TINJAUAN PUSTAKA Tribolium castaneum (Herbst)

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tribolium castaneum Herbst.

TERHADAP FOSFIN DAN KERAGAAN RELATIF STRAIN RESISTEN

TINJAUAN PUSTAKA AIP + 3 H 2 O PH 3 + AI(OH) 3. Mg 3 P H 2 O 2 PH Mg(OH) 2

Respon Hama Lasioderma Serricorne terhadap Pemberian Fosfin Formulasi (Tablet dan Bags) pada Biji Pinang

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae)

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan komoditas strategis yang secara. kehidupan sebagian besar penduduk Indonesia, karena itu program peningkatan

TINJAUAN PUSTAKA. dengan ukuran 0,7 mm x 0,3 mm (Pracaya, 1991). Telur diletakkan di dalam butiran dengan

Alumni Peminatan Entomologi Kesehatan FKM UNDIP **) Staf Pengajar Peminatan Entomologi Kesehatan FKM UNDIP ***)

HUBUNGAN KONSENTRASI DAN WAKTU PEMAPARAN FUMIGAN FOSFIN TERHADAP MORTALITAS LARVA DAN IMAGO Tribolium castaneum (Herbst) (COLEOPTERA: TENEBRIONIDAE)

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Gudang Lasioderma serricorne (Coleoptera: Anobiidae)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. daerah tropika. Tumbuhan yang termasuk suku polong-polongan ini memiliki

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis beras tidak memberikan pengaruh

TINJAUAN PUSTAKA m dengan batang tegak lurus bergaris tengah 15 cm (Gambar 1).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : bulat dengan ukuran 0,7 mm x 0,3 mm (Pracaya, 1991). Seperti yang terlihat pada

TINJAUAN PUSTAKA. Permasalahan Hama Sitophilus zeamais. Arti Penting Hama

TINJAUAN PUSTAKA. imago memproduksi telur selama ± 3-5 bulan dengan jumlah telur butir.

TATACARA PELAKSANAAN FUMIGASI DENGAN FOSFIN

PENDAHULUAN. manusia. Di negara-negara Asia yang penduduknya padat, khususnya Bangladesh,

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Mortalitas. biopestisida berpengaruh nyata terhadap tingkat mortalitas Tribolium castaneum

HAMA DAN PENYAKIT PASCA PANEN

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang

HAMA DAN PENYAKIT BENIH Oleh: Eny Widajati

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah: warna putih (gelatin) yang merupakan salivanya, sehingga dari luar tidak

KEANEKARAGAMAN ARTHROPODA DI GUDANG BERAS

MODIFIKASI ATMOSFER DENGAN KONSENTRASI CO 2 TERHADAP PERKEMBANGAN Sitophilus zeamais SELAMA PENYIMPANAN JAGUNG

BAB I PENDAHULUAN. Lalat buah merupakan hama penting yang menyerang buah-buahan. Lalat

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

PENGARUH PERLAKUAN OVEN GELOMBANG PADA BERBAGAI TINGKATA DAYA DAN WAKTU TERHADAP MORTALITAS Tribolium castaneum Herbst DAN KANDUNGAN TEPUNG TAPIOKA

ANCAMAN Lasioderma serricorne PADA GUDANG TEMBAKAU

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus

PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI. Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian Resistensi

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Faktor Yang Berpengaruh. Mutu komoditas Metode pemanenan dan penanganannya Pendinginan awal (pre-cooling) Sanitasi ruangan penyimpanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gas seperti sulfur dioksida vulkanik, hidrogen sulfida, dan karbon monoksida selalu

IDENTIFIKASI SERANGGA YANG BERASOSIASI DENGAN BERAS DALAM SIMPANAN

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) diletakkan secara berkelompok dalam 2-3 baris (Gambar 1). Bentuk telur jorong

Modul 1: Peranan, Jenis, dan Faktor Berperan

STATUS RESISTENSI Tribolium castaneum HERBST DAN Araecerus fasciculatus DE GEER ASAL GUDANG BIJI KAKAO DI MAKASSAR SULAWESI SELATAN TERHADAP FOSFIN

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi dan siklus hiduptrichogramma spp. (Hymenoptera : Famili Trichogrammatidae merupakan parasitoid telur yang

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup lalat buah mengalami 4 stadia yaitu telur, larva, pupa dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Efektivitas Abu Sekam dan Minyak Goreng Pada Pengendalian Hama Gudang Kacang Hijau. Kardiyono

TINJAUAN PUSTAKA. Sorgum (Sorghum bicolor (L.))

