah pasar dikarenakan banyak mengandung buah dan sayuran yang busuk sehingga banyak mengandung air. Menurut Indriani (2002), kadar air pada proses pengomposan harus dipertahankan sekitar 60%. Kadar air yang kurang dari 60% akan menyebabkan aktivitas mikrorganisme terhambat atau berhenti sama sekali, sedangkan bila lebih dari 60% akan menyebakan kondisi anaerob. Dengan kadar air sebesar 294,2% dan 505,5% maka bahan kompos perlu diangin-anginkan terlebih dahulu sehingga akan diperoleh kondisi optimum, kadar air 60% dicirikan dengan bahan terasa basah bila diremas tetapi air tidak menetes. Untuk bahan awal jerami, nilai

kadarair jauh lebih kecil dari sampah pasar yaitu sebesar 22.035% dan 22.035%.Nilai ini tidak memenuhi standar kondisi pengomposan yang ideal sebesar 60%. Untuk itu, pada penelitian ini penambahan bahan campuran kotoran sapi segar dan penyiraman dapat memenuhi kebutuhan kadar air ideal dan menjaga kelembaban selama proses pengomposan. 24 Proses Pengomposan Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap pertama perombakan bahan organik (tahap aktif) dan tahap kedua merupakan tahap pematangan kompos. Pada tahap pertama, mikroorganisme hadir dalam bahan kompos secara cepat dan menyebabkan suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat, hal ini dikarenakan terjadinya penguraian bahan organik yang sangat aktif selama tahap-tahap awal proses pengomposan, dimana oksigen dan senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh mikroba untuk mendekomposisi bahan kompos menjadi CO 2, uap air dan panas sehingga temperatur kompos meningkat. Bakteri mesofilik (mirkoorganisme yang dapat hidup pada temperatur 10-45 o C) berperan dalam memperkecil ukuran partikel bahan organik sehingga luas permukaan bahan bertambah dan mempercepat proses pengomposan.selanjutnya, bakteri termofilik(mikroorganisme yang dapat hidup pada tempratur 45-60 o C) muncul dalam tumpukan bahan kompos menggantikan mikroba mesofilik dan berperan dalam mengkonsumsi karbohidrat dan protein sehingga bahan kompos dapat terdegradasi dengan cepat. Kemudian proses dekomposisi mulai melambat dan temperatur puncak dicapai. Setelah temperatur puncak terlewati, tumpukan mencapai kestabilan, dimana bahan lebih mudah terdekomposisikan. Tahap kedua yaitu pematangan dimana suhu kompos mulai turun.pada tahap ini, jumlah mikroorganisme termofilik berkurang karena bahan makanan bagi mikroorganisme ini juga berkurang, Hal ini mengakibatkan organisme mesofilik mulai beraktivitas kembali. Organisme mesofilik tersebut akan merombak selulosa dan hemiselulosa yang tersisa dari proses sebelumnya menjadi gula yang lebih sederhana, tetapi kemampuanya tidak sebaik organisme termofilik. Bahan yang telah didekomposisi menurun jumlahnya dan panas yang

dilepaskan relatif kecil.pada penelitian ini,perubahan temperatur kompos variasi A, B, C, D sudah mengikuti tahap penghangatan, temperatur puncak, pendinginan dan pematangan (Gaur, 1980). Berdasarkan pengamatan suhu yang dilakukan, pada awal pengomposan temperatur kompos bergerak naik dengan cepat dan mencapai temperatur puncak (Gambar 2). Pada awal proses pengomposan terjadi peningkatan suhu dan pencapaian suhu maksimum (pada minggu pertama pengomposan), kemudian mengalami perubahan selama proses pengomposan hingga temperatur menurun sampai pada akhir proses pengomposan. Fluktuasi suhu selama proses pengomposan adalah sebagai berikut: 25 suhu ( 0 C) 60 50 40 30 20 10 0 A B C D 2 3 4 8 12 16 20 22 27 waktu (hari) Gambar 2.Fluktuasi suhu pada proses pengomposan Kompos Amencapai suhu optimum pada 47 C, kompos B dan kompos C mencapai suhu optimum pada 48 C dan kompos mencapai suhu optimum pada 45 C, pada suhu tersebut aktivitas bakteri termofilik berada pada suhu optimum yaitu 40-50 C (Asngat dan Suparti, 2005). Suhu optimum pada semua kompos dicapai pada awal pengomposan yaitu pada hari ke tiga dan hari ke empat (Gambar 2).Peningkatan temperatur tersebut karena pada awal pengomposan makanan mikroba dari bahan organik masih tersedia banyak dan jumlah yang terdekomposisi masih sedikit sehingga pertumbuhan dan aktifitas mikroba perombak sangat intensif. Aktivitas mikroorganisme dalam mendekomposisikan bahan organik dengan oksigen menghasilkan energi dalam bentuk panas, CO 2 dan uap air. Panas yang ditimbulkan akan tersimpan dalam tumpukan, sementara