Penyimpanan merupakan salah satu tahap penting karena pada periode tersebut bahan (padi) mengalami proses penurunan kualitas dan kuantitas.

II. TINJAUAN PUSTAKA. saat ini. Kedelai berasal dari Asia, diperkenalkan ke Amerika Utara, Eropa,

I. PENDAHULUAN. Tanaman lada (Piper nigrum L) merupakan salah satu komoditi ekspor.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Tikus

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae)

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) banyak ditanam di daerah beriklim panas

Program Studi Entomologi, Pasca Sarjana Universitas Sam Ratulangi, Kampus UNSRAT Manado * korespondensi:

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

TINJAUAN PUSTAKA Botani

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA

MATERI DAN PERUBAHANNYA. Kimia Kesehatan Kelas X semester 1

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae.

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Bioekologi Menochilus sexmaculatus

TINGKAT SERANGAN HAMA PBK PADA KAKAO DI WILAYAH PROPINSI JAWA TIMUR BULAN SEPTEMBER Oleh : Amini Kanthi Rahayu, SP dan Endang Hidayanti, SP

LIA RAMDEUNIA. Aktivitas Ekstrak Daun, Ranting dan Biji Suren (Toona sureni

Ir. Khalid. ToT Budidaya Kopi Arabika Gayo Secara Berkelanjutan, Pondok Gajah, 06 s/d 08 Maret Page 1 PENDAHULUAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan Tablet Effervescent Tepung Lidah Buaya. Tablet dibuat dalam lima formula, seperti terlihat pada Tabel 1,

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat

TINJAUAN PUSTAKA. Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk dibedakan menjadi 2 macam yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus Hidup dan Morfologi

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan daun,

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya.

TINJAUAN PUSTAKA. Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia

HASIL. Tabel 2 Jumlah imago lebah pekerja A. cerana yang keluar dari sel pupa. No. Hari ke- Koloni I Koloni II. (= kohort) Warna Σ mati Warna Σ Mati

Transkripsi:

4 TINJAUAN PUSTAKA Tribolium castaneum (Herbst) Serangga T. castaneum termasuk ordo Coleoptera dan famili Tenebronidae. Serangga ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola) yaitu perkembangannya melalui fase telur, larva, pupa, dan imago. Serangga ini merupakan hama sekunder yang bersifat kosmopolitan dan termasuk external feeder pada tepung dan serealia lain (Haines 1991). Menurut Munro (1966) dan Ress (2004), Tribolium spp. merupakan serangga yang paling banyak terdapat pada penyimpanan serealia. Tribolium castaneum merupakan salah satu spesies serangga hama penting di daerah tropika. Serangga ini merupakan hama yang paling banyak ditemukan di gudang penyimpanan biji-bijian serealia, khususnya pada produk olahan seperti tepung dan beras giling. Bahan pangan yang terserang berat biasanya tercemar oleh benzokuinon (ekskresi T. castaneum) sehingga tidak layak untuk dikonsumsi (Sunjaya & Widayanti 2006). Tribolium castaneum dikenal sebagai kumbang tepung (rust red flour beetle). Kumbang ini bertubuh pipih dan berwarna merah karat dengan panjang tubuh 2,3-4,4 mm. Lama perkembangan serangga ini sangat bervariasi, antara lain bergantung pada suhu, kelembaban, dan jenis makanan. Pada kondisi optimum yakni suhu 35 0 C dan kelembaban 75%, lama perkembangan dari telur hingga dewasa mencapai 20 hari (Haines 1991). Kumbang betina meletakkan telur di antara butiran tepung, secara acak. Telur menempel pada tepung dan dilindungi oleh partikel pertikel tepung. Kumbang betina dapat meletakkan telur sampai dengan 1000 telur selama masa hidupnya (Ress 2004). Larva dan imago memakan bahan makanan yang sama. Larva serangga ini bertipe elateriform dan aktif bergerak mencari makan. Panjang larva T. castaneum sekitar 10 mm (Ress 2004). Selama masa pertumbuhannya larva mengalami pergantian kulit sebanyak 6-11 kali. Menjelang masa berkepompong larva akan naik ke permukaan bahan pangan yang diserang (Mangoendihardjo 1984). Pupa dapat ditemukan di antara komoditas yang diserang tanpa dilindungi kokon. Fase

5 telur dan pupa relatif singkat, lebih dari 60% dari siklus hidupnya dihabiskan sebagai larva (Ress 2004). Kumbang ini mampu bertahan hidup pada bahan pangan dengan kadar air rendah dan terutama menimbulkan kerusakan pada serealia yang telah digiling, namun perkembanganbiakannya tidak cepat pada serealia yang berkadar air rendah, masih utuh dan bebas dari serpihan (Haines 1991). Gambar 1 Imago T. castaneum Pengendalian serangga T. castaneum yang sering dilakukan di gudang penyimpanan beras yaitu dengan sanitasi gudang, mengatur sirkulasi udara, dan kelembaban gudang. Selain itu, pengendalian dilakukan dengan cara fumigasi. Rhyzopertha dominica (Fabricius) Serangga R. dominica termasuk ordo Coleoptera dan famili Bostrychidae. Serangga ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola) yaitu perkembangannya melalui fase telur, larva, pupa, dan imago (Haines 1991). Serangga ini termasuk hama primer dan banyak ditemukan di daerah tropika dan subtropika, namun daerah hangat lebih disukai. Rhyzopertha dominica dapat menyerang serealia yang masih utuh. Selain menyerang serealia, serangga ini juga dapat menyerang gaplek (Sunjaya & Widayanti 2006). Tanda serangan R. dominica pada gabah adalah adanya serbuk gerek yang ditemukan di sekitar gabah tersebut dan kumbang yang terbang dari tumpukan gabah tersebut menuju ke arah cahaya. Selain itu, material yang diserang menjadi berlubang-lubang dan menghasilkan banyak serbuk atau tepung hasil gerekan.

6 Serangan kumbang ini dapat meningkatkan temperatur sehingga memicu pertumbuhan cendawan (Harahap 2009). Rhyzopertha dominica dikenal sebagai kumbang bubuk gabah (lesser grain borer). Kumbang ini banyak ditemukan pada penyimpanan gabah. Fase larva dan imago memakan bahan yang sama. Serangga dewasa melubangi biji-bijian dan membuat lubang yang bentuk nya tidak beraturan sehingga menghasilkan bubuk dalam jumlah yang banyak. Imago berbentuk silindris, panjang 2-3 mm, dan berwarna coklat gelap sampai hitam, tepi elitra paralel, kepala menekuk ke bawah; tidak terlihat dari arah dorsal, antena capitate dengan tiga ruas terakhir membentuk bendolan, pada sisi depan pronotum terdapat barisan duri-duri halus (Harahap 2009). Telur diletakkan pada celah-celah di permukaan biji. Larva dan pupa terdapat di dalam biji. Fase larva lebih cepat berkembang pada biji-bijian yang masih utuh daripada tepung. Larva kumbang ini berwarna putih sampai kuning pucat. Larva kumbang ini berbentuk seperti huruf C (seperti larva kumbang penggerek batang). Pupa R. dominica berukuran hampir 2 mm, berwarna putih sampai hijau pucat (Munro 1966). Kondisi optimum untuk perkembangannya adalah pada suhu 34 0 C dan kelembaban 70%. Pada suhu 25 0 C imago betina dapat bertelur rata-rata 244 butir dan 418 butir pada suhu 34 0 C (Sunjaya & Widayanti 2006). Pada kondisi lingkungan yang mendukung perkembangannya adalah tempat penyimpanan yang tertutup dengan bebijian yang ditimbun dalam jumlah banyak untuk waktu yang lama. Kumbang ini menyukai tempat yang berada di bagian bawah tumpukan bahan simpanan (Vardeman et.al 2007). Gambar 2 Imago R. dominica