26 bagian permukaan terpakai untuk penguapan. Panas yang terperangkap dalam tumpukan akan menaikan suhu tumpukan. Kemudian aktifitas mikroba menurun diiringi dengan penurunan temperatur timbunan sampai pada akhir proses pengomposan (Sinukaban, 2005). Setelah suhu optimum tercapai maka suhu akan berangsur turun karena aktivitas mikroba untuk mendekomposisikan bahan semakin berkurang hingga suhunya menurun. Penurunan suhu pada semua kompos terjadi pada minggu terakhir pengomposan.rata-rata suhu pada akhir pengomposan berkisar antara 40-34 C.Fase tersebut disebut fase pendinginan dan kemudian kompos matang siap dipanen. Pada proses pengomposan dilakukan pembalikan timbunan kompos, hal ini bertujuan untuk mengatur aerasi. Pada proses dekomposisi, oksigen harus tersedia cukup di dalam tumpukan, jika aerasi terhambat maka akan terjadi proses anaerob yang akan menghasillkan bau tidak sedap. Tabel 5.Nilai rataan ph kompos Kompos ph A 6.9 C 7.4 B 7.0 D 7.0 Tabel5 menunjukkan bahwa nilai ph pada semua kompos netral. Nilai ph untuk komposdengan bahan awal jerami padi terendah pada kompos A dan tertinggi yaitu pada kompos C. Untuk kompos dengan bahan awal sampah pasar yang terendah pada kompos B dan tertinggi pada kompos D. Tingginya nilai ph pada kompos C dan D diduga karena pengaruh pemberian dolomit yang lebih besar dibandingkan dengan kompos B dan A yaitu sebesar 10% (7 kg). KarakteristikKompos Selama proses pengomposan terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan. Setelah proses pengomposan, berat bahan yang dikomposkan mengalami penyusutan yang berarti kompos telah matang. Kompos yang dihasilkan adalah kompos yang lolos pada ayakan 2 dan 4 mm, sedangkan yang tertinggal merupakan sisa bahan yang tidak terkomposkan misalnya plastik, akar dari

27 sampah sayur, dan sisa kotoran sapi serta jerami atau sampah kota yang tidak terdekomposisi. Berat bahan yang hilang adalah gas-gas hasil penguraian oleh mikroba yang terbuang ke udara, misalnya amonia dan uap air sehingga menyebabkan berat bahan akhir menjadi berkurang. Terlihat bahwa penyusutan bahan kompos terbesar terjadi pada kompos dengan bahan awal sampah pasar yaitu kompos D dan kompos Bdan penyusutan bahan kompos terkecil pada komposa dan kompos C (Tabel 6). Hal ini, dikarenakan bahan kompos jerami memiliki rasio C/N yang tinggi dan kandungan selulosa serta lignin yang tinggi. Bahan organik yang mempunyai rasio C/N tinggi, menyebabkan mikroba akan kekurangan nitrogen sebagai sumber makanan sehingga proses dekomposisinya akan berjalan lambat, sebaliknya jika rasio C/N rendah maka akan kehilangan nitrogen karena penguapan selama proses perombakan berlangsung (Isroi, 2004). Selanjutnya menurut Nuraini (2009) semakin tinggi kandungan selulose dan lignin bahan dasar kompos, maka semakin besar nilai C/N rasionya sehingga akan semakin sulit didekomposisi. Sebaliknya semakin rendah kandungan selulose dan lignin maka semakin mudah didekomposisi, sehingga proses dekomposisi dapat berlangsung semakin cepat. Tingginya penyusutan pada kompos sampah pasar dikarenakan bahan yang terkandung didalamnya memiliki kadar air yang tinggi seperti sayuran dan buahbuahan. Tabel 6. Penyusutan Bahan setelah Pengomposan Kompos BKM bahan kompos (Kg) Berat kompos yang terbentuk (Kg) BKM Kompos yang terbentuk (Kg) Berat yang tidak menjadi kompos (Kg) Penyusutan bahan (%) KA kompos setelah di ayak (%) A 70 57.5 31.08 0 44.40 85 C 70 65 28.26 0 40.37 130.13 B 70 60.5 38.29 1.7 54.70 58.12 D 70 65 48.50 2.5 69.29 34.18 Reduksi bahan kompos pada masing-masing perlakuan dikarenakan pada saat proses pengomposan terjadi perombakan bahan bahan kompos oleh sejumlah mikroorganisme yang mana mikroorganisme-mikroorganisme tersebut merubah bahan bahan kompos yang berupa bahan organik (jerami dan sampah kota) menjadi produk metabolisme berupa karbondioksida (CO 2 ), air (H 2 O), humus dan