7 Pengendalian serangga R. dominica yang sering dilakukan di gudang penyimpanan yaitu dengan sanitasi gudang, mengatur sirkulasi udara, dan kelembaban gudang. Selain itu, pengendalian dilakukan dengan cara fumigasi. Cryptolestes spp. Serangga ini bersifat kosmopolitan, banyak ditemukan di daerah tropika. Kumbang Cryptolestes spp. termasuk hama sekunder, banyak ditemukan dan dapat menyerang produk biji-bijian yang berminyak (oilseed cake), serealia, kacang tanah, tepung serealia, dan gaplek. Komoditi yang diserang Cryptolestes ferrugineus menjadi berlubang-lubang (Sunjaya & Widayanti 2006). Serangga ini berukuran kecil (1,5-2 mm), berbentuk pipih, berwarna coklat terang, panjang toraks dan kepala hampir separuh daripada panjang tubuh, tipe antena filiform dan panjang. Antena serangga betina lebih pendek daripada jantan. Spesies kumbang ini hanya dapat dibedakan dari alat kelaminnya melalui pembedahan. Fase larva dapat memakan bagian lembaga (germ) dari biji-bijian sehingga dapat mengurangi persentase perkecambahan, menyebabkan susut berat, nutrisi dan susut kualitas. Pada kondisi optimum, yakni suhu 33 0 C dan kelembaban 70%, lama perkembangan C. ferrugineus dari telur hingga dewasa adalah 23 hari. C. pussilus (Schonherr) lebih menyukai kelembaban lebih tinggi daripada C. ferrugineus, yaitu pada suhu 33 0 C dan kelembapan 80%, lama perkembangan dari telur hingga dewasa 27-30 hari. Imago betina dapat bertelur rata-rata 200 butir dan diletakkan di antara komoditas (Sunjaya & Widayanti 2006).

8 Gambar 3 Imago Cryptolestes spp. Pengendalian serangga Cryptolestes spp. yang sering dilakukan di gudang penyimpanan yaitu dengan sanitasi gudang, mengatur sirkulasi udara, dan kelembaban gudang. Selain itu, pengendalian dilakukan dengan cara fumigasi. Pemilihan Fosfin sebagai Fumigan Fumigasi adalah suatu tindakan perlakuan terhadap suatu komoditi dengan menggunakan fumigan tertentu, didalam ruang kedap udara, pada suhu dan tekanan tertentu. Fumigan yang efektif untuk mengendalikan hama gudang adalah metil bromida (CH 3 Br) dan fosfin (PH 3 ). Sejarah manajemen hama mengungkapkan bahwa awal penggunaan metil bromida (CH 3 Br) sebagai fumigan dilaporkan oleh Le Goupil (1932), Jones (1938), Brown (1954), Lindgren et.al (1954)., Monro dkk., (1961) dan Howe & Lubang (1966). Fosfin sebagai fumigan pertama kali digunakan pada tahun 1934 (Freyberg 1935) dan dilakukan pengembangan formulasi baru, yaitu tablet aluminium fosfida di Jerman pada tahun 1953 (Mordkovich 2004). Metil bromida merupakan salah satu fumigan yang dipakai secara luas di seluruh dunia untuk mengendalikan organisme pengganggu (hama), khususnya di bidang pertanian. Penggunaan metil bromida di bidang pertanian, di gudang penyimpanan (pascapanen) serta untuk keperluan karantina dan prapengapalan (Quarantine and Pre-shipment, QPS) diperkirakan mencapai 97% dari total metil

9 bromida yang diproduksi. Metil bromida termasuk salah satu bahan perusak lapisan ozon (Hidayat 2009). Sejak Montreal Protocol diberlakukan, fumigan dengan metil bromida tidak boleh digunakan lagi, kecuali untuk keperluan karantina dan prapengapalan karena belum ada alternatif penggantinya yang layak secara teknis dan ekonomis. Fumigasi dengan metil bromida dapat mengakibatkan kerusakan atau penurunan kualitas komoditas yang difumigasi. Selain itu, banyak negara mempersyaratkan fumigasi dengan fosfin karena fosfin tidak banyak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan, khususnya kerusakan pada lapisan ozon. Perlakuan fumigasi dengan fosfin merupakan salah satu alternatif pengganti metil bromida yang umum digunakan dalam tindakan perlakuan fumigasi (DEPTAN 2007). Umumnya fosfin digunakan dalam bentuk formulasi padat seperti aluminium fosfida dan magnesium fosfida. Suhu dan kelembaban tertentu diperlukan agar fosfin dapat menguap. Fosfin dalam bentuk formulasi magnesium fosfida dapat melepaskan fosfin lebih cepat dan dapat digunakan pada temperatur lebih rendah, misal 5 0 C. Dalam perkembangannya fosfin juga diformulasikan dalam bentuk gas cair. Di Indonesia pernah dicoba penggunaan fosfin dalam formulasi gas cair, yaitu EcoFume. Hasil percobaan ini cukup baik, namun dirasa teknik ini agak sulit untuk dilakukan karena membutuhkan alat-alat tertentu, relatif mahal, dan ketersediaaannya terbatas. Oleh karena itu penggunaan fosfin dalam formulasi padat merupakan pilihan yang paling baik untuk saat ini. Selain mudah didapatkan juga mudah diaplikasikan digudang penyimpanan (Hidayat & Halid 2009). Perlakuan dengan fosfin secara berulang-ulang relatif tidak meninggalkan residu pada komoditas. Sesuai dengan ketentuan Codex Alimentarius, batas residu untuk inorganic fosfin yang diperbolehkan pada biji-bijian belum diolah 0,1 mg/kg, dan 0,01 mg/kg pada biji-bijian yang telah diolah. Fumigasi dengan menggunakan fosfin harus memperhatikan sifat-sifat fisik dan kimianya, serta dalam aplikasinya membutuhkan waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan metil bromida. Untuk itu, yang perlu diperhatikan sebelum pelaksanaan fumigasi dengan fosfin adalah ketersedian waktu yang cukup untuk pelaksanaan fumigasi, kandungan air komoditas yang akan difumigasi, jenis komoditas, dan jenis

10 organisme pengganggu tumbuhan yang menjadi sasaran fumigasi (DEPTAN 2007). Fumigasi dengan fosfin Fumigasi dengan fosfin dapat dilaksanakan pada biji-bijian yang ditumpuk dalam bentuk curah (bulk storage) maupun pada tumpukan kemasan yang berisi biji-bijian (bagged stack stapel). Fosfin akan sangat efektif sebagai fumigan bila diaplikasikan dengan menggunakan fosfin dosis rendah dalam waktu fumigasi panjang. Periode pemaparan (exposure periode) sangat dipengaruhi oleh suhu. Suhu minimum untuk fumigasi fosfin adalah 15 0 C dan pada suhu dibawah 20 0 C waktu fumigasi yang direkomendasikan adalah 16 hari. Bahkan di daerah tropik yang bersuhu tinggi waktu fumigasi tidak boleh kurang dari 5 hari. Bila fumigasi dapat dilakukan selama tidak kurang dari 7 hari maka kemungkinan terjadinya kegagalan fumigasi dapat dikurangi. Peralatan untuk mengukur konsentrasi fosfin baik dalam tumpukan maupun pada ruangan di sekitarnya untuk mengetahui apakah terjadi kebocoran pada sungkup fumigasi, yang banyak digunakan adalah detektor gas (misalnya drager tubes ) dan alat pengukur fosfin elektronik ( electronic meter ). Dengan drager tubes konsentrasi gas fosfin dapat diukur dengan cepat dan mudah. Sedangkan electronic meter yang dilengkapi dengan sensor elektrochemical dapat menunda konsentrasi gas secara langsung dengan kisaran 0 2000 ppm dan ditampilkan secara digital. Fumigasi dapat dikatakan berhasil apabila konsentrasi fosfin tidak dibawah 150 ppm pada akhir hari ke lima fumigasi atau tidak dibawah 100 ppm pada akhir hari ke tujuh (WFP, 2003). Karakteristik Fosfin Fosfin memiliki nama kimia hidrogen fosfida dengan rumus kimia PH 3 deskripsinya dapat dilihat pada Tabel 1. Pemilihan fosfin sebagai fumigan untuk produk makanan, olahan, biji-bijian dan sereal yang sensitif terhadap metil bromida, karena : (a) merupakan senyawa yang sangat toksik dan memiliki penetrasi yang baik serta seragam, (b) tidak memiliki efek aroma, warna, dan cita rasa terhadap komoditas yang difumigasi, (c) penyerapan oleh produk rendah.