28 energi. Proses dekomposisi secara umum dapat dituliskan dalam reaksi berikut ini (Gaur, 1980): Bahan organik + CO 2 + H 2 O + Humus + Hara Kondisi fisik kompos merupakan keadaan kompos yang dapat dilihat secara langsung dilapangan.pada penelitian ini, bentuk akhir kompos matang pada semua perlakuan berbentuk remah remah dan hancur.bau dari kompos matang tidak berbau dan warna kompos coklat kehitam hitaman.wujud fisik kompos matang pada penelitian ini sesuai dengan pendapat Budihardjo (2006), bahwa wujud fisik kompos matang hancur dan tidak menyerupai bentuk aslinya, tidak berbau, dan warna kompos gelap coklat kehitaman menyerupai tanah hutan atau pertanian. Tabel 7.Kadar air dan bobot isi kompos Kompos Ka jenuh (%) KAKL (%) BI(g/cm 3 ) A 248.09 45.60 0.22 C 250.37 42.56 0.29 B 268.38 39.98 0.15 D 280.46 69.91 0.36 Keterangan: KA jenuh rata-rata, KAKL: Kadar Air Kapasitas Lapang, BI: Bobot Isi Tabel 7 menunjukkan bahwa kadar air jenuh rata-rata semua perlakuan tergolong tinggi dengan urutan dari tinggi ke rendah berturut-turut yaitu kompos D, B, C dan A.Kadar air jenuh tertinggi terdapat pada kompos sampah pasar yaitu pada perlakuan kompos D (Tabel 7). Hal ini disebabkan karena, bahan kompos sampah kota mempunyai rasio C/N (15.78)yang lebih kecil dari jerami sehingga bahan organik yang telah matang mempunyai kemampuan menyimpan air menjadi lebih tinggi. Bahan organik, terutama yang telah menjadi humus dengan nisbah C/N 20 dan dengan kadar C-organik yang tinggi dapat menyerap air 2 sampai 4 kali lipat dari bobotnya (Nuraini, 2009). Bobot isi kompos tergolong rendah yaitu 0,36 pada kompos D, 0,29 pada kompos C, 0,22 pada kompos A dan 0.15 pada kompos B. Nilai bobot isi dan kadar air kapasitas lapang pada semua kompos sesuai dengan pendapat Suhardjo et al (1993) dimana, sifat bahan organik yang baik (terutama yang telah menjadi kompos) adalah bersifat gembur, berbobot

isi rendah dan kadar air tinggi sehingga akan meningkatkan kelembaban tanah dan menstabilkan temperatur serta meningkatkan aktivitas mikroorganisme di dalam tanah. Kandungan C-organik kompos tergolong tinggi yaitu berurutan 28.7 % (kompos C), 27.7 % (kompos A), 26 % (kompos B), dan 25.7 % (kompos D) (Table 8).Tingginya nilai C-organik pada semua kompos, disebabkan karena adanya pengaruh dari kandungan C-organik dari bahan awal kompos yang tinggi yaitu 47.24%pada jerami dan 30.78% pada sampah pasar. Kadar unsur hara makro N, P, K dan Mg pada kompos C dan D lebih rendah dibandingkan dengan kompos A dan B. Akan tetapi nilai kandungan hara makro Ca pada kompos C dan kompos D lebih tinggi dari pada kompos A dan kompos B yaitu sebesar 1,16% dan 3,16% (Tabel 8). Tingginya kandungan hara Ca dan Mg tersebut disebabkan karena adanya pengaruh perbedaan pemberian dosis dolomit pada kompos C dan D yaitu sebesar 10% (7 kg) sedangkan kompos A dan B yang hanya sebesar 5% (3,5 kg). 29 Tabel 8. Kandunganhara makro dan mikro kompos Kompos Unsur Hara Makro (%) Unsur Hara Mikro (ppm) C-organik N-total P-total K Ca Mg Fe Cu Mn Zn A 27.7 0.61 0.49 0.57 0.67 0.49 137 26.0 64.25 108.5 C 28.7 0.5 0.54 0.47 1.16 0.42 54 19.8 47 131 B 26.0 0.78 0.51 0.58 1.25 0.53 139 33.5 56.25 84.75 D 25.7 0.55 0.51 0.49 3.16 0.41 83 22.8 30.75 86.75 Nitrogen dan fosfor dibutuhkan mikroba untuk metabolisme dan pertumbuhannya. Dari Tabel 8dapat dilihat bahwa nilai N-total dan P-total pada semua kompos sudah memenuhi standar SNI 19-7030-2004 (Badan Standardisasi Nasional, 2004) yaitu berkisar antara 0.50 % sampai dengan 0,8% untuk nilai kandungan hara N dan 0,4 % sampai dengan 0,5 % untuk kandungan hara P.Adanya kandungan hara N dan P pada kompos karena adanya pengaruh penambahan kotoran sapi dan pupuk SP36. Kotoran sapi mempunyai kandungan

N, P dan K yang tinggi sebagai pupuk kompos sehingga dapat digunakan sebagai sumber unsur hara bagi tumbuhan dan memperbaiki struktur tanah menjadi lebih baik (Setiawan, 2002).Demikian pula kandungan Ndipengaruhi oleh kandungan N-total bahan dasar kompos yang cukup tinggi yaitu jerami sebesar 1,08% dan sampah kota sebesar 1,95 %. Jumlah N total tergantung pada jumlah dan jenis bahan organik. Semakin tinggi kadar N bahan organic,maka akan semakin mudah mengalami dekomposisi, dan menghasilkan kadar N-total kompos yang semakin tinggi pula.menurut Nuraini (2009) bahan organik yang mengalami dekomposisi menghasilkan nitrogen, sehingga kadar N-total kompos meningkat. 30 Kadar hara mikro (ppm) 160 140 120 100 80 60 40 20 0 A C B D Fe Cu Mn Zn Gambar 3.Kadar hara mikro dalam kompos Kadar hara mikro Cu terendah dan lebih rendah dibandingkan dengan hara Fe, Mn dan Zn yang terkandung didalam kompos (Gambar 3).Hal ini dikarenakan rendahnya kandungan hara Cu bahan awal kompos jerami padi dan sampah pasar dibandingkan dengan hara mikro lainnya (Tabel Lampiran 1).Kompos A dan B mempunyai kandungan hara Fe, Cu dan Mn yang lebih tinggi dibandingkan dengan kompos C dan D.Hal ini diduga karena adanya interaksi antara dolomit dengan bahan organik kompos. Perbedaan pemberian dosis dolomit yang lebih tinggi menyebabkan kelarutan Cu, Fe dan Mn yang terekstrak lebih rendah. Dalam hal ini, kompos C dan D dengan pemberian dosis dolomit yang lebih tinggi dibandingkan dengan kompos A dan B.