11 Tabel 1 Deskripsi fumigan fosfin No Deskripsi Fosfin 1. Rumus Kimia PH 3 2. Bau Karbit/Bawang Putih 3. Titik Didih 87.4 0 C 4. Titik Lebur 133.5 0 C 5. Berat Molekul 34.04 g/mol 6. Gravity khusus a. Gas (Udara = 1) b. Liquid (Air 4 0 C = 1) 1.214 0 0.746-90 7. Panas Penguapan 102.6 cal/g 8. Titik Ledakan 1.79% diudara 9. Kelarutan dalam Air Sangat larut 10. Rekomendasi WHO/FAO a. Biji-bijian yang belum diolah b. Biji-bijian yang telah diolah 11. Efek pada serangga a. Telur b. Larva c. Pupa d. Dewasa 0.1 ppm 0.01 ppm Syaraf dan Pernafasan Lambat Cepat Lambat Cepat 12. Efek pada Lingkungan Tidak ada 13. Waktu pemaparan (Exposure time) Minimal 5 24 jam atau sesuai spesifikasi produk 14. Faktor konversi (g/m 3 ke ppm) 730 Sumber: Departemen Pertanian, 2007 Di dalam aplikasinya, pelaksanaan fumigasi dengan fosfin selain harus memperhatikan sifat-sifat fisik dan kimia fosfin di atas, harus diperhatikan juga sifat fosfin sebagai berikut : (a) pada konsentrasi di atas 1.8% volume di udara atau 25 g/m 3 pada tekanan udara normal mudah meledak, (b) pada temperatur di atas 100 0 C (212 0 F) mudah terbakar dengan sendirinya, (c) mudah meledak bila terkena air, (d) bereaksi dengan tembaga/logam mulia atau bahan-bahan yang terbuat dari tembaga/logam mulia dan menyebabkan korosi pada temperatur dan kelembaban yang relatif tinggi. Formulasi dan Bentuk Fosfin Gas fosfin umumnya di formulasikan dalam bentuk alumunium fosfida (AlP) dan magnesium fosfida (Mg 3 P 2 ). Pengeluaran gas fosfin dari formulasi tablet dan pelet berlangsung melalui reaksi kimia sebagai berikut :

12 1. AlP + 3H 2 O Al (OH) 3 + PH 3 Alumunium + Uap air Alumunium + Fosfin Fosfida hidroksida 2. Mg 3 P 2 + 6H 2 O 3Mg (OH) 2 + 2PH 3 Magnesium Uap air Magnesium + Fosfin Fosfida hidroksida Proses perubahan gas fosfin terjadi apabila alumunium fosfida atau magnesium fosfida bereraksi dengan uap air di udara. Pada proses tersebut selain gas fosfin dihasilkan juga senyawa alumunium hidroksida atau magnesium hidroksida. Senyawa-senyawa ini bersifat limbah dalam fumigan fosfin. Pada senyawa alumunium fosfida atau magnesium fosfida ditambahkan bahan pelapis untuk memperlambat terjadinya pelepasan gas dan untuk mencegah terjadinya akumulasi konsentrasi yang tinggi di udara yang dapat mengakibatkan terjadinya kebakaran. Bahan pelapis yang digunakan adalah lilin parafin dan lapisan matric plastic. Pada umumnya senyawa alumunium fosfida atau magnesium fosfida mulai bereaksi setelah 2 4 jam dan dekomposisi sempurna akan terjadi setelah 72 jam pada temperatur dan kelembaban yang sesuai. Pada temperatur dan kelembaban yang lebih rendah dekomposisi akan lebih lama sekitar 120 jam. Bentuk formulasi Fosfin antara lain dapat berupa pelet, tablet, plate, dan bags dengan jumlah kandungan fosfin yang berbeda-beda, sebagaimana dapat dilihat dalam Tabel 2 di bawah ini. Tabel 2 Bentuk formulasi dan kandungan bahan aktif Fosfin Bentuk formulasi Berat per satuan formulasi Berat bahan aktif (fosfin) per satuan formulasi Pelet 0.6 gram 0.2 gram Tablet 3.0 gram 1.0 gram Plate 117.0 gram 33.0 gram Bags 34.0 gram 11.3 gram Strips 2340.0 gram 660.0 gram Sumber : Departemen Pertanian, 2007