Jumlah populasi mikroorganisme berbeda untuk masing-masing jenis kompos.populasi fungi tertinggi terdapat pada kompos A yaitu 5,05 x 10 5 dan populasi bakteri tertinggi pada kompos C yaitu 4,45 x 10 11 (Tabel 9). Populasi mikroorganisme dan fungi tertinggi terdapat pada kompos yang berasal dari bahan jerami.hal ini dikarenakan, limbah jerami merupakan bahan kompos yang mengandung lignin dan selulosa yang tinggi dan termasuk bahan organik yang mempunyai C-organik yang tinggi (Balai Penelitian Tanah, 2005). Tingginya kandungan C-organik pada jerami, dapat menyuplai kebutuhan energi dan sumber karbon bagi fungi. Menurut Hadioetomo et al, (1986), fungi lebih banyak mendekomposisi bahan organik karena sifatnya yang heterotrof, yaitu organismeyang menggunakan senyawa organik sebagai sumber karbonnya. Dengan tersedianya C-organik yang tinggi pada limbah jerami padi maka fungi dapat berkembang biak dengan baik. 31 Tabel 9. Total fungi dan total bakteri kompos Kompos Total fungi (koloni) Total bakteri (koloni) A 5.05 x 10 5 2.1 x 10 11 C 1.35 x 10 5 4.45 x 10 11 B 3.95 x 10 5 2.95 x 10 11 D 4.25 x 10 4 3.05 x 10 11 Karakteristik limbah jerami padi tersebut mendukung pertumbuhan fungi dan bakteri. Fungi dan bakteri merupakan mikroorganisme yang tidak berklorofil, sehingga menggantungkan kebutuhan akan energi dan karbonnya dari bahan organik (Soepardi, 1983). Mikroba menggunakan unsur C untuk mendapatkan energi dan memanfaatkan unsur N, P, dan K untuk pertumbuhan, metabolisme, dan reproduksinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan perombakan bahan organik adalah temperatur, tersedianya O 2, kelembaban, kandungan Ca dan ph, unsur-unsur anorganik, C/N ratio bahan, umur tanaman, dan kandungan lignin. Faktor-faktor ini mempengaruhi pertumbuhan dan metabolisme mikroba, dan akibatnya akan mempengaruhi kecepatan pelapukan sisa-sisa tanaman dan binatang ( Alexander, 1977).

Bervariasinya populasi mikroorganisme pada semua kompos diduga berkaitan dengan taraf berlangsungnya proses dekomposisi atau secara tidak langsung berkaitan dengan jumlah bahan organik yang masih tersedia. Semakin mendekati akhir dari proses dekomposisi bahan organik, umumnya ditandai dengan rendahnya kadar C-organik atau semakin kecilnya nilai nisbah C/N (Soepardi, 1983). Rendahnya kadar bahan organik karena telah terdekomposisi dan membebaskan CO 2, menyebabkan suplai energi untuk mikroorganisme yang berasal dari bahan organik semakin berkurang. Kondisi tersebut menyebabkan terjadinya proses seleksi terhadap populasi mikroorganisme yang ada. Artinya, mikroorganisme yang mampu berkompetisi akan tetap berkembang dengan memanfaatkan sumberbahan organik yang tersisa sampai bahan organik tersebut telah habis terdekomposisi. 32 Formulasi Soil Conditioner Hasil pengomposan disaring dengan ayakan2 mm dan 4 mm. Hasil saringan diperkaya dengan pupuk, cairan hasil ekstraksi kotoran kambing, dan Biochar.Dari hasil analisis kimia kompos diketahui bahwa kandungan unsur-unsur hara mikro kompos pada setiap perlakuan terutama unsur Fe, Mn dan Zn tinggi kecuali unsur Cu. Oleh karena itu, pengkayaan dengan pupuk hanya dilakukan dengan menambahkan pupuk Cu yaitu CuSO 4, cairan ekstraksi pupuk kandang, dan biochar pada setiap perlakuan. Soil conditioner diaplikasikan dalam bentuk curah dan briket.briket soil conditioner diperoleh dengan menambahkan bahan perekat (tepung tapioka) yang kemudian dicetak secara manual berbentuk kubus dengan ukuran 1x1x1 cm. Setelah dicetak dilakukan analisis fisik, kimia dan biologi. Bobot isi rata-rata Soil Conditioneryang dipadatkan dalam bentuk briket sebesar 0,64 g/cm 3. Sifat pembenah tanah yang berbobot isi rendah akan meningkatkan kelembaban tanah dan menstabilkan temperatur serta akan meningkatkan aktivitas mikroorganisme di dalam tanah (Suhardjo et al, 1993). Kadar air Soil Conditioner relatife kecil yaitu 8,27 % pada Soil Conditioner dengan formulasi A, 9,40 % pada Soil Conditioner formulasi B, 8,48 % pada Soil Conditioner formulasi C, dan 15,88 % pada Soil Conditioner dengan formulasi D.

Nilai kadar air semua jenis Soil Conditioner telah memenuhi standar persyaratan teknis pembenah tanah menurut SNI (BSN, 2004) sebesar 35% dengan kisaran ideal untuk pembenah tanah berbentuk granul 4-12 % dan berbentuk curah 13 20%. Kandungan unsur hara makroc, N, P, K, Ca, dan Mgpada Soil Conditioner B lebih tinggi dari Soil Conditioner A, C dan D. Begitu pula kandungan hara mikro Fe, Cu dan Zn kecuali hara Mn pada Soil Conditioner B lebih tinggi dibandingkan dengan Soil Conditioner yang lain (Tabel 10). Hal ini diduga karena adanya pengaruh kandungan hara makro dan mikro kompos yang digunakan pada formulasi B paling tinggi dibandingkan dengan tiga perlakuan lainnya (Tabel 8).Soil Conditioner D memiliki kandungan unsur hara makro terendah dibandingkan Soil Conditioner yang lain yaitu pada hara C, P, K, Ca dan Mg. Perbedaan kandungan hara pada kompos (Tabel 8) dengan Soil Conditioner (Tabel 10) disebabkan adanya pengaruh pengkayaan berupa biochar dan ekstraksi kotoran kambing.perubahan paling besar terjadi pada kandungan hara makro N-total dan Ca. Pada kompos, kandungan N-total rata-rata berkisar antara 0,49-0.54 % sedangkan pada Soil Conditioner berkisar antara 1,12-1,33 %. Tingginya kandungan N-total pada Soil Conditioner dikarenakan pengkayaan berupa ekstraksi kotoran kambing yang menyumbangkan hara makro N dalam jumlah yang besar (Tabel lampiran 3).Peningkatan kandungan hara makro Ca pada Soil Conditionerterjadi karena adanya pengkayaan berupa biochar. Biochar menyumbangkan hara Ca sebesar 3,79% (Tabel lampiran 3) sehingga meningkatkan kandungan hara Ca pada Soil Conditioner. 33 Tabel 10.Kandunganharamakro dan mikro Soil Conditioner Soil Conditioner Unsur Hara Makro (%) Unsur Hara Mikro (ppm) C-organik N-total P-total K Ca Mg Fe Cu Mn Zn A 25.37 1.13 0.59 0.73 2.56 0.62 1.52 19 83 134 C 24.91 1.12 0.42 0.86 2.4 0.6 1.42 23 68 296 B 31.82 1.33 0.66 0.89 2.72 0.78 2.22 26 76 346 D 22.51 1.15 0.38 0.67 2.2 0.58 1.92 25 198 308

Jumlah total fungi pada Soil Conditioner A lebih banyak Soil Conditioner lain yaitu 9.3 x 10 6 koloni.untuk total bakteri, pada Soil Conditioner D lebih banyak jumlah koloninya yaitu 5.05 x 10 11 koloni. Tingginya jumlah total bakteri pada Soil Conditioner D dan total fungi pada perlakuan A diduga karena adanya pengaruh dari bahan awal formulasi yang berupa sampah kota dan jerami. Jerami merupakan bahan berlignin tinggi dan fungi aktif sebagai agen dekomposisi lignin.menurut Alexander (1977) fungi terutama berperan pada awal dekomposisi serasah dan sebagai agen dekomposisi lignin yang dihasilkan.perbedaan jumlah koloni total fungi dan total bakteri antara Soil Conditioner dengan kompos dikarenakan pengkayaan berupa ekstraksi kotoran kambing yang diberikan pada formulasi Soil Conditioner sehingga meningkatkan jumlah koloni total fungi dan total bakteri. 34 Tabel 11.Total Fungi dan Total BakteriSoil Conditioner Soil Conditioner Total fungi (koloni) Total bakteri (koloni) A 9.3 x 10 6 3.95 x 10 11 C 2.05 x 10 5 4.95 x 10 11 B 1.95 x 10 6 4.85 x 10 11 D 2.05 x 10 5 5.05 x 10 11 Formulasi Soil Conditioner yang dibuat mempunyai karakteristik kimia, fisika dan biologi yang baik.oleh karena itu, penambahan Soil Conditioner ke dalam tanah dengan dosis yang optimal diharapkan mampu memperbaiki sifat fisika, kimia dan biologi tanah serta meningkatkan pertumbuhan dan produktifitas tanaman.